Sliding genioplasty pada penatalaksanaan deformitas dagu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENANGANAN KASUS HIPOPLASIA MANDIBULA DENGAN KOMBINASI TEKNIK OSTEODISTRAKSI DAN GENIOPLASTI

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 PERSIAPAN REKONSTRUKSI MANDIBULA. mandibula berguna dalam proses pembicaraan, mastikasi, penelanan dan juga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

FACIAL GUN SHOT WOUND IN CONFLICT AREA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindakan bedah di kedokteran gigi merupakan suatu prosedur perawatan

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

OSTEOTOMI LE FORT I PADA BEDAH ORTOGNATI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TEKNIK DAN TRIK PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT

BEDAH PREPROSTETIK. Oleh : Lucky Riawan, drg., Sp BM NIP

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB 2 TRAUMA MAKSILOFASIAL. Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan jaringan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena mengalami perubahan-perubahan fisiologis dalam rongga mulut termasuk

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Sumber: dimodifikasi dari Wagner et al.

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

PELAYANAN SPECIAL DENTAL CARE DI BAGIAN BEDAH MULUT FKG UNPAD / PERJAN RS. DR. HASAN SADIKIN BANDUNG ABSTRAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

Penanganan definitif fraktur komplek zigoma bilateral disertai fraktur basis kranii fossa anterior (Laporan Kasus)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 DIAGNOSA DAN PERAWATAN BINDER SYNDROME. Sindrom binder merupakan salah satu sindrom yang melibatkan pertengahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENATALAKSANAAN PEMASANGAN IMPLAN GIGI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9).

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA CROUZON SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB 2 ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA. fibrous atau tulang antara kepala kondilar dengan fosa glenoidalis yang dapat

REKONTRUKSI CELAH BIBIR BILATERAL DENGAN METODE BARSKY

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

PENANGANAN PENDERITA SLEEP APNEA DAN KEBIASAAN MENDENGKUR

Gambar 1. Contoh rontgent bagian kepala, lateral radiograph anjing umur 12 tahun.

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK. Kata kunci: gigi impaksi, keadaan patologis, tindakan preventif, penatalaksanaan

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Postherpetic Neuralgia Setelah Menderita Herpes Zoster Oris (Laporan Kasus)

Definisi Bell s palsy

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut

Penanganan delayed eruption karena impaksi gigi insisivus sentralis kiri dengan surgical exposure pada anak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

Fraktur angulus mandibula sebagai komplikasi tindakan pencabutan molar ketiga rahang bawah

FRAKTUR DENTOALVEOLAR DAN PENANGANANNYA. Pedro Bernado

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Gambaran Penderita Fraktur Maksilofasial di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari 2009-desember 2011

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, sehingga resiko kecelakaan lalu lintas juga ikut meningkat. 1,2

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

BAB I. Pendahuluan. A. Latar belakang. waktu yang diharapkan (Hupp dkk., 2008). Molar ketiga merupakan gigi terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan

TEHNIK EKSISI. Dr. Donna Partogi, SpKK NIP

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja

Refrakturasi dalam upaya koreksi malunion pada fraktur mandibula multipel

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

PREVALENSI TINDAKAN ALVEOLEKTOMI BERDASARKAN JENIS KELAMIN, UMUR, DAN REGIO YANG DILAKUKAN DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab

ANGKA KEJADIAN DIPLOPIA PADA PASIEN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DI BANGSAL BEDAH RSUD ARIFIN ACHMAD PROPINSI RIAU PERIODE JANUARI 2011 DESEMBER 2013

Implant overdenture. Syafruddin S. Marmin Poli Gigi RSUD Labuang Baji Makassar

STUDI KASUS. Fraktur comminuted bilateral pada mandibula. Ronal*, Abel Tasman**, Fathurachman***

Transkripsi:

