BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1 Pohon mangrove Api-api (Avicennia marina) Lampiran 2 Perhitungan analisis proksimat daun Api-api (Avicennia marina)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA DAN UJI DAYA ANTIOKSIDAN EKSTRAK BUAH DENGEN (DilleniaserrataThunbr.)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BATANG KERSEN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

BAB III METODELOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODOLOGI. Desikator. H 2 SO 4 p.a. pekat Tanur pengabuan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

Sampel basah. Dikeringkan dan dihaluskan. Disaring

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn eissn

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di

III. METODE PENELITIAN

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

UJI FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum)dengan METODE DPPH (1,1-diphenyl-2-picryhidrazyl)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

Uji Aktivitas Senyawa Antioksidan dari Ekstrak Metanol Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca Sapientum)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

UNIVERSITAS PANCASILA DESEMBER 2009

3. METODOLOGI PENELITIAN

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Bagan Alir Uji Fitokimia. a. Uji Alkaloid

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

POTENSI ANTIOKSIDAN DAN SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK DAUN MANGROVE Rhizophora mucronata, PILANG PROBOLINGGO

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Serangga Uji Bahan Tanaman Uji Penyiapan Tanaman Pakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) TERHADAP DPPH (1,1-DIPHENYL-2-PICRYL HYDRAZYL) ABSTRAK

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ASETON DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA)

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji yaitu uji alkaloid, flavonoid, senyawa fenolik, saponin, tanin, dan steroid/triterpenoid. Uji fitokimia dilakukan terhadap seluruh sampel kering dari 4 bagian tumbuhan Avicennia marina yaitu akar, batang, kulit batang, dan daun. Uji yang dilakukan adalah uji alkaloid, flavonoid, senyawa fenolik, saponin, tanin, dan steroid/triterpenoid. a. Alkaloid Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun Uji alkaloid ini dilakukan dengan menggunakan dua pereaksi, yaitu pereaksi Meyer dan pereaksi Wagner. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Meyer, indikator positif dari pengujiannya adalah terbentuknya endapan putih setelah ditambahkan pereaksi. Dari Gambar 14, dapat dilihat bahwa tidak terbentuk endapan putih dari keempat sampel yang diuji. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut negatif mengandung alkaloid. Gambar 15. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Wagner; a) Akar, b) Batang, c) Kulit Batang, d) Daun 25

26 Pada uji alkaloid dengan pereaksi Wagner, indikator positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan coklat merah. Gambar 15 menunjukkan bahwa tidak satupun sampel menunjukkan terbentuknya endapan coklat merah. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh sampel yang digunakan sama sekali tidak mengandung senyawa alkaloid. b. Flavonoid Uji flavonoid ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam pereaksi, yaitu HCl pekat dengan serbuk Mg, H2SO4 2N, dan NaOH 10%. Gambar 16. Hasil Uji Flavonoid dengan Pereaksi HCl dan Serbuk Mg; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun Gambar di atas menunjukkan hasil uji flavonoid dengan pereaksi HCl dan serbuk Mg. Hasil positif dari pereaksi ini ditunjukkan dengan terbentuknya buih dan perubahan warna larutan menjadi jingga. Dari Gambar 16, dapat dilihat bahwa tidak satupun sampel yang menunjukkan perubahan warna larutan ataupun pembentukan buih. Hal ini menunjukkan bahwa flavonoid tidak terdeteksi oleh pereaksi ini. Gambar 17. Hasil Uji Flavonoid dengan Pereaksi H2SO4 2N; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun Pada Gambar 17, diperlihatkan hasil uji flavonoid dengan pereaksi H2SO4 2N. Indikator positif pada pereaksi ini adalah perubahan warna menjadi kuning, merah, atau coklat. Dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada keempat sampel

