TINJAUAN YURIDIS TENTANG AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI PERKARA PERDATA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum

TINJAUAN YURIDIS TENTANG AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI PERKARA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

KEKUATAN MENGIKATNYA PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

JAMINAN. Oleh : C

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

KEKUATAN PEMBUKTIAN SERTIFIKAT DALAM SENGKETA HAK ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

BAB I PENDAHULUAN. Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN MEMAKAI AKTA DI BAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI)

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pemeriksaan perkara dalam persidangan dilakukan oleh suatu

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI NOTARIS DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara.

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

PENTINGNYA PENCANTUMAN KETIDAKBERHASILAN UPAYA PERDAMAIAN (DADING) DALAM BERITA ACARA SIDANG DAN PUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PERDATA

KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI PENGAKUAN YANG DIBERIKAN DI LUAR PERSIDANGAN

TENTANG DUDUK PERKARANYA

KEKUATAN YURIDIS METERAI DALAM SURAT PERJANJIAN

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN TERHADAP AKTA PERDAMAIAN (ACTA VAN DADING) OLEH SALAH SATU PIHAK YANG BERPERKARA DI PENGADILAN

KEDUDUKAN ALAT BUKTI TULISAN TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA DI PENGADILAN. Rosdalina Bukido. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D

NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari seringkali terjadi gesekan-gesekan yang timbul diantara. antara mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN MELALUI PROSES PENGADILAN DAN DILUAR PENGADILAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB IV KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT SEHINGGA DIMENANGKAN OLEH HAKIM DALAM PERKARA NO.12/PDT.G/2010/PN.LLG TENTANG SENGKETA TANAH.

FUNGSI NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA YANG DIBUBUHI DENGAN CAP JEMPOL SEBAGAI PENGGANTI TANDA TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB 4 PENERAPAN UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD

BAB I PENDAHULUAN. warga negara merupakan badan yang berdiri sendiri (independen) dan. ini dikarenakan seorang hakim mempunyai peran yang besar dalam

Kata kunci : Pembuktian, Perbuatan Melawan Hukum, Akta Notaris.

BAB VII PERADILAN PAJAK

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2

P U T U S A N Nomor : 138/PDT/2015/PT.Bdg. perkara perdata dalam Peradilan Tingkat Banding, telah menjatuhkan putusan. Islam, pekerjaan Wiraswasta ;

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA TENTANG CERAI GUGAT DENGAN ALASAN IMPOTEN. A. Prosedur Cerai Gugat Dengan Alasan Impoten

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Pogram Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Oleh : ANGGA PRADITYA C

TINJAUAN YURIDIS TENTANG SYARAT DAN PENERAPAN PENGGUNAAN PERSANGKAAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA BOBY PRASETYA / D.

TINJAUAN YURIDIS TENTANG SYARAT DAN PENERAPAN PENGGUNAAN PERSANGKAAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA BOBY PRASETYA / D

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

P U T U S A N Nomor : 0052/Pdt.G/2012/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BENI DHARYANTO C FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

TENTANG DUDUK PERKARANYA

a. Hukum pembuktian bagian hukum acara perdata, diatur dalam:

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS ARTIKEL

PEMBATALAN SITA JAMINAN DALAM PERKARA PERDATA (STUDI PUTUSAN NOMOR 2998 K/PDT/2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

ABSTRAK ABSTRACT. Key Word : , legal evidence, evidence

xxxxxxxxxxxxxxxx, Kecamatan Klirong, Kabupaten

P U T U S A N Nomor 0633/Pdt.G/2013/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori atau Konseptual

KEKUATAN ALAT BUKTI AKTA OTENTIK YANG DIBUAT OLEH NOTARIS DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SLEMAN JURNAL

P U T U S A N Nomor : 0447/Pdt.G/2012/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

TENTANG DUDUK PERKARANYA

BAB I PENDAHULUAN. diantara mereka. Hal itu dikarenakan setiap manusia memiliki. kepentingannya, haknya, maupun kewajibannya.

