PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

PENERAPAN LEGITIME PORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARIS MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REG NO.

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari

BAB III AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN HARTA WARISAN YANG MELANGGAR BAGIAN MUTLAK ATAU LEGITIME PORTIE AHLI WARIS OLEH PEWARIS MENURUT KUHPERDATA

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan.

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN. hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris.

BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT. demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

MAKALAH HUKUM WARIS HAK-HAK KHUSUS PARA AHLI WARIS. Dosen Pengampu : NURFAUZIAH, SH. MH

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

Akibat Hukum Akta Hibah Wasiat Yang Melanggar Hak Mutlak Ahli Waris (Legitieme Portie)

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEDUDUKAN PELAKSANA WASIAT ATAU TESTAMENT MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG KUH PERDATA 1 Oleh : Riansyah Towidjojo 2

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

GUGATAN PEMOTONGAN (INKORTING) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang

A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM WARIS BW STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : HKT 4013 JUMLAH SKS

AGNES ADRIANI HALIM ABSTRACT

KAJIAN TERHADAP HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DIDASARKAN HIBAH WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA. ( Studi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur )

NASKAH PUBLIKASI PEMBAGIAN WARISAN BERDASARKAN WASIAT BAGI ANAK ANGKAT DITINJAU DALAM HUKUM PERDATA

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB II. A. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. kewajiban-kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia itu.

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris

Lex Crimen Vol. VI/No. 9/Nov/2017

PEWARISAN DAN AHLI WARIS PENGGANTI BIJ PLAATSVERVULLING

BAB II PENGATURAN HIBAH DAN HIBAH WASIAT DALAM PEWARISAN MENURUT KUHPERDATA. A. Ketentuan Umum Pewarisan Menurut KUHPerdata

SABUNGAN SIBARANI Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur dan Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan pada bab sebelumnya, maka. dapat disimpulkan bahwa:

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS

ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT ARLIANTI IMARIA SIMANJUNTAK ABSTRACT

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA

Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh

Singh, selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012.

BAB IV PENDAFTARAN BOEDEL. seseorang, dalam arti keseluruhan aktiva dan pasiva. mengkonstatir harta boedel (mencari tahu isi dari boedel).

INKORTING WASIAT UNTUK MEMENUHI LEGITIME PORTIE AHLI WARIS MENURUT BURGERLIJK WETBOEK

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI

BAB III AKIBAT HUKUM PEMBAGIAN WARISAN APABILA PADA AKHIRNYA DIKETAHUI ADANYA AKTA WASIAT.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pemberi Wasiat adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015. KEDUDUKAN HUKUM HAK WARIS ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh: Regynald Pudihang 2

PERLINDUNGAN HUKUM KEPENTINGAN ANAK DI BAWAH UMUR TERHADAP HIBAH YANG MELANGGAR LEGITIEME PORTIE NITA NILAN SRY REZKI PULUNGAN ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

ASPEK YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS DALAM PEWARISAN HAK CIPTA. Eddhie Paptono, SH.MH. Noor Hidayah Hanum

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS

KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS YANG MEWARIS DENGAN CARA MENGGANTI ATAU AHLI WARIS BIJ PLAATSVERVULLING MENURUT BURGERLIJK WETBOEK

TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW

Psl. 119 BW jo. Psl. 124 BW

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum

Upik Hamidah. Abstrak

PASAL-PASAL DALAM UNDANG-UNDANG YANG AKTA-AKTANYA HARUS DIBUAT DALAM AKTA NOTARIIL. A. Yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

HUKUM PERDATA TENTANG ORANG DAN BENDA. Kernel for Word to PDF Demo. Kernel for Word to PDF Demo. Kernel for Word to PDF Demo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Transkripsi:

