I. P E N D A H U L U A N. empat bibit kelapa sawit dibawa dari Afrika dan ditanam di Kebun Raya Bogor

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Oleh Syahnen dan Ida Roma Tio Uli Siahaan. Gambar 1. Ulat api Setothosea asigna Sumber : Purba, dkk. (2005)

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TERPADU

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

I. PENDAHULUAN. komoditi tanaman perkebunan yang menghasilkan minyak dan sebagai komoditi

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkebunan kakao merupakan kegiatan ekonomi yang dapat dijadikan andalan

Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT. Status Pengendalian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya pertanian memegang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Hama Ulat Api (Setothosea asigna) Ulat api Setothosea Asigna dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. untuk mendatangkan hasil dalam bidang pertanian. tanaman yang diusahakan yaitu tanaman pangan, hortikultura dan tanaman

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara)

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di


BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. pohon batang lurus dari famili palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pepaya merupakan salah satu tanaman yang digemari oleh seluruh lapisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

TINJAUAN PUSTAKA. spesies, komposisi genetiknya, dan komunitas, ekosistem dan bentang alam di

LAPORAN PENELITIAN TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. D.I.Yogyakarta tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2013

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. tradisional hingga pasar modern. Selain itu, jambu biji juga penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Ulat Api Setothosea asigna Eecke (Lepidoptera: Limacodidae)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di

*) Dibiayai Dana DIPA Universitas Andalas Tahun Anggaran 2009 **) Staf Pengajar Fakultas Pertanian Univ.Andalas Padang

LAPORAN PENELITIAN TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Ambang Ekonomi. Dr. Akhmad Rizali. Strategi pengendalian hama: keuntungan dan resiko Resiko aplikasi pestisida

I. TINJAUAN PUSTAKA. toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik.

I. PENDAHULUAN. Afrika, Amerika Selatan, Asia Tenggara, Pasifik Selatan, serta beberapa daerah

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU

1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data

BIOPESTISIDA PENGENDALI HELOPELTIS SPP. PADA TANAMAN KAKAO OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA)

(biologically based tactics) Modul 1. Pengendalian Hayati Untuk Pengelolaan Hama Kegiatan Belajar 1

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum,

PENDAHULUAN. Latar Belakang

KONSEP DAN STRATEGI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PESTISIDA NABATI PENDAHULUAN

DAMPAK PENERAPAN RSPO (ROUNDTABLE ON SUSTAINABLE PALM OIL) TERHADAP VOLUME PENJUALAN EKSPOR CPO DAN PENDAPATAN DI PERUSAHAAN PERKEBUNAN NEGARA SKRIPSI

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT)

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR(PTH 1507) (Dampak Negatif Pestisida Kimia Terhadap Hama) OLEH: YUDHA WISANDI NPM

Icerya purchasi & Rodolia cardinalis

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2012 Gambar 1 Perkembangan dan produksi kelapa sawit di Indonesia

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sawit nasional karena kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia dan

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap

TINJAUAN PUSTAKA. transparan (Gambar 1). Telur diletakkan berderet 3 4 baris sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit yang mampu menggantikan peran kelapa (cocos nucifera), sebagai

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN

Ilmu Tanah dan Tanaman

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

I. P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Budidaya kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) diawali pada tahun 1848 ketika empat bibit kelapa sawit dibawa dari Afrika dan ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman hias. Bibit kelapa sawit tersebut dikemudian hari menjadi pohon induk kelapa sawit di Asia Tenggara. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersil pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Sumatera Utara berada di Tanah Itam dan Pulo Raja, serta di Aceh terdapat di Sungai Liput dan Karang Inoe (Hartley, 1967; Lubis, 1992; Pulungan, 2002). Perkembangan luas areal kelapa sawit dalam lima tahun mendatang diperkirakan masih terus berlanjut mengingat lahan potensial untuk pengembangan tersebut masih luas. Lahan yang berpotensi untuk pengembangan kelapa sawit berkisar 21.704.950 ha yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua (Puslittanah 2001; Pulungan, 2002). Kelapa sawit Elaeis guinensis merupakan tanaman dengan nilai ekonomis yang cukup penting karena dikenal sebagai salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Di Indonesia, kelapa sawit memiliki arti penting karena mampu menciptakan kesempatan lapangan kerja bagi masyarakat dan sebagai sumber devisa negara. Laju perkembangan perkebunan besar dan rakyat semakin pesat. Rata-rata produktivitas

kelapa sawit mencapai 1.4 ton CPO/ha/tahun untuk perkebunan rakyat dan 3.5 ton CPO/ha/tahun untuk perkebunan besar (Fauzi et al., 2002 ; Pulungan, 2002). Sistem monokultur perkebunan kelapa sawit menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung bagi peningkatan laju reproduksi dan laju kelangsungan hidup hama pemakan daun. Hal ini menjadi pemicu ledakan hama ulat api seperti Setothosea asigna, Setothosea bisura, Darna trima, dan Setora nitens ( Lisanti dan Wood, 2009). Jika insektisida yang digunakan untuk mengendalikan populasi hama ternyata juga membunuh musuh alami hama, maka akan terjadi pertukaran dari agen pengendali jangka panjang (musuh alami) ke agen pengendali jangka pendek (insektisida kimia). Apabila pengaruh pengendali kimia tidak ada maka populasi hama akan cepat berkembang di lingkungan yang bebas dari musuh alaminya (Basukriadi, 2003). Musuh alami merupakan hal yang sangat kompleks dan memiliki peranan yang sangat penting dalam regulasi populasi inangnya (hama) terutama di tanaman perkebunan. Pada umumnya sebagian besar strategi pengendalian hama tidak pernah sepenuhnya efektif, akan ada sejumlah kecil hama yang mampu bertahan hidup untuk bereproduksi dan menurunkan materi genetiknya kepada generasi selanjutnya. Jika genetik tersebut membawa gen resisten terhadap insektisida kimia, maka strategi pengendalian yang pernah diterapkan akan menjadi kurang efektif terhadap generasi selanjutnya. Populasi hama resisten akan dapat mencapai ledakan dengan cepat kecuali jika strategi pengendalian dapat diubah atau diperbarui menjadi lebih efektif (Basukriadi, 2003). Mikroorganisme (virus dan bakteri) memiliki potensi yang sangat

