IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Bab V Hasil dan Pembahasan

DAMPAK LIMBAH CAIR PERUMAHAN TERHADAP LINGKUNGAN PERAIRAN (Studi Kasus: Nirwana Estate, Cibinong dan Griya Depok Asri, Depok) HENNY FITRINAWATI

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DAMPAK LIMBAH CAIR PERUMAHAN TERHADAP LINGKUNGAN PERAIRAN (Studi Kasus: Nirwana Estate, Cibinong dan Griya Depok Asri, Depok) HENNY FITRINAWATI

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1)

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 KIMIA PERAIRAN

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan limbah cair. Seperti

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan 2.2. Ekosistem Mengalir

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secara berlimpah-limpah. Namun,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

PENENTUAN KUALITAS AIR

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

Karakteristik Limbah Ternak

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

TINJAUAN PUSTAKA. bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PARAMETER KUALITAS AIR

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Stasiun. Perbedaan suhu relatif sangat kecil. Hal ini disebabkan karena pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

PENDAHULUAN. lingkungan adalah industri kecil tahu. Industri tahu merupakan salah satu industri

Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu-satunya tanaman pangan yang dapat tumbuh pada tanah yang

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR ABSTRACT INTISARI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

Transkripsi:

27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi penelitian terletak di belakang Perumahan Nirwana Estate, Cibinong yang merupakan perairan sungai kecil bermuara ke Situ Cikaret sedangkan yang terletak di belakang Perumahan, Depok merupakan perairan sungai kecil yang bermuara ke Sungai Ciliwung yang dapat dilihat pada Lampiran 10. Pengambilan sampel air untuk pengukuran kualitas perairan dilakukan pada bulan Desember yang termasuk ke dalam musim hujan, akan tetapi pengambilan contoh air dilakukan pada saat pagi hingga siang hari yaitu sekitar pukul 09.00-11.00 dan tidak dalam kondisi hujan. 4.1. Evaluasi Kualitas Perairan di Perumahan Nirwana Estate dan Griya Depok Asri Evaluasi kualitas perairan dilakukan terhadap parameter fisika yaitu suhu dan total padatan tersuspensi (TSS), parameter kimia yaitu kebutuhan oksigen biokimia/ biochemical oxygen demand (BOD), kebutuhan oksigen kimia/ chemical oxygen demand (COD), oksigen terlarut/ dissolved oxygen (DO), nitrat (NO 3 ), amonia (NH 3 ), dan total fosfat (PO 4 ) serta parameter biologi yaitu total coliform. 4.1.1. Parameter Fisika Perairan a. Suhu Suhu air mempengaruhi kecepatan reaksi proses kimia di dalam perairan. Oleh karena itu perubahan yang besar dari suhu di dalam ekosistem perairan dapat mengakibatkan kerugian bagi biota yang hidup didalamnya. Hasil penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 2 menunjukkan bahwa suhu pada stasiun-stasiun pengamatan baik di Perumahan Nirwana Estate dan cenderung stabil dan tidak berbeda nyata. Suhu terendah terdapat pada stasiun 1 Perumahan Nirwana Estate dan yaitu 27,5 o C dan 27,8 o C sedangkan suhu tertinggi terdapat pada stasiun 2 (29,5 o C) Perumahan Nirwana Estate dan stasiun 3 (29,4 o C) Perumahan.

28 Berdasarkan acuan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001, air kelas II memiliki baku mutu suhu normal ± 3 o C. Dari ketiga stasiun pengamatan di Perumahan Nirwana Estate dan, hanya stasiun 1 dari kedua perumahan tersebut yang memenuhi baku mutu sedangkan dua stasiun yang lain telah melebihi ambang batas dengan suhu diatas 28 o C. Ini berarti bahwa stasiun 2 dan stasiun 3 tidak layak lagi untuk peruntukkan prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Akan tetapi menurut Effendi (2003), kisaran suhu di semua stasiun di kedua perumahan masih termasuk ke dalam kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan yaitu 20 o C -30 o C guna mendukung ketersediaan pakan alami bagi ikan-ikan di perairan tersebut. Hal ini juga didukung oleh ikan-ikan dan hewan air lainnya yang tidak muncul ke permukaan perairan untuk mencari oksigen (Kristanto, 2005). Suhu 30 29 Suhu (oc) 28 27 26 25 24 Gambar 2 Suhu rata-rata di Perumahan Nirwana Estate dan b. Total padatan tersuspensi (TSS) Total padatan tersuspensi merupakan parameter yang mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air sehingga mempengaruhi proses fotosintesis. Nilai total padatan tersuspensi yang besar mengakibatkan berkurangnya kemampuan

29 pemurnian alami (self purification) dengan mengurangi fotosintesis dan menutupi organisme dasar. Kandungan total padatan tersuspensi di tiga stasiun pengamatan yang terdapat pada Perumahan Nirwana Estate dan yang terlihat pada Gambar 3 mengalami fluktuasi. Total padatan tersuspensi terkecil terdapat pada stasiun 2 (0,0003 mg/l) Perumahan Nirwana Estate dan stasiun 1 (0,0048 mg/l) Perumahan sedangkan nilai terbesar terdapat pada stasiun 1 (0,0013 mg/l) Perumahan Nirwana Estate dan stasiun 2 (0,0148 mg/l) Perumahan. Baku mutu total padatan tersuspensi yang terdapat pada Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 adalah 50 mg/l, Tchobanoglous and Burton, 1991 adalah 100-350 mg/l, UNESCO/WHO/UNEP, 1992 adalah 25 mg/l, dan Rump and Krist, 1992 adalah 4-12 mg/l maka nilai total padatan tersuspensi yang terkandung di perairan Perumahan Nirwana Estate dan masih jauh dari ambang batas. Oleh karena itu perairan di kedua perumahan tersebut masih layak bagi peruntukkan air kelas II. TSS terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad renik. Sumber utama TSS yang terdapat di setiap stasiun kedua perumahan diduga berasal dari erosi tanah yang tertahan ke badan air karena perubahan tata lahan asli menjadi perumahan. Selain masih layak untuk peruntukkan air kelas II, nilai TSS ini tidak signifikan untuk dijadikan faktor pembatas terhadap kehidupan organisme perairan. TSS TSS (mg/l) 0,016 0,014 0,012 0,01 0,008 0,006 0,004 0,002 0 Gambar 3 Total padatan tersuspensi rata-rata di Perumahan Nirwana Estate dan

