maupun minat. Selain bahan dan kegiatan-kegiatan belajar kita perlu atau keberanian. Pada tingkat Pendidikan Dasar, keterampilan maupun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan bangsa (UU RI No. 20 Tahun 2003). Berdasarkan fungsi tersebut,

A. Latar Belakang. Ratih Leni Herlina, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran materi IPA, seorang guru dan seorang siswa. diharapkan menyenangi materi ini, karena menyenangi mata pelajaran

I. PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah. Menurut Arsyad (2007:1), belajar adalah suatu proses

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sebagai bagian kehidupan masyarakat dunia pada era global harus

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum istilah sains memiliki arti kumpulan pengetahuan yang tersusun

siswa itu sendiri artinya hasil belajar siswa dipengaruhi langsung

PENGGUNAAN LKS PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SD 08 KEPAHIANG BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi peserta didik di masa yang akan datang. Dalam Undang-undang. tentang pengertian pendidikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah,

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu tempat dimana siswa mendapatkan ilmu secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar adalah proses peningkatan pengetahuan siswa dari tidak tahu

BAB I PENDAHULUAN. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami dan menemukan sendiri apa

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam

I. PENDAHULUAN. tersebut Kosasih Djahiri (dalam Amri dan Ahmadi, 2010: 2) makna bahwa pendidikan harus dilakukan oleh usaha sadar manusia

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku siswa. Perubahan tingkah laku siswa pada saat proses

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, dunia pendidikan sangat berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Suyati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasna Nuraeni, 2014

BAB I PENDAHULUAN. inovatif oleh pihak-pihak terkait, mulai dari tingkat pusat, daerah, maupun

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan SD adalah bagian dari sistem pendidikan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Djamarah dan Zain, 1996:53).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran di sekolah. Pendidikan pada

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Seperti yang di ungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena-fenomena dunia. Permasalahan pendidikan dewasa ini, terutama di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nelly Fitriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. belajar siswa tersebut perlu diciptakan suasana proses belajar yang dapat. membangun semangat belajar siswa tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. IPA merupakan satu kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya produk. tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Warga Negara Indonesia harus berusaha belajar. Belajar tidak hanya dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

BAB I PENDAHULUAN. mensukseskan pembangunan bangsa. Dalam rangka peningkatan kualitas

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan merupakan kunci keberhasilan dalam mencetak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bisa bersikap tertentu. Dalam hal ini, belajar merupakan sebuah upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. jenjang pendidikan menengah, sehingga tanggung jawab para pendidik di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pengoganisasian Materi Pembelajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mella Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Seorang guru dituntut untuk memiliki dan menguasai keterampilan dasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. intelektual, manual, dan sosial yang digunakan. Gunungsitoli, ternyata pada mata pelajaran fisika siswa kelas VIII, masih

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan keterampilan. Menurut Suharjo (2006: 1), pendidikan memainkan peranan. emosi, pengetahuan dan pengalaman peserta didik.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI DAUR AIR

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran fisika seringkali dianggap susah oleh siswa karena cara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

pesar baik dari segi materi maupun kegunaannya. Tugas guru adalah membosankan. Jika hal ini dapat diwujudkan maka diharapkan di masa yang

BAB I PENDAHULUAN. batin, cerdas, sehat, dan berbudi pekerti luhur. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan. Negara

