BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial

dokumen-dokumen yang mirip
BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah semakin menjamur dan sepertinya hukum di Indonesia tidak

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

2016, No Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN WADAH PERAN SERTA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEDOMAN PELAKSANAAN RENCANA AKSI PENANGGULANGAN DAN PEMBERANTASAN NARKOBA DI LAPAS/RUTAN DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi

I. PENDAHULUAN. telah menggunakan komputer dan internet. Masyarakat yang dinamis sudah akrab

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera bagi Kita Semua Yth. Para Narasumber, Para Peserta Sosialisasi, Serta hadirin yang berbahagia.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik I

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dalam hal ini pemerintah dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dan. menyebabkan suatu permasalahan yang baru.

STRATEGI KOMUNIKASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) DALAM MENCEGAH MASYARAKAT MENGGUNAKAN NARKOBA DI KOTA LANGSA UTARI NOVIA ARISKA

: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dibahas mengenai strategi Badan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba dan peredaran gelap narkoba di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bawah Pemda Kota Bandung. Promosi kesehatan Dinas Kesehatan Kota. Bandung memiliki strategi khusus dalam mengajak masyarakat untuk

2016, No Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional;

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

2017, No Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran N

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan manusia juga ditujukan, agar masyarakat semakin sejahtera, sehat jiwa

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Loka Rehabilitasi. Organisasi. Tata Kerja.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. narkoba pada tahun 2012 berkisar 3,5%-7% dari populasi dunia yang berusia 15-64

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

PROPINSI SULAWESI SELATAN. KEPUTUSAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor : KEP/ 06 / X / 2011 / BNNP TENTANG

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL Nomor: PJ 23 Tahun 2017 Nomor: NK/43/X/2017/BNN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

2 2. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 3. Peraturan Ke

Strategi Komunikasi dan Promosi Sungai Musi pada Program Pengembangan Waterfront City

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Humas mempunyai fungsi pekerjaan yang aktif dan dinamis. Kegiatan

BUPATI MALANG. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua.

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

LAPORAN ANALISIS KINERJA BIDANG KESEHATAN -NARKOBA-

BAB V PENUTUP. Pemkab Sragen, dalam hal ini Disparbudpor, telah melaksanakan komunikasi

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perintah ke setiap kementerian/lembaga berperang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BERITA NEGARA. No.679, 2012 BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Balai Rehabilitasi. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB III PENUTUP. rawan menjadi sasaran peredaran gelap narkotika. penyalahgunaan narkotika. peredaran gelap narkotika.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TAPIN

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG BIMBINGAN PENYULUHAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT

Sambutan Presiden RI pd Peringatan Hari Antinarkoba Internasional, Tgl. 24 Juni 2013, Istana Negara Senin, 24 Juni 2013

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Narkotika Na

Gedung Rehabilitasi Narkoba Provinsi Jawa Tengah di Kota Semarang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TOLITOLI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 : PENDAHULUAN. bahan aktif lainya, dimana dalam arti luas adalah obat, bahan atau zat. Bila zat ini masuk

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

KATA PENGANTAR Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi daripada Dipenjara Laporan Kinerja BNN Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 288, 2012

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Meningkatnya penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. bulan Mei 1998, telah menghantarkan rakyat Indonesia kepada perubahan di

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN NASIONAL ANTI KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JAKARTA, 22 FEBRUARI 2017

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang kurang perhatian orang tua, dan begitu beragamnya kegiatan yang

