BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH (Soil Transmitted Helminth) adalah cacing golongan nematoda

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah

xvii Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Rusmartini, 2009). Cacing ini ditularkan melalui telur cacing yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis soil transmitted

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Helminthiasis atau kecacingan menurut World Health Organization (WHO)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah spesies yang hidup sebagai parasit pada manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia nematode usus sering disebut cacing perut, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PREVALENSI INFEKSI KECACINGAN PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS BLIMBING MALANG. Oleh Ma rufah Prodi Analis Kesehatan-AAKMAL Malang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

Distribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Timur. Terdapat bukti berupa lukisan pada kuburan Mesir kuno yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI

2. Strongyloides stercoralis

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi cacing masih merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang penting di negara berkembang,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

I. PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan STH di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006,

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang

Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization

KEJADIAN INFEKSI CACING DAN GAMBARAN KEBERSIHAN PRIBADI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI YAYASAN NANDA DIAN NUSANTARA 2011

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa nematoda menjadikan manusia sebagai pejamunya. Beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk dalam filum. Nematohelminthes dan merupakan kelas Nematoda. Masing-masing spesies

JUMLAH tahun tahun tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. berupa cacing. Cacing umumnya tidak menyebabkan. penyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal (Margono, 2008).

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Helminthiasis Nematoda mempunyai jumlah spesies terbanyak di antara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Cacing tersebut berbeda-beda dalam habitat,daur hidup dan hubungan hospes-parasit. Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Di antara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah disebut Soil Transmitted Helminths. Cacing yang terpenting bagi manusia adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichiuris trichiura, Strongiloides stercoralis (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008) Infeksi Soil-Transmitted Helminths ditemukan tersering di daerah iklim hangat dan lembab yang memiliki sanitasi dan hygiene buruk. Soil-Transmitted Helminths hidup di usus dan telurnya akan keluar melalui tinja hospes. Jika hospes defekasi di luar (taman, lapangan) atau jika tinja mengandung telur dubuahi maka telur tersebut akan tersimpan dalam tanah. Telur menjadi infeksius jika telur matang.(cdc,2008) 2.1.1 Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang) 2.1.1.1 Morfologi dan Daur Hidup Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakitnya disebut askariasis. Cacing dewasa bebentuk silinder dengan ujung yang meruncing. Stadium dewasa hidup di rongga usus halus. Betina berukuran dengan panjang 20-35 cm dan tebal 3-6 mm. Jantan lebih kecil, panjang 12-31 cm dan tebal 2-4 mm dengan ujung melengkung..(zaman,v.,mary,n.,2008) Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari terdiri atas telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi. Ukuran telur cacing dengan panjang 60-70 µm dan lebar 40-50 µm. Dalam lingkungan yang sesuai,

telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008) Sumber : http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/index.html Gambar 2.1.cacing dan telur ascaris Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva di usus halus, larva tersebut menembus dinding usus menuju pembuluh darah atau saluran limfa dan di alirkan ke jantung lalu mengikuti aliran darah ke paru-paru menembus dinding pembuluh darah, lalu melalui dinding alveolus masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trachea melalui bronchiolus dan bronchus. Dari trachea larva menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam esofagus lalu menuju ke usus halus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008).

Sumber : http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/html/ascariasis.htm Gambar 2.2.Daur Hidup Cacing Ascaris 2.1.1.2 Patofisiologi Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru disertai batuk, demam dan eosinofilia. Pada foto thoraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut Sindroma Loeffler. Akumulasi sel darah putih dan epitel yang mati membuat sumbatan menyebabkan Ascaris pneumonitis (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008). Menurut Effendy yang dikutip Surat Keputusan Menteri Kesehatan (2006) disamping itu gangguan dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada dinding alveolus yang disebut Sindroma loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan penyerapan makanan (Malabsorbtion). Keadaan

