1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan mengenai waris merupakan persoalan yang tidak dapat dilepaskan dari masalah yang terkait dengan bukti sebagai ahli waris. Bukti sebagai ahli waris yang dimaksud dalam hal ini ialah keterangan waris. Keterangan waris sendiri merupakan surat yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang menjadi ahli waris dari seseorang yang telah meninggal dunia. 1 Keterangan tersebutlah yang akan menjadi dasar pengakuan bagi ahli waris untuk dapat memperoleh haknya dalam harta peninggalan pewaris. Pembuatan keterangan waris di Indonesia didasarkan pada dua peraturan, yaitu Surat Direktorat Pendaftaran Tanah Ditjen Agraria Nomor Dpt/12/63/12/69 tentang Surat Keterangan Warisan dan Pembuktian Kewarganegaraan 2 serta Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1 Irma Devita, Keterangan Waris, http://www./irmadevita.com/2012/keterangan-waris/, diakses tanggal 21 Oktober 2013. 2 Pembuktian kewarganegaraan tidak berlaku lagi karena telah dicabut seperti yang tercantum dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4634.
2 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang menyebutkan: 3 c. Surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa: 1) Wasiat dari pewaris, atau 2) Putusan Pengadilan, atau 3) Penetapan hakim/ketua Pengadilan, atau 4) -Bagi Warga Negara Indonesia penduduk asli: surat keteranganahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia; -Bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak mewaris dari Notaris -Bagi Warga Negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat keterangan dari Balai Harta Peninggalan. Pada dasarnya, kedua ketentuan tersebut merupakan peraturan bagi kewarisan bidang pertanahan, namun pada kenyataannya banyak diterapkan secara luas untuk kewarisan bidang lain seperti perbankan maupun asuransi. 4 Mengacu pada ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA) menyatakan bahwa: (1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi: a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat (3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria (4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran dalam ayat (1) di atas dengan ketentuan bahwa 3 Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah 4 Ibid.
3 rakyat tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut. Berdasarkan ketentuan pasal 19 UUPA tersebut di atas dapat diketahui bahwa untuk menjamin kepastian hukum maka perlu adanya pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah tersebut meliputi pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat bagi para pihak yang bersangkutan, dalam hal pendaftaran tanah diperlukan keterangan waris yang buat oleh pejabat berwenang. Persoalannya dalam hal ini adalah terjadinya penggolonganpenggolongan terhadap penduduk Indonesia (sejak zaman Belanda) yang kemudian berpengaruh pada proses pembuatan keterangan waris tersebut, khususnya berkaitan dengan pihak yang berwenang dalam membuat keterangan waris. Pengolongan yang dimaksud adalah meliputi: 1. Penduduk golongan Eropa dan Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa, keterangan warisnya dibuat oleh Notaris 2. Penduduk pribumi, keterangan warisnya cukup dibuat di bawah tangan yang disaksikan dan dibenarkan (disahkan) oleh Lurah dan dikuatkan Camat setempat yang dimana tempat pewaris meninggal dunia berdomisili terakhir 3. WNI keturunan Timur Asing (India, Arab), keterangan warisnya dibuat oleh Balai Harta Peninggalan (Balai Harta Peninggalan) 5 Pembagian ketiga golongan penduduk dengan masing-masing pihak pembuat bukti keterangan waris tersebut menunjukkan bahwa dalam hal ini terdapat perbedaan berdasarkan ras dan etnis pada proses pembuatan bukti sebagai ahli waris. Dapat terlihat ada tiga jenis keterangan waris, yaitu keterangan waris bawah tangan, akta keterangan waris Notaris, dan keterangan 5 Ibid.
