Mulai Gaya Hidup Aktif dan Sehat Bersama Keluarga dengan Sarapan Setiap hari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 5 tahun di dunia mengalami kegemukan World Health Organization (WHO, menjadi dua kali lipat pada anak usia 2-5 tahun.

Melewatkan sarapan dapat menyebabkan defisit zat gizi dan tidak dapat mengganti asupan zat gizi melalui waktu makan yang lain (Ruxton & Kirk, 1997;

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. dalam darah dengan bantuan lipoprotein juga merupakan hasil konvert kelebihan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konsentrasi belajar merupakan proses pemusatan perhatian dan. untuk memilih dan fokus pada suatu objek yang dipandang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maju dan negara berkembang. Setiap tahun prevalensi obesitas selalu

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya peningkatan akumulasi lemak tubuh yang disebabkan oleh asupan kalori

BAB I PENDAHULUAN. obesitas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Sindroma metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik komplek

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

dan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang.

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR...vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR SINGKATAN... ix DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang

Indah Kusuma Wardani

BAB I PENDAHULUAN. terlibat dalam aktifitas yang cukup seperti pada umumnya yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. 30% dan angka kejadiannya lebih tinggi pada negara berkembang. 1 Menurut. diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tahun. Peningkatan penduduk usia lanjut di Indonesia akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. menentukan tingkat kesehatan dan fungsi kognitif. Manusia dapat memenuhi

I. PENDAHULUAN. traditional lifestyle menjadi sedentary lifestyle (Hadi, 2005). Keadaan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja atau adolescence adalah waktu terjadinya perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dan dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan 30%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan kesehatan terutama beban ganda masalah gizi (double burden

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan pertumbuhan penduduk lansia yang sangat cepat terjadi pada abad 21.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu masalah gizi yang paling umum di Amerika merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes

BAB I PENDAHULUAN. perempuan ideal adalah model kurus dan langsing, obesitas dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fast food maupun health food yang popular di Amerika dan Eropa. Budaya makan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade, terutama 10 tahun terakhir, prevalensi obesitas

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

Transkripsi:

