PERBANDINGAN BAKTERI STREPTOCOCCUS PADA SWAB TONSILOFARINGITIS DENGAN DARAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering dari semua

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

KESEHATAN TENGGOROK PADA SISWA SEKOLAH DASAR EBEN HAEZAR 1 MANADO DAN SEKOLAH DASAR GMIM BITUNG AMURANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN

ABSTRACT. Lecture in Faculty of Medicine, General Medical Programe, Riau University

FARINGITIS AKUT. Finny Fitry Yani Sub Bagian Respirologi Anak Bagian IKA RS M Djamil- FK Unand

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

Hubungan antara Kadar Anti Streptolisin-O dan Gejala Klinis pada Penderita Tonsilitis Kronis

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita

POLA BAKTERI AEROB PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS OTITIS MEDIA SUPURATIF AKUT DI POLIKLINIK THT-KL RSUP. PROF. DR. R. D.

ABSTRAK. Sandra A. Setyo Budi, 2014, Pembimbing I : Widura, dr., M. S. Pembimbing II: Wenny Waty, dr. MPdKed.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDERITA TONSILITIS DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO JANUARI 2010-DESEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan

Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis Yang Diindikasikan Tonsilektomi Di RSUD Raden Mattaher Jambi

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Farokah, dkk Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, berdasar data Riskesdas tahun 2007, pneumonia telah menjadi

Tonsilofaringitis Akut

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

LAPORAN PENDAHULUAN TONSILITIS - RUANG BAITUNNISA 1 RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

B A B 1 PENDAHULUAN. menginfeksi manusia. Menurut Tuula (2009), bakteri ini berada di kulit (lapisan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah suatu. infeksi kronis pada telinga tengah yang diikuti

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam

ABSTRAK GAMBARAN DISTRIBUSI PENDERITA TONSILEKTOMI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE TAHUN 2009

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

Karakteristik Pasien Tonsilitis Kronis pada Anak di Bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

GAMBARAN KASUS ABSES LEHER DALAM DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh : VERA ANGRAINI

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4.3.1 Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

BAB II TINJUAN PUSTAKA

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

ABSTRAK PREVALENSI AMEBIASIS DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG, JAWA BARAT PERIODE TAHUN

INFEKSI LARING FARING (FARINGITIS AKUT)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan dalam infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), faringitis sendiri

Kata kunci: tonsilitis, ukuran tonsil, tonsilektomi, indikasi tonsilektomi,

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan profil kesehatan provinsi Daerah Istimewa. Yogyakarta tahun 2012, penyakit infeksi masih menduduki 10

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3

HUBUNGAN CRP (C-REACTIVE PROTEIN) DENGAN KULTUR URIN PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK DI RSUP. HAJI ADAM MALIK TAHUN 2014.

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

PENGARUH LAMA INKUBASI TERHADAP PERTUMBUHAN KUMAN PADA KULTUR DARAH PENDERITA SEPTIKEMIA DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani.

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN

GAMBARAN GEJALA KLINIK, HEMOGLOBIN, LEUKOSIT, TROMBOSIT DAN WIDAL PADA PENDERITA DEMAM TIFOID DENGAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

BAB I PENDAHULUAN. Artritis reumatoid/rheumatoid Arthritis (RA) adalah

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

ABSTRAK. Kata kunci: HIV-TB, CD4, Sputum BTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990).

POLA KUMAN PENYEBAB OTITIS EKSTERNA SERTA KEPEKAANNYA TERHADAP ANTIBIOTIK DI POLIKLINIK THT-KL RSUP PROF DR RD KANDOU MANADO PERIODE MEI OKTOBER 2016

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

Identifikasi Carrier Bakteri Streptococcus β hemolyticus Group A Pada Murid SD N 13 Padang Berdasarkan Perbedaan Umur dan Jenis Kelamin

BAB I PENDAHULUAN. bermain toddler (1-2,5 tahun), pra-sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

Kesehatan Tenggorok pada Siswa Sekolah Dasar Inpres Kema 3 Kabupaten Minahasa Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012.

