PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan

KAJIAN KUALITAS TAPAK HUTAN TANAMAN INDUSTRI HIBRID Eucalyptus urograndis SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PULP DALAM PENGELOLAAN HUTAN LESTARI

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Eldridge et al. (1993), taksonomi tanaman Eucalyptus adalah. : Plantae (Tumbuhan) : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kayu merupakan produk biologi yang serba guna dan telah lama dikenal

BAB I PENDAHULUAN. kering tidak lebih dari 6 bulan (Harwood et al., 1997). E. pellita memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. umumnya disebabkan oleh beberapa hal seperti berkurangnya luas kawasan hutan

DAMPAK PENURUNAN DAUR TANAMAN HTI Acacia TERHADAP KELESTARIAN PRODUKSI, EKOLOGIS DAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I. PENDAHULUAN. daerah tropis sebagai hutan tanaman. Di Indonesia saat ini spesies ini

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Biomassa adalah segala material yang berasal dari tumbuhan atau hewan

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu

IV. KONDISI UMUM. Gambar 3. Peta Lokasi PT. RAPP (Sumber: metroterkini.com dan google map)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013)

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

TINJAUAN PUSTAKA. berlangsung sejak era sebelum memasuki era kemerdekaan. Berbagai kebijakan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

Peneliti, Divisi Litbang, PT. Musi Hutan Persada, Muara Enim, Sumatera Selatan 31171, Indonesia. Telp:

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu permasalahan utama bidang kehutanan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. permintaan kertas dunia, yaitu rata-rata sebesar 2,17% per tahun (Junaedi dkk., 2011).

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

MG-6 DAUR DAN ETAT PEMANENAN KAYU

SINTESA HASIL PENELITIAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI SERAT TANAMAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

KEBUTUHAN BENIH DAN PERMASALAHANNYA DI IUPHHHK

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan.

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. disekitarnya. Telah menjadi realita bila alam yang memporak-porandakan hutan,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1

BAB I PENDAHULUAN. adalah sengon (Falcataria moluccana). Jenis ini dipilih karena memiliki beberapa

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang menjadi sentra penanaman jati adalah puau Jawa (Sumarna, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yaitu di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Dalam perkembangannya tanaman

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH. Litterfall Production, and Decomposition Rate of

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hutan. Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan hutan terluas di dunia

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hutan merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang perlu dikelola dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno,

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DENGAN SWAKELOLA DI INDONESIA

RPI 7 : PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN

METODE PENGATURAN HASIL HUTAN TANAMAN EUCALYPTUS BERDASARKAN OPTIMASI TEGAKAN PERSEDIAAN NYATA DAN EROSI TANAH D A R W O

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tanaman kayu putih sebagai salah satu komoditi kehutanan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kayu keras tropis yang paling berharga di pasar

MODEL PERTUMBUHAN DAN HASIL HUTAN TANAMAN Eucalyptus grandis HILL EX MAIDEN DI AEK NAULI SIMALUNGUN SUMATRA UTARA

TINJAUAN PUSTAKA. dan lurus, produksi biji tinggi dan mudah bertunas serta memiliki 12 potensi

BAB I PENDAHULUAN. jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Jati (Tectona grandis Linn F.) merupakan salah satu produk kayu mewah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang. mebel dan lain sebagainya. Tingginya kebutuhan manusia akan kayu tersebut

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil

Darwo, Endang Suhendang, I Nengah Surati Jaya, Herry Purnomo, Pratiwi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Degradasi tanah merupakan isu penting dalam AGENDA 21, hal ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

UJI JARAK TANAM PADA TANAMAN Eucalyptus pellita F. Muel DI KABUPATEN BANYUASIN, SUMATERA SELATAN. Imam Muslimin 1* dan Suhartati 2 ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

