BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tidak terletak pada satu titik yang tajam (Ilyas, 2006), kelainan refraksi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan adalah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan juga merupakan jalur informasi utama, oleh karena itu. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun

BAB I PENDAHULUAN. 2 dekade terakhir ini. Perdebatan semakin meningkat pada abad ini tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bekerja secara otomatis, terintegrasi, dan terkoordinasi sehingga dengan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya inpit secara

BAB I PENDAHULUAN. akibat hidrasi (penambahan cairan) dan denaturasi protein lensa. Seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ataupun kesuksesan. Keberhasilan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur.

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata

BAB I PENDAHULUAN. Manusia mempunyai panca indra. Indra pertama yang penting yaitu indra

BAB I PENDAHULUAN. makhluk ciptaan Allah yang mulia, maka sangat beralasan jika Allah

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan dari adanya kecepatan produksi aqueous humor, tahanan terhadap. aliran keluarnya dari mata dan tekanan vena episklera.

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan wajib disyukuri oleh umat Nya seperti yang tercantum

BAB 1 : PENDAHULUAN. berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. panjang, sehingga fokus akan terletak di depan retina (Saw et al., 1996). Miopia

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan yang kabur atau penurunan penglihatan. adalah keluhan utama yang terdapat pada penderitapenderita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan meningkatnya hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar dapat. mengerti dan untuk dapat memecahkan suatu masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. infeksi bakteri Mycobacterium leprae (M.leprae). Penatalaksanaan kasus

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil

BAB I PENDAHULUAN. Matematika juga berkembang di bidang ilmu yang lain, seperti Kimia, Fisika, saat ini dengan penerapan konsep matematika tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berfikir secara kritis dan mandiri serta menyeluruh dalam

Pertanyaan : Apa yang dapat anda katakan pada kami tentang Bumi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF), diabetes adalah

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup masyarakat atau suatu bangsa ke arah yang lebih maju,

BAB I PENDAHULUAN. penglihatan atau kelainan refraksi (Depkes RI, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ujian-nya. Kebahagiaan dan kesedihan merupakan salah satu bentuk ujian

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembangunan yang sedang berlangsung di negara ini disertai

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dekat sehingga menyebabkan kelelahan pada mata (astenopia) dan radiasi

BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

PENGERTIAN TENTANG PUASA

Adab makan berkaitan dengan apa yang dilakukan sebelum makan, sedang makan dan sesudah makan.

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan baik bagi anak maupun bagi masyarakat. 2. berupaya untuk mencetak individu-individu yang berkualitas, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah akan senantiasa meninggikan derajat bagi orang-orang yang beriman dan

Antara IQ, EQ, dan SQ

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak menimbulkan efek berbahaya bagi manusia. Lamanya radiasi komputer

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat mencapai derajat Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Disusun oleh : Endah Widyaningsih Rahayu

PENDAHULUAN. Manusia telah dibekali oleh Allah lima panca indera untuk berpikir dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Firman Allah SWT. Dalam Surat Al-Mujaadilah [58:11]:

Akal Yang Menerima Al-Qur an, dan Akal adalah Hakim Yang Adil

BAB 1 PENDAHULUAN. diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam

PENGARUH PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR ISMUBA DI SMA MUHAMMADIYAH KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga kesehatan gigi mempunyai manfaat yang besar dalam menunjang. kesehatan dan penampilan, namun masih banyak orang yang tidak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

BAB I PENDAHULUAN. masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Pendidikan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Allah swt Berfirman. dalam surat Al-Mujadallah ayat 11.

Jawaban yang Tegas Dari Yang Maha Mengetahui dan Maha Merahmati

BAB I PENDAHULUAN. Selain ayat al-qur an juga terdapat sunnah Rasulallah SAW yang berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN. Laporan World Health Organization (WHO) bahwa diabetes mellitus

Khutbah Pertama. Jamaah Jum'at yang dirahmati Allah.