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D 101 09 645 ABSTRAK Hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk dalam bidang hukum perdata yang memiliki sifat dasar mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Sebagai salah satu cabang hukum perdata yang bersifat mengatur, maka apa saja yang dibuat oleh pewaris terhadap hartanya semasa ia masih hidup adalah kewenangannya. Terhadap dua cara untuk memperoleh warisan yakni, mewaris berdasarkan Undang-Undang, dan mewaris berdasarkan wasiat. Permasalahannya adalah bagaimana Undang-Undang melindungi hak legitimaris dalam wasiat, serta apa yang menjadi hak legitimaris. Tulisan ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif. Dalam pengumpulan bahan hukum lebih ditekankan pada sumber bahan hukum primer dan sekunder, berupa peraturan perundang-undangan, menelaah kaidah-kaidah hukum maupun teori hukum. Sedangkan spesifikasi dalam penulisan ini bersifat deskriptif analisis yang bertujuan memberi gambaran yang lengkap dan jelas tentang penerapan ligitime portie menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Mewaris berdasarkan Undang-Undang terdapat bagian mutlak (legitime portie), yaitu bagian untuk melindungi dari perbuatan pewaris dalam membuat wasiat yang mengesampingkan legitimaris. Undang-Undang melindungi legitimaris dengan adanya hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan yang mendapatkan haknya dalam wasiat. Dalam mengajukan gugatan harus diperhatikan kedudukan ahli waris legitimaris dengan adanya surat wasiat. Para ahli waris legitimaris berhak mengajukan tuntutan untuk memenuhi legitime portie mereka melalui inkroting/pengurangan dari wasiat. Kata Kunci : Legitime fortie (bagian mutlak) menurut KUH Perdata. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang hukum perdata memiliki kesamaan sifat dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk hukum waris perdata, meski letaknya dalam bidang hukum perdata, ternyata terdapat unsur paksaan didalamnya. Unsur paksaan dalam hukum waris perdata, misalnya ketentuan pemberian hak mutlak (legitime portie) kepada ahli waris tertentu atas sejumlah tertentu dari harta warisan atau ketentuan yang melarang pewaris membuat ketetapan seperti menghibahkan bagian tertentu dari harta warisannya, maka penerima hibah mempunyai kewajiban untuk mengembalikan harta yang telah dihibahkan kepadanya ke dalam harta warisan guna memenuhi bagian mutlak (legitime portie) ahli waris yang mempunyai hak mutlak tersebut, dengan memperhatikan Pasal 1086 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tentang hibah-hibah yang wajib inbreng (pemasukan) 1. Meskipun di dalam hukum waris perdata, terdapat unsur paksaan, namun posisi hukum waris perdata, sebagai salah satu cabang hukum perdata yang bersifat 1 Anisitus Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm.1. 1