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal semacam itulah yang

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pengalaman kehidupan sehari-hari dapat membantu siswa dalam memahami suatu konsep yang dipelajari. Hal ini dapat pula menyebabkan perbedaan antar individu (siswa). Perbedaan itu tampak antara lain pada kemampuan, emosi maupun minat. Selain bahan dan kegiatan-kegiatan belajar kita perlu memperhatikan aktivitas yang dilakukan oleh siswa, agar penyusunan kegiatan dan bahan pelajaran, khususnya IPA tidak menimbulkan frustasi, menghilangkan minat atau keberanian. Pada tingkat Pendidikan Dasar, keterampilan maupun pengetahuan yang dipelajari harus bersifat praktis. Bahan pelajaran yang praktis itu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga diharapkan dapat menarik minat sekaligus dapat memotivasi belajar siswa. Sekolah Dasar sebagai lembaga pendidikan formal yang pertama dialami siswa mempunyai tugas memberikan bekal kemampuan dasar pada anak didik. Kemampuan dasar yang dimiliki diharapkan dapat membantu siswa memahami fenomena-fenomena alam yang terjadi di sekitarnya sebagai suatu pengetahuan. Kemampuan dasar itu dapat diterapkan dalam kehidupan di masyarakat maupun sebagai bekal dalam melanjutkan pada pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan dasar yang terdapat dalam PP No. 28 tahun 1990 Pasal 3, yaitu bahwa pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta 1

mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hinduan (1990. 2) yang mengemukakan bahwa :... tugas sekolah dasar untuk membantu peserta didiknya untuk dapat menjadi lebih dewasa dan lebih mampu menghadapi hidupnya. Jadi tugas utama sekolah dasar adalah untuk menghantarkan peserta didiknya untuk mencapai (sesuai dengan tingkatannya) tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian titik berat tugas itu bukan pada menyiapkan peserta didik untuk suatu pekerjaan tertentu. Untuk itu pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai bagian dari pendidikan di sekolah dasar merupakan tahap awal dalam upaya formal untuk memberikan bekal kemampuan ilmu pengetahuan alam kepada siswa. Berdasarkan kurikulum Sekolah Dasar, salah satu tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan IPA adalah agar siswa : memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuannya, gagasan tentang alam sekitar (Depdikbud, 1994 : 98). Bila kita perhatikan tujuan kurikulum IPA tersebut, di dalamnya terkandung makna, bahwa pelajaran IPA berorientasi untuk meningkatkan keterampilan proses yang dimiliki siswa untuk menambah pengetahuan dan gagasan tentang alam sekitar yang berhubungan dengan IPA. Dengan demikian tujuan kurikulum IPA tidak hanya berorientasi pada produk tetapi juga berorientasi pada proses. Pengetahuan yang diperoleh diharapkan dapat membantu proses berpikir atau mengembangkan pola pikir siswa dalam memecahkan masalah-masalah IPA yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, sebagian besar guru dalam mengajar cenderung untuk memberikan materi pelajaran sebanyak-banyaknya kepada siswa, tidak berusaha memotivasi siswa untuk menemukan sendiri suatu konsep sesuai dengan materi yang dipelajari

Tidak ada usaha dari guru untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh siswa, misalnya pengetahuan awal (pengalaman) dengan lingkungan alam dimana siswa tinggal. Rustaman dan Widodo (1996 : 26) mengemukakan bahwa walaupun dalam GBPP dengan jelas tercantum agar pembelajaran IPA lebih banyak menggunakan metode pengamatan dan percobaan guna melatih keterampilan proses pada siswa, kenyataan di lapangan sering berbeda. Menurut Beeth (1996:21), mereka tidak mengajar dengan baik sebab mereka tidak mempunyai motivasi untuk mengajar dan bahkan mereka tidak mengetahui bagaimana cara mengajarkan IPA dan mereka hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang IPA. Eddy M. Hidayat (1991 : 17) mengatakan bahwa anak-anak hendaknya diberikan kesempatan untuk menjelajahi dan menyelidiki dunianya sendiri dengan mempergunakan pendekatan langsung dengan bahan-bahan pengajaran yang telah tersedia. Lebih lanjut dikatakan fokus program pengajaran IPA di SD hendaknya ditujukan untuk memupuk pengertian, minat dan pengharapan terhadap dunia di mana mereka hidup. Pendapat lain mengatakan dalam kegiatan belajar mengajar IPA misalnya, guru tidak hanya memberikan sejumlah pengetahuan tentang IPA kepada murid untuk dihafalkan, tetapi bagaimana pengetahuan itu dapat bertahan lama dimiliki oleh murid dan dapat mempengaruhi proses berpikirnya dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi (Sardiman, 1988 : 49). Pernyataan di atas memberikan gambaran bahwa proses belajar mengajar akan memberikan hasil yang baik kalau pelajaran itu bersifat menantang dan merangsang daya^cipt^siswa untuk menemukan hal-hal baru. Untuk itu selain memberikan pe // siswa, guru juga menciptakan kegiatan belajar yang me