BAB I PENDAHULUAN. pada iritasi mata bahkan kemungkinan katarak mata (Fazar, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. baru serta teori baru kedalam kurikulum sekolah. 1 Pendidikan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diatasi (American Academy of Ophthalmology, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Allah berfirman dalam Al-Qur an surat Al-Mu minun ayat 12-15, yaitu:

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah. Sekaligus memegang tugas-tugas dan fungsi ganda,

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Sugiarto Nim

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dunia merupakan remaja berumur tahun dan sekitar 900

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal

BAB V PEMBAHASAN. A. Pemberlakuan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA Negeri 3 Sidoarjo. Alokasi waktu yang diperlukan perminggu persatu satuan kredit

PENDIDIKAN ANAK LAKI-LAKI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi,

terdapat pada surat Az-Zumar ayat 9 yang berbunyi :

Oleh: Shahmuzir bin Nordzahir

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh pendidikan formal informal dan non-formal. Penerapan

BAB I PENDAHULUAN. selesai sampai kapanpun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia ini, karena

BAB I PENDAHULUAN. dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian, moral,

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan. Kesempurnaan, kemuliaan, serta kebahagiaan tidak mungkin

HUBUNGAN EMOSI DAN FREKUENSI MENYUSUI PADA IBU MENYUSUI DENGAN KELANCARAN ASI DI RS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI

SMS BERHADIAH. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 9 Tahun 2008 Tentang SMS BERHADIAH

BAB I PENDAHULUAN. penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga

MERAIH KESUKSESAN DAN KEBAHAGIAAN HIDUP DENGAN MENELADANI RASULULLAH

PERBANDINGAN KADAR VITAMIN D DARAH PENDERITA MIOPIA DAN NON MIOPIA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar untuk menciptakan masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan itu Allah Swt berfirman dalam Alquran surah At-Tahrim

BAB I PENDAHULUAN. dari yang diharapkan. Banyak siswa yang mempunyai perilaku menyimpang,

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran penuh terhadap hubungan hubungan dan tugas-tugas sosial. kebodohan, keterbelakangan dan kelemahan. 3

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah sedang mengadakan berbagai usaha untuk membangun manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga, setiap individu, keluarga dan

KECEMASAN PADA REMAJA HAMIL DI LUAR NIKAH SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Dalam mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sudah dirasakan oleh

KLONING FATWA MUSYAWARAH NASIONAL VI MAJELIS ULAMA INDONESIA NOMOR: 3/MUNAS VI/MUI/2000. Tentang KLONING

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda yang menjadi perhatian utama adalah masalah pendidikan.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh aspek kehidupan termasuk diantaranya ada proses pendidikan. Penglihatan juga merupakan jalur informasi utama, oleh karena itu keterlambatan melakukan koreksi terutama pada anak usia sekolah akan sangat mempengaruhi kemampuan menyerap materi pembelajaran dan berkurangnya potensi untuk meningkatkan kecerdasan (Depkes RI, 2009), meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun sering kali kesehatan mata kurang terperhatikan, sehingga banyak penyakit yang menyerang mata tidak diobati dengan baik dan menyebabkan gangguan penglihatan (kelainan refraksi) sampai kebutaan. Untuk itu kita harus ingat kepada Allah SWT yang menciptakan kita sebagai manusia, karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat An-Nahlayat 78 : و الله ا خ ر ج ك م م ن ب ط ون ا مه ات ك م لا ت ع ل م ون ش ي ي ا و ج ع ل ل ك م ال سم ع و الا ب ص ار و الا ف ي د ة ل ع ل ك م ت ش ك ر ون (٧٨) Artinya: Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kalian pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kalian bersyukur (Q.S. an-nahl/16:78) 1