74 Dentofasial, Vol.8, No.2, Oktober 2009:74-79 Sliding genioplasty pada penatalaksanaan deformitas dagu Edi Supriyanto*, Asri Arumsari**, Bambang A. Sulthana*** *Peserta PPDGS Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG UNPAD/RS. Dr. Hasan Sadikin **Staf Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG UNPAD/RS. Dr. Hasan Sadikin ***Staf Bagian Bedah FK UNPAD/RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung, Indonesia ABSTRACT Chin contour and position is important component in facial balance. Deformities of chin may occur as isolation deformity or associated with other dentofacial deformities. This is a case report of 15-year old girl with chief complaint of chin deformity, and sliding genioplasty has been performed without any complication. Key word: Chin deformities, sliding genioplasty, cosmetic surgery ABSTRAK Posisi dan kontur dagu merupakan komponen penting dalam keseimbangan wajah. Deformitas dagu dapat terjadi tersendiri, atau merupakan bagian dari kelainan dentofasial lainnya. Pada kasus ini dilaporkan seorang anak perempuan berumur 15 tahun datang dengan keluhan deformitas dagu dan dilakukan tindakan bedah kosmetik sliding genioplasty tanpa komplikasi. Kata kunci: Deformitas dagu, sliding genioplasty, bedah kosmetik Koresponden: Edi Supriyanto, Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran/RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung, Indonesia. PENDAHULUAN Kecantikan wajah terletak pada proporsi yang seimbang dari seluruh unsur wajah seperti susunan gigi, tulang, jaringan lunak, dan hubungan unsur yang satu dengan yang lain. Dagu merupakan unsur wajah dominan yang memiliki peran penting dalam bentuk wajah secara menyeluruh. 1 Dalam bidang bedah kosmetik seringkali pasien terfokus pada struktur hidung, mata, dan kulit. Meskipun demikian ahli bedah sering mengidentifikasi sepertiga wajah bagian bawah sebagai daerah yang dapat dimodifikasi secara bedah untuk memperbaiki penampilan dan keharmonisan wajah secara menyeluruh. Profil pasien dapat diubah secara bermakna, baik dengan prosedur augmentasi maupun dengan cara reduksi. Hubungan yang seimbang antara bagian anterior dan posterior dari dagu dengan wajah merupakan penilaian penting dari wajah secara keseluruhan. 2 Terdapat beberapa cara pembedahan untuk memperbaiki deformitas dagu. Implantasi aloplastik dan augmentasi sliding genioplasty merupakan dua metode yang dapat diterima sekarang ini untuk memajukan dan menambah ketinggian dagu. Sedangkan teknik untuk mengurangi ketinggian atau penonjolan dagu yang berlebih dapat dilakukan dengan sliding genioplasty reduksi atau dengan mengurangi tulang dagu secara langsung dengan bur. 3 Genioplasty atau dikenal juga sebagai inferior border osteotomy atau horizontal osteotomy dapat dilakukan sebagai prosedur

Edy Supriyanto dkk.: Sliding genioplasty pada penatalaksanaan deformitas 75 tersendiri atau dilakukan bersama dengan osteotomi mandibula atau maksila lainnya. Sliding genioplasty pertama dikenalkan oleh Hofer pada tahun 1942 melalui pendekatan ekstra oral. Sekarang prosedur ini lebih sering dilakukan melalui pendekatan intra oral dan osteotomi horisontal dan pematahan tulang dilakukan di bawah ketinggian nervus mentalis. Sliding genioplasty dapat memajukan atau memundurkan dagu dalam arah anteroposterior, maupun memanjangkan dagu dalam dimensi vertikal serta memperbaiki asimetri dagu dalam dimensi transversal. 1,3,4 Secara anatomi, dagu merupakan daerah inferior dari lipatan labiomental, yaitu lekukan yang memisahkan bibir dari dagu. Beberapa otot menutupi daerah simfisis mandibula. Otot-otot ini adalah mentalis quadratus labii inferior, triangularis, orbikularis oris, dan platisma. Cabang dari nervus fasialis mempersarafi otot-otot ini. Otot geniohyoid, genioglossus dan anterior belli dari otot digastikus melekat sepanjang permukaan posterior dan inferior simfisis mandibula. 4 Inervasi sensoris daerah dagu berasal dari nervus mentalis pada kedua sisii yang merupakan kelanjutan dari nervus alveolaris inferior yang merupakan cabang dari nervus mandibularis. Semua nervus ini berasal dari nervus trigeminus (N.V). Inervasi motoris daerah dagu berasal dari cabang-cabang nervus fasialis (N.VII). 5 LAPORAN KASUS Seorang anak perempuan berumur 15 tahun datang ke Poli Bedah Mulut dan Maksilofasial RSHS Bandung dengan keluhan adanya asimetri dari wajah terutama dagu. Keluhan dirasakan sekitar 8 tahun yang lalu, yang mengganggu penampilan meski tanpa disertai rasa sakit. Riwayat operasi sebelumnya, tahun 2005 pada sendi rahang kanan karena tidak bisa membuka mulut, dan tahun 2008 operasi memajukan rahang bawah karena pertumbuhan rahang yang kurang. Riwayat trauma ketika usia 9 bulan, dan 5 tahun. Pada pemeriksaan klinis didapat adanya asimetri dari dagu, yaitu dagu kanan lebih panjang dibandingkan dagu kiri (Gambar 1A dan B). Dilakukan dua macam pemeriksaan radiografi, yaitu panoramik dan sefalometri. Pada pemeriksaan panoramik didapat adanya pergeseran dari garis tengah rahang bawah ke kanan dan perbedaan panjang sisi dagu (Gambar 2). Sedangkan pada pemeriksaan sefalometri tidak didapat adanya kelainann hubungan mandibula terhadap maksila dalam arah anteroposterior, namun didapat asimetri dagu dengan garis tengah rahang bawah bergeser ke arah kanan (Gambar 3). Gambar 1. Deformitas dagu secara klinis, A. tampak depan, B. tampak samping.