mengatur tidak berpengaruh. Konsekwensi dari hukum waris perdata, sebagai salah satu cabang hukum perdata yang bersifat mengatur, adalah apa saja yang dibuat oleh pewaris terhadap hartanya semasa ia masih hidup adalah kewenangannya, namun kalau pelaksanaan kewenangan itu melampaui batas yang diperkenankan oleh Undang-Undang, maka harus ada risiko hukum yang dikemudian hari akan terjadi terhadap harta warisannya setelah ia meninggal dunia. Hukum waris perdata, tidak berlaku untuk semua golongan penduduk, namun hukum waris perdata hanya berlaku untuk : a. Bagi golongan orang-orang Eropa dan yang dipersamakan dengan itu; b. Bagi golongan Timur Asing Tionghoa; c. Golongan Timur Asing lainnya dan orang-orang pribumi yang menundukkan diri. Hukum waris perdata, sangat erat hubungannya dengan hukum keluarga, maka dalam mempelajari hukum waris perlu dipelajari pula sistem hukum waris yang bersangkutan seperti sistem kekeluargaan, sistem kewarisan yang ada kaitannya, wujud dari barang warisan dan bagaimana cara mendapatkan warisan. Sistem kekeluargaan dalam hukum waris perdata adalah sistem kekeluargaan yang bilateral atau parental, dalam sistem ini keturunan dilacak baik dari pihak suami maupun pihak isteri. Sistem kewarisan yang diatur dalam hukum waris perdata adalah sistem secara individual, dimana ahli waris dapat mewaris secara individu atau sendiri-sendiri, dan ahli waris tidak dibedakan baik laki-laki maupun perempuan serta hak mewarisnya sama. Dalam hukum waris perdata, berlaku suatu asas, yaitu apabila seseorang meninggal dunia (pewaris), maka demi hukum dan seketika itu juga hak dan kewajibannya beralih kepada para ahli warisnya, sepanjang hak dan kewajiban tersebut termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan atau dengan kata lain hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Sistem hukum waris perdata memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem hukum waris lainnya, yaitu menghendaki agar harta peninggalan pewaris sesegera mungkin dapat dibagi-bagi kepada mereka yang berhak atas harta tersebut. Kalaupun harta peninggalan pewaris hendak dibiarkan dalam keadaan tidak terbagi, maka harus melalui persetujuan oleh seluruh ahli waris. Adapun perbedaan antara harta warisan dan harta peninggalan adalah harta warisan belum dikurangi hutang dan biaya-biaya lainnya, sedangkan harta peninggalan sudah dikurangi hutang dan telah siap untuk dibagi. 2 Pewaris sebagai pemilik harta, adalah mempunyai hak mutlak untuk mengatur apa saja yang dikehendaki atas hartanya. Ini merupakan konsekwensi dari hukum waris sebagai hukum yang bersifat mengatur. 3 Ahli waris yang mempunyai hak mutlak atas bagian yang tidak tersedia dari harta warisan, disebut ahli waris Legitimaris. Sedangkan bagian yang tidak tersedia dari harta warisan yang merupakan hak ahli waris Legitimaris, dinamakan Legitime Portie. Hak Legitime Portie adalah, hak ahli waris Legitimaris terhadap bagian yang tidak tersedia dari harta 2 Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Rineke Cipta, Jakarta, 2000, hlm.7. 3 Ibid, hlm.2-3 2

warisan disebut ahli waris legitimaris. 4 Dalam hukum waris perdata, dikenal ada dua cara untuk memperoleh warisan, yaitu : 1. Ketentuan Undang-undang (Abintestato), yaitu ahli waris yang telah diatur dalam undangundang untuk mendapatkan bagian dari warisan, karena hubungan kekeluargaan atau hubungan darah dengan si meninggal; 2. Testamen (wasiat), yaitu ahli waris yang mendapatkan bagian dari warisan, karena ditunjuk atau ditetapkan dalam suatu surat waris yang ditinggalkan oleh si meninggal. 5 Ahli waris menurut undangundang (ab intestato), yaitu karena kedudukkannya sendiri menurut undang-undang, demi hukum dijamin tampil sebagai ahli waris, sedangkan ahli waris menurut surat wasiat (ad Testamento), yaitu ahli waris yang tampil karena kehendak terakhir dari si pewaris, yang kemudian dicatatkan dalam surat wasiat (testament). Ahli waris yang tampil menurut surat wasiat, atau testamentair erfrecht, dapat melalui dua cara yaitu Erfstelling, yang artinya penunjukkan satu/beberapa orang menjadi ahli waris untuk mendapatkan sebagian atau seluruh harta peninggalan, sedangkan orang yang ditunjuk dinamakan testamentair erfgenaam, yang kemudian dicatat dalam surat wasiat, cara kedua yaitu, Legaat (hibah wasiat), adalah pemberian hak kepada seseorang atas dasar testament/warisan yang khusus, orang yang menerima legat disebut legataris. 6. Pemberian dalam wasiat tersebut baru dapat dilaksanakan, setelah pemberi hibah wasiat (pewaris) meninggal dunia. Manakah yang lebih didahulukan dan diutamakan, ahli waris menurut undang-undang atau ahli waris menurut surat wasiat. Dalam pelaksanaan dari hukum waris perdata, ahli waris menurut surat wasiat yang lebih diutamakan, dengan pengecualian selama isi dan pembagian dalam surat wasiat tidak bertentangan dengan undang-undang. Pertimbangan hukumnya karena surat wasiat merupakan kehendak terakhir dari si pewaris terhadap harta warisannya, dengan ketentuan tidak boleh merugikan bagian ahli waris menurut undangundang, karena ahli waris menurut undang-undang memiliki bagian mutlak (legitime Portie), yang diatur dalam Pasal 913 KHUPerdata yang sama sekali tidak bisa dilanggar bagiannya. Ahli waris yang memiliki bagian mutlak disebut juga legitimaris, artinya selama ahli waris yang bagiannya ditetapkan dalam surat wasiat tidak merugikan bagian mutlak ahli waris legitimaris, wasiat tersebut bisa dilaksanakan, kalaupun bagian mutlak ahli waris legitimaris dirugikan oleh ahli waris testamentair, maka harus dikembalikan kepada ahli waris legitimaris, sesuai dengan bagian yang seharusnya mereka dapatkan B. Rumusan Masalah. Berdasarkan hal-hal yang tersebut diatas, maka masalah yang 4 Ibid, hlm. 68 5 A. Pitlo, Hukum Waris, PT. Intermass, Jakarta, 1979, hlm. 112 6 Surini Ahlan Sjarif, Intisari Hukum Waris Menurut Bergerlijk Wetboek, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm. 14 3