Mulai Gaya Hidup Aktif dan Sehat Bersama Keluarga dengan Sarapan Setiap hari 1

KONSUMSI 3 Porsi Gandum Utuh Dapat Membantu Meningkatkan Asupan Serat Makanan yang mengandung gandum utuh adalah sumber dari serat pangan, yang diperlukan untuk kesehatan dan saluran pencernaan. Asupan serat yang lebih tinggi berhubungan dengan penurunan risiko penyakit jantung, penurunan asupan energi dan indeks massa tubuh (Threapleton et al. 2013; Wanders et al. 2011). Akan tetapi hubungan antara serat dan konsumsi makanan mengandung gandum utuh belum jelas. Reicks dan rekannya (2014) menjabarkan tentang analisa Survey Penelitian tentang Kesehatan dan Nutrisi Amerika Serikat 2009 2010 (NHANES) yang meneliti hubungan antara konsumsi gandum utuh dengan total asupan serat pangan untuk orang berusia 2 tahun ke atas (n=9,042). gandum utuh pada anak-anak sebesar 0.57 dan 0.82 porsi pada orang dewasa termasuk terlalu rendah, akan tetapi pada orang dewasa sedikit lebih tinggi dari catatan NHANES sebelumnya (0.62 0.77 porsi). Sereal sarapan siap santap, sereal dengan seduhan air panas, dan roti yang terbuat dari gandum utuh merupakan sumber serat. Ketika anak-anak dan orang dewasa dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan konsumsi gandum utuh mereka, kelompok yang mengonsumsi 3 porsi sehari menunjukkan asupan serat tertinggi. Secara keseluruhan, temuan ini mengonfirmasikan bahwa konsumsi gandum utuh dapat membantu meningkatkan asupan serat harian dan sumber dari gandum utuh adalah sereal sarapan siap santap dan roti. (Catatan : 1 porsi gandum utuh = 1 ons = 1 lembar 100% roti gandum utuh, 1 mangkuk 100% sereal gandum utuh). Untuk orang dewasa, asupan serat harian meningkat dari 14.1g pada grup yang tidak mengonsumsi gandum utuh menjadi 17.8g di grup konsumsi sedang dan 28g pada grup konsumsi tinggi. Rekomendasi AS untuk serat adalah 20-35g per berdasarkan usia. Berdasarkan pada catatan konsumsi harian, hasilnya menunjukkan bahwa kurang dari 3% dari anak-anak/remaja dan 8% orang dewasa yang mengonsumsi 3 porsi sehari makanan dengan gandum utuh. Rata-rata konsumsi makanan dengan Referensi: 1. Reicks M, Jonnalagadda S, Albertson AM, Joshi N (2014) Total dietary fiber intakes in the US population are related to whole grain consumption: results from the National Health and Nutrition Examination Survey 2009 to 2010. Nutr Res 34(3): 226-34. 2. Threapleton DE1, Greenwood DC, Evans CE, Cleghorn CL, Nykjaer C, Woodhead C, Cade JE, Gale CP, Burley VJ (2013) Dietary fibre intake and risk of cardiovascular disease: systematic review and meta-analysis. MJ. Dec 19;347: f6879. 3. Wanders AJ1, van den Borne JJ, de Graaf C, Hulshof T, Jonathan MC, Kristensen M, Mars M, Schols HA, Feskens EJ (2011) Effects of dietary fibre on subjective appetite, energy intake and body weight: a systematic review of randomized controlled trials. Obes Rev 12(9): 724-39. 3

SARAPAN di RUMAH Dihubungkan dengan Gaya Hidup Lebih Sehat Anak-Anak Sarapan sering dihubungkan dengan penurunan risiko penyakit jantung (Threapleton et al.2013). Hal ini telah diteliti lebih lanjut dengan menggunakan data dari delapan negara di Eropa, sebagai bagian dari penelitian pada tahun 2007 2008 mengenai identifikasi dan pencegahan masalah kesehatan y a n g disebabkan oleh makanan dan gaya hidup yang berdampak pada anakanak dan bayi (IDEFICS; Papoutsou et al.2014). Pola frekuensi sarapan yang diteliti menggunakan sebuah kuesioner antara anak-anak usia 2 hingga 10 tahun (n=8863; 51% anak laki-laki). Anak-anak diklasifikasikan menjadi dua grup yang berdasarkan sarapan atau tidak mereka di rumah. Berat badan, lingkar pinggang, ketebalan kulit dan tekanan darah diukur dari hasil pemeriksaan lemak darah (kolesterol dan trigliserida). Aktifitas fisik selama 3 11 hari dicatat menggunakan sebuah accelerometer dan anak-anak diklasifikasikan dengan berapa lama aktifitas fisik dari sedang hingga kuat yang dilakukan dalam sehari. Lebih dari 70% anak-anak sarapan di rumah hampir setiap hari dalam seminggu. Pada anak laki-laki usia sekolah, sarapan di rumah dikaitkan dengan penurunan risiko obesitas dan kegemukan (perkiraan pada ketebalan kulit), meningkatnya HDL (High-density lipoprotein) kolesterol dan penurunan trigliserida. Pada a n a k perempuan usia sekolah, sarapan di rumah dikaitkan dengan penurunan lingkar pinggang, peningkatan HDL Kolesterol dan penurunan kolesterol total dan trigliserida. Temuan ini bertahan secara statistik bahkan setelah menyesuaikan aktifitas fisik dari yang sedang ke yang kuat. Suatu penemuan penting dikaitkan antara konsumsi sarapan di rumah dan partisipasi pada aktifitas fisik sedang dan kuat yang terlihat pada anak-anak usia sekolah, bukan pada anak prasekolah. Anak laki-laki yang sarapan di rumah setiap hari secara signifikan menghabiskan waktu lebih banyak untuk beraktifitas berat dan lebih lengkap dibandingkan dengan anak laki-laki yang tidak sarapan di rumah. Hasil temuan yang sama juga terlihat pada anak perempuan. Referensi: 1. Threapleton DE1, Greenwood DC, Evans CE, Cleghorn CL, Nykjaer C, Woodhead C, Cade JE, Gale CP, Burley VJ (2013) Dietary fibre intake and risk of cardiovascular disease: systematic review and meta-analysis. MJ. Dec 19;347: f6879. 2. Papoutsou S, Briassoulis G, Wolters M et al. (2014) No breakfast at home: association with cardiovascular disease risk factors in childhood. Eur J Clin Nutr [Epub ahead of print]. 5