4 waris dari Balai Harta Peninggalan. Keterangan waris oleh Notaris maupun Balai Harta Peninggalan memuat jumlah atau besaran bagian dari masingmasing ahli waris. Berbeda dengan keterangan waris yang disahkan dan dibenarkan oleh camat/lurah serta bentuknya ialah di bawah tangan yang hanya menerangkan bahwa nama-nama yang ada di dalam keterangan waris tersebut merupakan ahli waris yang berhak atas warisan dari pewaris tanpa adanya besaran bagian masing-masing untuk ahli waris. Keterangan waris yang dibuat bawah tangan tersebut menjadi cenderung rentan menimbulkan permasalahan di kemudian hari, karena tidak dilakukan penelitian mengenai ahli waris yang sesungguhnya berhak. Misalnya ketika pewaris memiliki istri lebih dari satu dan masing-masing istri tersebut membuat sendiri keterangan waris agar anak-anaknya memperoleh bagian dari harta peninggalan pewaris. 6 Selain itu, permasalahan lain yang berkaitan dengan hal tersebut adalah mengenai status dari anak yang orang tuanya berasal dari dua golongan keturunan yang berbeda. Misalnya seorang anak yang ayahnya merupakan Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa dan ibunya adalah pribumi asli. Dalam hal ini, pembuatan keterangan warisnya didasarkan pada pihak pewaris yang meninggal (apabila yang meninggal ayahnya, maka keterangan waris dibuat oleh Notaris, apabila yang meninggal ibunya maka keterangan cukup disahkan dan dibenarkan oleh Lurah/Camat) 7. Permasalahannya adalah pada status dari anak tersebut apakah tetap dinilai sebagai Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa atau telah 6 Ibid. 7 Ibid.
5 dapat dikatakan sebagai pribumi. Hal demikian tidak jarang membuat terjadinya diskriminasi ras dan etnis dalam pembuatan keterangan waris dalam masyarakat. Penjelasan dalam Instruksi Presidium Kabinet Nomor 31/U/IN/12/1966 yang menginstruksikan kepada Menteri Kehakiman Republik Indonesia dan Kantor Catatan Sipil di seluruh Indonesia bahwa Kantor-kantor Catatan Sipil di Indonesia terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia dan hanya dibedakan antara Warga Negara Indonesia dan Orang Asing. Ketentuan tersebut tidak mengurangi berlakunya ketentuan mengenai perkawinan, pewarisan dan ketentuan-ketentuan Hukum Perdata lainnya. Pada sisi lain, proses pembuatan bukti sebagai ahli waris yang dibedakan dalam tiga golongan penduduk dalam hal ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (UU tentang Penghapusa n Diskriminasi Ras dan Etnis). 8 Pasal 5 huruf Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa penghapusan diskriminasi ras dan etnis wajib dilakukan dengan memberikan: a. Perlindungan, kepastian, dan kesamaan kedudukan didalam hukum kepada semua warga negara untuk hidup bebas dari diskriminasi ras dan etnis; b. Jaminan tidak adanya hambatan bagi prakarsa perseorangan, kelompok orang, atau lembaga yang membutuhkan perlindungan dan jaminan kesamaan penggunaan hak sebagai warga Negara; dan 8 Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial (International Convention on The Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965/CERD). Pada tanggal 25 Mei 1965 dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 83 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852.
6 c. Pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya pluralisme dan penghargaan hak asasi manusia melalui penyelenggaraan pendidikan nasional. Ketentuan tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa kedudukan semua warga negara dalam hukum adalah sama dan bebas dari diskriminasi ras maupun etnis. Berdasarkan pada ketentuan tersebut maka seharusnya proses pembuatan bukti sebagai ahli waris bagi seluruh warga negara juga berlaku sama tanpa pembedaan berdasarkan ras maupun etnis. Selain ketentuan tersebut, Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis juga memberikan perlindungan atas perlakuan yang sama bagi setiap warga negara pada Pasal 9, yaitu Setiap warga negara berhak memperoleh perlakuan yang sama untuk mendapatkan hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tanpa pembedaan ras dan etnis. Ketentuan dalam Pasal 9 Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis kembali menunjukkan dengan jelas bahwa hakhak sipil seluruh warga negara di berbagai bidang adalah sama dan tanpa pembedaan berdasarkan ras maupun etnis. Berdasarkan berbagai ketentuan tersebut, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis telah memberikan ketentuan yang jelas mengenai perlindungan setiap warga negara dari diskriminasi ras dan etnis. Seharusnya penerapan tersebut dapat pula dilaksanakan dalam pembuatan bukti sebagai ahli waris.
