BAB II METODE KRITIK HADIS DAN PEMAKNAANNYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. Berdasarkan paparan bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai

BAB II KAIDAH KESAHIHAN DAN PEMAKNAAN HADIS

PEMBAGIAN HADITS NABI

BAB IV ANALISIS HADIS SUGUHAN KELUARGA MAYAT. sanad. Adapun kritik sanadnya, antara lain sebagai berikut:

Sunnah menurut bahasa berarti: Sunnah menurut istilah: Ahli Hadis: Ahli Fiqh:

ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU HADITS

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman Rasulullah SAW, hadis belumlah dibukukan, beliau tidak sempat

HADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA. Oleh Drs. H. Aceng Kosasih, M. Ag

A. PENDAHULUAN B. PEMBAHASAN

BAB II MUKHTALIF AL-HADITS. Mukhtalif al-hadits secara bahasa dapat dipahami dengan hadis-hadis

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

BAB II TEORI KESAHIHAN DAN PEMAKNAAN HADIS

SUMBER AJARAN ISLAM. Erni Kurnianingsih ( ) Nanang Budi Nugroho ( ) Nia Kurniawati ( ) Tarmizi ( )

BAB IV MUSNAD AL-SHĀFI Ī DALAM KATEGORISASI KITAB HADIS STANDAR. Ulama hadis dalam menentukan kitab-kitab hadis standar tidak membuat

BAB II METODE KRITIK HADIS. dirumuskan bahwa kesahihan hadis terpenuhi dengan 3 kriteria, yakni :

BAB II PEMBAGIAN HADITS

Hadis Sahih. Kamarul Azmi Jasmi

BAB I PENDAHULUAN. dalam al-qur an dan al-sunah ke dalam diri manusia. Proses tersebut tidak

Manzhumah Al-Baiquniyyah: Matan dan Terjemah Pustakasyabab.blogspot.com

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

Derajat Hadits Puasa TARWIYAH

2. Perawi harus adil. Artinya, perawi tersebut tidak menjalankan kefasikan, dosa-dosa, perbuatan dan perkataan yang hina.

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 2)

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan dan tindakan yang diambil akan bertentangan dengan normanorma

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH PILIHAN DOA IFTITAH MENURUT PUTUSAN TARJIH MUHAMMADIYAH

BAB I PENDAHULUAN. dengan ibadah shalat dan haji. Tanpa bersuci orang yang berhadas tidak dapat

Pembagian hadits ahad dilihat dari sisi kuat dan lemahnya sebuah hadits terbagi menjadi dua, yaitu:

BAB IV ANALISIS SANAD DAN MATAN HADITS TENTANG SYAFAAT PENGHAFAL AL-QUR AN

NILAI HADIS KITAB AL-TAUHI>D KARYA IBN KHUZAYMAH BAB RU YATULLA>H YAUM AL-QIYA>MAH DALAM PERSPEKTIF KAEDAH KESAHIHAN HADIS

Pengertian Hadits. Ada bermacam-macam hadits, seperti yang diuraikan di bawah ini. Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi.

ULUMUL HADIS ULUMUL HADIS

Pengertian Istilah Hadis dan Fungsi Hadis


DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 4)

BAB I PENDAHULUAN. hal ihwal Nabi Muhammad merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-qur an.

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV WANITA HAID MASUK MASJID

BAB I PENDAHULUAN. sesudah diangkat menjadi rasul, baik membawa konsekuensi hukum syara

KAIDAH FIQH. "Mengamalkan dua dalil sekaligus lebih utama daripada meninggalkan salah satunya selama masih memungkinkan" Publication: 1436 H_2015 M

BAB II METODE KRITIK HADIS DAN PEMAKNAANNYA

BAB I PENDAHULUAN. (al-qattan, 1973: 11). Di dalam al-qur an Allah menjelaskan beberapa ketentuan

الحكمة ضالة الموافي انما وجدها اخذها "

BAB II METODE MAUD}U I DAN ASBAB AL-WURUD. dipakai dalam beragam makna. Diantaranya yaitu: Turun atau merendahkan,

MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT DAN KONSEKUENSINYA

BAB I PENDAHULUAN. bahkan kata hikmah ini menjadi sebuah judul salah satu tabloid terbitan ibukota

BAB I PENDAHULUAN. posisi itu selalu didambakan oleh semua orang yang benar dan orang yang

DZIKIR PAGI & PETANG dan PENJELASANNYA

BAB II TEORI KES}AH}>IHAN HADIS DAN PEMBERIAN NAMA YANG BAIK BAGI SESEORANG

KRITERIA MASLAHAT. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT

Qawaid Fiqhiyyah. Niat Lebih Utama Daripada Amalan. Publication : 1436 H_2015 M

BAB I PENDAHULUAN. samawi lain yang datang sebelumnya. Allah Swt. mewahyukan al-quran kepada