30 4.1.2. Parameter Kimia Perairan a. Kebutuhan Oksigen Biokimia/ Biochemical Oxygen Demand (BOD) Kebutuhan oksigen biokimia merupakan parameter yang menunjukkan besarnya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik dalam proses dekomposisi secara kimia. Nilai BOD juga dapat dijadikan sebagai indikator pencemaran dalam perairan. Pada Gambar 4, terlihat nilai BOD terbesar terdapat pada stasiun 2 (5,6 mg/l) Perumahan Nirwana Estate dan stasiun 3 (3,2 mg/l) perumahan Griya Depok sedangkan nilai BOD terkecil terdapat pada stasiun 1 dan 3 (4,8 mg/l) Perumahan Nirwana Estate dan stasiun 1 (1,6 mg/l) Perumahan. Jika dibandingkan dengan baku mutu BOD yang terdapat pada Tchobanoglous and Burton, 1991 (100-300 mg/l), UNESCO/WHO/UNEP, 1992 (3-6 mg/l), dan Rump and Krist, 1992 (100-300 mg/l), nilai BOD hasil pengamatan tiga stasiun di kedua perumahan masih berada dibawah baku mutu yang dipersyaratkan sedangkan jika dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 (3 mg/l), stasiun pengamatan 1 dan 2 perumahan Griya Dpeok Asri masih berada dibawah baku mutu sedangkan stasiun 3 di Perumahan Griya Depok Asri dan semua stasiun pengamatan di Perumahan Nirwana Estate telah melebihi ambang batas. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Nilai BOD yang masih memenuhi baku mutu, berarti konsumsi oksigen tidak terlalu tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin besarnya sisa oksigen terlarut di dalam air sehingga kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen rendah (Kristanto, 2005). Berdasarkan PP No.82 Tahun 2001, nilai BOD yang diperoleh telah melebihi ambang batas yang berarti bahwa stasiun pengamatan tersebut mengandung polutan bahan organik yang tinggi (Das and Acharya, 2003) diduga berasal dari limbah perumahan maupun pertanian untuk stasiun pengamatan di Perumahan Nirwana Estate dan limbah perumahan dan industri untuk stasiun pengamatan di Perumahan.

31 BOD COD (mg/l) 6 5 4 3 2 1 0 Gambar 4 BOD rata-rata di Perumahan Nirwana Estate dan b. Kebutuhan Oksigen Kimia/ Chemical Oxygen Demand (COD) Nilai COD yang diperoleh pada suatu perairan memberikan petunjuk tentang banyaknya senyawa organik baik yang bersifat biodegrable maupun non biodegradable di dalam perairan sehingga dapat dijadikan indikator tinggi rendahnya tingkat pencemaran. Uji COD diperlukan untuk menilai kualitas lingkungan suatu perairan karena banyak senyawa organik tidak dapat diurai secara biologis oleh mikroorganisme dan bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD, sehingga nilai COD yang dihasilkan lebih tinggi dari BOD untuk air yang sama (Kristanto, 2005). Nilai COD di tiga stasiun yang terdapat di Perumahan Nirwana Estate dan tidak terlalu berfluktuasi (Gambar 5). Nilai COD terbesar terdapat pada stasiun 2 (6,25 mg/l) Perumahan Nirwana Estate dan stasiun 3 (5,66 mg/l) perumahan Griya Depok sedangkan nilai COD terkecil terdapat pada stasiun 3 (5,02 mg/l) Perumahan Nirwana Estate dan stasiun 2 (4,01 mg/l) Perumahan.

32 COD BOD (mg/l) 7 6 5 4 3 2 1 0 Gambar 5 COD rata-rata di Perumahan Nirwana Estate dan Nilai COD hasil pengamatan di tiga stasiun yang terdapat di Perumahan Nirwana Estate dan berada dibawah baku mutu nilai COD yang terdapat pada Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 (25 mg/l), Tchobanoglous and Burton, 1991 (250-1000 mg/l), UNESCO/WHO/UNEP, 1992 (20 mg/l), dan Rump and Krist, 1992 (400-800 mg/l). Nilai COD yang diperoleh pada penelitian ini lebih besar dibandingkan BOD. Perbedaan nilai COD dan BOD biasanya terjadi pada perairan tercemar karena bahan organik yang mampu diuraikan secara kimia lebih besar dibandingkan penguraian secara biologi. Bahan organik yang tersebut diduga disebabkan berasal dari limbah domestik diantaranya limbah perumahan yang langsung dibuang ke lingkungan perairan (Bellos and Sawidis, 2005). c. Oksigen Terlarut/ Dissolved Oxygen (DO) Oksigen terlarut adalah parameter hidrobiologis karena merupakan penentu hidup matinya organisme di dalam air. Nilai DO memberikan dampak penting terhadap jenis hewan air yang hidup di perairan, sebagai contoh beberapa spesies yang membutuhkan oksigen untuk hidup lebih banyak dari yang lain (Bobbi, 1998). Semakin tinggi nilai oksigen terlarut (DO) maka semakin tinggi kemungkinan adanya kehidupan di dalam perairan.