76 Dentofasial, Vol.8, No.2, Oktober 2009:74-79 Gambar 2. Gambaran radiografi panoramik Gambar 3. Gambaran radiografi sefalometri. Gambar 4. Pembuatan guideline. A. Guideline vertikal di garis tengah tulang mentale. B. Pembuatan guideline horizontal Pasien ini didiagnosis dengan asimetri atau deformitas dagu dalam bidang frontal dengan pergeseran garis tengah insisivuss rahang bawah ke kanan. Kepada pasien ini kemudian direncanakan tindakan sliding genioplasty kurang lebih 1 cm ke arah kiri.

Edy Supriyanto dkk.: Sliding genioplasty pada penatalaksanaan deformitas 77 Gambar 5. Pemasangan plate dan screw (Gambar 4A). Pembuatan guideline horizontal disisi kanan sampai dengan midline dengan menggunakan round bur.. Selanjutnya dilakukan pemotongan tulang dengan fisher, sesuai dengan guideline sampai dengann garis tengah (Gambar 4B). Pembuatan guidline horisontal di sisi kiri sampai dengan garis tengah dengan menggunakan round bur.. Selanjutnya dilakukan pemotongan tulang dengan menggunakan fisher, sesuai guideline, sampai dengan garis tengah di sisi kiri. Dilakukan pergeseran tulang mentale ke arah sisi kiri sampai dengan profil wajah sesuai (kurang lebih 1 cm) dan dilakukan pemasangan plate 6 hole 4 screw untuk fiksasi (Gambar 5). Penghalusan tulang dilakukan pada kedua sisi kiri dan kanan dan dilanjutkan dengan penanganan perdarahan dan penjahitann luka operasi. Dressing mentale dilakukan dengann tekanan menggunakan plester Hypafix. Pada kontrol hari ke-10, tidak terdapat pembengkakan, tanda-tandkomplikasi pasca operasi (Gambar infeksi dan 6). Gambar 6. Pasca tindakan bedah hari ke -10 Penatalaksanaan Kepada penderita dilakukan narkosis umum via nasoendotrakeal, dilakukan tindakan aseptik ekstra oral dengan alkohol 70% dan Betadine solution 10%. Pembuatan pola insisi dengan methylen blue a/r vestibulum rahang bawah dari regio 33 sampai dengan 43. Insisi sesuai dengan pola dilakukan dengan menggunakan pisau dan selanjutnya dilakukan pembebasan otot mentalis dengan rasparatorium. Pembuatan guidline vertikal di garis tengah tulang mentale dengan menggunakan round bur PEMBAHASAN Deformitas bagian anterior dari mandibula dapat terjadi dalam segala arah (verti kal, horisontal dan sagital), meliputi tinggi, lebar, dan dimensi anteroposterior dari dagu. 5 Tindakan bedah untuk mengoreksi dagu telah lama digunakan. mengoreksi Teknik pembedahan untuk deformitas meliputi osseus recontouring dan osteotomi untuk merubah posisi dagu. Keduanya dapat dilakukan dengan atau tanpa bone grafts, bone substitutes, atau alloplastic implants. Owing menggunakan teknik fiksasi dengan plate dan screw seperti pada penanganan fraktur maksilofasial. Genioplasty sendiri merupakan salah salah satu prosedur yang lebih disukai. 5-8