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang


PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

KASUS-KASUS HUKUM DAN PENYIMPANGAN PAJAK - PENYELESAIAN INPRES NO. 1 TAHUN

PERILAKU KOMUNIKASI KOMUNITAS LESBI DI MAKASSAR

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan seharihari, perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial tersebut. Untuk melaksanakan interaksi tersebut, manusia didukung oleh sebuah proses komunikasi. Proses ini harus berlangsung dengan cara tepat, sehingga interaksi dapat berjalan dengan baik. Komunikasi itu sendiri merupakan suatu proses penyampaian pesan dari komunikator (pemberi pesan) ke komunikan (penerima pesan) dengan menggunakan media. Apabila terjadi salah menginterpretasi mengenai isi pesan yang disampaikan, maka komunikasi yang terjadi tidak efektif. Dalam proses komunikasi, adanya kesamaan makna menjadi hal yang sangat penting. Sebuah proses komunikasi yang dilaksanakan juga tidak luput dari berbagai hambatan (Cangara, 2013:41). Berbagai hambatan dalam menyebarluaskan informasi seperti hambatan fisik, birokrasi, status, budaya, dan kerangka berpikir. Dalam merencanakan komunikasi dimaksudkan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang ada guna mencapai efektivitas komunikasi, sedangkan dari sisi fungsi dan kegunaan komunikasi perencanaan dan strategi diperlukan untuk mengimplementasikan program-program yang ingin dicapai. Untuk menangani masalah komunikasi, Cangara (2013: 61) menjelaskan bahwa para perencana dan pelaksana program terkait yang dihadapkan pada sejumlah persoalan di lapangan, terutama dalam kaitannya dengan strategi

penggunaan sumber daya komunikasi yang tersedia untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, komunikator atau penyampai pesan harus dapat merencanakan komunikasi melalui strategi yang tepat dan efektif dalam program terkait. Pemilihan strategi merupakan langkah krusial yang memerlukan penanganan secara hati-hati dalam perencanaan komunikasi, sebab jika pemilihan strategi salah maka hasil yang diperoleh bisa fatal dan tidak maksimal. Menurut Cangara (2013:41) perencanaan komunikasi diperlukan untuk menyusun strategi agar program yang berskala nasional dapat berhasil. Maka komunikasi memiliki peran penting dalam mencapai keberhasilan program. Komunikasi juga diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat tentang program-program yang dirancang dengan baik untuk memenuhi kebutuhan khalayak. Komunikasi pada suatu organisasi juga memainkan peranan yang sangat efektif. Memecahkan masalah-masalah dan mencapai tujuan-tujuan dari manajemen. Komunikasi tidak mempunyai arti apapun jika hanya dipergunakan sekedar untuk komunikasi. Komunikasi harus diarahkan pada tujuan yang telah ditentukan. Namun, di masyarakat yang sudah maju dengan pengetahuan dan teknologi, masalah-masalah dan hambatan kerap kali muncul dalam menyampaikan pesan. Pada keadaan seperti itu, komunikasi merupakan jalan atau petunjuk utama dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, peranan komunikasi dalam suatu organisasi sangat penting. Dalam memenuhi tujuan organisasi, dibutuhkan suatu strategi komunikasi agar program-program dari organisasi dapat disampaikan dengan baik dan efektif ke masyarakat. Untuk mengkomunikasikan program tersebut maka sebagai

organisasi harus mengidentifikasi keberhasilan atau kegagalan suatu perencanaan, pelaksanaan, hasil kegiatan dalam mengkomunikasikan sebuah program. Keberhasilan suatu kegiatan komunikasi dapat ditentukan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah bagaimana strategi komunikasi itu dijalankan. Strategi komunikasi yang merupakan panduan perencanaan komunikasi (communication planning) dengan manajemen komunikasi (management communication) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi komunikasi ini harus mampu menunjukkan bagaimana operasionalnya secara praktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu, tergantung kepada situasi dan kondisi (Effendy, 2011:32). Mengingat begitu pentingnya strategi komunikasi dalam keberhasilan suatu kegiatan komunikasi, maka Badan Narkotika Nasional sebagai leading sector, pada salah satu program pemerintah dalam menekan angka penyalahguna narkoba. Program yang dicanangkan oleh presiden adalah Program Nasional Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba yang sedang didengung-dengungkan saat ini. BNN dalam menjalankan tugasnya berfungsi sebagai penyusunan dan perumusan kebijakan pada program terkait, untuk mensosialisasikan isi pesan dari program tersebut kepada sasaran khalayak guna menekan angka penyalahguna narkoba di Indonesia, menentukan strategi yang digunakan untuk mengkomunikasikan program ke masyarakat agar tepat sasaran, dan bagaimana mengatasi hambatan-hambatan yang ada dalam mencapai keefektifan komunikasi. Dengan menggunakan strategi-strategi komunikasi guna mencapai tujuan pemerintah yaitu dengan sosialisasi yang dilakukan secara terus menerus sehingga