33 Kandungan oksigen terlarut di tiga stasiun pengamatan yang terdapat pada Perumahan Nirwana Estate dan yang terlihat pada gambar 6 mengalami fluktuasi. Nilai oksigen terlarut terkecil terdapat pada stasiun 2 (1,4 mg/l) Perumahan Nirwana Estate dan stasiun 2 (0,3 mg/l) Perumahan Griya Depok Asri sedangkan nilai terbesar terdapat pada stasiun 3 (4,7 mg/l) Perumahan Nirwana Estate dan stasiun 2 (0,8 mg/l) Perumahan. DO 5 4 DO (mg/l) 3 2 1 0 Gambar 6 DO rata-rata di Perumahan Nirwana Estate dan Nilai DO hasil pengamatan di kedua perumahan berada di bawah dan memenuhi baku mutu yang terdapat pada UNECE, 1994 (4-6 mg/l), UNESCO/WHO/UNEP, 1992 (5,6-9 mg/l), dan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 (4 mg/l). Faktor yang mempengaruhi rendahnya konsentrasi oksigen terlarut yang diperoleh dari setiap stasiun pengamatan diduga disebabkan oleh penggunaan oksigen terlarut tersebut untuk dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik yang berasal dari limbah domestik seperti perumahan, pertanian dan limbah industri di sekitar perairan lebih besar dari reoksigenasi dari atmosfer (Das and Acharya, 2003). Nilai DO berbanding terbalik dengan nilai TSS. Nilai TSS yang tinggi disebabkan oleh tingkat kecerahan yang rendah sehingga penetrasi cahaya yang digunakan oleh alga dalam proses fotosintesis sebagai penyumbang oksigen di perairan berkurang. Rendahnya oksigen terlarut dapat mengakibatkan kematian organisme anaerob (seperti ikan dan hewan air) karena

34 kekurangan oksigen (Bellos and Sawidis, 2005) dan organisme aerob akan menguraikan bahan organik dan menghasilkan bahan seperti metana dan hidrogen sulfida yang mengakibatkan air berbau busuk (Kristanto, 2005). Untuk nilai DO di stasiun pengamatan Perumahan Nirwana Estate walaupun tergolong rendah (> 2 mg/l) tapi masih mencukupi untuk mendukung kehidupan organisme perairan di dalamnya (Pescod, 1983). d. Nitrat (NO 3 ) Senyawa-senyawa nitrat dan nitrit terdapat dalam perairan alami sebagai garam-garam yang terlarut, tersuspensi atau berupa endapan. Dalam bentuk nitrat, nitrogen dapat diserap lebih mudah oleh fitoplankton. Nitrat, bentuk oksidasi dari komponen nitrogen, terdapat di perairan karena adanya proses dekomposisi aerobik bahan nitrogen organik (Jaji et al., 2007). Hasil nitrat yang diperoleh dari tiga stasiun di Perumahan Nirwana Estate dan relatif fluktuasi (Gambar 7) dengan nilai terbesar terdapat pada stasiun 2 (15,094 mg/l) Perumahan Nirwana Estate dan stasiun 3 (1,742 mg/l) Perumahan sedangkan nilai terkecil sama-sama terdapat pada stasiun 1 baik di Perumahan Nirwana Estate (-0,559 mg/l) dan di Perumahan (1,013 mg/l). Kandungan nitrat yang terdapat di semua stasiun di kedua perumahan masih berada di bawah baku mutu yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 yaitu 10 mg/l. Keberadaan nitrat di setiap stasiun kedua perumahan berasal dari sumber antropogenik seperti limbah pertanian, buangan domestik dan limbah lain yang mengandung nitrogen (Bobbi, 1998). Konsentrasi nitrat yang masih berada di bawah baku mutu diduga disebabkan oleh daerah tangkapan air untuk run off masih cukup besar (Das and Acharya, 2003) sehingga limpasan nitrat yang berasal dari septic tank perumahan dan pupuk untuk lahan pertanian yang mengalir ke perairan kecil (Bobbi, 1998), selain itu diduga kandungan bahan nitrogen organik di perairan relatif sedikit sehingga proses dekomposisi aerobik menghasilkan nitrat yang tidak terlalu besar (Jaji et al., 2007)

35 Nitrat 2 1,5 Nitrat (mg/l) 1 0,5 0-0,5-1 Gambar 7 Nitrat rata-rata di Perumahan Nirwana Estate dan e. Amonia (NH 3 ) Tumbuhan dan hewan yang telah mati akan diuraikan proteinnya oleh organisme pembusuk menjadi amonia dan senyawa amonium. Nitrogen dalam kotoran dan air seni akan berakhir menjadi amonia. Amonia merupakan hasil tambahan penguraian (pembusukan) protein tumbuhan atau hewan, atau dalam kotorannya (Bobbi, 1998). Amonia dalam bentuk yang tidak terionisasi (NH 3 ) sangat toksik terhadap organisme. Toksisitas ini meningkat seiring dengan peningkatan ph dan temperatur. Hasil pengamatan dari tiga stasiun di Perumahan Nirwana Estate dan Griya Depok Asri (Gambar 8) diperoleh nilai amonia yang tidak terlalu berfluktuasi dengan nilai terbesar pada stasiun 3 (3,1753 mg/l) di Perumahan Nirwana Estate dan stasiun 1 dan 3 (3,769 mg/l) di Perumahan sedangkan nilai terkecil terdapat pada stasiun 1 (3,07 mg/l) di Perumahan Nirwana Estate dan stasiun 2 (3,685 mg/l) di Perumahan. Berdasarkan baku mutu amonia yang terdapat pada Tchobanoglous and Burton, 1991 (12-50 mg/l), dan Rump and Krist, 1992 (15-30 mg/l), nilai ammonia hasil pengamatan di seluruh stasiun di kedua perumahan masih berada di bawah ambang batas yang ditetapkan. Kandungan nitrat yang terdapat di perairan memiliki resiko yang kecil terhadap kesehatan mahluk hidup perairan