2 Mata merupakan jalur informasi utama dari panca indera. Adanya kelainan refraksi akan menurunkan produktifitas dan menimbulkan keluhan seperti sakit kepala dan menghambat kelancaran aktifitas sehari-hari. Kelainan refraksi khususnya myopia hampir menjadi epidemik di negara Asia. Penelitian di Australia menunjukkan prevalensi kelainan refraksi terjadi pada usia yang lebih rendah dibandingkan di Negara Eropa dan Amerika (Saw et al. 2004; Huynh, 2007). Di Indonesia gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi sebesar 22,1 %, sementara angka pemakaian kacamata koreksi masih rendah yaitu 12,5 % dari kebutuhan (Ilyas, 2007). Telah lama diamati di beberapa Negara seperti Israel, Amerika, dan New Zealand bahwa myopia sering terjadi pada anak yang mempunyai Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi (Saw et al, 2004). Beberapa penelitian telah menyebutkan bahwa anak-anak yang sering menggunakan mata untuk melihat dalam jarak dekat lebih sering menderita myopia. Waktu belajar yang lama di sekolah-sekolah terbukti mempertinggi angka myopia di Asia, rendahnya aktifitas fisik dan lebih menyukai menonton televisi juga mempengaruhi terjadinya kelainan refraksi (Mutti, 2002). Kelainan refraksi menunjukkan angka kejadian (0,14%) dan glaucoma menunjukkan angka kejadian (0,20%). Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab kebutaan yang mudah dideteksi, diobati dan dievaluasi dengan pemberian kacamata, namun demikian kelainan refraksi menjadi masalah serius jika tidak cepat ditanggulangi. Sekitar 10% dari anak usia sekolah (5-19 tahun)

3 menderita kelainan refraksi dan angka pemakaian kacamata koreksi sampai saat ini masih rendah yaitu 12,5% dari kebutuhan. Progam penanggulangan masalah kesehatan mata sudah berjalan cukup lama yaitu sejak tahun 1975, namun sampai saat ini pemerintah belum memberikan prioritas yang cukup untuk kesehatan mata. Kelainan refraksi masih mempunyai prioritas yang lebih rendah dibandingkan dengan penyakit menular. Kelainan refraksi mata atau refraksi anomali adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk myopia, hypermetropia, dan astigmatisma (Ilyas, 2006). World Health Organization (WHO), 2009, menyatakan terdapat 45 juta orang yang mengalami buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision. Setiap tahun tidak kurang dari 7 juta orang mengalami kebutaan, setiap 5 menit sekali ada satu penduduk bumi menjadi buta dan setiap 12 menit sekali terdapat satu anak mengalami kebutaan. Sekitar 90 % penderita kebutaan dan gangguan penglihatan ini hidup di negara-negara miskin dan terbelakang (Tsan, 2010). Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di belakang bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus (Ilyas, 2004). Kelainan refraksi biasa disebabkan oleh adanya faktor kebiasaan membaca terlalu dekat sehingga menyebabkan kelelahan pada mata (astenopia) dan radiasi cahaya yang berlebihan yang diterima mata, diantaranya adalah radiasi cahaya komputer dan televisi (Gondhowiharjo, 2009). Pada

4 gangguan yang disebabkan komputer, hal ini akan menyebabkan terjadinya Computer Vision Syndrome (CVS). Situasi tersebut menyebabkan otot yang membuat akomdasi pada mata akan bekerja semua (Gondhowiharjo, 2009). Myopia adalah ketidakmampuan untuk melihat objek pada jarak jauh dengan jelas. Pada orang dengan myopia, bola mata akan lebih panjang dari normal sehingga sinar yang datang dari objek yang jauh difokuskan di depan retina. Myopia dapat diklasifikasikan menjadi myopia simpleks (myopia yang fisiologik) dan myopia degeneratif (myopia patologik). Mata dengan myopia simpleks mempunyai kelainan refraksi kurang dari 6 Dioptri dan tidak terdapat perubahan patologis sedangkan mata dengan myopia degeneratif mempunyai kelainan refraksi paling sedikit 6 Dioptri dan berhubungan dengan perubahan degeneratif terutama di segmen posterior bola mata (Rizki, 2011). Myopia merupakan kelainan optik yang sering dijumpai. Pada fisiologi myopia, kekuatan lensa kurang dari -6 D, hal ini dianggap variasi biologi yang normal. Keadaan mata yang error yaitu dengan kekuatan lensa lebih dari 6 D disebut sebagai myopia tinggi. Dimana pada keadaan ini, panjang aksial myopia tersebut tidak dapat stabil selama dewasa muda. Patofisiologi dari progresivitas kelainan ini sebagai bentuk degeneratif myopia yang tidak diketahui. Berikut ini bisa kita lihat perbedaan bola mata normal dan myopia (Rizki, 2011). Keterlambatan melakukan koreksi refraksi terutama pada anak usia sekolah akan sangat mempengaruhi kemampuan menyerap materi pembelajaran dan berkurangnya potensi untuk meningkatkan kecerdasan karena 30% informasi diserap dengan melihat dan mendengar (Direktorat PLB, 2004). Orang dengan