dapat dengan mudah menggandeng masyarakat untuk turut serta dalam kegiatan yang bertujuan untuk terciptanya Indonesia Bebas Narkoba. Untuk itu, BNN memerlukan strategi komunikasi agar pesan komunikasi program yang disampaikan dapat meningkatkan perhatian sasaran komunikasi, baik masyarakat umum maupun penyalahguna narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) berupaya melakukan strategi komunikasi untuk menyebarluaskan dan melakukan sosialisasi mengenai program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba. Hal ini terkait dengan permasalahan penyalahgunaan narkoba, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Peraturan Pelaksanaan bahwa pecandu/ penyalahguna narkoba wajib lapor dan rehabilitasi (Public Health). Selain itu melalui Instruksi Presiden RI No. 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba 2011-2015, untuk lebih menfokuskan pada pencapaian Indonesia Negeri Bebas Narkoba, diperlukan Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba. Hal tersebut sebagai bentuk komitmen bersama seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. BNN juga berupaya menekan laju peredaran gelap narkotika dan memfokuskan pada upaya rehabilitasi kepada korban penyalahguna dan pecandu narkoba yang telah di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang pelaksanaan wajib lapor pecandu narkotika. Program yang dicanangkan pemerintah Indonesia pada tahun 2015 yaitu Program Nasional Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba melalui Badan

Narkotika Nasional (BNN) sebagai leading sector, BNN juga bekerja sama dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan. Sebagaimana yang telah dideklarasikan pada tanggal 31 Januari 2015 di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri Jakarta. Melalui program ini diharapkan angka prevalensi penyalahguna di Indonesia juga menurun, karena semakin banyaknya para korban penyalahguna narkoba dan pecandu mendapatkan rehabilitasi. Sebagai instansi vertikal yang mewakili BNN Republik Indonesia di daerah Sumatera Barat, BNN Provinsi Sumatera Barat mengadakan launching sebagai aksi dalam mendukung Program Nasional Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba pada tanggal 16 Februari 2015 di Aula Istana Gubernuran Sumatera Barat yang dihadiri oleh pejabat Forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah), Bupati dan Walikota, tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM, dan para penggiat anti narkoba yang ada di Sumatera Barat. Pada Program Nasional Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba ini BNNP Sumatera Barat mendapatkan target sebanyak 1.332 orang untuk rehabilitasi rawat jalan dan rawat inap. Berdasarkan data yang ada di Badan Narkotika Nasional (BNN), tidak satu pun Kabupaten/Kota di Indonesia yang dinyatakan bebas dari masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Permasalahan narkoba di Indonesia terus merambat hingga ke wilayah terpencil dan telah menyebar ke segala usia dan status sosial. Termasuk di Provinsi Sumatera Barat, letak geografis Sumatera Barat berada pada jalur perlintasan antara kota besar yang ada di Sumatera dan banyak pelabuhan yang bisa di jadikan jalur masuknya narkoba. Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan Puslitkes

Universitas Indonesia tahun 2014, prevalensi narkoba di Sumatera Barat tiap tahunnya terus meningkat, pada tahun 2008 sekitar 1,68% penyalahguna narkoba, tahun 2011 sebanyak 1,45%, dan untuk tahun 2014 meningkat sebanyak 1,80%, dan diproyeksikan pada tahun 2017 akan meningkat menjadi 2,01% dari penduduk di Provinsi Sumatera Barat penyalahguna narkoba. Oleh karena itu, masalah narkoba merupakan masalah yang sangat serius dihadapi oleh bangsa Indonesia, angka prevalensi pengguna narkoba terus meningkat dan kasus peredaran gelap juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam menyelesaikan permasalahan narkoba tersebut BNN Provinsi Sumatera Barat sebagai instansi pemerintah yang khusus menangani permasalahan narkoba atau obat-obatan terlarang. Dalam menjalankan tugas tersebut, BNN Provinsi Sumatera Barat memiliki program-program dalam menjalankan tugasnya serta banyak menjalin kerja sama dengan banyak pihak, baik di lingkungan pemerintah maupun di luar pemerintah. Demi menyukseskan salah satu program dari BNN yaitu program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba diperlukan adanya strategi dalam mengkomunikasikan dan memberi pemahaman yang benar tentang program tersebut dan mendorong keterlibatan masyarakat pada program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba. Dengan adanya komunikasi yang baik, diharapkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba dapat diterima dengan baik. Melalui komunikasi itulah dibutuhkan strategi komunikasi agar pelurusan informasi mengenai program rehabilitasi tidak simpang siur di kalangan masyarakat awam.