BAB II Tinjauan Umum Ilmu Mukhtalif al-hadits

"Jadilah orang yang wara' niscaya engkau menjadi manusia yang paling beribadah"

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 284

INSTITUT PENGAJIAN TINGGI AL-ZUHRI DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM AL-ZUHRI. hadits 1 MINGGU PERTAMA. 30 Mar 2014 / 9.00 PG TGH

BAB IV KE-H}UJJAH-AN DAN PENYELESAIAN H}ADI>TH TENTANG MEMINANG PINANGAN ORANG LAIN

(الإندونيسية بالغة) Wara' Sifat

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB II. atau tidaknya sebuah hadis dijadikan sebagai hujjah. 1

HADIS SAHIH MUTAWATIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI NASABAH TENTANG APLIKASI MURA<BAH}AH DI BMS FAKULTAS SYARIAH

BAB II KE-S{AH{IH{-AN HADIS DAN TEORI PEMAKNAANNYA

KAIDAH KEMUTTASILAN SANAD HADIS (Studi Kritis Terhadap Pendapat Syuhudi Ismail)

Hadits Palsu Tentang Keutamaan Mencium Kening Ibu

Al-Hadits Tuntunan Nabi Mengenai Islam. Presented By : Saepul Anwar, M.Ag.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

Serial Bimbingan & Penyuluhan Islam

Makalah Syar u Man Qoblana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Al-Qur an merupakan kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah

BAB I PENDAHULUAN. mengandung sifat-sifat yang sempurna. Nama-nama Allah yang agung dan mulia

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB I PENDAHULUAN. inilah yang dikatakan Agama, diputuskan oleh akal dan logika dan dibenarkan

PUASA DI BULAN RAJAB

SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

BAB V PENUTUP. sebelumnya, serta arahan dari pembimbing maka dalam bab ini penulis dapat

Kata Kunci: Ajjaj al-khatib, kitab Ushul al-hadis.

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Wallahu A lam bisshawab Wa shallallahu ala nabiyyina Muhammadin wa ala aalihi wa shahbihi wa sallam

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi hasil-hasil pertanian baik sayuran dan buah-buahan, biji-bijian

Fatwa Tentang Tata Cara Shalat Witir. Pertanyaan: Bagaimana tatacara mengerjakan shalat witir yang paling utama? Jawaban: Segala puji bagi Allah I.

Hijab Secara Online Menurut Hukum Islam

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ. DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

Pendidikan Agama Islam

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB I PENDAHULUAN. diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf

Wa ba'du: penetapan awal bulan Ramadhan adalah dengan melihat hilal menurut semua ulama, berdasarkan sabda Nabi r:

Pengantar Ulumul Quran. (Realitas Al-Quran)

BAB IV PEMAKNAAN DAN PENYELESAIAN HADIS TENTANG TATA CARA SUJUD DALAM SUNAN ABU DAWUD NO INDEKS 838 DAN 840

BAB V PENUTUP. Berdasarkan penelitian hadits tentang Hadis-Hadis Tentang Aqiqah. Telaah Ma anil Hadits yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya,

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa dapat. berbentuk uraian kita dapat melihat langkah-langkah yang dilakukan siswa

BAB V PENUTUP. 1. Metode yang dipergunakan dan yang dipilih dari penafsiran al-ṭabari dan al-

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

Al-Qur an Al hadist Ijtihad

Transkripsi:

BAB II METODE KRITIK HADIS DAN PEMAKNAANNYA A. Kaidah Kualitas Hadis Dalam fakta sejarah, di masa sahabat belum ada pembukuan hadis secara resmi yang diprakarsai oleh pemerintah, padahal peluang untuk membukukan hadis sangat terbuka. Kodifikasi (pembukuan) hadis baru dilakukan pada masa khalifah Umar bin Abd al- Azi>z. Rentang waktu kodifikasi hadis yang sangat panjang menyebabkan diperlukannya kritik hadis untuk mengetahui hadis-hadis yang shahih dan yang bukan. Kritik hadis ini dibagi menjadi dua kajian, yaitu kritik sanad dan kritik matan. Kritik sanad ini bertujuan untuk menguji keauntetikan hadis, sedangkan kritik matan bertujuan untuk mengetahui validitas suatu hadis. a. Kaidah Kes}ah}i>h}an sanad Untuk meneliti dan mengukur kualitas hadis, diperlukan suatu acuan standar yang dapat digunakan sebagai ukuran untuk menilai kualitas hadis. Dilihat dari segi kualitasnya, hadis diklasifikasikan menjadi hadis s}ah}i>h}, h}asan dan d}ai>f. 1) Hadis s}ah}i>h} S}ah}i>h} secara bahasa berarti sehat, selamat, benar, sah dan sempurna. Hadis s}ah}i>h} secara bahasa adalah hadis yang sehat, selamat, benar, sah, sempurna dan tidak sakit. Secara terminologis menurut S}ubh}i S}alih}, hadis s}ah}i>h} adalah Hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan d}a>bit} hingga bersambung kepada Rasullullah atau kepada sanad terakhir berasal dari kalangan sah}abat tanpa mengandung shad} (kejanggalan) atau pun illat (cacat).

Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa kriteria hadis s}ah}i>h} itu meliputi, sanadnya bersambung, periwayatnya adil, periwayatnya d}a>bit}, terhindar dari shad} (kejanggalan) dan illat (cacat). a) Sanad Bersambung Maksud sanad bersambung dalam hal ini adalah setiap periwayat dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya, keadaan seperti itu bersambung terus sampai akhir sanad hadis. Persambungan sanad ini terjadi sejak mukharrij h}adi>s (penghimpun riwayat hadis dalam kitabnya) sampai pada periwayat pertama dari kalangan sahabat yang menerima hadis dari Nabi. Menurut Muh}ammad Shuhudi Ismail, untuk mengetahui bersambung atau tidak bersambungnya suatu sanad, biasanya para ulama hadis menempuh beberapa cara sebagai berikut: (1) Mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti. (2) Mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat. Hal ini dapat ditempuh melalui kitab-kitab rija>l al-h}adith, misalnya kitab Tahdhi>b al- Tahdhi>b susunan Ibn H}ajar al- Asqalaniy. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah setiap periwayat dalam sanad itu dikenal sebagai orang yang adil dan d}a>bit} serta tidak suka melakukan penyembunyian cacat (tadlis) dan untuk mengetahui apakah antara satu periwayat dengan periwayat yang terdekat dalam sanad itu terdapat hubungan kesezamanan pada masa hidupnya dan guru-murid dalam periwayat hadis. (3) Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara para periwayat dengan periwayat yang terdekat dalam sanad. Perbedaan cara perawi menerima

hadis dari guru yang memberikan hadis, mengakibatkan adanya perbedaan lafaz} yang dipakai untuk menyampaikan hadis. Perbedaan penyampaian hadis ini juga mengakibatkan perbedaan nilai suatu hadis. Misalnya suatu hadis yang disampaikan dengan menggunakan s}ig{at sama (sami tu, sami na>), tah}dith (h}adathaniy, h}adathana>) dan ikhbar (akhbaraniy, akhbarana>) lebih meyakinkan kebenarannya dari pada hadis yang diriwayatkan dengan menggunakan s}ig}at an anah ( an dan anna). S}ig}at an anah ini memberi kesimpulan adanya kemungkinan untuk menyampaikan hadis dengan mendengar sendiri secara langsung dari gurunya atau sudah melalui orang lain. Suatu hadis yang diriwayatkan dengan s}ig}at an anah ini dapat dihukumi sebagai hadis muttas}il dengan beberapa ketentuan. Menurut al-bukhariy, Ibnu al-madiniy dan para muh}aqqiqi>n, hendaknya mu an in (rawi yang meriwayatkan hadis dengan lafaz} an) tersebut bukan seorang mudallis dan harus pernah berjumpa dengan orang yang pernah memberinya hadis. Persyaratan ini disebut dengan ishtirat} al-liqa>. Menurut Imam Muslim, hendaknya mu an in harus hidup semasa dengan orang yang pernah memberinya hadis. Persyaratan ini disebut dengan isytirat} al-mu as}arah. Menurut sebagian ulama yang lain, mu an in harus diketahui dengan yakin bahwa, mu an in tersebut benar-benar telah menerima hadis tersebut dari gurunya. Jadi, sanad bisa dikatakan bersambung jika seluruh periwayat dalam sanad hadis yang diteliti benar-benar berstatus thiqah dan antara periwayat yang satu dengan periwayat lain yang terdekat terjadi hubungan periwayatan yang sah menurut kaidah tahammul wa ada al-h}adi>s.

b) Perawi Adil Kata adil berasal dari bahasa Arab عدل yang berarti meluruskan, menyamakan. Arti adil menurut bahasa adalah pertengahan, lurus atau condong kepada kebenaran. Ulama berbeda pendapat dalam memberikan pengertian adil yang berlaku dalam ilmu hadis. Menurut Ibnu al-sam aniy, keadilan seorang rawi harus memenuhi empat syarat, yaitu selalu berbuat taat dan menjauhi perbuatan maksiat, menjauhi dosa-dosa kecil dan yang dapat menodai agama dan sopan santun, tidak melakukan perkara-perkara mubah yang dapat menggugurkan kadar iman dan mengakibatkan penyesalan, tidak mengikuti pendapat salah satu madhhab yang bertentangan dengan dasar shara. Adapun cara untuk mengetahui adil tidaknya seorang rawi dapat diketahui dengan beberapa cara, diantaranya dengan mengetahui popularitas keutamaan periwayat di kalangan ulama hadis, penilaian dari para kritikus periwayat hadis (penilaian ini berupa pengungkapan kekurangan dan kelebihan yang dimiliki periwayat hadis) dan penerapan kaidah jarh} wa ta dil. Cara ini merupakan cara akhir yang ditempuh untuk mengetahui keadilan rawi bila para kritikus periwayat hadis tidak sepakat tentang kualitas periwayat tertentu. c) Perawi D}a>bit} D}a>bit} secara bahasa bermakna kuat, tepat, kokoh dan hafal dengan sempurna. Secara istilah, ada beberapa pendapat terkait dalam mendefinisikan d}a>bit}. Ibn H}ajar al- Asqalaniy dan al-sakhawiy mengatakan, yang dinamakan sebagai orang yang d}a>bit} adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah didengarnya dan orang tersebut mampu menyampaikan hafalannya kapan saja dikehendakinya. S}ubh}i al-s}alih} menyatakan bahwa

