PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dilakukan kaum muda. Fenomena kawin muda ini tampaknya

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH MUDA. Fajar Tri Utami. Abstrak

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadikan salah satu jalan yang diberikan oleh Allah SWT untuk setiap. insan didunia mendapatkan keturunan.

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki ciri-ciri salah satunya yaitu

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. orang umumnya mulai berpikir untuk berumah tangga dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. perubahan fisik, emosi, dan psikis.pada masa remaja terjadi suatu

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan

BAB 1 PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk diperlukan adanya program Keluarga Berencana dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan/ perkawinan adalah ( ikatan lahir batin antara seorang

PORTAL PELATIHAN PRA-NIKAH (PORPLAN) UNTUK MENGURANGI TINGKAT PERCERAIAN PADA PERNIKAHAN DINI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurul Khoeriyah, 2013

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi masa depan bangsa yang harus dijaga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tahun untuk pria (BKKBN, 2011). Penyebab terjadinya

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian perkawinan dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dalam pasal 1

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

BAB I PENDAHULUAN. penuh kedamaian, kesejukan, dan ketenangan lahir batin dalam lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

Transkripsi:

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh : FAJAR TRI UTAMI F 100 040 114 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad modern saat ini fenomena menikah usia muda masih banyak dijumpai di masyarakat. Pernikahan merupakan salah satu bentuk interaksi antara manusia. Menurut Duvall dan Miller (Paruntu, 1998) pernikahan dapat dilihat sebagai suatu hubungan dan cara berkomunikasi sebagai bentuk interaksi antara pria dan wanita yang sifatnya paling intim dan cenderung diperhatikan. Selain itu melihat keadaan pergaulan bebas sekarang ini yang sudah dianggap lumrah, bahkan aneh bagi yang tidak melakukannya, remaja berpandangan menikah muda merupakan pilihan agar mereka terhindar dari perbuatan dosa, seperti hubungan seks sebelum menikah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia, sebagaimana sebuah baju, pernikahan mempunyai tren mode yang terus berubah. Pada masa lalu kita mengenal kisah Siti Nurbaya sebagai suatu gambaran perjodohan di masa lalu sebagai sesuatu yang umum dilakukan. Sekarang mungkin kita akan mencibir jika ada orangtua yang menjodohkan anak-anaknya karena sekarang tren telah berubah. Muda-mudi zaman sekarang berpacaran sebelum memasuki jenjang pernikahan. Fenomena menikah muda merupakan "mode" yang terulang. Dahulu menikah muda dianggap biasa, tahun berganti makin banyak yang menentang pernikahan di usia dini. Fenomena tersebut kembali lagi, dulu orang tua ingin

anaknya menikah muda dengan berbagai alasan, maka kini remaja sendiri yang bercita-cita untuk menikah muda, dan kebanyakan dari mereka adalah remaja-remaja di kota besar (Syuqqoh, 1999) Penelitian yang dilakukan Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) Jawa Barat tahun 2005 mengungkap fakta masih tingginya kawin muda di Pulau Jawa dan Bali. Diantara daerah-daerah tersebut, Jawa Barat menduduki peringkat pertama dalam jumlah pasangan yang melakukan kawin muda, terbukti dari 1000 penduduk Jawa Barat yang berusia 15 hingga 19 tahun terdapat 126 orang yang sudah melahirkan dan kawin muda. Sedangkan DKI Jakarta menduduki peringkat kedua dengan angka 44 orang yang menikah muda dan sudah melahirkan dari 1000 penduduk di usia 15 hingga 19 tahun. Pernikahan muda banyak terjadi pada masa pubertas, hal ini terjadi karena remaja sangat rentan terhadap perilaku seksual. Pernikahan muda juga sering terjadi karena remaja berfikir secara emosional untuk melakukan pernikahan, mereka berfikir telah saling mencintai dan siap untuk menikah. Selain itu faktor penyebab terjadinya pernikahan muda adalah perjodohan orang tua, perjodohan ini sering terjadi akibat putus sekolah dan karena masalah ekonomi (Sarwono, 1994). Penelitian yang dilakukan oleh IPADI (Ikatan Peminat dan Ahli Demografi Indonesia) melalui lembaga kependudukan dan BKKBN tahun 2003 menunjukkan saat ini jumlah usia remaja (12-24 tahun) di Indonesia 42 juta (sekitar 20% dari penduduk Indonesia yang berjumlah 213 juta jiwa). Dari angka ini 35% sudah menikah, dan dari angka ini sekitar 52% perempuan

telah menikah. Rata-rata usia perkawinan pertama di Indonesia adalah usia 19 tahun bagi penduduk yang sekarang berusia 20-24 tahun. Bagi penduduk usia 25-29 tahun menikah pada usia 15 tahun adalah 11%, menikah pada usia 18 tahun adalah 18% dan pada usia menikah 20 tahun sebesar 51%. Pasal 7 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menetapkan bahwa "perkawinan diizinkan bila pria berusia 19 tahun dan wanita berusia 16 tahun". Dengan adanya undang-undang perkawinan akan ada batasan usia, pernikahan di usia muda baru dapt dilakukan bila usia seorang remaja sudah sesuai undang-undang pernikahan yang berlaku di Wijayanto (2001) mengatakan bahwa pernikahan di usia muda atau belia merupakan solusi tetapi sekaligus diikuti oleh variabel masalah yang tidak sedikit. Menikah tidak sesederhana dan semudah yang mereka bayangkan, cinta saja tidak cukup untuk membangun rumah tangga yang kuat tanpa dilengkapi dengan kesiapan pada aspek-aspek lainnya (teknis dan nonteknis). Realitas yang banyak ditemukan, mereka berani menikah (secara biologis) namun semua beban dan konsekuensi dari pernikahan itu ditinggalkan kepada orang tua, tinggal di rumah orang tua, makan dan minum serta kebutuhan lainnya ditanggung 100% oleh orang tua. Ketika pasangan muda memiliki anak, anak pun akan menjadi beban bagi orang tua, beban dalam pengasuhan diserahkan kepada orang tua atau sebagai pengasuh karena mereka harus bekerja. Pada umumnya pernikahan dini yang hanya dilandasi rasa cinta tanpa kesiapan mental dan materi akan berdampak buruk dalam rumah tangga. Usia

yang masih terlalu muda, banyak keputusan yang diambil berdasar emosi atau mengatasnamakan cinta yang membuat mereka salah dalam bertindak. Banyaknya perkawinan usia muda ini berbanding lurus dengan tingginya angka perceraian di daerah-daerah yang menjadi penelitian Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) yaitu Indramayu, Purwakarta, Garut, Cianjur, Majalengka, dan Sukabumi. Kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya usia pasangan ketika memutuskan untuk menikah, namun alasan perceraian tentu saja bukan karena alasan kawin muda, melainkan karena alasan pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Tetapi masalah tersebut sebagai salah satu dampak dari perkawinan yang dilakukan tanpa kematangan usia dan psikologis (Dadang, 2005). Setelah menikah dan berumah tangga, kepribadian, harapan mengenai peran, dan keterlibatan dengan hal-hal di luar keluarga sering tidak sesuai dengan ketika pacaran, sehingga sesudah menikah pasangan suami isteri membutuhkan upaya yang lebih besar untuk membuat kesepakatankesepakatan, komunikasi yang jelas, dan fleksibel untuk menyesuaikan diri dengan pasangan dan dunia di sekeliling mereka. Sandi (dalam BP-4, 2001) menjelaskan bahwa perkawinan memiliki serangkaian ciri-ciri psikologis, salah satu diantaranya adalah bahwa kehidupan perkawinan menuntut pasangan suami isteri untuk menyesuaikan diri dengan pasangannya. Penyesuaian diri dengan pasangan diperlukan dalam kehidupan perkawinan agar tercapai keharmonisan perkawinan, meskipun pasangan tersebut telah berpacaran sebelumnya.

Berdasarkan data penelitian melalui Depatemen Agama Surakarta jumlah pernikahan di usia muda di bawah 20 tahun di kota surakarta masih cukup tinggi. Bersumber pada data dari Pengadilan Agama Kelas 1B Kota Surakarta, jumlah perceraian juga mengalami peningkatan. Berikut tabel usia perempuan yang menikah di usia muda dan tabel jumlah perceraian dalam kurun waktu empat tahun belakang ini: Tabel 1 Jumlah pernikahan di usia muda di Kota Surakarta Umur 16 th 7 th 18 th 19 th 20 th 25 71 112 135 257 25 52 116 131 228 19 57 132 179 242 58 93 141 235 Tot 99 238 453 586 962 Tabel 2 Jumlah perceraian di kota Surakarta Ket: PT: Perkara Talak TG: Talak Gugat Tahun Perkara 2005 PT: 128 TG: 274 2006 PT: 161 TG: 290 2007 PT: 169 TG: 347 2008 PT: 158 TG: 366 Total PT: 616 TG: 1277 Atkinson (1983) mengemukakan penyesuaian diri merupakan kemampuan individu untuk bereaksi secara efektif terhadap kenyataan, situasi dan hubungan sosial untuk mencapai kehidupan yang memuaskan. Apabila individu mampu melakukan penyesuaian diri berarti ia mampu menyelaraskan

antara tuntutan diri dengan tuntutan lingkungan, sehingga keadaan yang menekan akan berhasil diatasi. Remaja juga dituntut untuk dapat berpikir ke depan dan memilah milah sisi yang positif dan negatif dalam membina suatu rumah tangga yang harmonis. Rahmawati (2003) mengemukakan bahwa remaja putri harus mempersiapkan fisik dan mental yang matang dan kuat untuk menerima kehamilan serta mempersiapkan diri untuk berperang dengan maut saat bersalin atau melahirkan. Lebih lagi setelah melahirkan remaja putri harus mempersiapkan diri sebagai seorang ibu baru sekaligus sebagai seorang istri yang mempunyai tugas dan kewajiban yang lebih besar dari sebelumnya. Kephart (1991) menyatakan bahwa pasangan yang berpacaran terlebih dahulu sebelum menikah, ketika mereka telah melangsungkan pernikahan mereka tetap memerlukan penyesuaian diri terhadap pasangannya. Hal ini terjadi karena dua orang yang berpacaran mempunyai kecenderungan untuk lebih memperhatikan persamaan yang ada dan tidak banyak mempelajari perbedaan-perbedaan yang ada di antara mereka. Tujuan dan manfaat menikah sangat besar bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Di dalam pernikahan ada komitmen moral dan keilmuwan, manfaat pernikahan yang positif antara lain akan membuat jiwa lebih bahagia, pikiran lebih jernih dan hati lebih bersih. Ada kebutuhan-kebutuhan psikologis yang hanya dapat dipenuhi dengan menikah dan setelah menikah, manusia menyempurnakan hidupnya dari aspek psikis (Zulkifli, 1992)

Sarwono (2001) mengemukakan bahwa pernikahan remaja merupakan pilihan terbaik untuk terciptanya pergaulan sehat. Menikah di usia remaja menjadi pilihan, mengingat untuk melakukannya yang dibutuhkan tidak hanya persiapan yang matang dalam banyak hal, namun juga konsekuensi dan tanggung jawab yang besar. Tetapi juga orientasi pernikahan, kebahagiaan pernikahan lebih ditentukan oleh bagaimana orientasi pasangan dalam pernikahan. Berat ringannya tanggung jawab yang dipikul bukan hanya ditentukan oleh banyak sedikitnya beban, melainkan tujuan dan pandangan kita terhadap pernikahan. Menengok latar belakang yang ada, penelitian ini menjadi menarik untuk dilakukan karena semakin maraknya fenomena menikah di usia remaja dengan berbagai argumentasi antara lain karena rasa cinta, remaja tidak ingin terjerumus pada pergaulan yang bebas, atau karena hamil di luar nikah. Mengacu pada uraian di atas, maka rumusan permasalahan yang akan diajukan penulis yaitu: 1. Bagaimana penyesuaian diri remaja putri terhadap kehidupan setelah menikah muda. 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian diri remaja putri yang menikah di usis muda. Usaha untuk menjawab masalah tersebut, penulis melakukan penelitian dengan mengambil judul "Penyesuaian Diri Remaja Putri yang Menikah Muda"

B. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana penyesuaian diri remaja putri terhadap kehidupan setelah menikah muda. 2. Untuk mengetahui bagaimana konsekuensi psikologis remaja putri yang menikah muda. C. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, khususnya psikologi pendidikan, perkembangan, sosial, dan ilmu yang lain yang berkaitan dengan penyesuaian pada remaja putri yang menikah di usia muda. b. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat bagi: a. Remaja Putri Memberikan alternatif pilihan kepada pasangan muda yang sudah ingin menikah agar mempersiapkan diri setelah mengetahui konsekuensi menikah di usia muda dan bagi pasangan yang sudah menikah agar lebih tegar dan dapat siap menghadapi serta menerima segala konsekuensi setelah menetapkan untuk menikah.

b. Orang Tua Memberikan masukan dan bahan pertimbangan kepada orang tua agar lebih memperhatikan keinginan anak-anaknya yang sudah mempunyai keinginan untuk menikah agar orang tua lebih sabar dalam membimbing, mengarahkan anak-anak yang yang sudah menikah. c. Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan rangsangan bagi peneliti lain untuk lebih mengembangkan penelitian dengan topik sejenis.