akan dikemukakan oleh penulis adalah sebagai berikut : Bagaimana pelaksanaan pembagian warisan berkenaan dengan adanya legitime portie (bagian mutlak) dan testament (wasiat) menurut KUHPerdata? II. PELAKSANAAN LEGITIME PORTIE (BAGIAN MUTLAK) DAN TESTAMENT (WASIAT) A. Legitime Portie (bagian mutlak) Menurut Pasal 913 KUHPerdata : Bagian mutlak atau Legitime Portie, adalah sesuatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada waris, dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap mana si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat Sedangkan menurut Pitlo, bagian yang dijamin oleh Undang-undang legitime portie/wettlijk erfdel : Merupakan hak dia/mereka yang mempunyai kedudukan utama/istimewa dalam warisan, hanya sanak saudara dalam garis lurus (bloedverwanten in de rechte lijn) dan merupakan ahli waris ab intestato saja yang berhak atas bagian yang dimaksud. 7 Pada asasnya orang mempunyai kebebasan untuk mengatur mengenai apa yang akan terjadi dengan harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia. Seseorang pewaris mempunyai kebebesan untuk mencabut hak waris dari para ahli warisnya, karena meskipun ada ketentuan-ketentuan di dalam undang-undang yang menentukan siapa-siapa akan mewaris harta peninggalannya dan berapa bagian masing-masing, akan tetapi ketentuan-ketentuan tentang pembagian itu bersifat hukum mengatur dan bukan hukum memaksa. Akan tetapi untuk ahli waris ab intestato (tanpa wasiat) oleh Undang-Undang diadakan bagian tertentu yang harus diterima oleh mereka, bagian yang dilindungi oleh hukum, karena mereka demikian dekatnya hubungan kekeluargaan dengan si pewaris sehingga pembuat Undang-Undang menganggap tidak pantas apabila mereka tidak menerima apa-apa sama sekali. Agar orang secara tidak mudah mengesampingkan mereka, maka Undang-Undang melarang seseorang semasa hidupnya menghibahkan atau mewasiatkan harta kekayaannya kepada orang lain dengan melanggar hak dari para ahli waris ab intestato itu. Ahli waris yang dapat menjalankan haknya atas bagian yang dilindungi undang-undang itu dinamakan Legitimaris sedang bagiannya yang dilindungi oleh Undang-Undang itu dinamakan Legfitime portie. Jadi harta peninggalan dalam mana ada legitimaris terbagi dua, yaitu legitime portie (bagian mutlak) dan beschikbaar (bagian yang tersedia). Bagian yang tersedia ialah bagian yang dapat dikuasai oleh pewaris, ia boleh menghibahkannya sewaktu ia masih hidup atau mewariskannya. Hampir dalam perundang-undangan semua negara dikenal lembaga legitime portie. Peraturan di negara satu tidak sama dengan peraturan di negara lain, terutama mengenai siapa- 7 Komar Andhasasmitha, Hukum Harta Perkawinan dan Waris Menurut KUHPerdata, Ikatan Notaris Indonesia, Jawa Barat, hlm. 143 4