27 tidak terdapat perubahan warna. Hal ini menunjukkan bahwa flavonoid tidak terdeteksi dengan pereaksi ini. Gambar 18. Hasil Uji Flavonoid dengan Pereaksi NaOH 10%; a) Akar, b) Batang, c) Kulit Batang, d) Daun Indikator positif pada uji flavonoid dengan pereaksi NaOH 10% adalah terbentuknya warna kuning, merah, coklat, atau hijau. Gambar 18 menunjukkan hasil uji flavonoid dengan pereaksi NaOH 10% dimana dari kiri ke kanan menunjukkan hasil pada akar, batang, kulit batang, dan daun. Dapat dilihat bahwa pada akar terbentuk warna hijau, pada batang terbentuk warna kuning, pada kulit batang terbentuk warna coklat, dan pada daun yang sudah berwarna hijau terlihat warnanya berubah menjadi sedikit keruh. Hal ini menunjukkan bahwa keempat sampel tersebut positif mengandung flavonoid. c. Senyawa Fenolik Hasil positif dari uji senyawa fenolik ini ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi biru keunguan. Hasil uji fenolik dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19. Hasil Uji Senyawa Fenolik; a) Akar, b) Batang, c) Kulit Batang, d) Daun Pada Gambar 19, dapat dilihat terbentuk warna biru keunguan yang sangat pekat pada akar (a) dan kulit batang (c). Sedangkan pada batang (b) dan daun (d) tidak terdapat perubahan warna. Hal ini menunjukkan bahwa dari keempat sampel, sampel yang positif mengandung senyawa fenolik adalah akar dan kulit batang.

28 d. Saponin Indikator positif dari uji saponin ini adalah terbentuknya busa yang tetap stabil setelah dilakukan penambahan 1 tetes HCl 2N. Hasil uji saponin ini dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20. Hasil Uji Saponin; a) Akar, b) Batang, c) Kulit Batang, d) Daun Pada Gambar 20, dapat dilihat bahwa dari keempat sampel, hanya terdapat 2 sampel yang memiliki busa yang cukup stabil setelah ditambahkan HCl 2N. hal ini menunjukkan bahwa sampel yang positif mengandung saponin adalah akar dan kulit batang. e. Tanin Indikator positif dari uji tanin adalah terbentuknya warna biru tua atau hijau kehitaman pada sampel. Hasil uji tanin dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21. Hasil Uji Tanin; a) Akar, b) Batang, c) Kulit Batang, d) Daun Pada Gambar 21, dapat dilihat pada kulit batang (c) terbentuk warna hijau kehitaman tetapi tidak begitu pekat. Sedangkan pada daun (d) dilihat bahwa warna hijau kehitaman yang terbentuk cukup pekat. Pada akar (a) dan batang (b) tidak terbentuk warna biru tua ataupun biru kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa sampel yang positif mengandung tanin adalah kulit batang dan daun.

29 f. Steroid / Triterpenoid Pada uji steroid/triterpenoid ini, indikator positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah untuk triterpenoid, terbentuknya warna biru, hijau, atau ungu untuk steroid, dan bila positif keduanya, akan terbentuk warna merah yang berganti dengan warna biru, hijau, atau ungu. Hasil uji ini dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22. Hasil Uji Steroid/Triterpenoid; a) Akar, b) Batang, c) Kulit Batang, d) Daun Pada Gambar 22, dapat dilihat bahwa hampir seluruh sampel positif mengandung steroid. Tetapi dari keempat sampel, hanya batang, kulit batang, dan daun yang positif mengandung triterpenoid. Pada batang, kulit batang, dan daun terbentuk warna merah yang kemudian berganti menjadi warna hijau dan biru yang merupakan indikator positif bagi senyawa steroid dan triterpenoid. Tabel 4. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Avicennia marina Metabolit Sekunder Akar Batang Kulit Batang Daun Alkaloid a. Meyer - - - - b. Wagner - - - - Flavonoid: a. HCl Pekat+ Mg - - - - b. H2SO4 2N - - - - c. NaOH 10% + + + + Fenolik + - + - Saponin + - + - Tanin - - + + Steroid + + + + Triterpenoid - + + + Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa kulit batang positif mengandung hampir seluruh senyawa yang bersifat antioksidan yaitu flavonoid, fenolik, dan tanin. Selain kulit batang, bagian Avicennia marina yang memiliki senyawa yang bersifat