78 Dentofasial, Vol.8, No.2, Oktober 2009:74-79 Osseus genioplasty adalah autogenous method untuk merubah ukuran, atau bentuk, maupun keduanya, dari simfisis mandibula. Merubah kontur dagu dengan membuang sebagian tulang dagu atau menambahkan bahan bone graft. Secara umum berarti melakukan tindakan pemotongan tulang atau (osteotomi) pada bagian anterior dari mandibula dalam arah horisontal di bawah foramen mentale. 9 Pada kasus ini ditegakkan diagnosis sebagai suatu deformitas pada dagu dan setelah melalui pemeriksaan sefalometri didapat pergeseran titik tengah dagu ke arah kanan kurang lebih 1 cm sehingga diputuskan untuk melakukan tindakan operasi sliding genioplasty dengan menggeser dagu secara horisontal dalam bidang frontal ke arah kiri sejauh kurang lebih 1 cm. Sliding genioplasty dapat dilakukan di bawah anastesi umum atau sedasi intra vena dengan blok nervus mentalis. Intubasi nasotrakhea dipakai jika genioplasty dilakukan tanpa tindakan rhinoplasty. Insisi dibuat pada mukosa vestibulum secara horisontal dari regio gigi kaninus. Saat melakukan diseksi mukosa perlu diperhatikan dan diidentifikasi keberadaan nervus mentalis agar tidak menyebabkan trauma pada nervus mentalis. 7 Pola osteotomi dilakukan di bawah apeks gigi-gigi dan sedikitnya 5 mm di bawah foramen mentale. Jarak ini akan mencegah terjadinya trauma pada nervus mentalis yang biasanya terletak di dalam kanalis alveolaris inferior sekitar 2-3 mm di bawah foramen mentale. 1,4 Komplikasi dari sliding genioplasty meliputi perdarahan, edema, infeksi, dan wound dehiscences. Pada umumnya insidensi perdarahan dan infeksi sangat rendah jika hemostasis dan teknik aseptic diikuti. Kemungkinan lain adanya trauma nervus mentalis atau non-union antar segment tulang dan kegagalan dari segi kosmetik, terutama jika hanya tindakan genioplasty yang dilakukan pada deformitas wajah yang komplek, misalnya orthognatic, dan rhinoplaty. 1,3,4,7 Pada pasien anak-anak dan usia muda, pertumbuhan gigi dan nervus mentalis sangat berdekatan dengan bagian inferior dari border mandibula, sehingga berisiko selama tindakan osteotomi. Operasi daerah dagu sebaiknya ditunda sampai usia 12 tahun atau lebih karena pertumbuhan dentoalveolar telah selesai. 5 Pemilihan tindakan sliding genioplasty memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan alloplastic chin implants. Selain hasil estetik yang memuaskan dengan komplikasi yang minimal dan biaya yang lebih murah, sliding genioplasty dapat mengoreksi abnormalitas dagu dalam segala arah, dengan teknik yang mudah dan effektif. 10 SIMPULAN Telah dilakukan tindakan operasi pada anak perempuan umur 15 tahun yang mengalami deformitas dagu dengan teknik sliding genioplasty. Hasil pasca bedah tanpa komplikasi dan pasien rawat jalan pada hari keempat. DAFTAR PUSTAKA 1. Sykes JM. Aesthetic correction of chin deformities bony genioplasty; 2002. Available at http:// link.springer/emedicine. com. Diakses 2 Juli 2009. 2. Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial surgery, vol. 2. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2007. p. 1414-21. 3. Chang EW, Lam SM. Genioplasty; 2002. Available at http://www.emedicine.com. Diakses 10 Juli 2009. 4. Mc Carthy JG. Surgery: The surgery of the jaw. In: McCarthy JG (editor). Plastic surgery. Philadelphia: WB Saunders; 1990.

Edy Supriyanto dkk.: Sliding genioplasty pada penatalaksanaan deformitas 79 5. Kaban LB, Troulis MJ. Pediatric oral and maxillofacial surgery. Philadelpia: Saunders; 2004. p. 383-6. 6. Spiess IB. Internal fixation of the mandible: A manual of AO/ASIF principles. Berlin: Springer- Verlag; 1989. 7. Greenberg AM, Prein J. Craniomaxillofacial reconstructive and corrective bone surgery principles of internal fixation using the AO/ASIF technique. New York: Springer Verlag; 2002. p. 623-38. 8. Harle F, Champy M, Terry BC. Atlas of craniomaxillofacial osteosynthesis. New York: Thieme; 1999. p. 96-7. 9. Thorne CH, Beasley RW, Aston SJ. Grabb and Smith s plastic surgery. 6 th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 557-61. 10. Chang EW, Lam SM, Karen M, Donlevy JL. Sliding genioplasty for correction of chin abnormalities; 2001. Available at http:// www.archfacial.com. Diakses 26 Mei 2009.