siapa sajalah yang berhak atasnya dan legitimaris berhak atas apa. 8 Bagian yang kedua itu (bagian mutlak), diperuntukkan bagian para legitimaris bersamasama, bilamana seorang legitimaris menolak (vierwerp) atau tidak patut mewaris (onwaardig) untuk memperoleh sesuatu dari warisan itu, sehingga bagiannya menjadi tidak dapat dikuasai (werd niet beschikbaar), maka bagian itu akan diterima oleh legitimaris lainnya. Jadi bila masih terdapat legitimaris lainnya maka bagian mutlak itu tetap diperuntukkan bagi mereka ini, hanya jika para legitimaris menuntutnya, ini berarti bahwa apabila legitimaris itu sepanjang tidak menuntutnya, maka pewaris masih mempunyai beschikking-srech atas seluruh hartanya. 9 Di dalam KUHPerdata asas legitime dilakukan secara hampir konsekwen, di berbagai tempat dapat diketemukan ungkapan, ungkapan seperti mengingat (behoudens) peraturan-peraturan yang ditulis untuk legitime. Pewaris hanya dapat merampas hak ahli waris dengan mengadakan perbuatan-perbuatan pemilikan harta kekayaan sedemikian rupa sehingga tidak meninggalkan apa-apa. Bila orang sewaktu hidupnya menggunakan harta kekayaannya sebagai uang pembeli lijfrente (bunga cagak hidup) dapat mengakibatkan bahwa orang yang tidak meninggalkan apa-apa terutama apabila perkawinannya dilangsungkan tanpa perjanjian kawin bahwa harta warisannya itu tidak boleh jatuh dalam harta kebersamaan harta kawin anaknya. 8 Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris Testamenter, Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1984, hlm. 308 9 Ibid, hlm. 109 10 Meskipun ketentuan mengenai legitime bersifat hukum pemaksa akan tetapi bukan demi kepentingan umum. Ketentuan itu ada demi kepentingan legitimaris dan bukan kepentingan umum. Karena itu legitimaris dapat membiarkan haknya dilanggar, hal mana sangat erat berhubungan dengan pendapat bahwa pelanggaran legitime tidak mengakibatkan nietigheid (kebatalan demi hukum) melainkan hanya eenvoudige vernietigbaareid (dapat diminta pembatalannya secara sederhana). 10 Jika seorang yang berhak atas legitime portie (bagian mutlak) menolak warisan, apakah orang lain dapat menjadi legitimaris, apabila seorang meninggal dunia dengan meninggalkan kakak dan kakek, maka warisannya jatuh pada kakeknya?, Kakek memang keluarga dalam garis lurus akan tetapi bukan ahli waris (golongan ketiga) sedangkan kakak (golongan kedua), Kakek sebagai ahli waris golongan ketiga tidak akan mewaris jika golongan kedua masih ada, karena itu kakek ini tidak berhak atas legitime. Apabila kakaknya menolak warisan (Pasal 1058 KUHPerdata) maka baru kakek menjadi ahli waris. Apakah bagian mutlak dari salah seorang ahli waris dapat menjadi besar karena ada orang lain yang menolak warisan, bagian mutlak selalu merupakan suatu bagian seimbang dari apa yang akan diterima ahli waris ab intestato, hal ini diatur dalam Pasal 1914 KUHPerdata. Kesulitan yang sama dapat timbul pada onterving (pemecatan sebagai ahli waris) dan onwaadig (ketidak pantasan/tidak patut mewaris). Undang-Undang hanya menyatakan, bahwa agar seseorang berhak untuk menuntut atas bagian Ibid, hlm. 110 5