Sarapan Secara Teratur Menurunkan Risiko Sindroma Metabolik Sindroma metabolik adalah sekelompok metabolik dan faktor-faktor risiko kardiovaskular yang sering mengawali berkembangnya diabetes tipe 2 dan penyakit jantung (Ramos dan Olden, 2008). Data terbaru dari Korea National Health and Nutrition Examination Survey (KNHANES) ke-4 yang digunakan untuk meneliti tren antara sarapan, pola sarapan dan risiko sindroma metabolik (Yoo et al. 2014). Penelitian itu melibatkan 16.734 warga Korea, yang pola dietnya dinilai menggunakan recall konsumsi pangan 24 jam dengan makanan yang dikategorikan ke dalam 37 kelompok yang berbeda. Analisis faktor digunakan untuk grup peserta menjadi dua jenis sarapan; sarapan tradisional Korea, biasanya hidangan gurih asin dengan nasi putih dikukus, atau susu/sereal sarapan. Sebuah kelompok tidak sarapan juga dipertimbangkan. Analisis varian digunakan untuk membangun hubungan antara kebiasaan sarapan dan prevalensi sindroma metabolik, yang ditunjukkan dari 16% peserta. Setelah data disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin, hasil penelitian menunjukkan bahwa sarapan menurunkan risiko sindroma metabolik sebesar 18%. Pola yang kuat dari ko n s u m s i susu/ sereal sarapan secara bermakna dikaitkan dengan risiko sindroma metabolik yang lebih rendah, dengan dose response yang terlihat. Pada kuartil tertinggi dari susu/sereal sarapan, risiko profil metabolik 27% lebih rendah dibandingkan dengan kuartil terendah. Hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya kandungan natrium dan beban glikemik pada kelompok ini. Untuk sarapan tradisional, hubungan itu kurang jelas karena hanya pola terkuat, yaitu kuartil tertinggi, secara bermakna dikaitkan dengan rendahnya risiko sindroma metabolik dengan penurunan risiko 17%. Sarapan susu/sereal tampaknya menjadi pilihan yang paling menjanjikan untuk kesehatan metabolik, meskipun perlu dicatat bahwa pola ini disukai oleh orang-orang muda yang cenderung memiliki indeks massa tubuh lebih rendah. Konsumsi susu atau sereal sarapan menurunkan risiko sindroma metabolik sebesar 27% Referensi : 1. Ramos RG & Olden K (2008) The prevalence of metabolic syndrome among US women of child-bearing age. American Journal of Public Health 98(6): 1122-27. 2. Yoo KB, Suh HJ, Lee M, Kim JH, Kwon JA, Park EC (2014) Breakfast eating patterns and the metabolic syndrome: the Korea National Health and Nutrition Examination Survey (KNHANES) 2007-2009. Asia Pac J ClinNutr 23(1): 128-37. 7

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Nestle Nutrition Institute Avenue Reller 22 1800 Vevey, Switzerland www.nestlenutrition-institute.org Follow us @NNInstitute