orang yang d}a>bit} adalah orang yang mendengarkan hadis sebagaimana seharusnya, mampu memahami dengan pemahaman terperinci kemudian hafal secara sempurna dan kemampuan yang demikian itu paling tidak dimiliki sejak orang tersebut mendengar riwayat itu sampai menyampaikan riwayat tersebut kepada orang lain. Dari beberapa pengertian tersebut, yang dimaksud dengan d}a>bit} adalah orang yang kuat ingatannya. Maksudnya, ingatnya lebih banyak dari pada lupanya, dan kebenarannya lebih banyak dari pada kesalahannya. D}a>bit} yang seperti ini disebut dengan d}a>bit} al-s}adri. Jika seorang perawi menyampaikan hadis berdasarkan pada buku catatannya, maka disebut sebagai d}a>bit} al-kitab. Muhadthithin mensyaratkan dalam mengambil hadis agar mengambil hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang bersifat adil lagi d}a>bit}. Rawi yang demikian disebut dengan thiqah. d) Tidak ada shad} (kejanggalan) Shad} menurut ulama hadis adalah hadis yang diriwayatkan oleh periwayat yang thiqah dan bertentangan dengan periwayat lain yang lebih thiqah. Kejanggalan suatu hadis itu terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul (yang dapat diterima periwayatannya) dengan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajah} (kuat) dari padanya. e) Tidak ada illat (cacat) Illat yang dimaksud dalam ilmu hadis adalah sebab-sebab tersembunyi yang dapat merusak kualitas hadis. Keberadaannya menyebabkan hadis yang secara lahiriyah tampak berkualitas s}ah}i>h}, menjadi tidak s}ah}i>h}. Pengertian illah di sini berbeda dengan t}a n al-h}adi>th (cacat umum hadis),

misalanya karena periwayatnya pendusta atau tidak kuat hafalannya. Para ulama sepertinya tidak kesulitan untuk menemukan cacat yang umum ini, sebaliknya, tampaknya tidak semua ulama mampu mendeteksi illah ini. Menurut sebagian ulama, orang yang mampu meneliti illah hadis hanya orang-orang yang cerdas, memiliki banyak hafalan, faham tentang hadis yang dihafalnya mendalami berbagai pengetahuan tentang tingkat ked}abit}an periwayat hadis serta ahli dalam bidang sanad dan matan hadis. Salah satu cara menelitinya adalah dengan membanding-bandingkan semua sanad yang ada untuk matan yang isinya semakna. 2) Hadis H}asan Hadis h}asan secara bahasa berarti sesuatu yang diinginkan dan menjadi kecenderungan jiwa atau nafsu. Orang yang pertama kali mendefinisikan hadis h}asan adalah al-turmudhi>. Jumhur Muhadiththin memberi arti hadis h}asan dengan م ا ن ق ل ھ ع د ل ق ل ی ل ال م ت ص ضب ط ل ال سن د غ ی ر م ع ل ل و لا ش ا ذ Hadis yang dinukilkan oleh seorang yang adil, (tapi) tak begitu kokoh ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya. Pengertian di atas memberi pemahaman bahwa hadis h}asan pada dasarnya adalah hadis musnad (sanadnya bersambung kepada Nabi), diriwayatkan oleh orang yang adil, tidak mengandung shad} maupun illat tetapi di antara periwayatnya ada yang kurang d}a>bit}. Dapat dikatakan bahwa hadis h}asan hampir sama dengan hadis s}ah}i>h}, hanya saja ada periwayat yang kurang d}a>bit} dalam hadis h}asan, sedangkan dalam hadis s}ah}i>h}, seluruh periwayatnya berstatus d}a>bit}. 3) Hadis D}ai>f