bertanya, melakukan percobaan sehingga dapat menemukan fakta-fakta dan konsep sendiri. Berdasarkan pertimbangan itu dan dengan memperhatikan tuntutan dari fungsi dan tujuan mata pelajaran IPA, diduga tepat untuk menggunakan keterampilan proses dalam kegiatan belajar mengajar IPA di Sekolah Dasar, dimana pendekatan keterampilan proses dirancang dalam bentuk bahan pelajaran yang sifatnya merangsang kegiatan berpikir siswa. Conny Semiawan dkk. (1992 : 14) mengatakan bahwa ada empat alasan yang melandasi perlunya diterapkan pendekatan keterampilan proses dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari. Pertama, perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak mungkin lagi bagi guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. Jika guru tetap mengajarkan semua fakta dan konsep maka target yang diinginkan tidak akan tercapai, sehingga guru cenderung untuk memilih jalan termudah untuk menyampaikan semua itu dengan menggunakan metode ceramah. Guru merupakan satu-satunya sumber informasi yang penting, tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki. Hal ini mengakibatkan siswa memiliki banyak pengetahuan tetapi tidak terlatih untuk mengembangkan pengetahuan mereka. Alasan kedua, secara psikologis anak-anak dengan mudah memahami konsep-konsep yang abstrak dan rumit jika diberi contoh-contoh yang konkrit, wajar dan sesuai dengan kondisi yang dihadapi Perkembangan pikiran anak dilandasi oleh gerakan dan perbuatan. Karena pada prinsipnya anak mempunyai motivasi dari dalam untuk belajar karena didorong oleh rasa ingin tahu. Sehingga anak akan belajar dengan baik jika prakarsanya ditampung dalam kegiatan belajar

mengajar. Jean Peaget (dalam Conny S., 1992. 14) menyatakan : "... mengetahui suatu obyek tak lain daripada memperlakukannya". Alasan ketiga, penemuan ilmu pengetahuan tidak mutlak benar, penemuannya bersifat relatif. Semua konsep yang ditemukan melalui metode ilmiah masih tetap terbuka untuk dipertanyakan, dipersoalkan dan diperbaiki. Jika sikap keterbukaan demikian ditanamkan kepada diri anak, maka anak harus dilatih untuk selalu bertanya, berpikir kritis dan mencari kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah. Alasan keempat, dalam proses belajar mengajar seharusnya pengembangan konsep tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik. Sehingga menghasilkan pribadi yang selaras, serasi dan seimbang. Keempat alasan di atas, mengindikasikan kepada kita bahwa dalam kegiatan belajar mengajar ditekankan adanya suatu proses yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengembangkan diri sesuai dengan tarafkemampuannya. Seiring dengan upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan, keluhan tentang rendahnya mutu pendidikan tetap menjadi masalah dari had ke hari. Fakry Gaffar (1989 : 33) mengatakan bahwa anak didik ditemukan kurang berkualitas kemampuan berpikirnya dalam menghadapi masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari atau rendah kemampuannya dalam memecahkan masalah. Karena itu sekolah merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai peranan yang sangat penting sebagai sumber pendidikan, kiranya mengembangkan pengajarannya dalam mengaktifkan siswa melalui keterampilan proses. Agar pengetahuan maupun konsep yang diperoleh dapat bertahan lama

