I. PENDAHULUAN. untuk menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Berbagai kegunaan bawang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan sayuran rempah yang tingkat

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman yang dibudidayakan secara

I. PENDAHULUAN. Tanaman karet (Hevea brasiliensis [Muell.] Arg.) berasal dari Brazil, Amerika

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya pertanian memegang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting

I. PENDAHULUAN. Karet merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia seharihari,

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula tebu merupakan salah satu kebutuhan primer masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan manusia

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan semusim yang termasuk golongan rerumputan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Di

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang multiguna, dapat digunakan sebagai bumbu masakan, sayuran, penyedap

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias merupakan salah satu produk hortikultura yang saat ini mulai

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit adalah salah satu sumber utama minyak nabati di

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. yang terkait erat dengan jarak tanam dan mutu benih. Untuk memenuhi populasi

I. PENDAHULUAN. dunia. Jagung menjadi salah satu bahan pangan dunia yang terpenting karena

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman industri penting penghasil

Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT. Status Pengendalian

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan. Tumbuhan yang digunakan meliputi untuk bahan pangan,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

BAB I PENDAHULUAN. Menurunnya kualitas lahan akibat sistem budidaya yang tidak tepat dapat

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

I. PENDAHULUAN. mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di Pulau

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. lebih tahan terhadap hama dan penyakit (Sumarno dan Karsono 1996 dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khairunisa Sidik,2013

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk ke dalam suku Liliaceae. Brebes yang merupakan sentra terbesar bawang merah.

I. PENDAHULUAN. terhadap perkembangan ekonomi suatu wilayah. Karena memiliki nilai ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang tanah pada dasarnya dapat ditanam hampir di semua jenis tanah,

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) atau yang sering disebut Brambang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman yang penting bagi Indonesia.

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KABUPATEN JEMBRANA

AGROEKOSISTEM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas memiliki prospek yang baik. Hal ini dilihat dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas

BAB I PENDAHULUAN. (Wibowo, 2009). Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

AGROEKOSISTEM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu,

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. fosfor 40 mg; dan menghasilkan energi 30 kalori (Tarmizi, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tomat merupakan salah satu dari kelompok sayuran yang memiliki banyak manfaat, diantaranya digunakan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sumber kalori yang relatif murah. Kebutuhan akan gula meningkat seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gayatri Anggi, 2013

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rendah namun masih dapat dimanfaatkan. Salah satu lahan marjinal yang ada dan

PENYIANGAN. Peserta diklat diharapkan mampu menyiang padi sawah dengan benar.

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L. Merrill) adalah komoditas yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai keunggulan nyata dibandingkan dengan pupuk kimia. Pupuk organik dan

TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman.

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. produksi pertanian baik secara kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1984

Mengapa menggunakan sistem PHT? Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Mengapa menggunakan sistem PHT? Mengapa menggunakan sistem PHT?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman pangan potensial masa

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

Good Agricultural Practices

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan seperti tempe, tahu, tauco, kecap dan lain-lain (Ginting, dkk., 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

I. PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB I PENDAHULUAN. satu diantara tiga anggota Allium yang paling populer dan mempunyai nilai

KISI-KISI DAN SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHU 2012

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu tanaman sayuran dengan prospek yang cukup baik dalam pengembangan agribisnis di Indonesia. Komoditi ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap bumbu masakan untuk menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Berbagai kegunaan bawang merah dalam kebutuhan sehari-hari menyebabkan permintaan akan komoditas ini semakin meningkat. Maka perlu adanya usaha peningkatan produksi (Rahayu dan Berlian, 2002) Prospek bawang merah begitu cerah karena tidak adanya bahan pengganti (barang subtitusi) yaitu barang berupa komoditi lain yang sifat dan fungsinya hampir sama dengan bawang merah, baik yang bersifat sintetis maupun alami. Ketiadaan barang subtitusi tersebut makin menambah tingginya kebutuhan masyarakat akan bawang merah (Nazarudin, 1994). Dalam upaya memenuhi kebutuhan dan permintaan konsumen akan bawang merah yang terus menerus meningkat, harus dilakukan usaha pengembangannya di sektor pertanian. Ada beberapa hal yang dapat dikembangkan dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas bawang merah dalam hal teknik budidaya