mutlak (legitime portie), ia harus merupakan ahli waris ab intestato dalam garis lurus ke atas, dengan tidak memperhatikan apakah ahli waris tersebut secara langsung atau merupakan ahli waris sebagai akibat dari penolakan terhadap harta peninggalan. 11 Syarat untuk dapat menuntut suatu bagian mutlak (legitme portie) adalah : 1) Orang harus merupakan keluarga sedarah dalam garis lurus dalam hal ini kedudukan garwa (suami / isteri) adalah berbeda dengan anak-anak. Meskipun sesudah tahun 1923 Pasal 852a KUHPerdata menyamakan garwa (suami/isteri) dengan anak, akan tetapi suami/isteri tidak berada dalam garis lurus ke bawah, mereka termasuk garis ke samping. Oleh karena itu isteri/suami tidak memiliki legitime portie atau disebut non legitimaris; 2) Orang harus ahli waris ab intestato. Melihat syarat tersebut tidak semua keluarga sedarah dalam garis lurus memiliki hak atas bagian mutlak. Yang memiliki hanyalah mereka yang juga waris ab instestato; 3) Mereka tersebut, walaupun tanpa memperhatikan wasiat pewaris, merupakan ahli waris secara ab intestato. Ahli waris dalam garis ke bawah, jika pewaris hanya meninggalkan satu orang anak sah menurut Pasal 914 KUHPerdata adalah 1/2 dari bagiannya menurut undang-undang, jika meninggalkan dua orang anak sah, maka besarnya bagian mutlak adalah 2/3 dari bagian menurut undang-undang dari kedua anak sah tersebut, sedangkan jika meninggalkan tiga orang anak sah atau lebih, maka besarnya bagian mutlak adalah 3/4 dari bagian para ahli waris tersebut menurut ketentuan undang-undang. Bagian menurut Undang-Undang adalah bagian ahli waris atas harta warisan seandainya tidak ada hibah atau testament yang bisa dilaksanakan. Sedangkan ahli waris dalam garis ke atas, besarnya bagian mutlak menurut ketentuan Pasal 915 KUHPerdata, selamanya 1/2 dari bagian menurut undangundang. Sedangkan bagian mutlak dari anak luar kawin yang telah diakui (Pasal 916 KUHPerdata) selamanya 1/2 dari bagian anak luar kawin menurut ketentuan Undang- Undang. Ahli waris yang tidak mempunyai bagian mutlak atau legitime portie, yaitu pertama suami/isteri yang hidup terlama. Kedua para saudara-saudara dari pewaris. Mereka tidak berhak (non legitimaris) karena berada dalam garis ke samping. Digunakan tidaknya perhitungan berdasarkan ligitime portie sangat tergantung pada ada atau tidaknya hibah atas testament yang bisa dilaksanakan. 12 Legitimaris hanya merupakan ahli waris apabila ia mengemukakan haknya atas bagian mutlaknya. Apa yang dinikmatinya karena inkorting (pengurangan) diperolehnya hak ahli waris, tujuan dari tuntutan pengurangan atau pemotongan adalah agar pemberianpemberian yang dilakukan dengan hibah atau wasiat itu dikurangi, jadi batal sepanjang hal itu diperlukan untuk memberikan kepada legitimaris apa yang menjadi haknya sebagai ahli waris. Apabila legitimaris mengurangi suatu hibah barang tak bergerak, maka barang ini bukannya berpindah dari si penerima hibah ke 11 Ibid, hlm. 310 12 Ibid, hlm. 68 6