30 antioksidan adalah daun yang positif mengandung flavonoid dan tanin. Sedangkan pada batang, senyawa yang bersifat antioksidan hanya flavonoid dan pada akar terdapat flavonoid dan fenolik. Hasil pengujian ini berbeda dengan Wibowo (2009), dimana pada hasil pengujiannya didapatkan positif alkaloid dan negatif alkaloid pada setiap bagian Avicennia marina (Tabel 1). Hal ini dimungkinkan karena lokasi pengambilan sampel yang berbeda. Kondisi perairan yang berbeda akan mempengaruhi kandungan senyawa metabolit sekunder dari spesies yang sama. 4.2 Ekstraksi Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut metanol teknis. Pelarut ini dipilih karena kemampuannya dalam menarik komponen-komponen yang ada pada sampel sangat kuat sehingga dapat menarik seluruh senyawa metabolit sekunder dari mulai senyawa polar hingga non polar. Perbandingan sampel dengan pelarut yang digunakan adalah 1:3 dimana sampel yang digunakan sebanyak 30 gram. Maserasi dilakukan selama 2 x 24 jam dan dilakukan sekitar 7-8 kali hingga filtrat berwarna bening. Evaporasi dilakukan dengan suhu 40 o C agar tidak merusak senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada filtrat. Hasil ekstraksi dan penghitungan rendemen dapat dilihat pada Tabel 5 dan Lampiran 1. Tabel 5. Hasil Ekstraksi Avicennia marina Sampel Berat Sampel (gram) Fitrat (ml) Berat Ekstrak (gram) Akar 30 gram 412 ml 0,2477 gram Batang 30 gram 697 ml 2,3621 gram Kulit 30 gram 547 ml 1,2195 Batang gram Daun 30 gram 697 ml 2,3648 gram Rendemen (%) Warna ekstrak Bentuk 0,8257% Coklat Padatan 7,8737% Coklat Pasta 4,065% Coklat Pasta 7,8827% Hijau Padatan Dari Tabel di atas, dapat dilihat bahwa rendemen tertinggi sebesar 7,8827% yang didapatkan dari sampel daun. Hal ini disebabkan sampel daun yang telah dihaluskan memiliki tekstur yang sangat halus seperti pasir sehingga memaksimalkan penarikan senyawa metabolit sekunder oleh pelarut. Sampel daun

31 ini pun memiliki warna filtrat yang paling pekat bila dibandingkan dengan sampel lain. Selain itu filtrat yang didapatkan dari maserasi sampel daun ini pun merupakan filtrat yang paling banyak dibandingkan sampel yang lain sehingga ekstrak yang didapatkan dari sampel ini pun lebih banyak dibandingkan sampel yang lain. 4.3 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Avicennia marina Uji aktivitas antioksidan ini menggunakan metode DPPH, dimana blanko dibuat dari campuran metanol dan DPPH. Pada uji aktivitas antioksidan ini, setiap ekstrak dan fraksi yang didapatkan dilarutkan dalam aquades untuk pembuatan stok. Larutan stok dibuat dengan konsentrasi 1000 ppm, dimana setelah itu dilakukan pengenceran dengan konsentrasi 30 ppm, 60 ppm, 90 ppm, dan 120 ppm. Kontrol positif yang digunakan adalah BHT yang dibuat dalam konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, dan 8 ppm. BHT ini merupakan antioksidan sintetis yang umum digunakan di industry pangan ataupun farmasi. Perhitungan pembuatan larutan stok ekstrak dan BHT serta perhitungan pengenceran dapat dilihat pada Lampiran 3. Setelah diencerkan, masing-masing sampel ditambahkan dengan DPPH. Kemampuan ekstrak dalam menginhibisi DPPH dapat dilihat dengan perubahan warna yang terjadi setelah penambahan DPPH. Saat DPPH dicampurkan dengan suatu senyawa yang dapat menyumbangkan atom hidrogennya, maka senyawa tersebut mengikat atom hydrogen bebas yang ada pada DPPH dan mereduksi warna ungu dari DPPH tersebut menjadi warna kekuningan (Molyneux 2004). Selain parameter warna, kekuatan antioksidan dari suatu senyawa juga dilihat dari nilai IC50. IC50 merupakan parameter kuantitatif berupa konsentrasi dimana suatu senyawa dapat menghambat 50% dari radikal bebas DPPH (Molyneux, 2004).