antara lain memperhatikan faktor lingkungan, genetik, teknik budidaya yang diterapkan, iklim mikro, dan keberadaan hama atau penyakit. 2 Salah satu langkah yang dilakukan oleh petani untuk meningkatkan produksi tanaman bawang yaitu perlindungan tanaman atau pengendalian organisme pengganggu tanaman. Sebayang (2008) menyatakan bahwa di bidang pertanian, gulma ialah setiap tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan sehingga manusia berusaha untuk mengendalikannya. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual, mekanis, kultur teknis, kimia dan hayati. Beberapa kerugian yang timbul akibat keberadaan gulma pada lahan pertanian yaitu: (1) menurunkan hasil produksi, (2) menurunkan mutu hasil, (3) menjadi inang alternatif hama dan patogen, (4) mempersulit pengolahan tanah dan mempertinggi biaya produksi, (5) menimbulkan zat beracun dari golongan fenol bagi tumbuhan yang lain, (6) mengurangi debit dan kualitas air (Triharso,1994). Kehadiran gulma pada lahan budidaya memiliki pengaruh nyata dalam penurunan hasil produksi. Penurunan produktivitas oleh gulma dapat mencapai 20-80% bila gulma tidak dikendalikan. Hal tersebut disebabkan terjadinya persaingan antara gulma dengan tanaman budidaya dalam memperoleh unsur hara, air, cahaya, CO 2, serta ruang tumbuh (Moenandir, 1993a). Menurut PT Tanindo Subur Prima (2008), keberadaan gulma kini menjadi ancaman khusus yang perlu dikendalikan sesegera mungkin. Selain menggunakan pengendalian secara fisik seperti mencabut langsung atau menggunakan alat khusus, kini tidak sedikit para petani yang mengambil jalan lebih sederhana yaitu menggunakan herbisida. Disamping mudah, penggunaan herbisida juga ditengarai lebih cepat dan tuntas dalam

3 memberantas gulma. Bila ditinjau dari biaya maupun penggunaan tenaga tentu saja penggunaan herbisida lebih murah, apalagi herbisida ini mampu mengendalikan gulma hingga ke akar-akarnya. Pengendalian secara mekanis maupun kimia keduanya sama efektifnya, hanya saja bila kita merujuk pada waktu dan efisiensinya, tentunya pengendalian secara kimia perlu diperhitungkan. Banyaknya jenis gulma menuntut petani untuk menggunakan herbisida yang tepat untuk gulma sasaran. Berkaitan dengan itu, banyaknya jenis gulma ternyata berimplikasi pada berbagai jenis bahan aktif dari herbisida. Menurut Beste (1983), herbisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengontrol, menekan, atau membunuh tumbuhan atau sangat mengganggu proses pertumbuhan normal tumbuhan. Aplikasi serentak dari bahan agrokimia yang sesuai memberikan keuntungan yang meliputi pengurangan biaya produksi dalam bentuk penghematan waktu dan tenaga, pengurangan pemadatan tanah, spektrum organisme pengganggu yang dapat dikendalikan lebih besar dan pengaruhnya lebih lama, memperlambat timbulnya gulma yang resisten terhadap herbisida, memperbaiki daya kontrol pada keadaan cuaca yang lebih bervariasi, mengurangi kemungkinan keracunan pada tanaman budidaya karena komponen dosis campuran dipakai lebih rendah daripada bila bahan tersebut diaplikasi secara tunggal (Tjitrosemito dan Burhan, 1995). Menurut Alif (1977) dalam Setyobudi et al. (1995), pencampuran dua jenis herbisida yang kompatibel, ditujukan untuk menghasilkan efek yang sinergis. Sedangkan pencampuran dua jenis herbisida yang tidak kompatibel akan menghasilkan efek antagonis.