D}ai>f menurut bahasa berarti lemah sebagai lawan dari qawi>y (kuat). Secara istilah, definisi yang paling baik tentang hadis d}ai>f menurut Nur al-di>n Itr adalah م ا ف ق د ش ر ط ا م ن ش ر و ط ال ح د ی ث ال م ق ب و ل Hadis yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadis yang maqbu>l. Maksudnya, yang dinamakan hadis d}ai>f adalah, hadis yang tidak memenuhi salah satu syarat hadis s}ah}i>h} dan h}asan. Berhubung hadis d}ai>f merupakan hadis yang tidak memenuhi salah satu syarat hadis s}ah}i>h} dan hadis h}asan, maka kriteria hadis d}ai>f adalah sanadnya terputus, periwayatnya tidak adil, periwayatnya tidak d}abit}, mengandung shad} dan mengandung illat. b. Kaidah Kes}ah}i>h}an Matan Kes}ah}i>h}an hadis dari segi sanad tidak menjamin keakuratan teksnya. Sejarah membuktikan bahwa periwayatan hadis tidak dilakukan secara lafz}i saja, melainkan juga secara maknawi. Perbedaan periwayatan yang dilakukan oleh satu periwayat dengan periwayat yang lain memerlukan adanya penelitian matan. Nabi Muh}ammad dalam ajaran Islam mempunyai fungsi yang sangat baik didasarkan atas pemahaman teks matan hadis. Dalam konteks kesejarahan, penghimpunan hadis yang cukup lama dan adanya suatu kepentingan, membuat keberadaan hadis ini sering dijadikan sebagai sebuah penopang akidah dan keyakinan tertentu. Munculnya berbagai versi hadis yang ada kalanya berasal dari Rasullullah dan ada juga buatan orang lain yang disebut hadis maud}u>. Ragamnya redaksi menimbulkan beragam versi dari sisi pemahamannya. Oleh karena itu, kritik matan menjadi suatu yang penting, terutama dari redaksi hadishadis yang sangat erat kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Ada dua kriteria untuk menentukan kualitas matan hadis, yaitu tidak mengandung shad} dan tidak mengandung illat. Illat pada matan merupakan fakta penyebab lemahnya hadis yang tersembunyi keberadaannya dan tidak transparan. Tetapi, jika illah hadis terdeteksi, maka matan hadis yang semula berstatus s}ah}i>h} bisa jatuh derajatnya menjadi tidak s}ah}i>h} lagi. Shad} dalam hadis berarti kejanggalan yang menyertai penyendirian pada sanad atau matan. Dugaan adanya shad} dalam matan hanya mungkin diketahui setelah dilakukan perbandingan antar matan untuk suatu tema hadis yang terkoleksi pada kitab hadis yang berbeda beserta sanadnya masing-masing. Apabila ditemukan matan hadis yang bertentangan dengan matan hadis yang lain dari periwayat yang lebih banyak dan lebih thiqah, maka matan yang menyalahi tersebut mengandung shad} yang menyebabkan hadis itu lemah. Ada beberapa ketentuan yang telah ditentukan ulama sebagai tolak ukur matan hadis yang berstatus s}ah}i>h} yaitu, a. Tidak bertentangan dengan petunjuk al-qur an. b. Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat dan sirah nabawiyah. c. Tidak bertentangan dengan akal sehat, indera dan sejarah. d. Susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian. al-khat}ib al-bag}da>di memberikan beberapa kriteria sebagai tolak ukur matan hadis yang berstatus s}ah}i>h}, yaitu, a. Tidak bertentangan dengan akal sehat b. Tidak bertentangan dengan hukum al-qur an c. Tidak bertentangan dengan hadis mutawa>tir d. Tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan e. Tidak bertentangan dengan dalil yang pasti

f. Tidak bertentangan dengan hadis ah}a>d yang lebih kuat. Ibn al-jawzi> secara singkat memberikan tolak ukur kes{ah{i>h{an matan dengan ketentuan bahwa setiap hadis yang bertentangan dengan akal atau pun yang berlawanan dengan pokok agama, hadis tersebut pasti tergolong hadis mawd}u>, karena Nabi Muhammad tidak mungkin menetapkan sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat. Demikian pula dengan hadis yang menyangkut persoalan agama, baik itu yang menyangkut aqidah maupun ibadah. Langkah-langkah yang ditempuh dalam kritik matan adalah sebagai berikut, a. Proses kebahasaan. Merupakan kritik teks yang mencermati keaslian dan kebenaran teks, format qauli atau fi li. Bentuk adanya perbedaan struktur matan hadis dapat digambarkan melalui ziya>dah (tambahan lafad} atau kalimat oleh periwayat tertentu, sedang periwayat yang lain tidak), idra>j (memasukkan suatu pernyataan dari periwayat ke dalam matan hadis yang diriwayatkan, sehingga mengesankan pernyataan itu sebagai pernyataan nabi Muh}ammad dan tidak ada penjelasan), tas}h}i>f (perubahan bentuk kata), tah}ri>f (pergeseran cara baca hadis), taqli>b/ maqlu>b (perpindahan tata letak kata atau kalimat), id}t}ra>b/mud}t}a>rib (kacau, hadis diriwayatkan dengan tema tertentu dari berbagai jalur sanad melalui satu sahabat), illal al-h}adi>th (fakta penyebab yang tersembunyi keberadaannya dan tidak transparan). Temuan hasil analisisnya bisa berupa gejala maud}u, mud}t}arib, mudraj, maqlu>b, mus}ah}h}af/muh}arraf, ziya>dat al-thiqqah, tafarrud, mu allal dan sebagainya. b. Analisis terhadap isi kandungan makna pada matan hadis Langkah analisis terhadap isi kandungan makna pada matan hadis ini berorientasi langsung pada aplikasi ajaran hadis berstatus layak diamalkan, harus