dalam pikirannya yang akhirnya akan berguna bagi kehidupannya. Bruner (dalam Trowbridge & Bybee 1990 : 20) menyatakan jika seseorang individu belajar dan mengembangkan pikirannya maka sebenarnya ia telah menggunakan potensi intelektualnya untuk berpikir. Bruner setuju bahwa melalui pendekatan keterampilan proses IPA anak dapat didorong secara internal membentuk intelektualnya secara benar. Ketika pertama kali mengadakan wawancara dengan Kepala Sekolah terungkap bahwa kendala yang ada dalam proses belajar mengajar adalah kurangnya alat peraga IPA dan kualitas guru. Penyebabnya antara lain mereka jarang mengikuti pelatihan IPA, serta materi kurikulum yang terlalu padat. Begitu pula setelah diadakan wawancara dengan guru, diperoleh data bahwa mereka kesulitan dalam mengembangkan pengajaran dengan menggunakan alat-alat peraga. Penyebabnya selain alat peraga sangat kurang dan keterikatan dengan waktu untuk menyelesaikan materi yang telah ditentukan, juga dikarenakan pemahaman terhadap alat peraga yang ada sangat kurang dan adanya kekwatiran alat itu akan rusak. Keadaan tersebut menyulitkan mereka ketika menggunakan alat itu dalam pelajaran. Dalam wawancara itu terungkap pula bahwa mereka belum pernah mengikuti penataran-penataran tentang penggunaan alat-alat peraga IPA, sehingga mereka kurang bisa mengembangkan wawasannya untuk membuat alat dari bahan yang mudah didapat dan mudah dibuat Pernyataan Kepala Sekolah maupun Guru tentang masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar tersebut sangat beralasan, karena memang demikian kenyataan di lapangan sesuai dengan pengamatan peneliti selama ini. Alat peraga yang diberikan oleh Depdikbud

memang sangat kurang, tidak menyangkut keseluruhan materi yang ada dalam GBPP serta mereka belum mengetahui nama alat-alat tersebut. Jadi tampaknya mereka belum pernah menggunakan alat itu dalam proses belajar mengajar. Ketika diadakan pengamatan (observasi) terhadap guru yang mengajar selama pelaksanaan belajar mengajar semua berpusat pada guru {teacher centered), walaupun guru menggunakan alat dalam pembelajarannya, ternyata masih kurang efektif karena tidak melibatkan siswa serta tidak menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS). Anak hanya menerima secara verbal apa yang dikemukakan guru. Begitu pula jika guru memberikan pertanyaan kepada siswa kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir karena guru terlalu cepat mengambil alih dengan mengemukakan jawabannya, sehingga menimbulkan kesan bahwa pembelajaran itu tidak menampakkan keaktifan murid. Pengamatan yang dilakukan terhadap kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar, tampak bahwa mereka kurang aktif dalam kegiatan belajar. Siswa lebih banyak mendengar dan menulis apa yang diterangkan atau ditulis oleh guru di papan tulis. Tampak bahwa tidak ada reaksi dari siswa untuk bertanya atau menanggapi apa yang diterangkan sehingga tidak terjadi umpan balik, akibatnya kegiatan belajar menjadi monoton dan cenderung membosankan. Penyebab masalah ini bisa terjadi selain karena cara mengajar guru, seperti yang diuraikan di atas juga karena siswa tidak mampu menghubungkan konsep awal (pengalaman) mereka dengan materi yang dipelajari, apalagi materi diajarkan secara verbal saja. Akibatnya siswa sulit dalam membangun konsep yang baik dan ilmiah tentang topik yang dipelajari. Untuk itu penggunaan benda-benda konkrit dalam proses belajar

