BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN ISPA PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWANTORO I SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan empat sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya menurunkan prevalensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan Window of opportunity. Pada

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi. kesehatan lingkungan. (Munif Arifin, 2009)

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

HUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tertinggi terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun. (Kemenkes RI, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini manifestasi dari infeksi system gastrointestinal yang dapat disebabkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia, terutama pada bayi dan balita. Di Amerika pneumonia menempati peringkat ke-6 dari semua penyebab kematian dan peringkat pertama dari seluruh penyakit infeksi. Di Spanyol angka kematian akibat pneumonia mencapai 25%, sedangkan di Inggris dan Amerika sekitar 12% atau 25-30 per 100.000 penduduk (Heriana, et.al, 2005). Sedangkan untuk angka kematian akibat ISPA dan Pneumonia pada tahun 1999 untuk negara Jepang yaitu 10%, Singapura sebesar 10,6%, Thailand sebesar 4,1%, Brunei sebesar 3,2% dan Philipina tahun 1995 sebesar 11,1% (SEAMIC Health Statistics, 2000). ISPA menyebabkan 40% dari kematian anak usia 1 bulan sampai 4 tahun. Hal ini berarti dari seluruh jumlah anak umur 1 bulan sampai 4 tahun yang meninggal, lebih dari sepertiganya meninggal karena ISPA atau diantara 10 kematian 4 diantaranya meninggal disebabkan oleh ISPA (Depkes, 1985). Sebagian besar hasil penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa 20-35% kematian bayi dan anak balita disebabkan oleh ISPA. Diperkirakan bahwa 2-5 juta bayi dan balita di berbagai negara setiap tahun mati karena ISPA (WHO, 1986) Di Indonesia, ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama terutama pada bayi (0-11 bulan) dan balita (1-4 tahun). Diperkirakan kejadian ISPA pada balita di Indonesia yaitu sebesar 10-20%. Berdasarkan hasil SKRT, penyakit ISPA pada tahun 1986 berada di urutan ke-4 (12,4%) sebagai penyebab kematian bayi. Sedangkan pada tahun 1992 dan 1995 menjadi penyebab kematian bayi yang utama yaitu 37,7% dan 33,5% (Depkes RI, 2001). Hasil SKRT pada tahun 1998 juga menunjukkan bahwa penyakit ISPA

2 merupakan penyebab kematian utama pada bayi (36%). Dan hasil SKRT pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi tinggi ISPA yaitu sebesar 39% pada bayi dan 42% pada balita (Depkes RI, 2001). Berdasarkan hasil laporan RISKESDAS pada tahun 2007, prevalensi ISPA tertinggi terjadi pada baduta (>35%), ISPA cenderung terjadi lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran rumah tangga yang rendah. Di Jawa Barat kejadian ISPA berada di angka 24,73%, untuk daerah Jawa Tengah sebesar 29,08. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan. Dari angka-angka di rumah sakit Indonesia didapat bahwa 40% sampai 70% anak yang berobat ke rumah sakit adalah penderita ISPA (Depkes, 1985). Sebanyak 40-60% kunjungan pasien ISPA berobat ke puskesmas dan 15-30% kunjungan pasien ISPA berobat ke bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit (Depkes RI, 2000). Ada banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit ISPA baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Sutrisna (1993) faktor risiko yang menyebabkan ISPA pada balita adalah sosio-ekonomi (pendapatan, perumahan, pendidikan orang tua), status gizi, tingkat pengetahuan ibu dan faktor lingkungan (kualitas udara). Sedangkan Depkes (2002) menyebutkan bahwa faktor penyebab ISPA pada balita adalah berat badan bayi rendah (BBLR), status gizi buruk, imunisasi yang tidak lengkap, kepadatan tempat tinggal dan lingkungan fisik. Lingkungan yang berpengaruh dalam proses terjadinya ISPA adalah lingkungan perumahan, dimana kualitas rumah berdampak terhadap kesehatan anggotanya. Kualitas rumah dapat dilihat dari jenis atap, jenis lantai, jenis dinding, kepadatan hunian dan jenis bahan bakar masak yang dipakai. Faktor-faktor di atas diduga sebagai penyebab terjadinya ISPA (Depkes RI, 2003c). Penelitian Sumargono (1989) di Jakarta membuktikan bahwa pendidikan ibu, gizi balita, imunisasi, umur balita dan pendapatan keluarga mempengaruhi terhadap terjadinya kejadian ISPA ringan, sedangkan kepadatan hunian berpengaruh terhadap