Hasil. Kesimpulan. Kata kunci : Obat-obatan kausatif, kortikosteroid, India, SCORTEN Skor, Stevens - Johnson sindrom, Nekrolisis epidermal

Transkripsi:

PERBANDINGAN BAKTERI STREPTOCOCCUS PADA SWAB TONSILOFARINGITIS DENGAN DARAH COMPARISON OF STREPTOCOCCUS BACTERIA ON THE SWAB WITH BLOOD TONSILOFARINGITIS Dewi Isnaeni 1, Rizalinda Sjahril 2, Muh. Nasrum Massi 3 1 Fakultas Farmasi Universitas Indonesi Timur 2 Program Studi Biomedik, Jurusan Mikrobiologi, Pascasarjana Universitas Hasanuddin 3 Program Studi Biomedik Jurusan Mikrobiologi, Pascasarjana Universitas Hasanuddin Alamat Koresponden : Dewi Isnaeni Jl. Muh. Jufri Lr.3 No.7 081342554794 dewiisnaeni41@yahoo.com

Abstrak Peneltian ini bertujuan (1) Mengisolasi keberadaan bakteri Streptococcus dari penderita tonsilofaringitis, (2). Membandingkan keberadaan bakteri Streptococcus dengan cara swab dan metode kultur darah.. Penelitian ini menggunakan desain penelitian yang digunakan yaitu analitik cross sectional, jumlah sampel yang digunakan adalah 50 sampel dengan spesimen swab tonsil-faring, dan darah penderita dengan tonsilofaringitis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kultur swab dan kultur darah..hasil penelitian diperoleh hasil kultur Streptococcus sebesar 15 sampel (30%), dan 35 (70%) negatif kultur Streptococcus.Dari Kultur darah diperoleh hasil positif 13 (32,5%) dan kultur negative sejumlah 27 (67,5%) kedua-duanya non Streptococcus..Pada penelitian ini rata-rata diperoleh nilai skor 3-5 gejala.. Kata Kunci : Streptococcus, tonsilofaringitis, kultur. Abstract The study aims to: 1) Isolate the presence of the bacterium Streptococcus tonsilofaringitis patients, (2). Comparing the presence of the bacterium Streptococcus by swab and blood culture method. This study uses a research design that used the analytic cross sectional study, the number of samples used were 50 samples with tonsil-pharyngeal swab specimens, and blood of patients with tonsilofaringitis. The method used in this study is the swab culture method and blood culture. The results obtained Streptococcus culture results of 15 samples (30%), and 35 (70%) negative cultures Streptococcus. From blood cultures obtained 13 positive results (32.5%) and culture negative number of 27 (67.5%) second-both non Streptococcus.. In this study the average values obtained symptom score of 3-5. Key words: Streptococcus, tonsilofaringitis, culture

PENDAHULUAN Faringitis dan tonsilitis sering ditemukan bersamaan. Tonsilofaringitis merupakan peradangan yang berulang pada tonsil dan faring yang memiliki faktor predisposisi antara lain rangsangan kronis rokok, makanan tertentu, higiene mulut yang buruk, pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat, pengaruh cuaca dan pengobatan tonsilofaringitis sebelumnya yang tidak adekuat ( Adams, G.L. 1997). Tonsilitis kronis merupakan kondisi di mana terjadi pembesaran tonsil disertai dengan serangan infeksi yang berulang-ulang. Tonsillitis merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan pada masa anak-anak. Angka kejadian tertinggi terutama antara anak-anak dalam kelompok usia antara 5 sampai 10 tahun yang mana radang tersebut merupakan infeksi dari berbagai jenis bakteri (Brook dan Gober, dalam Hammouda, 2009). Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang terjadi di tenggorokan terutama terjadi pada kelompok usia muda ( Kurien, 2000) Pola penyakit THT (Telinga Hidung Tenggorokan) bervariasi pada tiap-tiap negara. Banyak faktor lingkungan dan sosial diyakini bertanggung jawab terhadap etiologi infeksi penyakit ini. Penelitian yang dilakukan di Departemen THT Islamabad- Pakistan selama 10 tahun (Januari 1998-Desember 2007) dari 68.488 kunjungan pasien didapati penyakit Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai yakni sebanyak 15.067 (22%) penderita. Sementara penelitian yang dilakukan di Malaysia pada poli THT Rumah Sakit Sarawak selama 1 tahun dijumpai 8.118 kunjungan pasien dan jumlah penderita penyakit Tonsilitis Kronis menempati urutan keempat yakni sebanyak 657 (8,1%) (Shah, 2007). Dalam analisa tentang kekambuhan penyakitpenyakit kronis pada saluran nafas atas dilakukan penelitian terhadap total populasi lebih dari 3,5 juta jiwa populasi di Amerika Serikat mendapatkan prevalensi penderita tonsilitis kronis sebesar 15,9/1.000 penduduk. Menurut penelitian di Rusia mengenai prevalensi dan pencegahan keluarga dengan tonsilitis kronis didapatkan data bahwa sebanyak 84 (26,3%) dari 307 ibu-ibu usia reproduktif didiagnosa tonsilitis kronis. (Awan Z,, et al, 2009) Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronis 4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis Akut (3,8%)). Sedangkan penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronis atau 6,75% dari