P U T U S A N. Nomor:0230/Pdt.G/2007/PA.Wno BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

TENTANG DUDUK PERKARANYA

UPAYA HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN

P U T U S A N Nomor : 1732/Pdt.G/2011/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TENTANG AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengandilan Negeri Karanganyar) Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh : EKO SUPRIYANTO S.F C 100 070 064 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012 1

HALAMAN PENGESAHAN Naskah Publikasi ini telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk di Publikasikan Pembimbing I Pembimbing II (Darsono, S.H ) (Suparto, S.H )

3 TINJAUAN YURIDIS TENTANG AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar). Nama : Eko Supriyanto SF NIM : C 100 070 064 Jur/Fak : Hukum Universitas Muhannadiyah Surakarta ABSTRAK Tujuan penelitihan ini adalah untuk mengetahui penilaian hakim tentang kekuatan alat bukti akta otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata dalam praktek di Pengadilan Negeri Karanganyar dan pertimbangan hakim (legal reasoning) dalam menilai akta otentik yang didalilkan adanya dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang). Dalam penelitihan ini penulis menggunakan metode pendekatan hukum sosiologis empiris adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir. Berdasarkan uraian hasil penelitihan dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan alat bukti akta otentik akan lemah bahkan dapat dibatalkan apabila dalam pemeriksaan dipersidangan, ternyata akta otentik tersebut dibuat atas dasar kekeliruan. Harus ada pembuktian pada waktu akta diajukan, maka dalam persidangan hakim akan bertanya apakah ada tekanan (ada unsur ketidak seimbangan) termasuk adanya penipuan dan dipaksa di bawah tekanan. Jika dalam pembuatan akta otentik terbukti bahwa akta otentik itu dibuat berdasarkan kekeliruan maka akta otentik tersebut dapat dibatalkan. Para pihak wajib membuktikan dalilnya dalam persidangan sesuai dalam Pasal 1865 KUHPerdata jo Pasal 163 HIR yang berbunyi Setiap orang yang mendalilkan sesuatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.

4 ABSTRAK The purpose of this study was to determine the judge's assessment of the strength of the evidence authentic act in the examination process in the practice of civil cases in district court of Karanganyar and judges consideration (legal reasoning) in assessing the postulated existence of an authentic deed dwaling (mistake), fraud (bedrog) or coercion (dwang). In this study the authors used the method of empirical sociological law approach is methods of research conducted to obtain primary data and to discover the truth by using the method of inductive thinking and correspondence criterion of truth and facts used to make the process of induction and testing the truth of the correspondent is the latest facts. Based on the result description of research and data analysis, it can be concluded that The authentic deed strength of evidence will be weak, it can even be canceled if the examination at the hearing, turns out authentic deed is made on the errors basis. There should be evidence at the time the deed filed, then the judge will ask in the court is there pressure (there is an element of imbalance) including fraud and under pressure forced. If the authentic deed proved that was made by mistake, so can be canceled. The parties have to prove their argument in the trial by Article 1865 of KUHPerdata jo in Article 163 HIR which reads Any person who postulate something right, or to affirm his own right as well to denied the rights of others, refers to an event, required to prove the existence of rights or event

5 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. Dengan perkataan lain hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil. Lebih kongkrit lagi dapatlah dikatakan, bahwa hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa, serta memutuskan dan pelaksanaan dari putusannya. 1 Berdasarkan pengertian tersebut di atas apa yang dilakukan oleh hakim dalam rangka memperoleh kepastian dan kebenaran peristiwa itu sendiri menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH mempunyai beberapa pengertian, yaitu : 1. Membuktikan dalam arti logis yaitu memberi kepastianyang bersifat mutlak, karena berlaku bagi setiap orang hingga tidak memingkinkan adanya bukti lawan. 2. Membuktikan. dalam, arti, konvensional, di. sinipun membuktikann berarti juga memberikan kepastian, hanya saja kepastian yang nisbi atau relatif sifatnya. 3. Membuktikan dalam arti yuridis, pembuktian di sini hanya beklaku bagi pihak-pihak yang berperkara atau yang memperoleh hak dari mereka. Deagan demikian pembuktuan dalam arti yuridis tidak menuju kepada kebenaran mutlak, sebab ada kemungkinan jika pengakuan, kesaksian atau surat-surat itu tidak benar atau palsu atau dipalsukan maka dimungkinkan adanya bukti lawan. 2 Surat akta ini ada dua macam pula yaitu surat akta otentik dan surat akta dibawah tangan. Menurut ketentuan Pasal 165 HIR akta otentik yaitu 1 Sudikno Mertokusumo, 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty. Hal 3. 2 Sudikno Mertokusumo. Op. Cit. Hal 103-104.