legitimaris, melainkan hibah itu batal dan dianggap tidak pernah terjadi, orang yang meninggal itu tidak pernah kehilangan barang dan dianggap masih selalu berada di dalam budelnya, ternyata setelah pengurangan itu berpindah karena pewarisan dari si pewaris kepada si legitimaris, maka ia tidak memperoleh kedudukan sebagai ahli waris karena hukum, akan tetapi ia menjadi ahli waris oleh karena ia mengemukakan pembatalan dari ketetapan-ketetapan yang melanggar legitime nya. B. Testament (Wasiat) Testament diatur dalam Pasal 930 KUHPerdata. Makna Pasal 930 KUHPerdata bahwa dalam sebuah akta wasiat hanya satu orang saja yang boleh membuat atau menyatakan kehendak terakhirnya. Alasan ketentuan ini ada kaitannya dengan dapat ditariknya kembali semua wasiat itu. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka bentuk-bentuk testament atau surat wasiat dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Wasiat olografis, ialah surat wasiat yang seluruhnya ditulis dengan tangan sendiri oleh pewaris atau pembuatnya. Surat wasiat olografis harus disimpan pada notaris, dan atas penyimpanan yang dilakukan notaris membuat akta penyimpanan yang ditandatangani oleh pewaris, notaris dan dua orang saksi yang diminta untuk menyaksikan penyimpanan tersebut; 2) Wasiat atas testament umum (openboor), ialah surat wasiat yang harus dibuat dihadapan notaris, dengan dihadiri oleh dua orang saksi; 3) Surat wasiat rahasia, dibuat dengan tangan pewaris sendiri atau dapat pula ditulis orang lain, yang dibubuhi tanda tangan oleh pewaris. Surat wasiat rahasia ditutup dan disegel, kemudian diserahkan kepada notaris. Surat wasiat rahasia harus ditandatangani oleh pewaris, notaris dan dihadiri serta ditandatangani oleh empat orang saksi. Suatu wasiat agar dapat berlaku secara sah, maka wasiat itu harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Persyaratan itu terdiri dari syarat formil dan syarat materiil. 1) Syarat-syarat formil, yaitu syaratsyarat yang berkenaan dengan subyek dan obyek dari suatu wasiat. Syarat-syarat yang berkenaan dengan subyek, terdapat dalam Pasal-pasal dalam KUHPerdata. a) Pasal 895 KUHPerdata, orang yang akan membuat testament harus sehat akal budinya, dan tidak berada di bawah pengampuan, dengan pengecualian orang yang diletakkan di bawah pengampuan karena pailit; b) Pasal 897 KUHPerdata mengatur tentang orang yang dinyatakan mampu membuat wasiat adalah orang yang sudah berumur 18 tahun; c) Pasal 930 KUHPerdata mengatur tentang larangan membuat wasiat oleh dua orang untuk keuntungan satu sama lainnya atau untuk keuntungan pihak ketiga. 2) Syarat yang berkenaan dengan obyek, terdapat dalam Pasal-pasal KUHPerdata. a) Pasal 888 KUHPerdata syaratsyarat dalam suatu wasiat; b) Harus dapat dimengerti dan tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan; c) Pasal 890 KUHPerdata mengatur tentang penyebutan sesuatu yang palsu dalam wasiat, harus dianggap tidak 7