seluruh jumlah kunjungan. Data morbiditas pada anak menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit anak laki-laki dan perempuan umur 5-14 tahun yang paling sering terjadi, tonsilitis kronis menempati urutan kelima (10,5 persen pada lakilaki, 13,7 persen pada perempuan) (Hannaford PC, et al, 2005). Tonsil dan adenoid merupakan salah satu organ pertahanan tubuh utama yang terdapat pada saluran napas atas. Sistem pertahanan tubuh ini akan berfungsi sebagai imunitas lokal untuk menghasilkan antibodi yang akan melawan infeksi yang terjadi baik akut atau kronik, terbentuknya antigen disebabkan rangsangan bakteri, virus, infeksi serta iritasi lingkungan terhadap tonsil dan adenoid. Jika terjadi infeksi akan menyebabkan terjadinya tonsillitis yaitu radang tonsil palatina yang dapat juga disertai dengan peradangan pada faring. Radang ini dapat disebabkan oleh infeksi grup A Streptococcuus β hemolitikus, Pneumokokus, Staphylococcus dan Haemofilus influenza, biasanya menyerang anak pra sekolah sampai dewasa, dapat tmengakibatkan komplikasi seperti peritonsilar abses, parafaring abses, demam rematik dan glomerulonefritis akut dan radang katup jantung (Brodsky L, Poje C. 2006 ) Pemeriksaan laboratorium sangat penting pada penderita dengan demam tonsilofaringitis yang bertujuan agar bisa mengetahui proses perjalanan suatu penyakit dan letak infeksi penyebab suatu penyakit.. Maka dengan proses tersebut tenaga medis dapat menentukan obat dan terapi yang tepat sehingga penderita dengan demam tonsilofaringitis kronis tidak sampai mengalami tosilektomi dan meninggal. Berdasarkan hal tersebut di atas dan mengingat pentingnya efisiensi waktu dalam pemeriksaan penyakit dengan demam tonsilofaringitis sehingga tidak menjadi kronis maka perlu dikembangkan suatu metode yang cepat dan aman dan menjadi gold standar yaitu metode kultur untuk mendeteksi keberadaan bakteri Streptococcus pada penderita tonsilofaringitis secara cepat dan dini.tujuan dari penelitian ini Mengisolasi keberadaan bakteri Streptococcus dari penderita tonsilofaringitis Apakah bakteri Streptococcus dengan cara swab dan kultur darah.membandingkan keberadaan bakteri Streptococcus dengan cara swab dan metode kultur darah.

BAHAN DAN METODE Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian analitik cross sectional untuk mengisolasi dan menigidentifikasi Streptococcus pada penderita dengan tonsilofaringitis dengan metode swab tonsil-faring dan kultur darah. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2012. Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS Lt.6. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah pasien penderita tonsilofaringitis di Puskesmas Kassi- Kassi kota Makassar. Sampel penelitian ini adalah sampel swab tonsil-faring dan darah sebanyak 50 sampel. Sampel adalah seluruh populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian. Cara pemilihan sampel pada penelitian ini adalah Consecutive Sampling, yaitu semua sampel swab tonsil-faring dan darah yang memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. HASIL Berdasarkan table 1. hasil kultur darah didapatkan data bahwa terdapat mikroba yang tumbuh pada medium sejumlah 13(32.5%) dengan jenis mikroorganisme berupa Staphyllococcus aureus dan Staphyllococcus (data mikroorganisme dapat dilihat pada lampiran 2), sedangkan yang tidak tumbuh sebanyak 27(67,5%) Hasil kultur tonsil-faring didperoleh data bahwa mikroba yang tumbuh pada medium NA sejumlah 49 dengan pengklasifikasian jenis Streptococcus yang tumnbuh sejumlah 15 (30%) dan yang Non Streptococcus yang tumbuh sejumlah 34 (68%) (data mikroorganisme dapat dilihat pada lampiran 2). Dari histogram di atas dapat dibaca bahwa pasien penderita dengan demam tonsilofaringitis yang datang berobat ke puskesmas Kassi-Kassi Kota Makassar periode Mei-Juli pada tingkat usia 1-5 tahun sebanyak 7 orang (14%), usia 6-10 tahun sebanyak 17 orang (34%), usia 11-15 tahun sebanyak 12 orang (24%), dan usia > 15 tahun