36 dan tidak terus menerus berada di lingkungan perairan serta penyebab toksik yang tidak kumulatif (Bobbi, 1998). Keberadaan amonia di setiap stasiun pengamatan di kedua perumahan kemungkinan berasal dari masuknya kotoran hewan (Kristanto, 2005). Peningkatan nilai amonia pada stasiun pengamatan di Perumahan Nirwana Estate diduga karena adanya proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba dan jamur melalui proses ammonifikasi. Pada stasiun pengamatan di Perumahan Griya Depok Asri terjadi penurunan nilai amonia, hal ini diduga karena tingginya aktifitas nitrifikasi. Amonia Amonia (mg/l) 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Gambar 8 Amonia rata-rata di Perumahan Nirwana Estate dan f. Total fosfat (PO 4 ) Fosfor (P) merupakan unsur penting dalam suatu ekosistem karena protein dan senyawa organik lainnya mengandung atom fosfor. Senyawa fosfat merupakan salah satu senyawa esensial untuk pembentukan protein, pertumbuhan algae, dan pertumbuhan organisme perairan. Di perairan alami atau air limbah, fosfat terdapat dalam tiga bentuk yaitu fosfat organik (tidak terlarut), polifosfat (setengah terlarut) dan ortofosfat (terlarut). Jumlah ketiga kandungan fosfat tersebut dinyatakan sebagai total fosfat.

37 Total Phospat Total Phospat (mg/l) 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Gambar 9 Total phospat rata-rata di Perumahan Nirwana Estate dan Griya Depok Asri Nilai total phospat yang diperoleh dari stasiun-stasiun pengamatan di Perumahan Nirwana Estate dan (Gambar 9) memiliki nilai terbesar pada stasiun 3 di kedua perumahan (3,8019 mg/l dan 1,1507 mg/l) sedangkan nilai terendah terdapat pada stasiun 2 (2,136 mg/l) di Perumahan Nirwana Estate dan stasiun 1 (2,136 mg/l) di Perumahan. Berdasarkan baku mutu total phospat (0,04-0,075 mg/l) yang ditetapkan UNECE, 1994, nilai total phospat di seluruh stasiun di kedua perumahan telah melebihi baku mutu tersebut. Sedangkan menurut baku mutu total phospat (6-20 mg/l) yang ditetapkan Tchobanoglous and Burton, 1991, seluruh nilai total phospat di tiga stasiun di kedua perumahan masih berada di bawah baku mutunya. Seperti halnya nitrogen, kandungan phospat yang terdapat di setiap stasiun pengamatan kedua perumahan berasal dari residu hasil pertanian (pupuk), limbah perumahan berupa deterjen (Jaji et al., 2007), kotoran hewan dan sisa tumbuhan dan hewan yang mati, limbah industri, dan mineral fosfat (Kristanto, 2005). Kandungan phospat yang masih di bawah baku mutu, diduga karena sumber pencemar phospat yang masuk ke perairan berdampak kecil terhadap kandungan phospat perairan. Salah satu penentu konsentrasi phospat di perairan adalah kecepatan arus, semakin tinggi kecepatan arus maka konsentrasi phospat juga semakin besar (Bobbi, 1998).

38 4.1.3 Parameter Biologi Perairan Parameter biologi yang diamati adalah total coliform. Total coliform merupakan kumpulan dari bakteri coliform seperti escherichia coli dan enterobacter aerogenes. Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia sedangkan enterobacter aerogenes merupakan bakteri yang biasanya ditemukan pada hewan atau tanaman yang telah mati. Adanya Escherichia coli dalam perairan mengindikasikan bahwa perairan tersebut telah tercemar kotoran hewan atau manusia. Total Coliform Total Coliform (MPN/100ml) 1200 1000 800 600 400 200 0 Gambar 10 Total coliform rata-rata di Perumahan Nirwana Estate dan Griya Depok Asri Nilai total coliform yang diperoleh dari setiap stasiun dari Perumahan Nirwana Estate dan relatif berfluktuasi (Gambar 10) dengan nilai terbesar terdapat pada stasiun 2 (1100 mg/l) di Perumahan Nirwana Estate dan 1 dan 3 (1100mg/l) di Perumahan sedangkan nilai terendah terdapat pada stasiun 1 dan 3 (53 mg/l) di Perumahan Nirwana Estate dan 2 (42 mg/l) di Perumahan. Nilai dari total coliform yang diperoleh dari seluruh stasiun di kedua perumahan masih berada di bawah ambang batas yang telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 yaitu 5000 mg/l. Total coliform yang terdapat di setiap stasiun pengamatan kedua perumahan diduga disebabkan oleh limbah yang dibuang ke perairan tanpa pengolahan (Jaji et al., 2007) dan non-point sources