tertulis dan wasiat demikian dianggap batal; d) Pasal 893 KUHPerdata mengatur wasiat yang dibuat akibat paksaan dan tipu muslihat adalah batal. 3) Syarat-syarat Materiil syarat-syarat yang berkenaan dengan isi suatu wasiat. Terdapat pengaturannya dalam pasal-pasal di bawah ini. a) Pasal 879 KUHPerdata mengatur pelarangan wasiat dengan fidei commis (pengangkatan waris atau pemberian hibah dengan lompat tangan); b) Pasal 885 KUHPerdata mengatur tentang pelaksanaan wasiat tidak boleh menyimpan dari isi dan maksud dari katakata yang ada dalam wasiat; c) Pasal 904 KUHPerdata mengatur tentang larangan pembuatan wasiat oleh anak yang belum dewasa walaupun sudah berusia 18 tahun, untuk menghibah wasiatkan sesuatu guna kepentingan wali atau bekas wali. III. PENUTUP A. Kesimpulan 1. KUHPerdata memberikan hak bagi ahli waris legitimaris yang berkenaan dengan adanya bagian mutlak. Hak yang diberikan oleh Undang-Undang adalah hak untuk mengajukan tuntutan pengurangan atau pengembalian yang diberikan kepada pihak ketiga tersebut terhadap harta yang menjadi bagian mutlak (legitime portie). Para ahli waris legitimaris berhak mengajukan tuntutan untuk memenuhi legitime portie mereka melalui inkorting/pengurangan, dengan cara perbandingan diantara ahli waris yang diberikan. Setelah didapati hasil perbandingannya maka dihitunglah bagian mutlak ahli waris legitimaris dengan cara, bagian yang diberikan dikurangi hasil perbandingan dikalikan dengan keseluruhan kekurangan bagian mutlak. Adapun urutan untuk melakukan inkorting/pengurangan adalah, pertama dari ahli waris yang non legitimaris (garis ke samping, janda/duda, saudara-saudara), kedua dari wasiat (hibah wasiat dan erfstelling), dan ketiga di inkorting dari hibah-hibah yang diberikan oleh pewaris semasa ia hidup. Jika setelah di inkorting dan non legitimaris, bagian mutlak belum terpenuhi, maka dilanjutkan dengan inkorting terhadap ahli waris dalam wasiat, jika belum terpenuhi juga bagian mutlak, maka di inkorting dari hibah-hibah (Pasal 1916a KUHPerdata). Sedemikian pentingnya hak mutlak para ahli waris legitimaris sehingga KUHPerdata, memberikan perlindungan dengan membatasi kebebasan pewaris dalam membuat wasiat dan memberikan hak untuk mengajukan tuntutan untuk melakukan pengurangan jika wasiat secara nyata dan benarbenar melanggar legitime portie, dengan tujuan agar ahli waris legitimaris harus mendapatkan apa yang menjadi hak mutlak mereka terhadap harta peninggalan pewaris. B. Saran 1. Dalam mengajukan tuntutan untuk mendapatkan hak mutlak anak-anak sah tersebut, tentunya harus sesuai dengan KUHPerdata. Dimana anakanak sah tidak berhak meminta agar keseluruhan harta peninggalan pewaris menjadi milik mereka, jika pewaris membuat wasiat yang isinya mereka tidak mewaris, mereka hanya berhak menuntut bagian mutlaknya saja. Sehingga pengadilan benar-benar 8

memperhatikan status hukum mereka sebagai anak-anak sah dan dengan demikian berhak mewaris; 2. Bahwa dengan adanya wasiat yang dibuat oleh pewaris, dimana anakanak sah pewaris tidak mendapatkan harta warisan, maka kedudukan mereka sebenarnya bukan ahli waris lagi, tetapi dalam hal ini KUHPerdata, melindungi anak-anak sah untuk berkedudukan sebagai ahli waris, jika mereka mengajukan tuntutan untuk mendapatkan hak mutlak mereka terhadap harta peninggalan yang secara jelas dilindungi oleh Undang-undang. 9

DAFTAR PUSTAKA Ahlan Sjarif Surini, Intisari Hukum Waris menuruta Bergerlijk Wetboek, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982. Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Rineke Cipta, Jakarta, 2000 Anisitus Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-pasal Hukum Perdata BW, Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, 2001 Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris Testamenter, Seksi Notaris FH UGM, Jogjakarta, 1984 Komar Andhasasmitha, Hukum Harta Perkawinan dan Waris menurut KUHPerdata, Ikatan Notaris Indonesia, Jakarta, 1987 Pitlo. A, Hukum Waris, PT. Intermasa, Jakarta, 1979 10