sebanyak 14 orang (28%). Hal ini membuktikan bahwa penderita dengan demam tonsilofaringitis umumnya diderita pada anak-anak usia 15 tahun. Untuk lebih meyakinkan bahwa koloni tersebut merupakan isolat Streptococcus dilakukan penanaman pada medium Blood Agar. Pada hasil kultur Streptococcus pada medium Blood Agar Domba diperoleh karakteristik Streptococcus berupa Streptococcus α-hemolitik sebanyak 5 isolat dan golongan Streptococcus β-hemolitik sebanyak 10 isolat Golongan Streptococcus α-hemolitik ini mmenyebabkan hemolisis tidak sempurna pada eritrosit medium di sekitar koloni sehingga dihasilkan hemoglobin yang menyebabkan daerah sekitar koloni berwarna kehijauan. Sedangkan Streptococcus β- hemolitik menyebabkan hemolisis sempurna pada eritrosit medium di sekitar koloni sehingga dihasilkan hemoglobin yang menyebabkan derah sekitar koloni berwarna kuning. Dilakukan pula pengamatan mikroskopik Streptococcus dengan melakukan pewarnaa Gram pada salah satu sampel sampel tonsil-faring yang menunjukkan rantai bulat pendek. PEMBAHASAN Penelitian ini adalah mengisolasi Streptococcus pada penderita tonsilofaringitis dengan metode swab dan kultur darah bertujuan untuk Mengisolasi keberadaan bakteri Streptococcus dari penderita tonsilofaringitis dengan cara swab dan kultur darah. dan membandingkan keberadaan bakteri Streptococcus dengan cara swab dan metode kultur darah. dengan gejala klinis berdasarkan Mc Isaac yaitu demam 38 O C, tidak batuk, eksudat pada tonsil, kelenjar leher anterior bengkak dan nyeri, umur < 15 tahun. Selain itu terdapat pemeriksaan fisik berupa hiperemis, dan pus, Sampel berjumlah 50 yang terdiri dari pasien anak-anak dan dewasa yang diisolasi dari swab tonsil-faring dan darah vena.. Sampel diperoleh dari Puskesmas Kassi-Kassi Makasaar. Penelitian ini menggunakan 50 sampel yang terdiri dari pasien anak-anak usia 1-15 tahun dan dewasa usia 15 tahun ke atas yang diperoleh dari Puskesmas Kassi-Kassi Makassar. Sampel berupa swab tonsil-faring dan darah. Pada penelitian ini dilakukan