bagus untuk pengendalian hama secara biologi seperti diperlihatkan dari sifatnya yang spesifik dan bermanfaat. Sampai saat ini sebagian besar perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih mengandalkan insektisida kimia non selektif yang bersifat spektrum luas untuk pengendalian ulat api. Menurut Sudharto (2001) hanya 40 persen perkebunan sawit yang mengandalkan pengendalian hama secara biologi, terutama perkebunan swasta. Aplikasi insektisida spektrum luas dalam jangka tertentu akan menyebabkan ledakan hama sebagai akibat terganggunya keseimbangan musuh alami (Wood, 2002). Musuh alami serangga hama yaitu parasitoid dan predator berfungsi sebagai penyeimbang dan pengendali hama. Insektisida kimia selain mengganggu kelangsungan hidup musuh alami, bahan ini juga memberikan efek yang buruk terhadap kesehatan pekerja perkebunan dan lingkungan. Pengendalian hama secara kimiawi akan lebih berbahaya lagi jika pihak perkebunan menerapkan pengendalian ulat dengan metode pengasapan menggunakan sintetik piretroid pada populasi yang rendah, maka populasi hama akan semakin meningkat baik frekuensi dan keparahannya (Wood, 2008). Selain menyebabkan resurgensi, resistensi terhadap hama sasaran, penggunaan insektisida kimia yang non selektif secara terus menerus dapat menyebabkan munculnya hama sekunder yang bukan sasaran sehingga pengendalian akan semakin rumit dan menyebabkan peningkatan biaya pengendalian (Lisanti dan Wood, 2009). Pengendalian secara terpadu dengan menekankan pada pengendalian biologi merupakan pilihan yang terbaik sesuai dengan konsep Roundtable on Sustainable

Palm Oil (RSPO) berbasis ramah lingkungan dan merupakan konservasi alam yang selama ini sedang gencar dicanangkan oleh dunia internasional (Lisanti dan Wood, 2009). Strategi pengendalian biologi dengan menggunakan metode pengendalian yang selektif yaitu dengan virus Nucleo Polyhedrosis Virus (NPV) dan Bacillus thuringiensis (BT) merupakan pilihan yang tepat dan sebaiknya dapat diterapkan dalam mengelola perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan sesuai dengan konsep RSPO yang memprioritaskan pada penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) menggunakan metode biologis. Salah satu hama penting yang menyerang tanaman kelapa sawit adalah ulat kantong (Metisa plana). Pengendalian hama ini dilakukan dengan berbagai cara diantaranya pengendalian dengan bahan kimia, penggunaan pestisida alami (virus) dan penggunaan musuh alami yang bersifat parasit dan parasitoid. Untuk pengembangan musuh alami ini diperlukan tanaman inang. Penggunaan metode biologis (NPV dan BT) untuk meminimalisir penggunaan bahan-bahan kimia. Selain menjaga biodiversitas serangga (baik musuh alami atau serangga bukan musuh alami), pengendalian biologi juga bersifat ramah lingkungan, aman terhadap pekerja perkebunan dan dapat menekan luas serangan selanjutnya. Pengendalian kimia memungkinkan untuk dilakukan jika metode yang digunakan bersifat selektif terhadap hama sasaran dan musuh alami (Lisanti and Wood, 2009). Basri et al., (1999) menemukan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara serangga parasitoid dan jenis tanaman. Dari percobaan diketahui bahwa Dolochogenidea metesae menyukai tanaman Cassia cobanensis dan Asystasia

intrusa. Brachiraria carinata menyukai Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Euphelmus catoxanthae menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Tetrastichus sp menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Eurytoma sp menyukai tanaman Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Pediobius imbreus menyukai tanaman Cassia cobanensis Euphorbia heterophylla, Asystasia intrusa dan Ageratum conyzoides. Pediobius anomalus menyukai Cassia cobanensis dan Asystasia intrusa. Untuk mengetahui tanaman inang yang efektif, perlu dilakukan penelitian jenis tanaman inang yang paling disukai oleh predator Metisa plana. 1.2. Permasalahan 1. Jenis tanaman bawah apakah yang ada disekitar perkebunan kelapa sawit, yang dapat sebagai inang parasitoid dan predator Metisa Plana. 2. Jenis parasitoid dan predator manakah yang ditemukan pada hama Metisa plana. 1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui jenis tanaman bawah sekitar kebun kelapa sawit yang dapat sebagai inang parasitoid dan predator Metisa plana. 2. Untuk mengetahui jenis parasitoid dan predator yang ditemukan pada hama Metisa plana.

1.4. Hipotesis 1. Parasitoid dan predator memerlukan tanaman yang berbeda untuk menjaga kelangsungan hidupnya. 2. Terdapat musuh alami parasitoid dan predator hama Metisa plana. 1.5. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan musuh alami (parasitoid dan predator) hama Metisa plana dan tanaman inangnya dapat dikembangkan di perkebunan dan mampu mengontrol/mengendalikan hama Metisa plana sehingga perkebunan kelapa sawit dapat memberikan hasil yang optimal.