Program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba merupakan program BNN Provinsi Sumatera Barat yang memerlukan beberapa tahapan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap evaluasi yang melibatkan peran organisasi dalam mengkomunikasikannya dan masyarakat yang berperan penting dalam keterlibatannya dalam program ini. Strategi komunikasi merupakan pendekatan secara keseluruhan yang akan diterapkan dalam mensosialisasikan program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba kepada khalayak dan pihak-pihak terkait. Dengan adanya strategi komunikasi yang menjadi panduan bagi pelaksana program ini, harapannya ada kesamaan persepsi dan langkah dalam menekan angka prevalensi penyalahguna narkoba. Maka penetapan strategi merupakan langkah krusial yang memerlukan penanganan secara hati-hati dalam setiap program komunikasi (Cangara, 2013:103). Sebab jika penetapan strategi salah atau keliru maka jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan bisa gagal. Berdasarkan hasil observasi awal, peneliti memperoleh informasi mengenai BNN Provinsi Sumatera Barat telah berupaya melakukan strategi untuk mengkomunikasikan informasi terkait dengan program rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba kepada masyarakat di Sumatera Barat. Strategi komunikasi yang telah dilakukan oleh BNN Provinsi Sumatera Barat melalui aktivitas komunikasi, seperti melakukan berbagai sosialisasi (secara face to face ) setiap bulannya di tahun 2015, diseminasi informasi (melalui media luar seperti pemasangan baliho, billboard, spanduk, penyebaran leaflet di setiap Kabupaten/Kota di Sumatera Barat). Tidak hanya itu, pelaksanaan tes urine (razia lapas, tempat hiburan, sekolah, dan beberapa instansi) tentang program

rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba ini juga dilakukan. Dengan memanfaatkan berbagai media sosialisasi yang ada, baik dengan media massa yaitu dengan membangun kerjasama dengan media cetak maupun media elektronik. Media ini digunakan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam menyebarkan informasi terkait program rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba, tetapi sampai bulan Juni 2015 ini masih belum mencapai 50 persen dari target yang diberikan. Hal tersebut dapat terlihat dari data penyalahguna narkoba di wilayah Sumatera Barat sebagai berikut : Tabel 1.1 Data Realisasi Program Nasional Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba di BNN Provinsi Sumatera Barat Bulan Jumlah yang Direhabilitasi Januari-Maret 10 April-Juni 300 Juli-September 396 Oktober-Desember 337 Realisasi 1.043 Target 1.332 Persentase 78% Sumber: Data laporan bidang rehabilitasi BNNP Sumatera Barat (per 31 Desember 2015) Dari hasil data penyalahguna narkoba di Sumatera Barat, peneliti berasumsi bahwa target kurang tercapai karena kurang optimalnya perencanaan. Walaupun BNN Provinsi Sumatera Barat telah melaksanakan berbagai kegiatan tersebut, namun kenyataannya target pencapaian penyalahguna kurang tercapai, masih banyaknya kasus penyalahguna narkoba yang tidak terungkap, dan ketidaktahuan masyarakat tentang progam rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba.

Mengamati peran BNNP Sumatera Barat sebagai pengelola program, maka peneliti mencoba melihat strategi komunikasi yang disusun agar terwujudnya Sumatera Barat Bebas Narkoba sesuai visi misinya, tentu masalahnya tidak lepas dengan kemampuan dari sasaran komunikasi, dimana pada umumnya sedikitnya pengetahuan yang memadai mengenai program rehabilitasi ini dan belum optimalnya peran aktif dan kesadaran masyarakat pada program. Alasannya, karena kurang efektif pelaksanaan fungsi dari BNNP dalam komunikator dalam hal ini penyuluh yang terbatas, yang berefek pada kurang maksimalnya sasaran target yang paham terhadap program rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba. Hal ini terlihat dari data pencapaian target yaitu sebanyak 867 penyalahguna narkoba dari hasil razia dan penjangkauan (Sumber: data laporan bidang rehabilitasi BNN Provinsi Sumatera Barat tahun 2015). Fungsi komunikasi dalam konteks ini dianggap sebagai mekanisme untuk mendapatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program. Karena itu pemerintah senantiasa perlu memperhatikan strategi apa yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan sehingga efeknya sesuai dengan dengan harapan. Dengan kondisi seperti itu, menurut Cangara (2013:44) menyatakan bahwa komunikasi perlu ditempatkan pada fungsinya, bukan hanya untuk membangkitkan kesadaran, memberi informasi, memengaruhi atau mengubah perilaku, melainkan komunikasi juga berfungsi untuk mendengarkan, mengeksplorasi lebih dalam, memahami, memberdayakan, dan membangun konsesus untuk perubahan. Berdasarkan data dan pendapat ahli di atas, peneliti beranggapan pada penerapan perencanaan strategi komunikasi yang telah dilakukan oleh BNNP Sumatera Barat masih belum maksimal. Sebagaimana yang terjadi pada program

rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba, karena semua program komunikasi yang dilakukan mempunyai tujuan, yakni memengaruhi target sasaran dan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Pengaruh atau efek dan tujuan dari program komunikasi sangat penting dalam proses komunikasi. Seperti yang dikemukakan Cangara (2013:139), tujuan dari efek/pengaruh untuk mengetahui berhasil tidaknya kegiatan komunikasi yang kita lakukan. Dalam hal ini, jika BNN Provinsi Sumatera Barat berhasil menjalankan strategi komunikasi dengan baik dalam mensosialisasikan program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba di Sumatera Barat, maka pemerintah dan masyarakat akan mendapatkan umpan balik yang sangat besar yaitu menurunnya angka prevalensi penyalahguna narkoba. Oleh karena itu, BNN Provinsi Sumatera Barat dalam mengkomunikasikan program nasional rehabilitasi 100.000 dibutuhkan suatu strategi komunikasi yang tepat. Seperti hasil riset sebelumnya dari Haloho (2014) mengenai Strategi Komunikasi BNNP Riau dalam P4GN, hasil temuannya dalam pelaksanaan program P4GN BNN Provinsi Riau membutuhkan strategi komunikasi yang nantinya dapat memberi efek pada perubahan sikap maupun perilaku dari masyarakat. Maka hal ini terlihat dari hasil Haloho (2014), bahwa strategi komunikasi diperlukan untuk menyebarkan informasi dari program yang ingin disampaikan kepada sasaran agar memperoleh hasil yang maksimal dan efektif. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Effendy (2011), mengenai strategi memiliki fungsi salah satunya yaitu menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, dan instruktif secara sistematik kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal.

Hal ini menarik untuk diteliti, mengingat begitu penting fungsi strategi dalam menyebarluaskan pesan komunikasi kepada khalayak, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana strategi komunikasi yang tepat yang dilakukan BNN Provinsi Sumatera Barat untuk memberi informasi dan pemahaman yang sama mengenai isi pesan pada program nasional rehabilitasi 100.00 penyalahguna narkoba kepada masyarakat. Hal ini yang menjadi salah satu urgensi agar program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna tersebut dapat efektif, target tercapai dan tepat sasaran. 1.2 Rumusan Masalah Berhasil atau tidaknya program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba yang menjadi program pemerintah dengan masyarakat sebagai sasarannya, dipengaruhi oleh proses komunikasi dan penyebaran informasi terkait program tersebut. Keberhasilan suatu kegiatan komunikasi dapat ditentukan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah bagaimana strategi komunikasi itu dijalankan. Sebagaimana yang dikemukakan Effendy (2007: 300), bahwa berhasil atau tidaknya kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh strategi komunikasi. Menurut Middleton dalam buku Cangara (2013:61), strategi komunikasi adalah kombinasi yang terbaik dari semua elemen komunikasi mulai dari komunikator, pesan, saluran (media), penerima sampai pada pengaruh (efek) yang dirancang untuk mencapai tujuan komunikasi yang optimal. Maka argumen peneliti terkait dengan permasalahan ini, dalam merencanakan program komunikasi harus dapat menggunakan strategi komunikasi yang tepat, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Agar proses komunikasi dalam pelaksanaan program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna dapat berjalan sesuai dengan harapan organisasi maka diperlukan perencanaan komunikasi. Bagaimanapun efektivitas sosialisasi dan komunikasi membutuhkan perencanaan yang matang dan sistematis dengan menggunakan strategi komunikasi yang baik. Strategi komunikasi itu sendiri merupakan panduan perencanaan komunikasi (communication planning) dengan manajemen komunikasi (management communication) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Effendy, 2011:32). Setelah dilakukan pra penelitian terkait dengan program tersebut, terdapat berita dari media massa yang menyatakan bahwa program ini belum berjalan sebagaimana mestinya. Dalam sebuah wawancara dengan media detiknews.com tanggal 12 November 2015 Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI, Komjen Budi Waseso mengakui kegagalan upaya rehabilitasi pengguna narkoba sebanyak 100 ribu orang. Komjen Budi Waseso akan mengevaluasi peraturan rehabilitasi pengguna narkoba. Kepala BNN juga menyebutkan bahwa program rehabilitasi tersebut tidak berhasil. Data penunjang lainnya seperti yang telah uraian di atas mengenai target di Sumatera Barat yang seharusnya dapat merehabilitasi 1.332 penyalahguna tetapi BNN Provinsi Sumatera Barat hanya dapat merehabilitasi sebanyak 1.043 dari target tersebut. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan wajib lapor penyalahguna narkoba yang disebabkan adanya komunikasi yang kurang efektif pada penyampaian pesan dari program terkait. Dari data laporan bidang rehabilitasi BNN Provinsi Sumatera Barat mengenai pencapaian target penyalahguna narkoba tahun 2015, pelaporan penyalahguna secara sukarela yang