3 terjadinya ISPA sedang. Hasil penelitian Riswandri (2002) membuktikan bahwa bapak, kebiasaan membuka jendela rumah, jumlah anggota keluarga dan letak ternak kandang berhubungan dengan kejadian ISPA di Kecamatan Parung-Jawa Barat. Menurut Abdullah (2003), faktor risiko terjadinya ISPA pada bayi umur 0-4 bulan adalah berat badan lahir (BBL), status gizi, pemberian ASI, pendidikan ibu, kepadatan hunian, keadaan ventilasi, asap pembakaran, asap rokok dan letak dapur. Penelitian Riza (2005) membuktikan bahwa jenis lantai rumah berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Kabupaten Bekasi, sedangkan penelitian Desmon (2002) di Sumatera Barat membuktikan bahwa jenis atap dan kepadatan hunian berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita. Kejadian ISPA di Rangkapan Jaya Baru pada baduta berada di urutan pertama dibandingkan penyakit lainnya. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2008, kejadian ISPA pada pasien rawat jalan anak usia (29 hari - < 1 tahun) di Puskesmas Rangkapan Jaya Baru sebesar 33,35%, sedangkan untuk pasien rawat jalan anak usia (1-4 tahun) yang menderita ISPA sebesar 40,68%. Berdasarkan data Profil Puskesmas Rangkapan Jaya Baru, menunjukkan bahwa ISPA merupakan penyakit infeksi yang paling sering diderita oleh masyaraat khususnya kelompok bayi dan anak-anak. ISPA menempati urutan pertama dalam daftar sepuluh penyakit tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun di Wilayah kerja Puskesmas Rangkapan Jaya Baru dengan persentase sebesar 40,68%. Begitu pula pada kelompok umur 5-44 tahun, penyakit ISPA pun menempati urutan pertama dari sepuluh penyakit yang diderita yaitu sebesar 28,33%. Berdasarkan data inilah maka penulis melakukan analisis dari data sekunder untuk melihat faktor risiko gejala ISPA ringan pada baduta di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok. 1.2 Rumusan Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara majutermasuk. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA

4 khususnya pneumonia, terutama pada bayi dan balita. Kejadian ISPA dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain yaitu sosio-ekonomi (pendapatan, perumahan, pendidikan orang tua), status gizi, tingkat pengetahuan ibu dan faktor lingkungan (kualitas udara), berat badan bayi rendah (BBLR), imunisasi yang tidak lengkap, kepadatan tempat tinggal dan lingkungan fisik. Berdasarkan data Profil Puskesmas Rangkapan Jaya Baru, menunjukkan bahwa ISPA merupakan penyakit infeksi yang paling sering diderita oleh masyaraat khususnya kelompok bayi dan anak-anak. ISPA menempati urutan pertama dalam daftar sepuluh penyakit tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun di Wilayah kerja Puskesmas Rangkapan Jaya Baru dengan persentase sebesar 40,68%. Begitu pula pada kelompok umur 5-44 tahun, penyakit ISPA pun menempati urutan pertama dari sepuluh penyakit yang diderita yaitu sebesar 28,33%. Berdasarkan data inilah maka penulis melakukan analisis dari data sekunder untuk melihat faktor risiko gejala ISPA ringan pada baduta di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok. 1.3 Pertanyaan Penelitian a. Bagaimana gambaran gejala ISPA ringan di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008? b. Bagaimana gambaran karakteristik baduta (umur, jenis kelamin, berat lahir, status gizi, asupan gizi, pola asuh) di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008? c. Bagaimana gambaran karakteristik keluarga (pengetahuan gizi ibu dan anggota keluarga yang merokok) di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008? d. Bagaimana gambaran lingkungan fisik rumah (cara pembuangan sampah, ventilasi udara, kebersihan lantai, jamban, kamar mandi dan pekarangan) di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008?