39 seperti septic tank, run off dan kotoran hewan (Bobbi, 1998). Walaupun masih berada di bawah baku mutu, adanya total coliform mengindikasikan kemungkinan munculnya bakteri-bakteri lain yang dapat menyebabkan peyakit typhoid, kolera, disentri, hepatitis, encephalitis dan penyakit yang disebabkan oleh bakteri lainnya (Miller, 2000). 4.2 Evaluasi Status Mutu Perairan di Perumahan Nirwana Estate dan Hasil penelitian di tiga stasiun dari Perumahan Nirwana Estate dan Griya Depok Asri dapat ditentukan status mutu perairannya dengan menggunakan Metode Indeks Pencemaran berdasarkan KepMenLH No.115 Tahun 2003. Hasil penentuan status mutu air dari tiga stasiun di kedua perumahan tersebut terbagi menjadi 5 yaitu: pertama mengacu pada baku mutu dari UNECE, 1994, kedua mengacu pada Tchobanoglous and Burton, 1991, ketiga mengacu pada UNESCO/WHO/UNEP, 1992, keempat mengacu pada Rump and Krist, 1992 dan kelima mengacu pada Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001. Dari kategori nilai Indeks Pencemaran (IP) yang diperoleh dapat diketahui status mutu perairannya, kategori tersebut adalah: 0 IP 1,0 = memenuhi baku mutu (kondisi baik) 1,0 < IP 5,0 = cemar ringan 5,0 < IP 10 = cemar sedang IP > 10 = cemar berat a. Indeks Pencemaran (IP) menurut baku mutu UNECE, 1994 Nilai IP yang diperoleh dari tiga stasiun di Perumahan Nirwana Estate (Gambar 11) menunjukkan bahwa perairan di tiap stasiun pengamatan tersebut telah tercemar berat karena bernilai lebih dari 10. Sedangkan pada stasiun pengamatan di Perumahan, nilai IP yang diperoleh di tiap stasiun menunjukkan perairannya dalam kondisi tercemar sedang karena bernilai antara 5-10. Kondisi perairan yang telah tercemar tersebut ditunjukkan dengan kandungan total phospat dan deterjen yang telah melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh UNECE, 1994 yaitu 0,0575 mg/l dan 0,01 mg/l. Nilai deterjen

40 yang besar diduga disebabkan berasal dari buangan rumahtangga sekitar perairan seperti Perumahan Nirwana Estate dan. Kandungan deterjen memberikan sumbangan terhadap kandungan total phospat karena deterjen terdiri atas bahan-bahan kimia seperti sodium tripoliphospat (Jaji et al., 2007) sehingga semakin besar kandungan deterjen maka kandungan total phospat juga meningkat. Selain disebabkan oleh deterjen, kandungan total phospat diduga juga berasal dari limpasan residu hasil pertanian seperti pupuk, kototan hewan, sisa tumbuhan dan hewan yang telah mati, limbah industri dan mineral phospat (Kristanto, 2005) serta kecepatan arus perairan yang relatif besar (Bobbi, 1998) IP menurut UNECE,1994 12 10 8 IP 6 4 2 0 Gambar 11 IP menurut baku mutu UNECE, 1994 b. Indeks Pencemaran (IP) menurut baku mutu Tchobanoglous and Burton, 1991 Nilai IP yang diperoleh dari setiap stasiun di Perumahan Nirwana Estate dan (Gambar 12) menunjukkan bahwa perairan yang terdapat pada kedua perumahan tersebut berada dalam kondisi tercemar ringan karena bernilai antara 1 5 walaupun parameter-parameter kualitas perairan yang diukur di setiap stasiun kedua perumahan masih berada di bawah baku mutu Tchobanoglous and Burton, 1991. Hal ini diduga karena semua baku mutu parameter yang telah ditetapkan Tchobanoglous and Burton, 1991, memiliki rentang nilai sehingga nilai IP yang dihasilkan dengan metode indeks pencemaran cukup besar. Apabila nilai

41 baku mutu parameter yang digunakan adalah nilai maksimal atau minimal maka nilai IP yang dihasilkan kecil yang berarti perairan dalam kondisi baik. IP menurut Tchobanoglous and Burton,1991 IP 2,62 2,6 2,58 2,56 2,54 2,52 2,5 2,48 2,46 2,44 Gambar 12 IP menurut baku mutu Tchobanoglous and Burton, 1991 c. Indeks Pencemaran (IP) menurut baku mutu UNESCO/WHO/UNEP, 1992 Gambar 13 memperlihatkan bahwa semua stasiun di Perumahan Nirwana Estate dan Perumahan memiliki nilai IP yang memberikan keterangan bahwa perairan tersebut dalam kondisi tercemar ringan. Baku mutu UNESCO/WHO/UNEP, 1992 yang digunakan merupakan baku mutu perairan yang diperuntukkan selain air minum sehingga parameter-parameter kualitas perairan di setiap stasiun kedua perumahan masih berada di bawah baku mutu kecuali BOD setiap stasiun di Perumahan Nirwana Estate. Hal ini diduga disebabkan karena bahan organik yang terdapat perairan di stasiun pengamatan di Perumahan Nirwana Estate sebagian besar berasal dari limbah perumahan dan pertanian yang berada di sekitar perairan (Das and Acharya, 2003) sehingga jumlah oksigen yang diperlukan untuk menguraikan bahan organik cukup besar yang ditunjukkan dengan nilai BOD yang besar.

42 IP menurut PP No. 82 Tahun 2001 5 4 IP 3 2 1 0 Gambar 13 IP menurut baku mutu UNESCO/WHO/UNEP, 1992 d. Indeks Pencemaran (IP) menurut baku mutu Rump and Krist, 1992 Setiap stasiun pengamatan yang terdapat pada Perumahan Nirwana Estate dan seperti terlihat pada Gambar 14 diperoleh nilai IP yang menunjukkan bahwa perairan yang terdapat pada kedua perumahan tersebut berada dalam kondisi tercemar ringan karena bernilai antara 1 5 walaupun parameter-parameter kualitas perairan yang diukur di setiap stasiun kedua perumahan masih berada di bawah baku mutu Rump and Krist, 1992. Seperti halnya dengan baku mutu Tchobanoglous and Burton, 1991, hal ini diduga karena semua baku mutu parameter yang telah ditetapkan Rump and Krist, 1992, memiliki rentang nilai sehingga nilai IP yang dihasilkan dengan metode indeks pencemaran cukup besar. Apabila nilai baku mutu parameter yang digunakan adalah nilai maksimal atau minimal maka nilai IP yang dihasilkan kecil yang berarti perairan dalam kondisi baik.

43 IP menurut Rump and Krist,1992 IP 3,12 3,118 3,116 3,114 3,112 3,11 3,108 3,106 3,104 Gambar 14 IP menurut baku mutu Rump and Krist, 1992 e. Indeks Pencemaran (IP) menurut baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 Nilai IP yang diperoleh dari setiap stasiun pengamatan di Perumahan Nirwana Estate dan (Gambar 15) memberikan informasi bahwa perairan di setiap stasiun tersebut berada dalam kondisi tercemar ringan karena nilai IP-nya berada dalam selang 1-5. Ketiga stasiun di Perumahan Nirwana Estate dan Perumahan, parameter kualitas perairan seperti suhu, deterjen, dan BOD telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan PP No.82 tahun 2001. Parameter suhu yang melebihi baku mutu menjadikan perairan di setiap stasiun pengamatan di Perumahan Nirwana Estate dan tidak layak lagi untuk peruntukkan prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut (PP No.82 tahun 2001). Parameter lainnya yang telah melebihi baku mutu adalah deterjen dan BOD, hal ini diduga disebabkan oleh masuknya polutan berupa bahan organik yang berasal dari limbah perumahan, sisa hasil pertanian dan limbah industri di sekitar perairan (Das and Acharya, 2003) untuk BOD sedangkan deterjen berasal dari limbah dari penggunaan deterjen oleh masyarakat perumahan di sekitar perairan. Kandungan deterjen yang tinggi menjadi salah satu penyebab meningkatnya konsentrasi phospat di dalam perairan (Jaji et al., 2007).

44 IP menurut PP No. 82 Tahun 2001 5 4 IP 3 2 1 0 Gambar 15 IP menurut baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 Kualitas perairan di stasiun-stasiun pengamatan yang terdapat di Perumahan Nirwana Estate dan Perumahan dapat diketahui dengan metode indeks pencemaran yang dibandingan dengan lima baku mutu, diantaranya adalah UNECE, 1994; Tchobanoglous and Burton, 1991; UNESCO/WHO/UNEP, 1992; Rump and Krist, 1992; dan PP no.82 tahun 2001 sehingga dapat diketahui bahwa semua stasiun pengamatan baik di Perumahan Nirwana Estate maupun Perumahan dalam kondisi tercemar. Menurut baku mutu UNECE, 1994, semua stasiun pengamatan Perumahan Nirwana Estate dalam kondisi tercemar berat dan semua stasiun pengamatan Perumahan dalam kondisi tercemar sedang, hal ini diduga disebabkan karena masukan bahan organik lebih banyak di stasiun-stasiun pengamatan di Perumahan Nirwana Estate yang sebagian besar berasal dari limbah perumahan daripada Perumahan. Selain itu, nilai baku mutu UNECE, 1994 lebih rendah dari keempat baku mutu lainnya. Empat baku mutu lainnya menyatakan bahwa semua stasiun di kedua perumahan dalam kondisi tercemar ringan. pengamatan yang berada dalam kondisi tercemar juga dapat dilihat dari beberapa parameter kualitas perairan yang melebihi baku mutu diantaranya suhu, BOD, total phospat, dan deterjen sehingga menjadi penyebab rendahnya oksigen yang terlarut di perairan. Parameter-parameter yang melebihi baku mutu yang telah ditetapkan diduga disebabkan oleh masukan bahan

45 organik yang berasal dari limbah domestik seperti limbah perumahan (sebagai contohnya deterjen) dan sisa hasil pertanian seperti pupuk serta limbah industri (Das and Acharya, 2003). 4.3. Hubungan antara Persepsi Masyarakat tentang Pencemaran Limbah Cair Perumahan dengan Penurunan Kualitas Lingkungan Perairan Hubungan antara persepsi masyarakat tentang pencemaran limbah cair perumahan dengan penurunan kualitas lingkungan perairan, dapat dilihat dari beberapa variabel dalam kuisioner yang menjadi tanggapan responden. Hasilnya kemudian dinilai dan dibuat tabulasi yang telah diskoring. Selanjutnya dilakukan penentuan tingkat persepsi responden secara umum, sehingga diperoleh dua kategori, yaitu: responden yang memiliki tingkat persepsi baik dengan nilai bobot rata-rata 68-91 dan responden yang memiliki tingkat persepsi rendah dengan nilai bobot rata-rata 18-67. Hasil analisis komposisi tingkat persepsi responden tentang pencemaran limbah cair perumahan berdasarkan kategori indeks pencemaran (tercemar berat dan tercemar sedang) dapat dilihat pada tabel 2. Berdasarkan tabel 2 tersebut terlihat bahwa pada kategori indeks pencemaran yang termasuk cemar berat, responden yang memiliki tingkat persepsi rendah sebanyak 62,5% responden dan sebanyak 37,5% responden memiliki tingkat persepsi tinggi. Sedangkan untuk tingkat pencemaran sedang, responden yang memiliki tingkat persepsi rendah sebanyak 66,67% responden dan responden yang memiliki tingkat persepsi tinggi adalah sebanyak 33,3% responden. Tabel 2. Tingkat persepsi responden tentang pencemaran limbah cair perumahan Skor Persepsi Kategori Indeks Pencemaran Persentase (%) Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Sedang 18-67 10 8 62,50 66,67 68-91 6 4 37,50 33,33 Total 16 12 100,0 100,0 Sumber: Lampiran 8 Hubungan antara tingkat persepsi responden dengan penurunan kualitas lingkungan perairan dapat diketahui melalui uji Khi-Kuadrat, antara masingmasing variable indeks pencemaran dengan tingkat persepsi responden. Hasil uji diperoleh nilai Khi-Kuadrat sebesar 1,522 dan nilai signifikan sebesar 0,217

46 dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 8). Oleh karena itu dapat diketahui bahwa persepsi masyarakat tentang pencemaran limbah cair perumahan tidak signifikan terhadap penurunan kualitas lingkungan perairan karena nilai signifikan yang diperoleh lebih besar dari taraf α 5% sehingga terima hipotesis nol (Ho), yang berarti tidak ada hubungan yang nyata antara kategori indeks pencemaran dengan tingkat persepsi responden tentang pencemaran limbah cair perumahan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa walaupun persepsi masyarakat tentang pencemaran limbah cair perumahan tergolong baik tetapi tidak diikuti dengan tindakan untuk mencegah pencemaran lingkugan perairan. 4.4. Analisis Nilai WTP (Willingness to Pay) Responden untuk Peningkatan Kualitas Lingkungan Perairan Lingkungan perairan merupakan salah satu sumberdaya yang bersifat barang publik, dimana kurva permintaanya dapat ditaksir dengan pendekatan dengan penilaian hipotesis. Metode yang digunakan dalam studi ini didasarkan pada konsep kesediaan membayar (willingness to pay) sebagaimana metode ini banyak digunakan untuk menentukan nilai sosial dari barang publik. Prosedur yang digunakan adalah dengan menanyakan secara langsung kepada responden tentang kesediaan serta kesanggupan mereka membayarkan sejumlah uang maksimal dalam bentuk iuran untuk membantu pendanaan pembangunan fasilitas pengolahan limbah cair perumahan sehingga lingkungan perairan tetap terjaga kualitasnya. Hasil analisis kuisioner yang dilakukan terhadap 16 responden di Perumahan Nirwana Estate dan 12 responden di Perumahan mengenai kesediaan mereka membayar iuran pembangunan fasilitas pengolahan limbah cair perumahan (Tabel 3 dan 4) diperoleh 11 responden (68,75%) yang bersedia membayar dan yang tidak bersedia membayar sebanyak 5 responden (31,25%) di Perumahan Nirwana Estate sedangkan di Perumahan 12 responden (100%) bersedia membayar. Jumlah yang bersedia dibayarkan oleh responden nilainya bervariasi, dengan jumlah maksimum sebesar 100.000 rupiah/bulan dan jumlah minimum 15.000 rupiah/bulan. Adapun nilai rata-rata (nilai tengah WTP) dari jumlah yang bersedia dibayarkan adalah sebesar 40.455

47 rupiah/tahun di Perumahan Nirwana Estate dan 60.000 rupiah/bulan di Perumahan. Tabel 3 Komposisi responden berdasarkan kesediaan membayar iuran di Perumahan Nirwana Estate WTP (Rp) Frekuensi (F) Persentase (%) WTP x F (Rp) 15.000 3 27,27 45000 35.000 5 45,45 175000 75.000 3 27,27 225000 100.000 0 0 0 Total 11 100 445000 Rata-rata 40455 Sumber: Lampiran 9 Tabel 4 Komposisi responden berdasarkan kesediaan membayar iuran di Perumahan WTP (Rp) Frekuensi (F) Persentase (%) WTP x F (Rp) 15.000 1 16,67 15000 35.000 2 33,33 70000 75.000 1 16,67 75000 100.000 2 0,33 200000 Total 6 100 360000 Rata-rata 60000 Sumber: Lampiran 9 Peubah apa saja yang berpengaruh terhadap nilai kesediaan membayar (willingness to pay) iuran pembangunan fasilitas pengolahan limbah cair perumahan, serta apakah secara statistik nilai WTP iuran tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan atau tidak dapat diketahui melalui analisis regresi berganda. Adapun peubah-peubah yang diduga mempengaruhi nilai WTP iuran (Y) adalah beberapa peubah bebas diantaranya: usia, pendidikan terakhir, dan pendapatan. Responden di Perumahan Nirwana Estate memiliki kisaran usia antara 24-50 tahun, pendidikan terakhir dari tamatan SMU hingga strata satu, dan kisaran pendapatan antara Rp. 1.752.500 Rp. 3.000.000 sedangkan untuk responden di Perumahan memiliki kisaran usia antara 29-62 tahun, pendidikan terakhir dari tamatan SMU hingga strata dua, dan kisaran pendapatan antara Rp. 1.252.500 Rp. 3.000.000 (Lampiran 9). Analisis regresi di Perumahan Nirwana Estate diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,0847 atau 8,47% yang berarti model regresi tersebut

48 hanya bisa menjelaskan sebesar 8,47% dari nilai WTP iuran selebihnya dijelaskan oleh faktor-faktor lain. Sedangkan model dugaan hubungan WTP dengan karakteristik responden yang diperoleh adalah sebagai berikut: WTPi = 64507,519 + 125,280 Ui 4277,391 PTi + 0,0138 Pi dimana WTP i = nilai WTP individu ke-i; Ui = usia individu ke-i; PTi = pendidikan terakhir individu ke-i; Pi = pendapatan individu ke-i. Peubah bebas usia dengan koefisien regresi sebesar 125,280 dan standard error sebesar 1570,70 memiliki pengertian bahwa apabila peubah bebas lain dianggap konstan dan usia responden bertambah satu satuan maka diduga keinginan membayar masyarakat perumahan untuk iuran pembangunan fasilitas pengolahan limbah perumahan akan naik sebesar Rp.125,280,-. Peubah bebas pendidikan terakhir dengan koefisien regresi sebesar -4277,391 dan standard error sebesar 6296,234 berarti apabila peubah bebas lain dianggap konstan dan pendidikan terakhir mengalami kenaikan satu satuan maka diduga keinginan membayar masyarakat perumahan akan mengalami penurunan sebesar Rp. 4277,391,-. Peubah bebas pendapatan memiliki koefisien regresi sebesar 0,0138 dan standard error 0,0228, hal ini berarti bahwa apabila peubah bebas lain dianggap konstan dan jumlah pendapatan keluarga mengalami peningkatan sebesar Rp.10.000,- maka diduga keinginan membayar masyarakat perumahan akan meningkat sebesar Rp.138,-. Koefisien regresi juga bisa memberi kesimpulan bahwa keinginan masyarakat Perumahan Nirwana Estate untuk membayar iuran pembangunan fasilitas pengolahan limbah cair perumahan masih sangat kecil. Dengan kata lain, alokasi pendapatan keluarga yang bersedia dibayarkan untuk iuran bukanlah prioritas utama, hal ini mungkin karena pemenuhan kebutuhan pokok keluarga seperti sandang, pangan dan pendidikan masih sangat dominan serta pendapatan rata-rata responden yang tidak terlalu tinggi sebesar Rp.2.592.272 per bulan. Hasil analisis regresi di Perumahan diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,9104 atau 91,04% yang berarti model regresi tersebut menjelaskan sebesar 91,04% dari nilai WTP iuran. Sedangkan model dugaan hubungan WTP dengan karakteristik responden yang diperoleh adalah sebagai berikut:

49 WTPi = -1301392,8 + 15697,993 Ui + 6370,766 PTi + 0,228 Pi dimana WTP i = nilai WTP individu ke-i; Ui = usia individu ke-i; PTi = pendidikan terakhir individu ke-i; Pi = pendapatan individu ke-i. Peubah bebas usia dengan koefisien regresi sebesar 15697,993 dan standard error sebesar 4634,289 memiliki pengertian bahwa apabila peubah bebas lain dianggap konstan dan usia responden bertambah satu satuan maka diduga keinginan membayar masyarakat perumahan untuk iuran pembangunan fasilitas pengolahan limbah perumahan akan naik sebesar Rp.15.697,993,-. Peubah bebas pendidikan terakhir memiliki koefisien regresi sebesar 6370,766 dan standard error sebesar 4102,085 yang berarti apabila peubah bebas lain dianggap konstan dan pendidikan terakhir mengalami kenaikan satu satuan maka diduga keinginan membayar masyarakat perumahan akan mengalami peningkatan sebesar Rp. 6.370,766,-. Peubah bebas pendapatan memiliki koefisien regresi sebesar 0,2278 dan standard error 0,0672, hal ini berarti bahwa apabila peubah bebas lain dianggap konstan dan jumlah pendapatan keluarga mengalami peningkatan sebesar Rp.10.000,- maka diduga keinginan membayar masyarakat perumahan akan meningkat sebesar Rp.2.278,-. Koefisien regresi ini juga bisa memberi kesimpulan bahwa keinginan masyarakat Perumahan untuk membayar iuran pembangunan fasilitas pengolahan limbah cair perumahan juga masih kecil yang dapat dilihat dari pendapatan rata-rata yang relatif tidak terlalu tinggi yaitu sebesar Rp.2.542.916 per bulan. Nilai WTP yang diperoleh dari kedua perumahan dapat digunakan untuk memprediksi potensi dana yang bersedia dikeluarkan oleh masyarakat untuk pembangunan fasilitas pengolahan limbah cair perumahan (household wastewater treatment) dengan menggunakan total WTP (TWTP). Nilai TWTP Perumahan Nirwana Estate sebesar Rp. 30.341.250 dan Perumahan sebesar Rp. 30.000.000 (Tabel 5).

50 Tabel 5. Total WTP (TWTP) Perumahan WTP (Rp) TWTP(Rp) R 2 Nirwana Estate 40.455 30.341.250 0,0847 60.000 30.000.000 0,9104 Masyarakat Perumahan Nirwana Estate dan memiliki karakteristik seperti usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan pendapatan yang tidak berbeda jauh sehingga persepsi masyarakat di kedua perumahan tersebut tidak berhubungan dengan penurunan kualitas lingkungan perairan dan samasama belum memiliki sistem pengolahan limbah cair perumahan. Akan tetapi, hasil analisis kuesioner responden tentang keinginan membayar masyarakat untuk peningkatan kualitas lingkungan perairan di Perumahan Nirwana Estate dan Griya Depok Asri memperlihatkan adanya perbedaan nilai iuran yang bersedia dikeluarkan oleh masyarakat di kedua perumahan (Rp. 40.455 untuk Perumahan Nirwana Estate dan Rp.60.000 untuk Perumahan ). Hal ini diduga disebabkan oleh kurangnya jiwa sosial masyarakat di Perumahan Nirwana Estate dibandingkan masyarakat di Perumahan karena lebih mementingkan diri sendiri daripada kepentingan bersama dan didukung dengan hasil wawancara dengan responden di Perumahan Nirwana Estate. Tingginya nilai iuran masyarakat di Perumahan juga diduga disebabkan oleh adanya komunikasi formal dan non formal yang baik sehingga masyarakat di Perumahan memiliki komitmen untuk menaati hasil keputusan bersama.