6 Akta yang dibuat oleh atau dihadapkan pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Merupakan bukti yang lengkap bagi kedua belah pihak dan ahli warisannya serta orang yang mendapatkan hak dari pdanya tentang segala hal yang tersebut dalam surat itu dan pemberitahuan saja, tetapi yang disebutkan terakhir ini hanya sepanjang yang diberitahukan itu langsung berhubungan dengan pokok dalam akta itu. Pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk membuat akta otentik itu misalnya notaris, pegawai catatan sipil, hakim, panitera, juru sita, dan sebagainya. Dalam melakukan pekerjaannya, pejabat-pejabat itu terikat pada syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang sehingga merupakan jaminan untuk mempercayai pejabat itu berserta hasil pekerjaannya. Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik dan menuangkan dalam penelitihan skripsi dengan judul TINJAUAN YURIDIS TENTANG AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar) B. Perumusan Masalah Dengan berdasarkan pada uraian-uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan problematikanya sebagai berikut : 1. Bagaimanakah Hakim Dalam Menilai Kekuatan Alat Bukti Akta Otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata dalam praktek di Pengadilan Negeri Karanganyar? 2. Bagaimanakah pertimbangan hakim (legal reasoning) dalam menilai akta

7 otentik yang didalilkan adanya dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang)? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui penilaian hakim tentang kekuatan alat bukti akta otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata dalam praktek di Pengadilan Negeri Karanganyar. 2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim (legal reasoning) dalam menilai akta otentik yang didalilkan adanya dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang). D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan dan menambah pengembangan ilmu pengetahuan yang telah penulis peroleh selama di bangku kuliah. 2. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul, khususnya masalah yang berhubungan dengan alat bukti akta otentik. 3. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana dibidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. E. Metodologi Penelitian Pendekatan Penelitian menggunakan Penelitian hukum sosiologis empiris. Jenis Penelitian Penulis menggunakan penelitian jenis deksripti

HASIL PENELITIHAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitihan 1. Penilaian Hakim Dalam Menilai Kekuatan Alat Bukti Akta Otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata dalam praktek di Pengadilan Negeri Karanganyar. Kekuatan alat bukti yang diperoleh oleh Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar dalam memberikan putusannya berdasarkan seberapa kuat bukti-bukti surat yang diajukan berupa foto copy, syarat-syarat yang diberi materai dilegalisasi dan bukti tersebut akan dikroscek kebenarannya dengan bukti asli surat. 3 Bahwa bukti surat Akta Otentik yang sudah dibuktikan kebenarannnya di pengadilan sesuai dengan aslinya, maka bukti itu dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan serta merta. Sesuai dengan Pasal 180 HIR Ayat (1) berbunyi Biarpun orang membantah putusan hakim pengadilan negeri atau meminta apel, maka pengadilan negeri itu boleh memerintahkan supaya putusan hakim itu dijalankan dahulu, jika ada surat yang sah, suatu surat tulisan yang menurut peraturan tentang hal itu boleh diterima sebagai bukti, atau jika ada keputusan hukuman lebih dahulu dengan putusan hakim yang sudah menjadi tetap, demikian pula jika dikabulkan tuntutan dahulu, lagipula di dalam perselisihan tentang hak 3 Wawancara Pribadi, Benny Eko Supriyadi, Hakim Pengadilan Negeri Karangnyar, 9 Februari 2012. 8