pemeriksaan kultur swab tonsil-faring, kultur darah dan pemeriksaan mikroskopik yaitu pewarnaan Gram. Berdasarkan hasil kultur darah didapatkan data bahwa terdapat mikroba yang tumbuh pada medium bactec sejumlah 13(32,5%) dengan jenis mikroorganisme berupa Staphyllococcus aureus dan Staphyllococcus (data mikroorganismenya dapat dilihat pada lampiran 2), sedangkan yang tidak tumbuh pada medium bactec sebanyak 27 (67,5%). Hasil kultur tonsil-faring didperoleh data bahwa mikroba yang tumbuh pada medium NA sejumlah 49 (98%) dengan pengklasifikasian jenis Streptococcus yang tumbuh sejumlah 15(30%) dan yang Non Streptococcus yang tumbuh sejumlah 34 (68%) (data mikroorganisme dapat dilihat pada lampiran 2). Kultur darah dilakukan hanya pada pasien dengan demam 38 o C dengan maksud apakah pada penderita dengan demam tonsilofaringitis infeksi sudah mencapai aliran darah makanya perlu dilakukan kultur dua kali yaitu kultur tonsil-faring dan kultur darah pada. Dari hasil pemeriksaan kultur dua kali didapatkan 5 yang positif pada kultur darah dengan mikrobanya berupa Staphyllococcus dan positif Streptococcus dari sampel tonsil-faring. Dari 50 sampel yang diperoleh terdapat 36 (72%) pasien anak-anak dan 14 (28%) pasien dewasa. Menurut criteria Centor modifikasi Mc Isaac, dimana untuk penderita tonsilofaringitis umumnya ana-anak pada usia < 15 tahun. Dari kultur tonsil-faring didapatkan 15 positif Streptococcus yang didapatkan umumnya dari pasien anak-anak (10 orang) dan selebihnya pasien dewasa (5 orang). Dari hasil perhitungan scoring berdasarkan skor Centor modifikasi Mc Isaac dari sampel positif Streptococcus pada kultur tonsil-faring didapatkan skor gejala klinis penderita tonsilofaringitis seluruhnya memiliki skor gejala 3-5 yang terdiri dari pasien anak sejumlah 10 (67%) dan dewasa sejumlah 5 (33%)antara 3-5. Dari keselruhan sampel diperoleh skor 5 gejala 9 pasien (18%) yang diderita kelompok usia 15 tahun sebanyak 6 orang (88,9%), skor 4 gejala 33 pasien (66%)ang diderita kelompok usia 15 sebanyak 24 orang (72,72%), skor 3 gejala sejumlah 7 pasien

(14%) yang diderita oleh kelompok usia 15 sejumlah 4 orang (8%) yang derita oleh kelompok usia 15 sejumlah 4 orang (57,14%), sedangkan skor 2 gejala hanya I pasien (2%) yaitu pada pasien usia > 15 tahun. Menurut Brodsky, l et al (1991). Bila terdapat > 3 gejala kemungkinanbesar adalah infeksi oleh Streptococcus β-hemolitik grup A sehingga memerlukan pengobatan antibiotik. Sedangkan skor 2-3 gejala memerlukan pemeriksaan lanjut apakah infeksi oleh Streptococcus β-hemolitik grup A, dan jika skor kurang dari 2 gejala, umumnya disebabkan oleh infeksi virus. Berdasarkan kriteria Centor modifikasi Mc Isaac pada pasien dengan demam tonsilofaringitis yang positif Streptococcus diperoleh data score rata-rata >2 yang berarti bahwa infeksi ini disebabkan oleh bakteri khususnya Streptococcus dan untuk tindakan lebih lanjut harus segera diberi antibiotik, jika tidak penyakit ini akan kronis dan dapat tmengakibatkan komplikasi seperti peritonsilar abses, parafaring abses, demam rematik dan glomerulonefritis akut dan radang katup jantung (Brodsky L, Poje C. 2006 ) Berdasarkan hasil diagnosis dari pemeriksaan kultur tonsil-faring pada medium Agar Darah didapatkan sifat hemolisis dari Streptococcus dari keseluruhan sampel positif yaitu bersifat Streptococcus α-hemolisis dan Streptococcus β-hemolitik Streptococcus golongan α-hemolisis menyebabkan hemolisis tidak sempurna pada eritrosit medium di sekitar koloni sehingga dihasilkan hemoglobin yang menyebabkan daerah sekitar koloni berwarna kehijauan sedangkan Streptococcus β-hemolitik menyebabkan hemolisis sempurna pada eritrosit medium di sekitar koloni sehingga dihasilkan hemoglobin yang menyebabkan derah sekitar koloni berwarna kuning. (Madjid, Baedah, 2001). Menurut Jawetz,J.L. et al, 1986, penyajit tonsilofaringitis disebabkan oleh jenis Streptococcus β-hemolitik adalah bakteri pathogen utama pada manusia dikaitkan dengan invasi lokal atau sistemik dan gangguan immunologi pasca infeksi oleh Streptococcus. Berdasarkan hasil pemeriksaan secara mikroskopik melalui preparat langsung dengan pewarnaan Gram, pada preparat ini diperlihatkan morfologi, cara berkelompok dan sifat pewarnaan dari bakteri Streptococcus yang berwarna biru yang tersusun seperti manik-manik dan bersifat Gram positif.