dikesampingkan atau ditangguhkan pemanfaatannya sebagai h}ujjah shar iyyah. Hasil analisisnya bisa berupa gejala munkar, shad}, mukhtalif atau ta arud}. Untuk memperkaya h}azanah penelitian matan, perlu adanya upaya kontekstualisasi penelitian matan dengan melibatkan keilmuan lain seperti sosiologi, antropologi, psikologi, pendidikan dan keilmuan lainnya untuk menjadikan penelitian hadis semakin berkembang dan tidak hanya berhenti pada dimensi h}ad}a>rah al-nas}s} saja. Dengan demikian, perlu dipertimbangkan untuk mengadopsi keilmuan lain dalam analisa matan, agar hadis dapat difahami dengan baik sesuai dengan konteks kekinian. c. Penelusuran ulang nisbah (asosiasi) pemberitaan dalam matan hadis kepada narasumber. Langkah ini terkait dengan potensi keh}ujjahan hadis dalam upaya merumuskan norma syari ah. Perlunya dikembangkan uji nisbah kandungan makna yang termuat dalam matan hadis adalah untuk mengetahui apakah matan hadis yang diteliti benarbenar melibatkan peran aktif Nabi Muhammad sebagai sumber hadis atau hadis tersebut hanya sebatas praktik keagamaan yang dilakukan oleh sahabat/tabi in atau semata-mata hanya pendapat peribadi mereka saja. Hasil analisis dari langkah ini akan mengantarkan peneliti pada data hadis berstatus marfu>, mawqu>f atau maqt}u> atau sebatas athar/kreativitas ijtihad. B. Kaidah Kehujjahan Hadis Mayoritas ulama ahli ilmu dan fuqaha sepakat menggunakan hadis s}ah}i>h} sebagai hujjah. Alasannya, karena hadis s}ah}i>h} termasuk hadis yang maqbu>l. Hadis maqbu>l merupakan hadis yang mempunyai sifat dapat diterima sebagai hujjah, sedangkan hadis yang tidak mempunyai sifat tidak dapat diterima sebagai hujjah, disebut hadis mardu>d. Hadis

yang termasuk hadis maqbu>l adalah hadis s}ah}i>h}, baik itu s}ah}i>h} li dha>tihi maupun s}ah}i>h} li g}airihi dan hadis h}asan, baik h}asan li dha>tihi maupun h}asan li g}airihi. Yang termasuk hadis mardu>d adalah semua hadis d}ai>f. Menurut sifatnya, hadis maqbu>l dibagi menjadi dua macam, yaitu hadis maqbu>l ma mul bi>h dan hadis maqbu>l g}airu ma mul bi>h. Perbedaan ini didasarkan pada bisa atau tidaknya hadis tersebut untuk diamalkan. Hadis maqbu>l ma mul bi>h merupakan hadis yang dapat diterima, dapat dijadikan hujjah dan dapat diamalkan. Hadis-hadis yang termasuk dalam kategori hadis maqbu>l ma mul bi>h adalah hadis muh}kam, hadis mukhtalif yang dapat dijama kan, hadis raji>h dan hadis nasi>h. Hadis maqbu>l g}airu ma mul bi>h merupakan hadis maqbu>l yang tidak dapat diamalkan karena beberapa sebab. Hadis-hadis yang termasuk dalam kategori hadis maqbu>l g}airu ma mul bi>h adalah hadis mutashabi>h, hadis mutawaqqaf fi>h, hadis marjuh, hadis mansukh dan hadis maqbu>l yang maknanya berlawanan dengan al-qur an, hadis mutawatir, akal yang sehat dan ijma ulama. C. Kaidah Pemaknaan Hadis Kajian hadis memang menarik perhatian banyak peminat studi hadis, baik dari kalangan muslim maupun non muslim. Bahkan sampai sekarang, kajian terhadap hadis baik yang berupa kajian terhadap otensitasnya maupun metode pemahamannya terus berkembang, mulai dari yang bersifat tekstual maupun kontekstual. Dalam upaya memahami kandungan hadis, ada kemungkinan dilakukan dengan pendekatan historis, sosiologis, antropologi, bahkan mungkin dengan menggunakan pendekatan psikologis dan disiplin ilmu lain. Upaya memahami hadis dengan berbagai pendekatan ini dinamakan dengan paradigma interkoneksi. Pemahaman hadis seperti ini berangkat dari asumsi dasar bahwa ketika Nabi bersabda, beliau tentu tidak terlepas dari situasi dan kondisi yang melingkupi masyarakat pada waktu