9 milik. Ayat (2) berbunyi akan tetapi hal menjalankan dahulu putusan hakim itu sekali-kali tidak boleh diluaskan kepada penyendaraan. Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil gugatannya kuasa penggugat dipersidangan menyerahkan alat bukti tertulis berupa foto copy surat-surat yang diberi materai sebagai berikut: 1. Foto copy surat pengadilan Somasi No. 32/Pdt.Som/1998/PN.Kray. tanggal 8 Juni 1998 kepada DJOKO TRIYANTO (P.la); 2. Foto copy Berita Acara Somasi No. 32/Pdt.Som/1998/PN.Kray. tanggal 8 Juni 1998 bahwa DJOKO TRIYANTO telah diperingatkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Karanganyar (P.l.b); 3. Foto copy permohonan Somasi atas hak tanggungan peringkat I No. 992/1997 berdasarkan Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 71/Jat/1997 tertanggal 10-4-1997 (P.l.c); 4. Foto copy surat Undangan untuk memperpanjang sewa rumah dari Bank Danamon Indonesia Cabang Solo kepada Sonny Kurniawan tertanggal 21 Januari 1999 (P.2.a); 5. Foto copy surat panggilan ke II untuk memperpanjang sewa rumah dari PT. Bank Danamon Indonesia Cabang Solo kepada Sonny Kurniawan tertanggal 27 Januari 1999 (P.2.b); 6. Foto copy Pemberitahuan Pengosongan rumah dari SRI KUSPARIATI kepada NY. WAHYUNI INDAHYANI, DJOKO TRIYANTO dan NY.LIE STAUW TAN tertanggal 29 Januari 1999 (P.2.c); 7. Foto copy pemberitahuan ke II untuk mengosongkan rumah dari Sri Kuspariati tertanggal 18 Pebruari 1999 (P.2.c); 8. Foto copy dari foto copy Akta Jual Beli No. 82/JB/JTN/1998 tertanggal 26 Juni 1998 antara DJOKO TRIYANTO (penjual) dengan Nona Sri Kuspariati, SH (pembeli) dihadapan PPAT. Andrea Indirawati, SH.(P.3); 9. Foto copy pembayaran Pajak Penjualan, Jual Beli, Roya atas SHM No. 1540 Dagen, Perjanjian pengosongan, Surat kuasa pinjam nama, Sewa menyewa dan perjanjian atas nama DJOKO TRIYANTO tertanggal 24 Juni 1998 dari Kantor Notaris Sunarto, SH. (P.4.a); 10. Foto copy Nota Debet No. 15/052/021/0358/0698 tertanggal 26 Juni 1998 dari Bank Danamon Cabang Solo kepada Sonny Kurniawan (P.4.b); 11. Foto copy Relas Panggilan Somasi No. 32/Pdt.Som/1998/PN.Kray. tertanggal 30 Juni 1998 kepada Sonny Kurniawan (P.5); 4 Akta otentik adalah akta yang sempurna yang dibuat oleh pejabat yang berwenang yang sesuai dengan ketentuan undang-undang dan memiliki 4 Data Putusan No. 06/Pdt.G/1999/PN. Kray.

10 kekuatan pembuktian yang lebih kuat dibandingkan akta di bawah tangan. Namun akta otentik dapat dibatalkan apabila ada pembuktian yang mengatakan bahwa akta otentik ternyata dibuat mengandung cacat hukum melalui pemeriksaan di persidangan. Akta otentik yang dapat dibatalkan apabila akta otentik tersebut dibuat mengandung cacat hukum misalkan suatu akta otentik berupa sertifikat tanah yang terbit secara ganda, maka sertifikat mana yang dianggap sah dan mempunyai kekuatan alat bukti yang kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan di persidangan dan memeriksa saksi-saksi yang mengetahui latar belakang dari sertifikat yang terbit. 5 Dalam Putusan No. 06/Pdt.G/1999/PN. Kray. di Pengadilan Negeri Karanganyar misalkan, bahwa dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar berbendapat bahwa untuk menguatkan dalil bantahnnya, Tergugat yang telah mengajukan bukti tertulis berupa foto copy surat-surat yang telah diberi materai secukupnya dan telah dicocokkan aslinya menunnjukkan bahwa majelis hakim secara cermat telah melakukan pemeriksaan bukti surat yang diajukan para pihak. Posita dari putusan Putusan No. 06/Pdt.G/1999/PN. Kray. adalah sebagai berikut: Kekuatan alat bukti akta otentik akan lemah bahkan dapat dibatalkan apabila dalam pemeriksaan dipersidangan, ternyata akta otentik tersebut dibuat atas dasar kekeliruan harus ada pembuktian pada waktu akta diajukan, maka dalam persidangan hakim akan bertanya apakah ada tekanan (ada unsure ketidak seimbangan) termasuk adanya penipuan dan dipaksa di bawah 5 Wawancara Pribadi, Syahru Rizal, Humas Pengadilan Negeri Karangnyar, 3 April 2012.