Dari keseluruhan sampel penelitian ini dengan menggunakan kultur darah mendapatkan hasil yang lebih akurat dan lebih cepat (1-4 hari), kultur tonsilfaring dengan cara konvensional membutuhkan waktu sekitar 4-5 hari karena butuh pemeriksaan lanjutan. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil kultur Streptococcus diperoleh sebesar 15 sampel (30%), dan 35 (70%) negatif kultur Streptococcus. Dari Kultur darah diperoleh hasil positif 13 (32,5%) dan kultur negative sejumlah 27 (67,5%) kedua-duanya non Streptococcus. Pada penelitian ini rata-rata diperoleh nilai skor 3-5 gejala. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk tes RADT (Rapid Antigen Detection Test) pada sampel serum pada penderita dengan demam tonsilofaringitis. DAFTAR PUSTAKA Adam, GL, (1997). Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring dalam Harjanto E dkk (ed) Boies Buku Ajar Penyakit THT, edisi ke 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC;Jakarta. Awan Z Husain A, Bashir H, (2009),Statistical Analysis or Ear, Nose, and Throat (ENT) Disease in Paedi 15 atric Population at PIMS Islamabad: 10 Years Experience. JournalMedical Scient. 2009 Vol.17, No.2. p. 92-4. Broodsky. L, Poje C. (2006), Tonsilitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In: Bailey, Johnson JT editors, Head and Neck Surgery Otolaryngology, Lippincott Williams andwilkins, Philadelpia. p.1183-98. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. (2005), Patogenesis Infeksi Bakteri, Dalam : nd Ed Jawetz, Menick, & Adelberg s Mikrobiologi Kedokteran. 22 Terjemahan Bonang G. Jakarta: EGC;2005.h.205-22. Hannaford PC, Simpson JA, Dav, is A, McKerrow W, Mills R., (2005) The Prevalence of EarNose and Throat Problems in the Community: Result from a National Cross-SectionalPostal Survey in Scotland. Fampra Oxfort Journals.. 22: 227-3

Jawetz, J.L. et al.(1986) Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan, Edisi 16. EGC Penerbit Buku Kedokteran; Jakarta. Jawetz, J.L. et al.(2008) Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan, Edisi 23 Penerbit Buku Kedokteran, EGC; Jakarta. Kurien,M,( 2000), Throat Swab in the Chronic Tonsillitis: How Reliable and Valid is it?, Department of ENT Speech & Hearing, Microbiology, Medicine and Clinical Epidemiology Christian Medical College & Hospital Vellore, Tamilnadu 632004 India, Singapore Med J 2000 Vol 41(7):324-326. Madjid, Baedah, (2002), Mikrobiologi,, Bagian Mikrobiologi Fak Kedokteran UNHAS. 2002. Shah, M. Atif Imran, (2007), Tonsillectomy;Quality-Of-Life Improvement In School Going Children, ENT Specialist PAF Hospital Rafiqui, Shorkot, Pakistan, Professional Med J Sep 2007; 14(3): 491-495

Tabel 1. Perbandingant isolasi Streptococcus dari sampel tonsil-faring dan kultur darah (N=50). Kultur Tumbuh tumbuh Total Darah 13 (32,5%) 27(67,5%) 40(100%) Tonsilfaring Streptococcus 15(30%) 1(2%) 50(100%) Non Streptococcus 34 (68%) Gambar. Histogram distribusi pasien tonsilofaringitis menurut usia 20 15 10 5 0 1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun > 15 tahun Gambar Streptococcus α-hemolitik daerah sekitar koloni berwarna hijau

Gambar Streptococcus β-hemolitik, daerah sekitar koloni berwarna kekuningan Gambar Pewarnaan Gram dari Streptococcus memperlihatkan Kokkus Gram Positif yang nampak berwarna biru