sangat dibutuhkan terutama siswa kelas IV SD masih usia operasional konkrit, karena pelajaran yang dikembangkan dengan percobaan akan sangat membantu siswa dalam membentuk konsep yang baik dan ilmiah. Salah satu topik bahasan dalam pelajaran IPA di Sekolah Dasar adalah air. Air mempunyai sifat-sifat tertentu dan banyak kegunaannya. Dalam kehidupan sehari-hari air sering dijumpai dan digunakan oleh siswa, misalnya air digunakan untuk mandi, mencuci dan minum, tanpa mereka mengetahui atau berpikir bahwa air memiliki karakteristik atau ciri-ciri tertentu dan selain banyak manfaatnya terhadap manusia, air juga dapat mendatangkan malapetaka kepada manusia. Mengingat begitu banyak manfaat air terhadap kehidupan masyarakat, maka perlu adanya peningkatan pemahaman tentang sifat dan kegunaan air kepada para siswa melalui proses belajar di sekolah, terutama siswa Sekolah Dasar. Penerapan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran IPA pada topik air merupakan upaya membantu siswa memahami sifat dan kegunaan air. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana keterampilan proses siswa yang ada dalam memahami konsep sifat dan kegunaan air? Untuk itu perlu adanya suatu penelitian tentang penerapan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran IPA pada siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Buton. Penelitian ini lebih mengkhususkan diri dalam melihat keterampilan siswa pada beberapa komponen keterampilan proses yaitu mengamati, berkomunikasi, membandingkan, mengklasifikasi, mengukur, diskusi, bertanya dan menyimpulkan.

2. Identifikasi Masalah Sesuai dengan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahannya adalah bagaimana meningkatkan pemahaman tentang konsep sifat dan kegunaan air melalui pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses? Permasalahan tersebut di atas dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana keterampilan dan sikap siswa pada topik bahasan tentang sifat dan kegunaan air dalam kegiatan belajar IPA dengan pendekatan keterampilan proses di Sekolah Dasar? 2. Bagaimana pemahaman siswa tentang konsep sifat dan kegunaan air dengan pendekatan keterampilan proses dalam kegiatan belajar IPA di Sekolah Dasar? 3. Tujuan Penelitian Sesuai permasalahan di atas tujuan penelitian ini yaitu : 1. Menelaah keterampilan dan sikap siswa Sekolah Dasar, melalui pembelajaran dengan keterampilan proses. 2. Menelaah pemahaman IPA siswa Sekolah Dasar setelah pembelajaran dengan keterampilan proses. 4. Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan tersebut di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk : 1. Guru IPA di Sekolah Dasar umumnya, guru IPA kelas IV khususnya dalam usaha memperbaiki proses pengajarannya.

2. Siswa dalam meningkatkan motivasi belajar sehingga tercapai prestasi belajar yang baik di bidang IPA topik bahasan sifat dan kegunaan air, membantu meningkatkan pemahamannya tentang alam sekitar, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. 5. Definisi Operasional 1. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar adalah kegiatan belajar mengajar yang berlangsung pada kelas III sampai kelas VI sesuai GBPP IPA SD Dimana siswa dilibatkan secara langsung dalam pembelajaran baik fisik, mental dan emosionalnya. 2. Proses IPA adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan langkah dan cara kerja tertentu dalam usaha memperoleh produk IPA 3. Konsep sifat dan kegunaan air dalam penelitian ini adalah pokok bahasan yang terdapat dalam GBPP IPA SD 1994 pada kelas IV catur wulan satu 4. Memahami konsep adalah kemampuan menangkap makna suatu konsep, yang ditandai antara lain dengan kemampuan menjelaskan arti suatu konsep dengan kata-kata sendiri. 5. Keterampilan proses IPA yang dimaksudkan dalam penelitian ini merupakan rangkaian kegiatan dan sikap siswa dalam mengembangkan pengetahuannya* sehingga dapat membentuk konsep yang baik dan ilmiah secara sederhana sesuai tarafperkembangan (usia SD) tentang sifat-sifat air. 6. Sikap didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk melakukan suatu respon terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun obyekobyek tertentu dengan cara tertentu.