11 tekanan. Jika dalam pembuatan akta otentik terbukti bahwa akta otentik itu dibuat berdasarkan kekeliruan maka akta otentik tersebut dapat dibatalkan. Untuk pembatalan akta otentik, maka harus ada yang menggugat sehingga akta tersebut batal demi hukum. 6 2. Pertimbangan Hakim (legal reasoning) Dalam Menilai Akta Otentik Yang Di dalilkan Adanya Dwaling (kekeliruan), Penipuan (bedrog) atau Paksaan (dwang). Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar dalam menilai suatu akta otentik yang dibuat atas dasar dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang), maka hakim memerlukan keyakinannya bahwa akta otentik tersebut dibuat atas dasar dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang) atau tidak. Para pihak wajib membuktikan dalilnya dalam persidangan sesuai dalam Pasal 1865 KUHPerdata jo Pasal 163 HIR. Pasal 1865 KUHPerdata yang berbunyi Setiap orang yang mendalilkan sesuatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Pasal 163 HIR yang menyebutkan bahwa, Barang siapa yang mengatakan mempunyai barang suatu hak atau menyebutkkan suatu kejadian untuk meneguhkan haknya itu, 6 Wawancara Pribadi, Benny Eko Supriyadi, Hakim Pengadilan Negeri Karangnyar, 9 Februari 2012.

12 atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu. 7 Akta otentik yang dibuat atas dasar dwaling (kekeliruan) misalkan seorang notaris karena jabatannnya melakukan legalisasi jual beli atas tanah tanpa melihat secara teliti kesehatan jasmani dan rohani dari subyek hukum yang ikut menandatangani akta jual beli tersebut. Baru setelah akta jual beli tersebut dilegalisasi dan ternyata salah satu pihak merasa keberatan karena pihak lain sebagai subyek hukum ternyata baru diketahui mengalami gangguan mental sejak proses pembuatan akta otentik tersebut walaupun bisa menandatangani akta jual beli tersebut, penipuan (bedrog) misalkan bahwa subyek hukum melakukan pemalsuan KTP (Kartu Tanda Penduduk) yang sebenarnya subyek hukum belum dewasa dalam menandatangani akta otentik atau paksaan (dwang) misalkan suatu perjanjian yang tertuang di dalam akta otentik dibuat atas dasar paksaan dari orang lain maka akibatnya tidak sah, cacat hukum, dan dapat dibatalkan oleh pengadilan dan tidak sah menurut hukum. Dalam pembuatan akta otentik tidak boleh dipermainkan atau direkayasa dan harus memenuhi prosedur yang berlaku. Bagi pihak yang merasa kepentingannya dirugikan atas terbitnya suatu akta otentik, harus melalui gugatan ke pengadilan dan harus dapat menunjukkan bukti surat dan saksi-saksi. 8 7 Wawancara Pribadi, Benny Eko Supriyadi, Hakim Pengadilan Negeri Karangnyar, 9 Februari 2012. 8 Wawancara Pribadi, Syahru Rizal, Humas Pengadilan Negeri Karangnyar, 3 April 2012.

13 Menurut Penulis, hakim dalam menghindari kesalahan dalam meyakini suuatu alat bukti akta otentik maka memerlukan suatu kecermatan dan ketelitian dalam meyakini bahwa akta otentik yang diajukan para pihak dijamin keabsahannya dan tidak mengandung cacat hukum seperti dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang) supaya dalam memberikan putusan atas gugatan yang diajukan para pihak dapat memberikan keadilan bagi para pihak yang bersengketa dan mampu menegakkan nilai-nilai kejujuran dan kebenaran. Sebuah akta autentik merupakan dokumen yang sah dan dapat menjadi alat bukti yang sempurna. Sempurna di sini berarti hakim menganggap semua yang tertera dalam akta merupakan hal yang benar, kecuali ada akta lain yang dapat membuktikan bahwa isi akta pertama tersebut salah misalkan terjadi cacat hukum seperti dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang). Oleh karena itu, menurut Penulis, pembuatan sebuah akta autentik menjadi sesuatu yang penting. Memiliki akta autentik berarti kita memiliki bukti atau landasan yang kuat dimata hukum. Ada beberapa alasan yang menunjang kekuatan hukum sebuah akta autentik. Akta autentik dibuat di hadapan seorang pejabat umum Negara sehingga legalitasnya dapat dipastikan, ditambah lagi bahwa seorang pejabat umum Negara tidak memiliki keberpihakan dalam pembuatan akta. Hal ini berbeda dengan akta yang dibuat sendiri, meskipun disaksikan pihak ketiga, tetapi hal itu tidak dapat menajdi sebuah jaminan. Dapat saja pihak-pihak yang terlibat pembuatan akta akan menyangkal keterlibatannya. Hal ini dapat saja terjadi karena mereka