yang serius, bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan pada usus (Ileus obstructive). 2.1.1.3 Gejala Klinis dan Diagnosis Pada kebanyakan kasus tidak terdapat gejala. Namun, indikasi dari adanya Ascaris adalah gangguan nutrisi dan akan mengganggu pertumbuhan anak. Pada umumnya pasien akan mengalami demam, urticaria, malaise, kolik intestinal, mual, muntah, diare. Migrasi larva Ascaris melewati paru akan menyebabkan pneumonitis dan bronchospasm. Pada umumnya akan didapati eosinofilia. Kadang kadang ascariasis dapat mengancam jiwa jika dalam situasi : 1. Ketika dalam jumlah besar cacing membentuk bolus dimana menyebabkan sumbatan pada lumen intestinal akan menyebabkan tanda dan gejala obstruksi intestinal akut. 2. Pada migrasi ektopik, menyebabkan cacing memasuki appendiks, saluran empedu, dan duktus pankreas. Ketika cacing mencapai traktus biliaris menyebabkan kolik berat dan menghasilkan cholangitis supuratif dan abses hepar (Zaman,V.,Keong,L.,1982). Cara menegakkan diagnosa penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosa askariasis. Selain itu diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik dari mulut atau hidung karena muntah maupun melalui tinja (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008). 2.1.1.4 Epidemiologi Telur cacing gelang keluar bersama tinja pada tempat yang lembab dan tidak terkena sinar matahari, telur tersebut tumbuh menjadi infektif. Infeksi cacing gelang terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman dan dapat pula melalui tangan yang kotor (tercemar tanah dengan telur cacing) (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006).

Di Indonesia prevalensi askariasi tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya 60-90%(Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008). Defekasi di tempat sembarangan dan menggunakan pupuk manusia merupakan praktek-praktek tidak higienis yang paling penting yang dapat menyebabkan endemisitas askariasis. Telur-telur terbukti tetap infektif pada tanah selama berbulan-bulan dan dapat bertahan hidup di cuaca yang lebih dingin (5-10 0 C) selama 2 tahun (Behrman,R.,Kliegman,R.,Arvin,A.,1999). 2.1.2 Necator americanus dan Ancylostoma duodenale (Cacing Tambang) 2.1.2.1 Morfologi dan Daur Hidup Hospes parasit ini adalah manusia, Cacing dewasa hidup di rongga usus halus dengan giginya melekat pada mucosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur cacing akan keluar bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat 13 bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel, larva rabditiform panjangnya kurang lebih 250 mikron, sedangkan larva filriform panjangnya kurang lebih 600 mikron. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paruparu. Di paru-paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008).

Sumber : http://www.cdc.gov/parasites/hookworm/diagnosis.html Gambar 2.3.Daur Hidup Hookworm 2.1.2.2 Patofisiologi Bila banyak filaform sekaligus menembus kulit, maka terjadi ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan. Tiap cacing N.americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005-0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale 0,08-0,34 cc. Pada infeksi kronik atau infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer. Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan kognitif menurun (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008). Tetapi kekurangan darah (anemia) ini biasanya tidak dianggap sebagai cacingan karena kekurangan darah bisa terjadi oleh banyak sebab (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006). 2.1.2.3 Gejala Klinik dan Diagnosis Gejala klinik karena infeksi cacing tambang antara lain lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap penyakit, prestasi kerja menurun, dan anemia (anemia hipokrom micrositer). Di samping itu juga

terdapat eosinofilia (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI, 2006). Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar. Dalam tinja yang lama mungkin ditemukan larva. Untuk membedakan spesies N.americanus dan A.duodenale dapat dilakukan biakan misalnya dengan cara Harada-Mori (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008). 2.1.2.4 Epidemiologi Kejadian penyakit (Incidens) ini di Indonesia sering ditemukan pada penduduk yang bertempat tinggal di pegunungan, terutama di daerah pedesaan, khususnya di perkebunan. Sering kali pekerja perkebunan yang langsung berhubungan dengan tanah mendapat infeksi lebih dari 70%. Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat penting dalam penyebaran infeksi penyakit ini. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum 32 C-38 C. Untuk menghindari infeksi dapat dicegah dengan memakai sandal atau sepatu bila keluar rumah (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008). 2.1.3 Trichuris trichiura (Cacing Cambuk) 2.1.3.1 Morfologi dan Daur Hidup Manusia merupakan hospes cacing ini.penyakit yang disebabkannya disebut trikiuriasis. Cacing betina panjangnya sekitar 5cm dan yang jantan sekitar 4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul. Pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Cacing dewasa hidup di kolon asendens dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus. Satu ekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur sehari sekitar 3.000-5.000 butir.