4 Pada penelitian ini herbisida yang digunakan adalah herbisida baru yang diproduksi oleh PT BASF dengan kode BAS 94461H dengan bahan aktif piroksasulfon yang diaplikasi secara tunggal dan dikombinasi dengan herbisida berbahan aktif pendimethalin, sehingga diketahui daya kendali herbisida terhadap pertumbuhan gulma, respons terhadap tanaman bawang, dan perubahan komposisi jenis gulma. Untuk mengetahui daya kendali herbisida piroksasulfon ini, penulis melakukan salah satu pengujian terhadap piroksasulfon yaitu uji efikasi. Uji efikasi merupakan salah satu prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan izin suatu pestisida layak dipasarkan. Dengan melakukan uji efikasi terhadap herbisida piroksasulfon, dapat diketahui daya kendali herbisida tersebut terhadap gulma pada budidaya bawang, pengaruh bagi tanaman bawang, serta dosis dan jenis aplikasi (tunggal atau campuran) piroksasulfon yang tepat sehingga piroksasulfon dapat digunakan untuk mengendalikan gulma sasaran pada budidaya bawang, dan mencegah bahaya keracunan. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana daya kendali piroksasulfon yang diaplikasikan secara tunggal dan dikombinasi dengan herbisida pendimethalin terhadap pertumbuhan gulma pada budidaya tanaman bawang? 2. Apakah terjadi perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi piroksasulfon yang diaplikasi secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin?

3. Bagaimana respons tanaman bawang terhadap piroksasulfon yang diaplikasi secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin? 5 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah disusun tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mengetahui daya kendali piroksasulfon yang diaplikasikan secara tunggal dan dikombinasi dengan herbisida pendimethalin terhadap pertumbuhan gulma pada budidaya tanaman bawang. 2. Mengetahui perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi piroksasulfon yang diaplikasi secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin. 3. Mengetahui respons tanaman bawang terhadap piroksasulfon yang diaplikasi secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin. 1.3 Landasan Teori Dalam rangka menyusun penjelasan teoritis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan, penulis menggunakan landasan teoritis sebagai berikut: Gulma merupakan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang tidak akan pernah hilang dari pandangan petani, penyuluh, peneliti, dan pengambil kebijakan karena keberadaannya lebih banyak merugikan daripada memberikan keuntungan. Oleh karena itu manusia berusaha untuk mengendalikannya. Pengendalian gulma sudah lama dikenal dan diterapkan oleh petani (Wibowo, 2005).

6 Menurut Djojosumarto (2008), gangguan pada tanaman bisa disebabkan oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik diantaranya keadaan tanah, air, keadaan udara, dan faktor iklim. Gangguan ini dapat diatasi dengan tindakan pengoreksian. Sementara itu, faktor biotik yang menyebabkan gangguan pada tanaman disebut dengan istilah organisme pengganggu tanaman (OPT). Dalam pengertian seharihari, OPT dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: hama, penyakit, dan gulma (tumbuhan pengganggu). Menurut Sebayang (2008), di bidang pertanian, gulma dapat merugikan pertumbuhan dan hasil tanaman karena bersaing dalam memperoleh unsur hara, air, cahaya dan sarana tumbuh lainnya. Selain itu gulma dapat juga dimanfaatkan sebagai penyedia bahan organik, sebagai bahan penutup tanah untuk mencegah erosi dan bahan obat tradisional. Persaingan antara gulma dan tanaman dipengaruhi oleh jenis dan kepadatan gulma, kultur teknik, jenis tanaman, pemupukan, faktor tanah dan iklim. Ciri gulma berbahaya antara lain: memiliki pertumbuhan vegetatif yang cepat, memperbanyak diri lebih awal dan efisien, memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dan beradaptasi pada kondisi lingkungan yang kurang baik, memiliki sifat dormansi, dapat menurunkan produksi meskipun pada populasi gulma yang rendah. Metode yang umumnya sering digunakan dalam pengendalian gulma adalah pengendalian secara kimiawi, yaitu menggunakan herbisida. Herbisida adalah bahan kimia yang dapat menghentikan pertumbuhan gulma sementara atau seterusnya bila diperlakukan pada ukuran yang tepat. Dengan kata lain jenis dan