hanya 176 orang masih merupakan sejumlah kecil dari penyalahguna narkoba di Sumatera Barat. Karenanya masih banyak penyalahguna narkoba yang belum di rehabilitasi yang berdampak pada belum terwujudnya visi misi BNNP Sumatera Barat dalam mewujudkan masyarakat Sumatera Barat yang sehat dan bersih dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Tentunya, BNNP sebagai pengelola dan organisasi yang bertugas untuk mensosialisasikan program rehabilitasi penyalahguna narkoba ini telah berupaya untuk merehabilitasi penyalahguna narkoba di Sumatera Barat. Namun, pertanyaan akan fakta masih adanya penyalahguna narkoba belum secara sukarela di rehabilitasi, maka hal ini dapat menjadi titik awal untuk memberi pemahaman secara persuasif terhadap informasi program rehabilitasi dalam rangka menekan angka prevalensi penyalahguna narkoba. Pada titik inilah peneliti mulai mempertanyakan efektivitas strategi dalam mengkomunikasikan program rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba. Berdasarkan observasi awal juga, ditemukan bahwa program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba di Sumatera Barat kurang optimalnya partisipasi aktif dari instansi-instansi terkait. Hal ini terlihat dari perencanaan dan pelaksanaan kegiatan sosialisasi bulanan oleh BNNP Sumatera Barat tentang program tersebut, sementara tidak terlihat keterlibatan langsung instansi terkait dalam kegiatan tersebut. Asumsi peneliti bahwa ada gangguan komunikasi pada proses penyusunan dan perencanaan strategi komunikasi tersebut, sehingga pesan dari BNNP Sumatera Barat (komunikator) kurang tersampaikan secara efektif kepada instansi-instansi terkait. Berikut adalah salah satu pemberitaan mengenai

perlunya adanya partisipasi aktif dari instansi terkait dalam penyebarluasan informasi program kepada sasaran khalayak. Gambar 1.1 Berita tentang Pentingnya Peranan dan Partisipasi Pemerintah Daerah Sumber : Koran Singgalang, April 2015 Dari uraian dan data di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji persoalan komunikasi ini mengingat dalam perencanaan dan penyusunan sebuah program baru perlu adanya partisipasi aktif dari seluruh stakeholders, dalam hal ini seluruh instansi terkait. Apabila dalam perencanaannya instansi terkait kurang dilibatkan, maka akan berakibat kurang maksimalnya pelaksanaan kegiatan sosialisasi program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba kepada sasarannya yaitu masyarakat Sumatera Barat. Dalam Instruksi Presiden RI No. 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba 2011-2015, untuk lebih menfokuskan pada pencapaian Indonesia Negeri Bebas Narkoba, diperlukan Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan

Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba sebagai bentuk komitmen bersama seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia, menginstruksikan kepada salah satunya instansi setempat dalam upaya memberikan pelayanan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial kepada penyalahguna narkoba. Hal ini berarti setiap program yang terkait dengan penyalahgunaan narkoba yang salah satunya dalam hal rehabilitasi didukung oleh instansi terkait. Kajian strategi komunikasi BNNP Sumatera Barat dalam proses perencanaan program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba merupakan suatu studi yang belum pernah peneliti temukan sebelumnya. Umumnya penelitian terdahulu menganalisis tentang strategi komunikasi sosialisasi dengan menggunakan konsep difusi inovasi. Seperti yang dilakukan oleh Milleza (2012) yang berjudul Strategi Komunikasi Sosialisasi PP 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Berbeda dengan penelitian ini yang mengupas tentang bagaimana strategi komunikasi dalam perencanaan dan pelaksanaan sebuah program. Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, peneliti berasumsi adanya ketidaksiapan perencanaan program yang belum berjalan dengan baik yang dilakukan oleh BNNP, kurangnya partisipasi aktif dari instansi-instansi terkait, dan kurang pemahaman masyarakat tentang program terkait. Diasumsikan terjadi akibat proses komunikasi dalam penyusunan perencanaan program tersebut kurang efektif, artinya diduga ada gangguan komunikasi dalam penyampaian isi pesan pada program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba, bisa dari komunikator dalam hal ini BNNP, isi pesan maupun penerima pesan

(komunikan). Dalam kajian ini, peneliti mencurigai juga adanya kegagalan perencanaan merupakan efek yang tidak diharapkan dalam proses komunikasi. Dalam hal ini BNNP sebagai pemberi pesan informasi program rehabilitasi ini terus menerus melakukan sosialisasi dengan berbagai media komunikasi. Informasi yang dikomunikasikan kepada masyarakat adalah mengenai bagaimana penyalahguna narkoba dapat di rehabilitasi atau melaporkan diri sesuai yang diamanatkan di perundang-undangan. Fungsi dari komunikasi untuk memberi informasi secara persuasif agar ketidaktahuan masyarakat mengenai penyalahguna narkoba di rehabilitasi dapat terjawab dengan adanya strategi komunikasi yang dilakukan oleh BNNP. Peneliti berasumsi akibat dari lemahnya perencanaan dalam pelaksanaan program sebagai salah satu indikator bahwa dalam perumusan strategi komunikasi kurang memperhatikan perencanaan komunikasi. Perencanaan komunikasi pada dasarnya adalah perencanaan operasional, karena menyangkut pelaksanaan program untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan (Cangara, 2013:68). Berdasarkan masalah di atas, maka perencanaan komunikasi membantu organisasi untuk menyampaikan bagaimana pesan dibawa secara konsisten dengan target sasaran. Perencanaan penting bagi kesuksesan suatu organisasi. Oleh karena itu, masalah yang timbul dalam perencanaan komunikasi sering dihadapi para perencana, antara lain dari tujuan yang ingin dicapai dan sistem komunikasi yang ada apakah sudah cukup mendukung tujuan lembaga atau organisasi. Masalah-masalah ini harus sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai, karena itu dalam perencanaan komunikasi diperlukan strategi dalam pencapaian tujuan tersebut. Hal ini seperti yang dikatakan Cangara (2013:2) bahwa berhasil

atau tidaknya suatu program komunikasi, pada dasarnya sangat tergantung dari perencanaan itu sendiri. Maka dalam hal ini BNN Provinsi Sumatera Barat dalam merumuskan perencanaan strategi komunikasi pada program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba apakah sudah tepat dan baik pelaksanaannya, sehingga target dan sasaran khalayak tercapai. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dalam penelitian ini ada beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana strategi komunikasi BNN Provinsi Sumatera Barat pada program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba? 2. Faktor - faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat pelaksanaan program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan strategi komunikasi BNN Provinsi Sumatera Barat pada program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba. 2. Untuk mendeskripsikan faktor - faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat pelaksanaan program nasional rehabilitasi 100.000 penyalahguna narkoba.

1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna serta bermanfaat secara akademis dan praktis : 1. Secara Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian dalam kontribusi di bidang ilmu komunikasi khususnya strategi komunikasi yang dilakukan oleh organisasi dalam penyebarluasan informasi program pemerintah, serta acuan referensi juga bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan dan menjadi bahan bagi penelitian selanjutnya. 2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam menyusun strategi komunikasi yang tepat dan efektif agar penyebarluasan informasi tentang program-program pemerintah dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan memberikan hasil sesuai yang diharapkan.