SUMBER DAYA HUTAN* Resume by Opissen Yudisyus , Ilmu Ekonomi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan upaya strategis dalam mengatasi permasalahan kelangkaan bahan baku industri pengolahan kayu domestik di Indonesia. Tujuan pembangunan HTI adalah untuk peningkatan potensi dan kualitas hutan produksi yang sudah tidak produktif guna memenuhi kebutuhan bahan baku industri kehutanan. Hal ini karena persediaan pasokan bahan baku dari hutan alam produksi semakin menurun. Kebutuhan bahan baku kayu industri perkayuan nasional sekitar 39,2 juta m 3 kayu bulat (Simangunsong et al. 2008), sementara berdasarkan Direktorat Jendral Bina Produksi Kehutanan (2010) jumlah produksi kayu dari hutan alam, hutan tanaman dan sumber lain (hutan rakyat dan kayu perkebunan) mencapai 34,32 juta m3. Salah satu bentuk HTI yang saat ini memegang peranan penting dalam menunjang pengembangan industri kayu serat domestik adalah HTI kayu serat atau HTI pulp. Pentingnya pembangunan HTI pulp dapat dilihat dari kenyataan besarnya ketergantungan jenis industri ini kepada kayu serat. Pada saat ini lebih dari 90% bahan baku pulp dan kertas berasal dari kayu karena kayu mempunyai sifat unggul, seperti: rendemen yang dihasilkan tinggi, kandungan lignin relatif rendah dan kekuatan pulp dan kertas yang dihasilkan tinggi (Pasaribu dan Tampubolon 2007). Indonesia menempati peringkat 9 dunia dalam produksi pulp sebesar 5,5 juta ton pulp per tahun dan peringkat 11 dunia industri kertas dengan kapasitas produksi sekitar 8,2 juta ton kertas per tahun (Ditjen Bina Produksi Kehutanan 2009). Jumlah industri pulp dan kertas di Indonesia sebanyak 13 unit. Sebanyak 6 unit berada di Pulau Sumatera dan merupakan perusahaan besar dengan kapasitas terpasang seluruhnya sekitar 6,5 juta ton pulp per tahun. Kebutuhan bahan baku untuk industri pulp dengan kapasitas di atas memerlukan kayu sekitar 26 juta m 3 per tahun. Jumlah pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HT) tercatat 206 unit dengan luas

2 tanaman yang telah terbangun sekitar 4,3 juta hektar sampai tahun 2008 (Ditjen Bina Produksi Kehutanan 2009). Pengelolaan HTI pulp ditujukan untuk mendapatkan tegakan hutan kayu serat yang sesuai dengan peruntukan, yaitu yang memiliki ciri-ciri produksi (riap) biomassa tegakan yang tinggi, daur pendek, dan mempunyai sifat-sifat (kimia dan fisika) kayu yang sesuai dengan persyaratan untuk bahan baku industri pulp seperti: panjang serat > 0,8mm, berat jenis sedang sekitar 0,3-0,8; kandungan lignin < 23% dan kandungan selulosa minimal 40-45% (komunikasi pribadi dengan Kartiwa, Ahli Peneliti pada Balai Besar Sellulosa dalam Mindawati, 2009). Selain itu, tegakan hutan yang terbentuk diharapkan bersifat ramah lingkungan sehingga disamping mampu menghasilkan bahan baku yang diinginkan secara optimal, juga dapat berperan dalam mengendalikan erosi tanah, mengatur tata air, memelihara kesuburan tanah dan sampai batas tertentu membantu penyerapan karbon dari udara. Kualitas tegakan hutan HTI pulp dengan ciri-ciri di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor : ekologi (lingkungan), sifat genetik pohon, dan tindakan manajemen yaitu teknik silvikultur yang diterapkan. Kementrian Kehutanan telah mengembangkan jenis-jenis pohon yang tergolong dalam kelompok tumbuh cepat seperti Eucalyptus spp. Acacia mangium, Acacia crassicarpa, Falcataria mollucana dan Gmelina arborea. Daur tebang yang ditetapkan sekitar 8-9 tahun dengan alasan umur tersebut telah cukup menghasilkan ukuran kayu yang cukup tinggi, cocok untuk bahan baku pulp dan relatif aman bagi lingkungan dalam arti dapat menciptakan keseimbangan antara masukan dan keluaran hara tanah, meskipun data dan informasi hasil penelitian tentang neraca hara dari jenis-jenis di atas masih kurang tersedia secara lengkap (Wahyono dkk. 2005). Indonesia sudah berpengalaman dalam membangun hutan tanaman Jati dan beberapa jenis pohon lain, seperti mahoni, pinus dan damar yang berdaur panjang, sedangkan untuk jenis-jenis tanaman berdaur pendek seperti jenis Eucalyptus masih relatif baru, terutama dalam hal peningkatan produktivitas dan dampaknya terhadap kelestarian produktivitas lahan hutan masih sedikit hasil penelitiannya (Hardiyanto 2004).