itu. Bisa dikatakan bahwa setiap Nabi mengungkapkan suatu hadis, selalu terkait dengan masalah sosio-historis dan kultural waktu. Di samping itu, hadis Nabi juga banyak berbicara tentang masalah yang bersifat teknis dan kasuistik, sehingga boleh jadi pesan utamanya bersifat universal, namun teksnya bersifat lokal-kultural, yaitu mewakili realita masyarakat Arab saat itu. Agar dapat memahami makna yang terkandung dalam hadis, Yusuf Qard}awi menawarkan beberapa metode yang dapat diaplikasikan dalam upaya tersebut, diantaranya: a. Memahami hadis sesuai dengan petunjuk al-qur an al-qur an merupakan undang-undang Allah yang menjadi rujukan bagi semua perundang-undangan dalam Islam. Adapun hadis Nabi adalah penjelasan terinci bagi undang-undang tersebut, baik secara praktis maupun teoritis. Untuk memahami hadis dengan baik, hadis harus difahami sesuai dengan petunjuk al-qur an, yaitu dalam tuntunan Illahi yang keadilan dan kebenarannya bersifat pasti. Penjelasan Nabi dalam hadis senantiasa berkisar pada al-qur an dan tidak pernah melampauinya. Oleh sebab itu, tidak ada hadis s}ah}i>h} yang bertentangan dengan ayat-ayat al-qur an. Jika ada sebagian orang menganggap adanya pertentangan, hal itu bisa jadi disebabkan hadisnya yang tidak s}ah}i>h} atau pemahamannya yang kurang tepat. Bisa jadi pertentangan tersebut bersifat semu, bukan hakiki. b. Menghimpun hadis-hadis yang bertema sama Salah satu cara memahami hadis Nabi dengan baik adalah hadis-hadis yang bertema sama harus dihimpun. Hadis yang mutashabi>h dikembalikan kepada yang muh}kam, hadis yang mut}laq dihubungakan dengan hadis yang muqayyad, hadis amm ditafsirkan dengan hadis yang khas}. Seperti yang diketahui, hadis dapat menafsirkan al-qur an dan menjelaskan makna-makna yang dikandungnya. Bisa dikatakan, hadis itu memerinci makna global al-qur an, menafsirkan hal yang belum terungkap, mentakhsis yang

bermakna umum dan mengikat makna yang mut}laq. Jadi, sudah seharusnya ketentuan ini dipelihara dalam sebagian hadis yang menafsirkan hadis yang lain. Dengan demikian, maka makna yang dimaksud oleh suatu hadis akan semakin jelas dan antara hadis yang satu dengan yang lain tidak akan dipertentangkan. c. Menggabungkan atau mentarjih} hadis-hadis yang bertentangan Pada prinsipnya, sas}-nas} shari at yang benar tidak mungkin bertentangan. Kebenaran tidak akan mungkin bertentangan dengan kebenaran. Seandainya terjadi pertentangan, maka pertetangan itu hanya dari luarnya saja. Kewajiban yang diemban oleh ahli hadis saat ini adalah menghilangkan pertentangan yang secara d}ahir terlihat pada hadis. Apabila pertentangan tersebut dapat dihilangkan dengan cara menggabungkan, maka upaya pentarjihan tidak harus dilakukan, karena tarjih berarti mengabaikan salah satu hadis dan memprioritaskan yang lain. d. Naskh dalam hadis Masalah yang berkaitan erat dengan kontradiksi dalam hadis adalah persoalan naskh (penghapusan) atau naskh mansukh (yang menghapus dan yang dihapus) dalam hadis. Sebagian ahli hadis menggunakan naskh apabila merasa kesulitan dalam menggabungkan dua hadis yang nampak bertentangan dan diantara keduanya diketahui mana hadis yang muncul belakangan. e. Memahami hadis sesuai latar belakang situasi, kondisi serta tujuannya. Salah satu cara yang tepat dalam upaya memahami hadis Nabi adalah dengan melihat sebab-sebab khusus atau alasan tertentu yang menjadi latar belakang munculnya hadis, baik yang tersurat maupun tersirat atau difahami dari kejadian yang menyertainya. Ada beberapa hadis yang muncul didasarkan pada kondisi waktu tertentu untuk mencapai suatu kemaslahatan atau untuk menolak bahaya tertentu atau untuk menyelesaikan masalah yang muncul pada saat itu.