Sumber : http://www.cdc.gov/parasites/whipworm/index.html Gambar 2.4.Morfologi Whipworm Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian di dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja, telur menjadi matang (berisi larva dan infektif) dalam waktu 3 6 minggu di dalam tanah yang lembab dan teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia (hospes), kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam usus halus sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon asendens dan sekum. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing dewasa betina dan siap bertelur sekitar 30-90 hari (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008).

Sumber : http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/html/trichuriasis.htm Gambar 2.5.Daur Hidup Trichuris trichiura 2.1.3.2 Patofisiologi Cacing cambuk pada manusia terutama hidup di sekum dapat juga ditemukan di dalam kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak cacing ini tersebar diseluruh kolon dan rektum, kadang-kadang terlihat pada mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita sewaktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat pelekatannya dapat menimbulkan perdarahan. Disamping itu cacing ini menghisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006).

2.1.3.3 Gejala Klinik dan Diagnosis Infeksi cacing cambuk yang ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Sedangkan infeksi cacing cambuk yang berat dan menahun terutama pada anak menimbulkan gejala seperti diare, disenteri, anemia, berat badan menurun dan kadang-kadang terjadi prolapsus rektum. Infeksi cacing cambuk yang berat juga sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau protozoa. Diagnosa dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008). 2.1.3.4 Epidemiologi Yang penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab, dan teduh dengan suhu optimum kira 30 C. Di berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frekuensi di Indonesia masih sangat tinggi. Dibeberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar antara 30-90 %. Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan pengobatan penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negera-negera yang memakai tinja sebagai pupuk (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008). 2.1.4 Strongiloides stercolaris 2.1.4.1 Morfologi dan Daur Hidup Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Parasit ini dapat menyebabkan strongiloidiasis. Hanya cacing dewasa betina hidup sebagai parasit di vilus duodenum dan yeyenum. Cacing betina berbentuk filiform, halu, tidak berwarna dan panjangnya 2 mm. Telur berbentuk parasitik diletakkan di mukosa usus, kemudian telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform yang masuk ke ronnga usus serta dikeluarkan bersama tinja. Siklus secara langsung, larva filaform menembus kulit dan mencapai peredaran darah sehingga dapat sampai ke paru atau jantung, dari paru parasit menembus alveolus, masuk ke trakea dan

laring. Secara tidak langsung, larva rabditiform dapat menjadi larva filariform yang infeksius dan mengeinfeksi hospes atau larva rabditiform kembali ke siklus bebasnnya. Secara autoinfeksi larva filariform di daerah perianal menembus langsung daerah tersebut dan capai peredaran darah (Ideham,B.,Pusarawati,S.,2007). 2.1.4.2 Patofisiologi Bila larva dalam jumlah besar menembus kulit, timbul kelainan kulit yang dinamakan creeping eruption yang sering disertai dengan gatal hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus halus. Ditemukan eosinofilia meskipun dapa juga dalam kondisi normal (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008). 2.1.4.3 Gejala Klinik dan Diagnosis Umumnya tanpa gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti ditusuk-tusuk di daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar.mungkin ada mual dan muntah, diare dan konstipasi saling bergantian(abidin,a.,margono,s.,supali,t.,2008). Diagnosis klinis tidak pasti karena strongiloidiasis tidak memberikan gejala klinis yang nyata. Diagnosis pasti adalah dengan menemukan larva rabditiform dalam tinja segar, dalam biakan atau aspirasi duodenum. Biakan sekurang-kurangnya 2x24 jam menghasilkan larva filariform dan cacing dewasa (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008). 2.1.3.4 Epidemiologi Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur, berpasir dan humus. Frekuensi di Jakarta pada tahun 1956 sekitar 10-15%, sekarang jarang ditemukan. Daerah yang panas, kelembaban tinggi dan sanitasi kurang, sangat menguntungkan cacing ini (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008).