14 mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Sehingga diperlukan independensi dari pejabat yang berwenang melegalisasi akta otentik supaya tidak mudah terintervensi oleh pihak-pihak demi kepentingan pribadinya dengan sengaja melakukan dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang) dalam membuat suatu akta otentik.

PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan sistematika pembahasan di bab sebelumnnya, maka sampailah pada tahap kesimpulan dari jawaban rumusan masalah yang telah dibahas pada BAB III yang oleh penulis jelaskan sebagai berikut: 1. Kekuatan alat bukti yang diperoleh oleh Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar dalam memberikan putusannya berdasarkan seberapa kuat bukti-bukti surat yang diajukan berupa foto copy, syarat-syarat yang diberi materai dilegalisasi dan bukti tersebut akan dikroscek kebenarannya dengan bukti asli surat (akta autentiknya). Kekuatan alat bukti akta otentik akan lemah bahkan dapat dibatalkan apabila dalam pemeriksaan dipersidangan, ternyata akta otentik tersebut dibuat atas dasar kekeliruan. Harus ada pembuktian pada waktu akta diajukan, maka dalam persidangan hakim akan bertanya apakah ada tekanan (ada unsur ketidak seimbangan) termasuk adanya penipuan dan dipaksa di bawah tekanan. Jika dalam pembuatan akta otentik terbukti bahwa akta otentik itu dibuat berdasarkan kekeliruan maka akta otentik tersebut dapat dibatalkan. Untuk pembatalan akta otentik, maka harus ada yang menggugat sehingga akta tersebut batal demi hukum. 2. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar dalam menilai suatu akta otentik yang didalilkan adanya dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang) maka hakim memerlukan keyakinannya 15

16 bahwa akta otentik tersebut dibuat atas dasar dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang) atau tidak. Para pihak wajib membuktikan dalilnya dalam persidangan sesuai dalam Pasal 1865 KUHPerdata jo Pasal 163 HIR yang berbunyi Setiap orang yang mendalilkan sesuatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. B. Saran Saran dan kritik yang ingin disampaikan oleh Penulis dalam penulisan skripsi ini akan penulis uraikan sebagai berikut: 1. Hendaknya terhadap para pihak yang berperkara dalam gugatan perdata di Pengadilan Negeri Karangnyar dalam mengajukan gugatan maupun jawaban gugatan dapat memahami arti pentingnya bukti atka aotentik aslinya. Sehingga dalam persidangan hakim dapat memiliki keyakinan tentang seberapa kuat suatu akta otentik yang dijadikan bukti dalam persidangan. 2. Terhadap hakim Pengadilan Negeri Karangnyar sebaiknya mempertahankan usaha untuk mencari keabsahan suatu akta otentik yang dibuat bebas dari dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang). 3. Terhadap Notaris di wilayah hukum Karanganyar dalam menerima klien untuk pengesahan atau pembuatan akta otentik tidak serta merta menerima

17 begitu saja bukti-bukti akta otentik yang diajukan kliennya. Diperlukan kecermatan dan ketelitian mengenai asli tidaknya akta otentik yang diajukan.

18 DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir, Muhammad, 1992. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. M. Yahya Harahap, 2008, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika. Retnowulan Sutantio, Ny. dan Iskandar Oeripkartowinoto, 1986. Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Alumni. Soebekti, R., 1987. Hukum Acara Perdata. Bandung: Bina Cipta. Soerjono Soekanto, 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Pres. Sudikno Mertokusumo, 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty. Wirjono Prodjodikoro, 1980. Hukum Acara Perdata. Bandung: Bina Cipta. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata HIR