5 e. Bagaimana hubungan antara karakteristik baduta (umur, jenis kelamin, berat lahir, status gizi, asupan gizi, pola asuh) dengan gejala ISPA ringan pada baduta di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008? f. Bagaimana hubungan antara karakteristik keluarga (pengetahuan gizi ibu dan anggota keluarga yang merokok) dengan gejala ISPA ringan pada baduta di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008? g. Bagaimana hubungan antara lingkungan fisik rumah (cara pembuangan sampah, ventilasi udara, kebersihan lantai, jamban, kamar mandi dan pekarangan) dengan gejala ISPA ringan pada baduta di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum Diketahuinya faktor risiko kejadian gejala ISPA ringan pada baduta di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran gejala ISPA ringan pada baduta di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008. 2. Diketahuinya gambaran karakteristik baduta (umur, jenis kelamin, berat lahir, status gizi, asupan gizi, pola asuh) di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008. 3. Diketahuinya gambaran karakteristik keluarga (pengetahuan gizi ibu dan anggota keluarga yang merokok) di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008. 4. Diketahuinya gambaran lingkungan fisik rumah (cara pembuangan sampah, ventilasi udara, kebersihan lantai, jamban, kamar mandi dan pekarangan) di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008.

6 5. Diketahuinya hubungan antara karakteristik baduta (umur, jenis kelamin, berat lahir, status gizi, asupan gizi, pola asuh) dengan gejala ISPA ringan pada baduta di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008. 6. Diketahuinya hubungan antara karakteristik keluarga (pengetahuan gizi ibu dan anggota keluarga yang merokok) dengan gejala ISPA ringan pada baduta di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008. 7. Diketahuinya hubungan antara lingkungan fisik rumah (cara pembuangan sampah, ventilasi udara, kebersihan lantai, jamban, kamar mandi dan pekarangan) dengan gejala ISPA ringan pada baduta di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti : Penelitian ini dapat menambah wawasan dan memperluas pengetahuan tentang hubungan asupan gizi dan faktor lainnya dengan gejala ISPA ringan di wilayah kerja Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008. 2. Penelitian ini dapat berguna dalam penerapan ilmu gizi kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan ISPA pada baduta serta dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang lebih mendalam. 3. Dapat menjadi masukan kepada pembuat kebijakan dan pelaksana program berkaitan dengan intervensi penyakit ISPA khususnya pada baduta terutama Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian gejala ISPA ringan pada baduta di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008. Penelitian ini merupakan hasil penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Data yang digunakan adalah data sekunder hasil laporan Prakesmas tahun 2008 yang merupakan data dasar karakteristik baduta, pengetahuan gizi ibu, pola asuh, sanitasi dan higiene, status gizi dan asupan gizi (energi dan protein).

7 Populasi penelitian adalah baduta di wilayah kerja Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008. Faktor-faktor yang diteliti adalah karakteristik baduta yang terdiri (umur baduta, jenis kelamin, berat lahir, status gizi, asupan energi dan protein, pola asuh), karakteristik keluarga (pengetahuan gizi ibu dan anggota keluarga yang merokok) serta lingkungan fisik rumah (cara pembuangan sampah, ventilasi udara, kebersihan lantai, jamban, kamar mandi dan pekarangan) dengan gejala ISPA ringan pada baduta di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok tahun 2008.