2.2 Underweight Malnutrisi dapat akibat dari masukan makanan yang tidak sesuai atau tidak cukup atau dapat akibat dari penyerapan makanan yang tidak cukup. Penyebab malnutrisi tidak disebabkan oleh satu penyebab saja dapat berupa berat badan lahir rendah, maternal undernutrition, defesiensi nutrient spesifik (iodine, vitamin A, besi, seng), diare, infeksi HIV dan penyakit infeksi kronik. Gangguan berat dapat dengan mudah dilihat, tetapi gangguan ringan dapat terlewati. Evaluasi status nutrisi yang tepat sukar. Diagnosis malnutrisi berdasar pada riwayat diet yang tepat, pada evaluasi adanya deviasi berat badan, tinggi badan, lingkaran kepala rata-rata dan kecepatan pertumbuhan. Pada kondisi malnutrisi diukur nilai IMT maka dapat dilihat dibawah normal (Arvin,1999). Underweight dinilai dari Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan rumus matematis yang berkaitan dengan lemak tubuh, dan dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam ukuran meter). IMT merupakan indikator untuk lemak yang berlebihan, tetapi pada anak yang kurus akan didapati massa yang bebas lemak. Sensitivitas (70%-80%) dan spesifisitas (95%) (Pediatrics,2009). Pada anak hasil perhitungan diletakan pada CDC BMI-for-age growth charts (pada pria dan wanita) untuk menentukan peringkat persentil. Persentil yang didapat akan digunakan sebagai indikator untuk menilai ukuran dan pola pertumbuhan di Amerika Serikat. Persentil menunjukan posisi angka BMI pada anak sesuai jenis kelamin dan usia. Grafik pertumbuhan menunjukan kategori status berat pada anak dan remaja (underweight, healthy weight, overweight, dan obese). IMT digunakan sebagai alat untuk mendeteksi adanya masalah berat badan pada anak (CDC,2002). Menghitung dan menginterpretasi BMI dengan menggunakan BMI Percentile Calculator dapat mengikuti langkah-langkah berikut ini: 1. Sebelum menghitung BMI, pastikan pengukuran tinggi dan berat secara akurat.

2. Hitung BMI dan persentil dengan menggunakan Child and Teen BMI Calculator. 3. Perhitungan BMI dihubungkan dengan usia dan jenis kelamin karena jumlah lemak akan berubah sesuai usia dan berbeda antara laki-laki dan wanita. 4. Cari kategori dengan BMI-for-age percentile yang ditujukan pada tabel dibawah ini (CDC,2002). Weight Status Category Underweight Healthy weight Overweight Obese Percentile Range Less than the 5th percentile 5th percentile to less than the 85th percentile 85th to less than the 95th percentile Equal to or greater than the 95th percentile Tabel 2.1.Kategori IMT sesuai usia

10 tahun. Lihat contoh bagaimana sample BMI diinterpretasi pada anak laki-laki usia Sumber : http://www.cdc.gov/healthyweight/assessing/bmi/childrens_bmi/tool_for_schools. html Gambar 2.6.BMI pada anak laki-laki 2.3 Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminths dengan Underweight Secara umum infeksi STH akan menyebabkan kurangnya nafsu makan dan penyerapan makanan, pengurangan dan deplesi mikronutrien dan anemia. Infeksi STH jarang disertai dengan adanya gejala.(parasites and Vector,2010). Pada infeksi seekor cacing ascaris menyebabkan kehilangan 0,8 gram karbohidrat, 0,035 gram protein. Infeksi seekor cacing hookworm menyebabkan

kehilangan darah 0,2 cc per hari. Infeksi seekor cacing trichiuris menyebabkan kehilangan darah 0,005 cc per hari. (KepMenKes,2006). Infeksi Ascaris menyebabkan malabsorbsi dikarenakan cacing ini akan memblok area absorbsi di lumen usus. Hal tersebut jika berlangsung secara kronik akan menyebabkan asupan gizi anak tidak tercukupi sehingga akan terjadi kondisi malnutrisi yang ditandai dengan status underweight. (Parasites and Vector,2010) Kehilangan darah akibat infeksi Trichiuris dapat menyebabkan disentri kronik, defisiensi besi, anemia defisiensi besi dan gangguan pertumbuhan. Infeksi Hookworm dapat menyebabkan laserasi mukosa secara mekanik dan enzimatik pada mukosa usus halus dengan menyebabkan perdarahan kira-kira 0,05 ml/hari pada Necator americanus dewasa dan 0,25 ml/hari pada Ancylostoma duodenale. Hal ini menyebabkan gangguan pertumbuhan secara kronik.(the Journal of Nutrition,2003)