5 myopia cenderung mempunyai IQ nonverbal yang lebih tinggi (saw, 2004). Hal yang sama juga didapatkan oleh peneliti-peneliti lain. Peneliti pada anak-anak myopia di London, menunjukkan bahwa mereka belajar lebih keras dan lebih memperhatikan pelajaran di kelas, mempunyai banyak hobi akademik. Hasil temuan ini sangat berhubungan dengan usia awal ketika miopia dan lingkungan di sekitar rumah (Douglas, 1967). Intelligence Quotient (IQ) merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari prancis pada awal abad ke-20. Kemudaian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan tes IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya tes IQ tersebut dikenal sebagai Tes Stanford-Binet. Pada masanya Intelligence Quotient (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut (Goleman, 1995). Gambar 1. Perbedaan bola mata normal dan myopia

6 Intelligence Quotient (IQ) diyakini menjadi sebuah ukuran standar kecerdasan selama bertahun-tahun. Bahkan hingga hari ini pun masih banyak orang tua yang mengharapkan anak-anaknya pintar, terlahir dengan IQ di atas 130. Dalam paradigma IQ dikenal kategori hampir atau genius kalau seseorang punya IQ di atas 140. Albert Einstein adalah ilmuwan yang mempunyai IQ lebih dari 160 (Goleman, 1995). Namun dalam perjalanan berikutnya orang tua mengamati, dan pengalaman memperlihatkan, tidak sedikit orang dengan IQ tinggi, yang sukses dalam studi, tetapi kurang berhasil dalam karier dan pekerjaan. Dari realitas itu, lalu ada yang menyimpulkan, IQ penting untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi kemudian jadi kurang penting untuk menapak tangga karier. Untuk menapak tangga karier, ada sejumlah unsur lain yang lebih berperan. Misalnya saja yang mewujud dalam seberapa jauh seseorangbisa bekerja dalam tim, seberapa bisa menenggang perbedaan, dan seberapa luwes ia berkomunikasi dan menangkap bahasa tubuh orang lain. Unsur tersebut memang tidak termasuk dalam tes kemampuan (aptitude test) yang ia peroleh saat mencari pekerjaan (Goleman, 1995). Sebelumnya, para ahli juga telah memahami bahwa kecerdasan tidak semata-mata ada pada kemampuan dalam menjawab soal matematika atau fisika. Kecerdasan bisa ditemukan ketika seseorang mudah sekali mempelajari musik dan alat-alatnya, bahkan juga pada seseorang yang pintar sekali memainkan raket atau menendang bola. Ada juga yang berpendapat kecerdasan adalah kemampuan

7 menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan lainnya beranggapan kecerdasan adalah kemampuan untuk berfikir secara abstrak dan seterusnya (Goleman, 1995). Kemudian dari berbagai hasil penelitian, telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosi memiliki peran yang jauh lebih signifikan dibanding Intelligence Quotient (IQ). Intelligence Quotient (IQ) barulah sebatas syarat minimal meraih keberhasilan namun kecerdasan emosilah yang sesungguhnya (hampir seluruhnya terbukti) menghantarkan seseorang menuju puncak prestasi. Terbukti banyak orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, terpuruk di tengah persaingan. Sebaliknya banyak orang yang kecerdasan intelektualnya biasa-biasa saja, justru sukses menjadi bintang-bintang kinerja, pengusaha-pengusaha sukses, dan pemimpin-pemimpin di berbagai kelompok. Disinilah kecerdasan emosi atau emotional quotient (EQ) membuktikan eksistensinya (Goleman, 1995). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka peneliti mencoba merumuskan suatu masalah yaitu " Adakah hubungan kelainan refraksi terhadap prestasi akademik khususnya siswa SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta". C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan kelainan refraksi terhadap prestasi akademik.