3 Eucalyptus spp. seperti jenis E. urophylla, E. grandis dan E. pelita, merupakan jenis cepat tumbuh yang dikembangkan secara luas di PT Toba Pulp Lestari. Salah satu jenis yang sedang dikembangkan dalam skala operasional adalah Eucalyptus hibrid hasil persilangan antara jenis E. urophylla S.T. Blake x E. grandis W.Hill ex Maid yang terkenal dengan nama hibrid E. urograndis ( E. urophylla x E. grandis) hasil seleksi dengan karakter pertumbuhan lebih baik dibanding tanaman tetuanya. Pengembangan hibrid Eucalyptus di Indonesia masih tertinggal dengan negara lain seperti China, Congo, Brazil dan Afrika Selatan yang telah mengusahakan hibrid Eucalyptus secara komersil dengan perbanyakan vegetatif (Nikles, 1996). Pengembangan hibrid E. urograndis di Brazil telah menghasilkan pertumbuhan pohon yang spektakuler, seragam dan mempunyai kemampuan pangkas yang tinggi. Menurut Gonçalves et al. (1997) pertumbuhan hibrid E. urograndis di Brazil pada tanah Ultisol sangat beragam dengan kisaran riap ratarata tahunan (Mean Annual Increment, MAI) pada umur 5 tahun sebesar 12 48 m 3 /ha/tahun, sedangkan di Congo produktivitas hibrid E. urograndis sangat tinggi dan memiliki riap tahunan rata-rata sebesar 70 m 3 /ha/tahun (Campinhos 1993). Pertumbuhan yang cepat dari hibrid E. urograndis dan desakan kebutuhan bahan baku industri pulp menyebabkan daur tebang diperpendek oleh perusahaan menjadi 5 tahun. Semakin pendek daur tebang tanaman maka semakin sering dilakukan panen sehingga akan terjadi pengurasan hara berulang-ulang yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas tapak itu sendiri jika dalam pengelolaannya tidak terencana dengan baik. Beberapa pakar beranggapan bahwa jenis cepat tumbuh Eucalyptus spp. dan Acacia spp. dapat menurunkan kandungan air tanah, menurunkan ketersediaan nutrisi dan menghambat pertumbuhan tanaman bawah sehingga menurunkan biodiversitas, meningkatkan erosi tanah dan menurunkan kesuburan tanah (Poore dan Fries 1985; Bouvet 1998 dalam Bouillet dan Reversat 2001). Faktor pembatas utama pertumbuhan tegakan Eucalyptus adalah kekurangan hara dan cekaman air (Gonçalves et al. 1997; FAO 1988). Hal ini didukung oleh Purwowidodo (1998) yang menyatakan bahwa tanaman Eucalyptus sp. terbukti