7 Pada pelaksanaannya, pembuatan bukti sebagai ahli waris juga berkaitan dengan kewenangan Notaris. Sebagaimana diketahui bahwa Notaris dalam hal ini merupakan salah satu pihak yang berwenang untuk membuat keterangan waris. Berdasarkan ketentuan Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang pada pokoknya mengatur mengenai kewajiban Notaris dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat dan telah tertuang pada Pasal 15 yang berbunyi : 1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang; 2. Notaris berwenang pula: a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. Membuat akta risalah lelang. 3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan;
8 Hal demikian juga diungkapkan dalam Kode Etik Notaris yang pada Pasal 3 menyatakan bahwa kewajiban Notaris di antaranya adalah memiliki moral dan akhlak yang baik, serta mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat. 9 Kewenangan notaris sangat penting guna menjamin proses pembuatan bukti sebagai ahli waris dan tidak memuat unsur-unsur diskriminasi bagi ras atau etnis tertentu. Diskriminasi yang sering terjadi misalnya yaitu pada ahli waris yang merupakan keturunan dari dua golongan masyarakat, misalnya ayahnya Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa dan ibunya adalah Warga Negara Indonesia Pribumi. Secara normatif maka pembuatan keterangan waris adalah mengikuti pihak yang meninggal sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. 10 Hanya saja dalam hal ini pelaksanaannya terkadang justru menjadi suatu bentuk diskriminasi tersendiri bagi ahli waris. Tidak jarang Notaris enggan membuat keterangan waris mengingat ahli waris yang bersangkutan dinilai sebagai golongan pribumi, namun pada sisi lain dalam hal ini Lurah/Camat dapat beralasan pula tidak berwenang membuat keterangan waris bagi golongan keturunan Tionghoa. 11 Bentuk-bentuk diskriminasi tersebut tentu tidak dapat dibenarkan karena dapat merugikan kepentingan dari ahli waris. Undang-Undang tentang 9 Melly, Kewajiban, Larangan, dan Pengecualian bagi Notaris dalam Menjalankan Jabatannya Sebagai Pejabat Publik, http://m.kompasiana.com/post/hukum/2010/10/22/kewajibanlarangan-dan-pengecualian-bagi-notaris-dalam-menjalankan-jabatannya-sebagai-pejabatpublik/, diakses tanggal 21 Oktober 2013. 10 Irma Devita, loc.cit. 11 Hukum Online, Masih Ada Diskriminasi dalam Mengurus Surat Keterangan Waris, http://m.hukumonline.com/berita/baca/hol18343/masih-ada-diskriminasi-dalam-mengurus-suratketerangan-waris, diakses tanggal 21 Oktober 2013.
9 Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dalam hal ini diharapkan dapat memberikan ketentuan dasar bagi penciptaan kesetaraan hak dan kewajiban termasuk pula kesetaraan dalam pembuatan bukti sebagai ahli waris. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pembuatan Bukti Sebagai Ahli Waris Oleh Notaris Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang dapat disusun adalah: 1. Mengapa dalam pembuatan bukti sebagai ahli waris oleh Notaris masih terjadi pembedaan penggolongan penduduk ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etins? 2. Faktor penghambat apa saja yang dialami oleh Notaris dalam pembuatan bukti sebagai ahli waris? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran penulis pada beberapa referensi, tidak ditemukan penelitian dengan judul yang sama, yaitu Tinjauan Yuridis dalam Pembuatan Bukti Sebagai Ahli Waris Oleh Notaris Ditinjau dari Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Penulis dalam hal ini menemukan beberapa penelitian terdahulu yang
10 memuat sebagian unsur sama dengan penelitian ini, tetapi juga memuat perbedaan di dalamnya. Berikut merupakan beberapa penelitian terdahulu tersebut: 1. Penelitian Tesis oleh Muhammad Arif Rokhman 12 dari Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada. Penelitian tersebut berjudul Surat Keterangan Waris Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Hasil penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan dalam pembuatan Surat Keterangan Waris masih menggunakan pengolongan warga negara seperti yang diatur dalam Pasal 111 Ayat 1 C Poin 4 Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang tidak ada pembedaan mengenai penggolongan warga negara. 2. Penelitian Tesis oleh U'ud Darul Huda 13 dari Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada. Penelitian tersebut berjudul Tinjauan Yuridis Surat Keterangan Waris Bagi Warga Negara Indonesia Asli Di Kota Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arti pentingnya Surat Keterangan Waris bagi warga negara Indonesia asli, 12 Muhammad Arif Rokhman, Surat Keterangan Waris Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2012. 13 U'ud Darul Huda, Tinjauan Yuridis Surat Keterangan Waris Bagi Warga Negara Indonesia Asli Di Kota Surakarta, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2011.