f. Membedakan antara sarana yang berubah dan tujuan yang tetap Salah satu penyebab kekeliruan dan kekacauan dalam memahami hadis Nabi adalah ketika seseorang mencampuradukkan antara tujuan tetap yang hendak dicapai dengan sarana temporer atau lokal yang menunjang pencapaian tujuan. Dalam hal ini, sarana lebih dipentingkan, seolah-olah itulah yang menjadi tujuan sebenarnya. Padahal, yang terpenting dari suatu hadis adalah tujuan yang tetap dan abadi. Adapun sarana, bisa berubah sesuai dengan pengaruh lingkungan, zaman, adat kebiasaan dan lain sebagainya. g. Membedakan makna hakiki dan makna majazi dalam memahami sunnah Bahasa Arab seringkali menggunakan ungkapan dalam bentuk majaz (kiasan, metafora). Dalam ilmu balag}ah, ungkapan dalam bentuk majaz, lebih berkesan dari pada ungkapan dalam bentuk hakiki (biasa). Rasullullah sebagai orang yang paling menguasai balag}ah serta ucapannya merupakan bagian dari wahyu, tidak mengherankan jika dalam hadisnya banyak digunakan majaz untuk mengungkapkan suatu maksud dengan cara yang sangat mengesankan. Adakalanya dalam keadaan tertentu pemahaman berdasarkan majaz menjadi suatu keharusan. Jika hadis yang seperti ini tidak difahami dengan makna majaz, maka artinya akan menyimpang dari makna yang dimaksud dan akan terjerumus dalam kekeliruan. Dalam beberapa hadis, sering dijumpai kesulitan dalam suatu kalimat jika hadis dimaknai secara harfiah, terutama bagi orang yang berpikiran modern. Tetapi, jika kalimat itu difahami sebagai majaz, kekaburan makna itu akan hilang dan makna yang dimaksud akan jelas. h. Membedakan antara yang g}aib dan yang nyata Diantara hal-hal yang dibahas dalam hadis adalah hal-hal yang berkaitan dengan alam g}aib, yang sebagiannya meliputi hal-hal yang tidak dapat dilihat di alam nyata. Misalnya tentang masalah malaikat, jin dan alam barzakh. Merupakan suatu kewajiban

bagi seorang mukmin untuk menerima hadis-hadis s}ah}i>h} sesuai dengan kaidah yang telah ditetapkan para ahli serta para salaf yang menjadi panutan. Seseorang tidak boleh menolak hadis semata-mata karena isi dari hadis itu menyimpang dari kebiasaan atau mustahil menurut kebiasaan. Hadis yang s}ah}i>h} harus diterima selama masih bisa ditoleransi dengan akal walaupun mustahil menurut kebiasaan. i. Memastikan makna istilah dalam hadis Memastikan makna yang ditunjukkan oleh kata-kata dalam hadis dianggap penting untuk memahami hadis dengan baik. Alasannya, makna kata-kata tersebut bisa berubah dari waktu ke waktu dan dari satu lingkungan ke lingkungan lain. Hal ini bisa diketahui dengan mempelajari perkembangan bahasa dan kata-katanya serta pengaruh waktu dan tempat. Adakalanya sejumah orang membuat istilah dengan memakai lafaz}-lafaz} tertentu untuk menunjukkan makna tertentu yang belum ada istilahnya. Tetapi, hal yang sangat menghawatirkan adalah jika kata-kata itu berkaitan dengan kata-kata yang digunakan sunnah dan al-qur an, kemudian diartikan sesuai dengan istilah masa kini yang mengakibatkan kekacauan dan kekeliruan. Muhammad Zuhri memberikan beberapa tawaran dalam upaya memahami hadis. Berbagai pendekatan yang ditawarkan antara lain, a. Pendekatan Kebahasaan Yang termasuk dalam kaidah ini adalah am dan khas}, mut}laq dan muqayyad, amr dan nahy dan sebagainya. kaidah kebahasaan lain yang tidak boleh diabaikan juga adalah ilmu balag}ah, seperti tashbi>h dan majaz. Rasullullah sebagai tokoh penting berbahasa Arab, dikenal fasih dalam berbahasa. Sangat banyak kata kiasan yang digunakan dalam menjelaskan agama. b. Menghadapkan hadis yang sedang dikaji dengan ayat-ayat al-qur an atau dengan hadis yang membahas topik yang sama.

Hal ini perlu dilakukan karena mustahil jika Rasullullah mengambil suatu kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan Allah dan mustahil juga jika Rasullullah tidak konsisten, sehingga kebijakannya saling bertentangan antara satu sama lain. c. Agar bahasa hadis sebagai produk lima belas abad yang lalu dapat difahami dengan baik oleh generasi saat ini, maka diperlukan pengetahuan tentang setting sosial saat itu. Ilmu asbab al-wuru>d cukup membantu, tetapi biasanya bersifat kasuistik. d. Pendekatan dengan berbagai disiplin keilmuan, baik pengetahuan sosial maupun pengetahuan alam. Berbagai disiplin keilmuan tersebut dapat membantu memahami teks hadis dan ayat al-qur an yang kebetulan menyinggung ilmu tersebut, mengingat al- Qur an dan hadis juga banyak berbicara tentang ilmu pengetahuan. Jadi, keberadaan ilmu-ilmu pengetahuan lain juga diperlukan untuk memahami hadis jika memang tema bahasannya sama.