kadar racun bahan kimia suatu herbisida menentukan arti daripada herbisida itu sendiri (Moenandir, 1990). 7 Menurut Sembodo (2010), herbisida digunakan untuk mengendalikan gulma karena dapat mengendalikan gulma sejak dini; efisien dalam waktu, tenaga kerja, dan biaya; dapat mengendalikan gulma yang sulit dikendalikan dengan cara lain; dan mencegah erosi serta mendukung konsep olah tanah konvensional (OTK). Kekurangan dalam penggunaan herbisida adalah perlu kecakapan khusus (teknik aplikasi, pemilihan jenis herbisida, penentuan dosis, penanganan herbisida, dan keamanan), investasi alat aplikasi, dan kelestarian serta kualitas lingkungan. Keberhasilan aplikasi herbisida ditentukan oleh banyak hal, antara lain gulma sasaran, herbisida yang digunakan, dan cara pengaplikasiannya. Syarat pengaplikasian herbisida yang baik dirangkum dalam 4 tepat, yaitu tepat jenis, tepat cara, tepat dosis, dan tepat waktu. Menurut Radonsevich dan Holt (1984) dalam Lubis (2002), beberapa kelemahan yang timbul akibat pemakaian herbisida tunggal adalah: (1) Hanya mampu mengendalikan gulma dari golongan tertentu. (2) Pemakaian satu jenis herbisida secara terus-menerus akan membentuk gulma-gulma yang resisten sehingga akan sulit untuk mengendalikannya. (3) Timbulnya resistensi gulma akan menambah permasalahan pengelolaan gulma seperti menambah biaya pengendalian dan timbulnya persaingan yang berkepanjangan.

8 Pada dasarnya tidak ada jenis herbisida yang dapat memberantas semua jenis gulma, maka untuk memperluas spektrum pengendalian gulma dapat dilakukan dengan mencampur suatu jenis herbisida dengan herbisida lain atau diberi tambahan adjuvan (Setyobudi et al., 1995). Umumnya gulma sasaran dari suatu herbisida hanya beberapa spesies gulma saja, sedangkan di lahan dijumpai keragaman spesies gulma dari berbagai golongan. Oleh karena itu, beberapa formulasi herbisida mengandung lebih dari satu macam bahan aktif untuk memperluas jangakauan sasaran gulma. Dari pencampuran dua herbisida diharapkan akan terjadi sifat sinergis yang mampu memberikan daya pengendalian lebih besar dibandingkan dengan komponen herbisida tunggalnya. Piroksasulfon merupakan herbisida yang relatif baru. Herbisida ini masih harus diuji lebih lanjut untuk mengetahui jenis dan sasaran gulma yang dapat dikendalikan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pengujian efikasi. Piroksasulfon diaplikasi secara tunggal pada beberapa dosis dan dikombinasikan dengan herbisida pendimethalin, sehingga diketahui respons dan daya kendali herbisida yang diujikan serta perubahan komposisi gulma. 1.4 Kerangka Pemikiran Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, maka disusunlah kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah. Bawang merah merupakan salah satu tanaman sayuran yang menjadi menu pokok hampir pada semua jenis masakan dengan fungsi sebagai penyedap masakan.

Fungsi esensial pada bawang merah menunjukan jumlah penggunaan pada tiap masakan yang memerlukan penyedap sayuran ini. 9 Kebutuhan akan bawang merah akan terus meningkat seiring bertambahnya penduduk dan daya beli masyarakat. Untuk mencukupi permintaan masyarakat yang terus meningkat, diperlukan upaya-upaya peningkatan produksi tanaman bawang merah dan peningkatan kualitas produksi. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan produksi bawang merah adalah teknik budidaya yang baik. Dalam melaksanakan teknik budidaya itu, salah satu factor penghambat adalah kehadiran gulma. Kehadiran gulma dapat menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena gulma memiliki keperluan dasar yang sama dengan tanaman seperti unsur hara, mineral, air, CO 2, cahaya, dan ruang tumbuh. Kompetisi antara tanaman dan gulma dapat mengurangi hasil dan mutu tanaman. Gulma yang tumbuh di areal budidaya tanaman akan bersaing dengan tanaman untuk mendapatkan unsur hara sehingga tanaman tidak mendapatkan unsur hara yang cukup. Pengelolaan gulma yang baik akan sangat membantu dalam upaya meningkatkan hasil dan mutu tanaman. Kegiatan pengendalian gulma meliputi pengendalian gulma secara manual (mekanis), kultur teknis, hayati, kimiawi, dan terpadu. Setiap pengendalian gulma memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung dari kondisi lahan, sifat tanaman, sifat gulma, dampak pada lingkungan, faktor eksternal, dan lain-lain. Pengendalian yang banyak dilakukan pada saat ini yaitu dengan cara kimiawi menggunakan herbisida, karena penggunaan herbisida memiliki beberapa keuntungan jika dibandungkan dengan teknik pengendalian yang lain.