11 yang dilaksanakan di Kota Surakarta. Dijelaskan bahwa di samping prosedur pembuatan Surat Keterangan Waris untuk warga negara Indonesia asli tidak mempunyai petunjuk pelaksanaan yang jelas dan rawan untuk disalahgunakan, kurangnya pemahaman para pihak dalam membuat Surat Keterangan Waris berpotensi menimbulkan sengketa. Arti penting Surat Keterangan Waris yang dibuat sendiri oleh para ahli waris dan dikuatkan oleh Lurah dan Camat adalah sebagai dasar atau alas hak bagi ahli waris untuk membuktikan bahwa pihak yang disebutkan sebagai ahli waris dalam Surat Keterangan Waris adalah benar-benar yang berhak menjadi ahli waris dari si pewaris, untuk kepentingan pengurusan pengalihan hak waris serta melakukan proses balik nama persil warisan pada kantor pertanahan dimana tempat obyek warisan itu berada, dan untuk mengurus warisan yang berbentuk barang bergerak seperti simpanan di bank, klaim asuransi, dan saham perseroan. 3. Penelitian Tesis oleh Hoiril Masuli 14 dari Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada. Penelitian tersebut berjudul Penggunaan Surat Keterangan Waris untuk Pendaftaran Tanah di Kota Yogyakarta. penelitian bertujuan bahwa pembuatan surat keterangan waris pelaksanaannya telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah hasil penelitian tersebut berpengaruh positif pada kesadaran hukum masyarakat 14 Hoiril Masuli, Penggunaan Surat Keterangan Waris untuk Pendaftaran Tanah di Kota Yogyakarta, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2009.
12 Kota Yogyakarta, mengenai pembuatan surat keterangan waris khususnya dan hukum waris pada umumnya, serta minat masyarakat yang cukup tinggi dalam pendaftaran tanah, karena adanya pelayanan pendaftaran tanah oleh Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta yang lebih memberikan Jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dan satuan rumah susun. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, terletak pada tinjauan yuridis dari sisi yang berbeda yaitu penghapusan diskriminasi terhadap ras dan etnis dalam konteks keterangan waris sebab Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, menjadi bagian dari dasar analisis yuridis yang akan dilakukan serta lebih terfokus pada permasalahan mengenai hambatan yang dialami notaris dalam hal pembuatan bukti sebagai ahli waris atau keterangan waris. D. Faedah Penelitian 1. Faedah Bagi Ilmu Pengetahuan Faedah bagi ilmu pengatahuan adalah untuk menambah kajian mengenai tinjauan yuridis pembuatan bukti sebagai ahli waris oleh Notaris yang ditinjau dari Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bagian dari referensi penelitian lain selanjutnya.
13 2. Faedah Bagi Pembangunan Negara dan Bangsa a. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian dapat memberikan kontribusi atas pembentukan pemahaman terkait dengan upaya pencegahan diskriminasi ras dan etnis dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya dalam pembuatan bukti sebagai ahli waris. b. Bagi Notaris, diharapkan hasil penelitian bermanfaat bagi pelaksanaan tugas dan wewenangnya dalam pembuatan bukti sebagai ahli waris yang bebas dari diskriminasi terhadap ras dan etnis. E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis secara mendalam menegenai alasan masih terjadinya pembedaan penggolongan penduduk dalam pembuatan bukti sebagai ahli waris oleh Notaris ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. 2. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis secara mendalam mengenai faktor penghambat yang dialami Notaris dalam pembuatan bukti sebagai ahli waris.