4 meningkatkan kehilangan air dari sistem hidrologi dan mengurangi kesuburan tanah. Menurut Dell et al. (2003) pada umumnya tegakan Eucalyptus di Indonesia kekurangan unsur hara makro N total, P tersedia, K dan Mg yang mengakibatkan daun gugur sebelum waktunya dan penurunan volume kayu yang dihasilkan, sedangkan Bouillet dan Reversat (2001) menyatakan bahwa umumnya terjadi penurunan Ca dan N tanah di bawah tegakan Eucalyptus dan Pinus jika ditanam secara monokultur. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa pada rotasi ke 2 dan ke 3 pertumbuhan Eucalyptus lebih rendah di banding rotasi pertama (Campinhos dan Brassnet 1958 dalam Chijicke 1980). Menurut Napitupulu (1995) yang meneliti kualitas tapak jenis E. urophylla di sektor Aek Nauli terjadi pemiskinan hara P dan Mg setelah jenis tersebut ditebang. Agar hutan tanaman lestari, maka produktivitas harus dipertahankan bahkan ditingkatkan dari periode tebang yang satu ke periode tebang berikutnya (Nambiar 2003). Kelestarian hutan tanaman sangat ditentukan oleh keeratan korelasi antar parameter yang saling mempengaruhi, yaitu kemampuan dari kondisi ekologis tapak, intensitas manajemen termasuk perlakuan silvikultur yang dilaksanakan, dampak pada tanah di bawahnya dan nilai lingkungan serta manfaat sosial ekonomi yang didapat (Nambiar dan Brown 1997). Oleh karena itu, untuk mencapai kelestarian hasil maka hubungan antara produktivitas, faktor kelestarian lingkungan dan sosial ekonomi harus diperhitungkan dan dipelajari. Hasil-hasil penelitian tentang tegakan hibrid E. urograndis telah banyak dilakukan di Australia, Brazil dan China, sedangkan di Indonesia hibrid E. urograndis belum lama dikembangkan secara luas sehingga hasil penelitian masih sangat sedikit dan bersifat parsial. Penelitian tentang pertumbuhan dan hasil, kualitas tapak dan dinamika neraca hara hutan tanaman hibrid E. urograndis penting untuk dilakukan karena sangat berguna dalam perencanaan pengelolaan hutan tanaman hibrid E. urograndis dan merupakan salah satu kunci yang mendukung keberhasilan pembangunan hutan tanaman industri di Indonesia secara berkelanjutan di masa depan.

5 Perumusan Masalah Pembangunan HTI di Indonesia bertujuan untuk penyediaan bahan baku industri kehutanan, baik untuk tujuan kayu pertukangan maupun untuk tujuan bahan baku industri pulp dan kertas. Menurut Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2007, lahan yang dicanangkan untuk pengembangan HTI adalah lahan yang telah terdegradasi atau lahan kritis dengan tingkat kesuburan tanah yang relatif rendah atau marginal (Ditjen Bina Produksi Kehutanan 2008). Selain itu, dalam pengembangan HTI untuk tujuan bahan baku pulp dan kertas, pemerintah menetapkan pengembangan jenis-jenis cepat tumbuh dengan daur tebang pendek sekitar 8-9 tahun. Sampai saat ini hasil tegakan HTI belum sesuai dengan produktivitas hasil yang diharapkan. Hal ini disebabkan jenis yang dikembangkan pada lahan marginal di atas pada umumnya jenis cepat tumbuh yang memerlukan hara dalam jumlah banyak. Produktivitas akan semakin rendah jika dalam pengembangan jenis cepat tumbuh tersebut menggunakan bibit yang tidak unggul secara genetik. Menurut Kramer dan Kozlowski (1960) pertumbuhan pohon sangat ditentukan oleh interaksi antara faktor keturunan/genetik, lingkungan/ekologi dan teknik silvikultur/budidaya yang diterapkan karena ketiga faktor tersebut akan menentukan proses fisiologis dalam pohon dan mempengaruhi produktivitas. Peningkatan produktivitas akan tercapai bila dalam pengembangan hutan tanaman digunakan bibit unggul secara genetik dan perlakuan manipulasi lingkungan sehingga kualitas tempat tumbuh lebih dapat menunjang pertumbuhan pohon yang diusahakan. Penggunaan bibit unggul hibrid E. urograndis diharapkan dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi sehingga daur tebang dapat dipersingkat. Namun semakin cepat suatu jenis pohon tumbuh, maka akan semakin banyak pula unsur hara yang dibutuhkan tanaman sehingga dikhawatirkan produktivitas lahan akan semakin merosot. Oleh karena itu, penggunaan bibit unggul dari hibrid E. urograndis yang mempunyai karakter tumbuh jauh lebih cepat dari tanaman tetuanya, dikhawatirkan akan berdampak buruk pada kualitas tapak jika tidak dilakukan tindakan silvikultur yang memadai. Kekhawatiran turunnya kualitas tapak disebabkan juga oleh kenyataan bahwa daur

6 tebang selama ini ditetapkan selalu hanya berdasarkan volume kayu maksimal yang dapat dihasilkan tanpa melihat kondisi tapak pasca tebang. Agar kelestarian tercapai, maka penentuan daur tebang optimal harus berdasarkan aspek ekonomi dan aspek ekologi. Permasalahan utama yang dicari solusinya dalam penelitian ini adalah mempelajari karakteristik kualitas tapak meliputi aspek pertumbuhan dan hasil, aspek kualitas tapak serta model dinamika neraca hara hutan tanaman hibrid E. urograndis. Beberapa pertanyaan yang dijawab dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah benar terjadi perbedaan pertumbuhan (volume dan biomassa) tegakan hibrid E. urograndis rotasi 1 dengan rotasi 2 per satuan waktu? 2. Berapa daur tebang optimal hibrid E. urograndis? 3. Sifat kimia tanah atau unsur-unsur hara apakah yang berperan penting dalam laju pertumbuhan hutan tanaman hibrid E. urograndis? 4. Apakah benar hibrid E. urograndis banyak mengabsorbsi unsur-unsur hara dari dalam tanah untuk pertumbuhannya sehingga terjadi penurunan kualitas tanah pasca tebang? 5. Bagaimana model dinamika neraca hara pada lahan bertegakan hibrid E. urograndis? Landasan atau kerangka pikir yang holistik dan sistematis untuk menjawab permasalahan-permasalahan di atas, dituangkan dalam bentuk tahapan-tahapan kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian kajian kualitas tapak hutan tanaman hibrid E. urograndis, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kualitas tapak hutan tanaman industri hibrid E. urograndis pada rotasi 1 dan rotasi 2 ( umur 1,2,3,4 dan 5 tahun) sebagai bahan baku industri pulp. Adapun sasaran tahapan kegiatan penelitian yang mendukung tujuan tersebut adalah : 1. Menganalisis pertumbuhan dan hasil tegakan (riap dan biomassa) hutan tanaman hibrid E. urograndis.

7 2. Menganalisis daur tebang optimal berdasarkan volume maksimal yang dicapai dan neraca hara hibrid E. urograndis. 3. Menganalisis kualitas tapak dari parameter sifat-sifat tanah dan hara tegakan hibrid E. urograndis pada rotasi 1 dan 2. 4. Menganalisis unsur hara makro yang berperan penting dalam menentukan laju pertumbuhan hibrid E. urograndis. 5. Mengetahui dinamika neraca hara tanah pada hutan tanaman hibrid E. urograndis. GENETIK/SUMBER BENIH UNGGUL (hibrid E. urograndis ) LINGKUNGAN TINDAKAN SILVIKULTUR PRODUKTIVITAS Pertumbuhan Diameter Tinggi Volume Biomassa Daur Volume Maksimum (MAI = CAI) Kualitas tapak Sifat kimia Sifat fisika Sifat biologi Neraca hara hara Daur teknik Daur tebang optimal Kelestarian Produktivitas lahan Hutan Tanaman hibrid E.urograndis Gambar 1 Kerangka pemikiran kualitas tapak hutan tanaman hibrid E. urograndis.

8 Hipotesis Beberapa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Produktivitas tegakan hibrid E. urograndis pada rotasi 1 lebih besar dibanding rotasi 2. 2. Daur volume maksimum tegakan hibrid E. urograndis rotasi 1 lebih cepat dibanding rotasi 2. 3. Terjadi penurunan kualitas tapak hibrid E. urograndis dari rotasi 1 ke rotasi 2. 4. Semua unsur hara makro berkorelasi positif terhadap peninggi tegakan hibrid E. urograndis 5. Terjadi ketidakseimbangan neraca hara pada lahan bertegakan hibrid E. urograndis setelah tebang Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam perencanaan pengelolaan hutan tanaman di Indonesia secara umum dan secara khusus untuk HTI hibrid E. urograndis, terutama sebagai masukan penting pada: 1. Konsekuensi pemilihan hibrid E.urograndis untuk meningkatkan produktivitas HTI. 2. Penentuan manajemen hara yang tepat untuk kelestarian hasil dan kesuburan tapak. 3. Pengelolaan HTI yang berkelanjutan terutama dalam membuat perencanaan dan menentukan daur tebang optimal untuk hibrid E. urograndis.