10 penggunaan herbisida dalam kegiatan pengendalian gulma secara kimiawi bukanlah hal yang baru bagi petani karena secara ekonomi beberapa herbisida lebih murah daripada upah tenaga kerja, lebih efisien waktu dan tenaga, mudah, dan lebih praktis. Umumnya, herbisida terdaftar merupakan herbisida yang terdiri dari satu bahan aktif saja dan beberapa diformulasikan dengan dua atau lebih bahan aktif. Penggunaan salah satu jenis herbisida secara terus-menerus dapat menyebabkan gulma menjadi resisten. Oleh karena itu dilakukan kombinasi dua jenis herbisida untuk memperoleh daya kendali terhadap gulma yang lebih baik dan lebih lama menekan pertumbuhan gulma. Piroksasulfon merupakan herbisida baru yang harus diuji efikasi terlebih dahulu agar diketahui daya kendalinya, gulma sasaran, pengaruh herbisida terhadap tanaman, dosis yang tepat dan jenis aplikasinya (tunggal atau kombinasi), dan diharapkan tidak berpengaruh buruk bagi lingkungan dan tanaman. Pada penelitian ini diterapkan dua jenis aplikasi yaitu secara tunggal dan kombinasi, herbisida piroksasulfon diaplikasi secara tunggal pada beberapa taraf dosis dan dikombinasi dengan herbisida herbisida pendimethalin. Adanya kombinasi dua jenis herbisida akan menyebabkan terjadinya interaksi, yaitu sinergisme, antagonisme, dan aditif. Dengan adanya kombinasi, maka dapat diketahui daya kendali masing-masing herbisida yang diujikan terhadap kondisi dan pertumbuhan gulma, respons terhadap tanaman bawang, dan perubahan komposisi jenis gulma. Sebagai pembanding, dilakukan pengendalian gulma secara manual pada petak tanaman bawang, untuk menciptakan kondisi tanaman

11 yang terbaik. Diusahakan tidak ada persaingan dengan gulma dan tidak teracuni dengan herbisida dan petak kontrol (untuk gulma) untuk menciptakan kondisi gulma yang terbaik (pertumbuhan gulma tidak terganggu). Piroksasulfon adalah herbisida yang dikeluarkan oleh PT. BAS. Piroksasulfon adalah bahan aktif yang termasuk dalam kelompok kimia pirazol dan oksazol. Pola kerjanya dalam tumbuhan sebagai penghambat sulfonilioksazon ALS (asetolasetat sintase) (Kurtz et al., 2009). Pengujian pada piroksasulfon diperlukan untuk melihat hasil daya efikasinya terhadap gulma maupun tanaman bawang. Hasil tersebut nantinya dapat menjadi suatu rekomendasi yang diharapkan dapat membantu untuk mengatasi masalah gulma pada budidaya bawang merah. 1.5 Hipotesis Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukan diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Piroksasulfon yang diaplikasikan secara tunggal maupun yang dikombinasi dengan herbisida pendimethalin dapat mengendalikan gulma pada budidaya tanaman bawang. 2. Terjadi perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi piroksasulfon baik secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin pada pengendalian gulma pada budidaya tanaman bawang.

12 3. Pertumbuhan dan produksi tanaman bawang tidak terpengaruh akibat aplikasi piroksasulfon baik secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin.