BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dies Communitatis FF UNPAR 48 Akar Akar Intoleransi

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

Mengembangkan Diri Mengembangkan Organisasi

BAB IV ANALISIS KONSEP HUMANISME RELIGIUS SEBAGAI PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM MENURUT ABDURRAHMAN MAS UD

Wassalam. Page 5. Cpt 19/12/2012

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

PERENIALISME. Oleh: Tati Latifah

Mbah Said, Sebuah Catatan Tentang Moderasi Islam Bagian I

Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM POSTMODERNISME

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

Filsafat Islam قولية كونية. Wahyu. Para Rasul. Alam. Akal Manusia. Problem Filsafat Islam tentang tuhan: Bentuk Aktifitas Manusia. Aktivitas Kehidupan

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

maupun perbuatan- perbuatan-nya Nya.

Bahasan Kajian Filsafat

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki

BAB IV KETUHANAN SEYYED HOSSEIN NASR PERSPEKTIF FILSAFAT PERENIAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang nilai religius dalam novel Suluk Abdul Jalil Perjalanan Ruhani Syaikh Siti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya,

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. para pejabat Kementerian Pendidikan Nasional, Kepala Dinas Pendidikan di daerah,

Pentingnya Toleransi Beragama dalam Menjaga Ketahanan dan Persatuan Bangsa 1. Prof. Dr. Musdah Mulia 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari belum mengerti sampai mengerti agar lebih maju dan handal dalam

Sambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Quran 1430 H, Senin, 07 September 2009

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan

2015 ANANLISIS NILAI MORAL PAD A TOKOH UTAMA RED A D ALAM FILM LE GRAND VAJAGE(LGU) KARYA ISMAEL FERROUKHI

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-undang Dasar Negara Republik. yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia.

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi semakin menyuguhkan dinamika perubahan yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Islam, dijelaskan bahwa estetika Islam selalu bersifat teosentris dan dibatasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan hasil sastra yang berupa puisi, prosa, maupun

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Nasional, Jakarta, 27 Desember 2012 Kamis, 27 Desember 2012

ALLAH, UNIVERSALITAS, DAN PLURALITAS

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar belakang masalah

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DAN PENGEMBANGAN IPTEK

Oleh: Budhy Munawar-Rachman

MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

PERKEMBANGAN PERILAKU MORAL

A. Pengertian Pancasila

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. cerita yang khas dan tidak lepas dari cerita magis yang sampai saat ini bisa. dirasakan oleh siapapun ketika berada didalamnya.

SEMIOTIKA ISLAM Oleh Nurcholish Madjid

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,

IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM

PROBLEMATIK & TEORI KEADILAN. Bacaan yang dianjurkan : The Liang Gie, 1982, Teori-teori Keadilan, Penerbit Supersukses, Yogyakarta

TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL KETUA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV KESIMPULAN. dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman,

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

BAB VIII SEJARAH FILSAFAT CINA

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pesta Kesenian Bali ke-35, Denpasar, 15 Juni 2013 Sabtu, 15 Juni 2013

1. Seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya;

BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

A. Dari segi metodologi:

BAB V PENUTUP. tesis ini yang berjudul: Konsep Berpikir Multidimensional Musa Asy arie. dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Waisak Nasional Tahun 2013, Jakarta, 26 Mei 2013 Minggu, 26 Mei 2013

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

Pendidikan Agama Katolik

BAB I PENDAHULUAN. oleh kualitas sumber daya manusianya. Untuk meningkatkan kualitas manusianya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Berdyaev dan Macquarrie (dalam Peterson & Seligman, 2004)

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BAB I PENDAHULUAN. akademik (Intelligence Quotient atau sering disebut IQ ) mulai dari bangku

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum pendidikan, misalnya, yang sebelumnya terbatas pada Al-Qur an dan

LANDASAN FILSAFAT. Imam Gunawan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrachman Mas ud dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hal. 139.

Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha Pengertian Agama

BAB I PENDAHULUAN. harus dapat memberi dan memfasilitasi bagi tumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. pengoptimalan daya ratio yang dimilikinya. Penggunaan ratio secara optimal menandai kelahiran

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI

Transkripsi:

220 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa krisis spiritual manusia modern dalam perspektif filsafat Perennial Huston Smith dapat dilihat dalam tiga hal: 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang memiliki watak hirarkis. Kedua, psikologi yang menempatkan diri abadi atau diri Ilahi (Dasar Ilahi) yang bersarang di dalam diri individu yang partikular dan temporal. Ketiga, etika yang memiliki kandungan yang bersatu dalam tiga kebaikan yakni kerendahan hati, ketulusan dan kedermawanan. Ketiga karakter filsafat Perennial di atas bersifat abadi karena selalu menyejarah dalam kehidupan dunia. Konteks perjalanan sejarah keilmuan, filsafat Perennial tidak abadi dan selalu mengalami kemunduran dan kemajuan. Filsafat Perennial tidak mendapat tempat di hati orang Barat pada abad modern karena dianggap tidak cocok dengan perkembangan keilmuan di era tersebut. Filsafat Perennial seiring berkembangnya waktu mulai bangkit di era post-modernisme sampai sekarang karena manusia sudah banyak merasa kesepian tanpa unsur Ilahi. 2. Makna krisis spiritual manusia modern yang dimaksud adalah lenyapnya rasa akan yang suci atau rasa akan Yang Ilahi. Manusia sudah banyak yang terjebak pada humanisme individualistik yang radikal dengan

221 mengagungkan kemampuan akal sebagai ciri utamanya. Penyakit inilah yang pada akhirnya melahirkan manusia-manusia yang ateis. Manusia beragama yang jatuh pada pemikiran keagamaan yang berprilaku anarkis. Penyakit ini justru lebih parah dari pada penyakit sebagai ateis karena mengatasnamakan agama dalam bertindak kekerasan, tindakan tersebut sangat berseberangan dengan ajaran agama yang dianut. 3. Jawaban filsafat perennial Huston Smith terhadap krisis spiritual manusia modern yakni, pertama, krisis spiritual manusia modern sebagai kegagalan modernitas digambarkan Smith bahwa modernisme telah gagal secara substansi dalam tujuannya membawa kebahagiaan sejati untuk manusia. Kebahagiaan yang diperoleh melalui kecanggihan sains dan teknologi dianggap kebahagiaan semu. Kondisi modernitas menjadikan manusia terasing dari sesamanya, dari lingkungan hidupnya, bahkan dari dirinya sendiri. Diri manusia menjadi terpecah belah dan alam kehidupannya menjadi rusak akibat penyakit modernitas yang minim unsur Ilahi. Kedua, krisis spiritual manusia modern sebagai kegagalan post-modernitas, menurut Smith, tidak memiliki perbedaan antara post-modernisme dan modernisme dalam responnya tentang dunia. Keduanya melihat dunia ini sebagai satu-satunya realitas yang nyata, walaupun antara keduanya berbeda dalam pendekatannya. Keduanya tidak mengakui adanya semacam hirarki realitas dan pengalaman lain yang mengatasi realitas dunia ini beserta pengalaman tentangnya. Smith mengatakan bahwa tidak ada cara yang lebih jelas untuk menjelaskan post-modernisme selain penegasan

222 bahwa dunia keduanya hanyalah dunia ini semata. Ketiga, mistisisme agama yang ditawarkan Smith sebagai solusi krisis spiritual manusia modern bersifat perennialistik. Sikap dan pandangan yang sangat beragam atau pluralistik pada manusia mesti dilandaskan dengan prinsip esoterisme masing-masing agama, sehingga Common Vision dapat menemukan bentuk peran dan fungsinya yang sebenarnya. Smith menegaskan bahwa sangat diperlukan suatu formulasi dialog yang akan merubah pandangan dunia materialistik konsumtif, yakni antara sains dengan esoterisme agama, sehingga tumbuh kesadaran dalam lingkungan sains akan adanya dunia yang transenden. Dunia transenden merupakan dunia inspirasi dari moralitas manusia yang bersifat mistis-spiritual. Istilah Tacit Knowledge (pengetahuan spontan) Smith bisa dimaknakan secara sejajar dalam istilah pencerahan atau penyingkapan. Kemampuan pengetahuan yang tersembunyi manusia yang bersifat intuitif inilah yang diharapkan Smith sebagai pijakan awal jalan mistis, yakni jalan yang penuh intuisi yang semestinya semua manusia bisa mengolah dalam pribadinya. Menurut Smith, jalan mistik tersebut merupakan jalan ketulusan. Keempat, Perennial Smith menemukan suatu kedamaian dan saling pengertian dalam sikap hidup beragama, karena adanya kesadaran toleransi dan tidak mempertentangkan perbedaan eksoterik pada setiap agama. Konsep perennial Smith tepat dijadikan rujukan bagi penganut agama Indonesia, yang selama ini banyak terjebak dalam kerangka teologis agama yang kaku. Pendekatan ini tidak terkungkung dalam konteks formal, eksoteris

223 atau simbolis dengan agama lain yang sulit dipertemukan, melainkan mengupas substansi atau esoteris agama bagi kehidupan manusia. Agama sesungguhnya menjadi media, dan instrumen bagi manusia untuk menggapai kehidupan yang luhur. Agama untuk manusia bukan manusia untuk agama, kalau manusia untuk agama, akan membentuk sikap keagamaan yang intoleran dan ekslusif. Sikap ini mengubah agama yang bersifat humanistik menjadi agama yang dehumanistik, substansinya agamalah untuk manusia. Kajian filsafat Perennial pada akhirnya selalu berhadapan dengan sebuah realitas suci yang sulit dipahami manusia karena yang suci tersebut jauh melampaui bahasa manusia. Filsafat Perennial hanya akan dianggap sebagai salah satu bentuk pemikiran yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Filsafat Perennial sebagai sebuah keilmuan hanya terbatas pada penawaran-penawaran alternatif dalam menangkap pesan Tuhan yang bersifat relatif. Kebenaran mutlaknya milik sang Ilahi yang sulit ditangkap manusia selama berada dalam kehidupan fana ini. B. Saran 1. Kepada para tokoh dan penganut agama diharapkan untuk menelaah, menggali dan memahami kembali nilai-nilai dari ajaran agama yang diyakini. Agama mengandung spiritualitas yang mampu membawa manusia menuju kesucian dunia. 2. Kepada para peneliti dan pencinta ilmu pengetahuan diharapkan mampu mengaitkan ijtihad sains dengan yang suci yang terkandung dalam wahyu

224 agama. Kehadiran sains tidak hanya menciptakan manusia pintar secara logika dan rasio, melainkan juga cerdas secara intelek dan intuitif. Pengetahuan intuitif merupakan bentuk pengetahuan yang dapat membawa manusia untuk tetap mengenal siapa jati dirinya yang hakiki dan mengenal Tuhan. Pembelajaran filsafat tidak hanya diprioritaskan pada sumber filsafat Barat semata. Warisan khazanah intelektual Timur merupakan sumber yang sangat memadai dalam mengembangkan sains baik secara kualitas maupun kuantitas. 3. Kepada institusi pendidikan di Indonesia diharapkan mampu memperkenalkan lebih dalam kepada peserta didik mulai dari tingkat terendah hingga pendidikan tinggi akan nilai dan ajaran yang terkandung di dalam agama. Para penerus bangsa mempunyai wawasan luas untuk memperoleh world view tentang pentingnya aplikasi nilai dan ajaran suci tradisi dalam kehidupan.