Hasil Pemeriksaan mikroba sampel apusan tenggorok dan sampel darah No KODE JK Umur Kultur Swab Kultur Darah (bactec) Suhu Score (thn) tubuh( o C) 1 A1 P 10 Klebsiella pneomoniae Staphylococcus 38,4 5 2 A2 P 12 Proteus vulgaris Neg 38.5 4 3 A3 P 14 Proteus vulgaris Neg 38 4 4 A4 L 16 Negatif Staphylococcus 39,9 4 aureus 5 A5 P 2.3 Klebsiella pneomoniae Neg 38,3 4 6 A6 P 29 Staphylococcus Neg 38 4 7 A7 L 12 Streptococcus sp Neg 38,4 4 8 A8 P 4,11 Streptococcus sp Staphylococcus 38 4 9 A9 L 8 Proteus vulgaris Staphylococcus 38,2 4 10 A10 L 4 Enterobacter Neg 38 4 11 A11 P 19 Streptococcus sp Neg 38 5 12 A12 L 63 Klebsiella pneomoniae Neg 38 3 13 A13 P 4,6 Proteus vulgaris Neg 38 4 14 A14 P 8 Enterobacter Staphylococcus 38,6 4 aureus 15 A15 P 7 Enterobacter Staphylococcus 38,5 4 aureus 16 A16 L 11 Proteus vulgaris Staphylococcus 38,4 4 17 A17 L 8 Proteus vulgaris Neg 38,4 5 18 A18 L 9 Enterobacter Neg 38 5 19 A19 L 5 Proteus vulgaris Neg 38,2 4 20 A20 P 47 Enterobacter Neg 38,3 2 aglumerans 21 A21 P 8 Proteus vulgaris Neg 38 5 22 A22 P 19 Proteus vulgaris Neg 38.2 4 23 A23 P 13 Proteus vulgaris Neg 39 4 24 A24 P 6 Proteus vulgaris Neg 38,5 4 25 A25 L `11 Streptococcus sp Staphylococcus 39 5 26 A26 L 17 Streptococcus sp Neg 38,7 4 27 A27 P,6 Klebsiella pneomoniae Neg 38 4 28 A28 P 23 Klebsiella pneomoniae Neg 38 4 29 A29 P 9 Streptococcus sp Neg 38.5 3 30 A30 L 9 Alcaligenes faecalis Staphylococcus 39,8 3 aureus 31 A31 P 16 Streptococcus s Bactec 37,3 4 32 A32 L 3,8 Klebsiella pneomoniae Neg 38 4 33 A33 L 6 Proteus vulgaris Bactec 37 3 34 A34 P 6,2 Enterobacter Neg 38 3 35 A36 L 1,10 Enterobacter Neg 38,4 4 36 A38 P 40 Streptococcus s Bactec 37 3 37 A41 L 15 Streptococcus s Bactec 37 4

38 A44 P 18 Klebsiella pneomoniae Bactec 37,5 3 39 A45 P 17 Streptococcus s Staphylococcus 38,5 4 40 A49 P 7 Klebsiella pneomoniae Bactec 37 4 41 A53 P 11 Klebsiella pneomoniae Bactec 37.4 4 42 A54 P 11 Streptococcus s Bactec 37 4 43 A55 L 9 Streptococcus s Bactec 37,5 4 44 A57 L 7 Klebsiella pneomoniae Bactec 37,3 4 45 A60 P 34 Enterobacter hapniae Staphylococcus 38,6 4 46 A61 P 13 Providencia Neg 38,6 4 alkalifaciens 47 A64 P 12 Streptococcus s Staphylococcus 38 5 48 A65 P 10 Streptococcus s Staphylococcus 38,3 5 49 A66 L 11 Streptococcus s Neg 38,3 5 50 A68 P 2 Klebsiella Sp Neg 38 4. Hasil Isolasi Streptococcus pada medium Blood Agar. No Kode JK Umur (tahun) Kultur Swab tonsil-faring pd medium Blood Agar 1 A7 L 12 Streptococcus α-hemolitik 2 A8 P 4,11 Streptococcus β-hemolitik 3 A11 P 19 Streptococcus β-hemolitik 4 A25 L 11 Streptococcus α-hemolitik 5 A26 L 17 Streptococcus β-hemolitik 6 A29 P 9 Streptococcus β-hemolitik 7 A31 P 16 Streptococcus α -hemolitik 8 A38 P 40 Streptococcus β-hemolitik 9 A41 L 15 Streptococcus β-hemolitik 10 A45 P 17 Streptococcus α-hemolitik 11 A54 P 11 Streptococcus β-hemolitik 12 A55 L 9 Streptococcus β-hemolitik 13 A64 P 12 Streptococcus α-hemolitik 14 A65 P 10 Streptococcus β-hemolitik 15 A66 L 11 Streptococcus β-hemolitik