8 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan kelainan refraksi terhadap prestasi akademik siswa SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta. b. Mengetahui tingkat kelainan refraksi terhadap prestasi akademik siswa SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan serta wawasan baru tentang kelainan refraksi khususnya cara deteksi dini kelainan refraksi anak di usia sekolah. 2. Bagi Profesi Dokter dan Praktisi Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai informasi bagi peningkatan mutu pelayanan kesehatan. 3. Bagi sekolah Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pembelajaran serta dijadikan salah satu program sekolah untuk mendetaksi dini kelainan refraksi pada siswa sekolah. 4. Bagi Puskesmas atau Rumah Sakit Diharapkan Puskesmas akan lebih meningkatkan pemeriksaan kesehatan atau skrining di sekolah agar bisa mendeteksi masalah-masalah kesehatan yang terjadi pada anak usia sekolah. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya

9 Peneliti ini diharapkan menjadi bahan bacaan dan referensi serta sebagai acuan dalam pembuatan penelitian selanjutnya. E. Keaslian Penelitian Elda Nazriati dan Chandra Wijaya tahun 2004, mengadakan penelitian yang berkaitan tentang hubungan kelainan refraksi dengan prestasi akademik dan pola kebiasaan membaca pada mahasiswa. Populasi penelitian ini meliputi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau angkatan 2007, 2006, 2005 yang tercatat sebagai mahasiswa aktif dan bersedia mengisi kuisioner. Sampel penelitian sebanyak 242 orang yang menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yang memiliki IPK baik dan menderita kelainan refraksi 45 orang (53,57%), sedangkan yang mempunyai IPK baik tetapi tidak menderita kelainan refraksi berjumlah 39 orang (46,43%). Hal ini menunjukkan bahwa orang yang mempunyai prestasi akademik baik memiliki kecenderungan lebih besar untuk menderita kelainan refraksi. R.A Fabiola Meirnayati Trihandini, SPsi tahun 2005, mengadakan penelitian yang berkaitan tentang analisis pengaruh kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan. Populasi penelitian ini meliputi karyawan Hotel Horizon Semarang. Terdapat 95 responden yang telah dipilih sebagai sampel dengan menggunakan teknik pengambilan sampel berupa

10 random sampling. Metode pengambilan data menggunakan kuisioner dan tes IQ. Variabel yang memiliki pengaruh paling besar adalah keerdasan emosi. Namun kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual memiliki peran yang sama penting baik secara individu atau secara bersama-sama dalam meningkatkan kinerja karyawan. Elda Nazriati dan Chandra Wijaya tahun 2013, mengadakan penelitian yang berkaitan tentang analisis faktor risiko myopia pada murid sekolah dasar. Populasi penelitian meliputi beberapa sekolah dasar negeri di Pekanbaru. Metode pengambilan sampel data dengan menggunakan kuisioner dengan bantuan orang tuanya. Sampel penelitian terdapat 64 murid SD yang menderita myopia. Kemudian 64 orang menjadi kelompok kontrol. Karakteristik myopia pada responden penelitian adalah lebih banyak pada wanita (78%), sebagian besar (83%) berupa myopia ringan dan mulai terjadi peningkatan drastis pemakaian kacamata koreksi terbanyak pada usia 9 tahun. Hal ini akan mempengaruhi prestasi belajar dan aktifitas fisik terutama pada anak-anak. Dari penelitian di atas menyatakan bahwa penelitian tentang Hubungan Kelainan Refraksi dengan Prestasi Akademik SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta belum pernah diteliti sebelumnya.