32 Gambar 23. Ekstrak akar (a), ekstrak batang (b), ekstrak kulit batang (c), ekstrak daun (d), kontrol positif BHT (e) Dari Gambar di atas, dapat dilihat perubahan warna pada ekstrak kulit batang (Gambar 23..c) sangat jelas. Perubahan warna tersebut bahkan tidak jauh berbeda dengan kontrol positif BHT (Gambar 23.e). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit batang memiliki kemampuan yang cukup baik dalam menginhibisi DPPH. Sedangkan untuk ekstrak akar, dapat terlihat bahwa warna ungu dari DPPH masih lebih pekat bila dibandingkan dengan ekstrak yang lainnya. Kemampuan ekstrak dalam menginhibisi DPPH pun ditentukan pada nilai IC50 yang dapat dilihat pada Tabel 6. Penghitungan kemampuan inhibisi dan nilai IC50 dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 6.

33 Tabel 6. Hasil uji aktivitas antioksidan dari ekstrak Sampel Konsentrasi (ppm) Absorbansi Inhibisi (%) IC50 (ppm) Blanko 1,084 Akar 30 0,815 24,815 262,366 60 0,685 36,808 ppm 90 0,723 33,303 120 0,702 35,240 Batang 30 0,437 59,686 83,463 60 0,523 51,753 ppm 90 0,574 47,048 120 0,579 46,587 kulit batang 30 0,433 60,055 5,927 60 0,393 63,745 ppm 90 0,402 62,915 120 0,432 60,148 Daun 30 0,548 49,446 10,419 60 0,569 47,509 ppm 90 0,550 49,262 120 0,588 45,756 BHT 2 0,585 46,033 2,547 4 0,467 56,919 ppm 6 0,413 61,900 8 0,391 63,930 Dari nilai IC50 yang ditunjukkan pada Tabel 7 diketahui bahwa ekstrak kulit batang memiliki aktivitas antioksidan yang paling baik bila dibandingkan dengan ekstrak yang lainnya. Berdasarkan kategori kekuatan antioksidan (Tabel 6), ekstrak kulit batang termasuk dalam kategori antioksidan sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 5,927 ppm. Selain ekstrak kulit batang, ekstrak daun pun termasuk ke dalam kategori antioksidan sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 10,419 ppm. Ekstrak batang termasuk ke dalam kategori antioksidan kuat dengan IC50 sebesar 83,449 ppm, sedangkan ekstrak akar dengan IC50 sebesar 262,366 ppm termasuk ke dalam kategori antioksidan lemah. Kekuatan aktivitas antioksidan dari masing-masing ekstrak tersebut dipengaruhi oleh kandungan senyawa metabolit sekundernya. 4.4 Uji Total Fenol Ekstrak Avicennia marina Uji total fenol ini dilakukan untuk mengetahui total kandungan senyawa fenolik yang ada pada ekstrak dan fraksi. Total kandungan senyawa fenol ini akan

34 digunakan untuk mengetahui senyawa apa yang memiliki pengaruh tinggi dalam aktivitas antioksidan dari masing-masing sampel. Uji total fenol pada ekstrak Avicennia marina ini dilakukan pada seluruh sampel yaitu akar, batang, kulit batang, dan daun. Hasil uji total fenol pada ekstrak ini dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil uji total fenol pada ekstrak Avicennia marina Sampel Total fenol (%) Akar 6,93% Batang 0,52% Kulit Batang 7,81% Daun 0,40% Dari Tabel di atas, dapat dilihat bahwa sampel yang memiliki senyawa fenol terbanyak adalah kulit batang yaitu 7,80%. Ekstrak akar pun mengandung senyawa fenol yang tinggi yaitu 6,92%. Sedangkan dari ekstrak batang dan daun yang dari uji fitokimia (Tabel 4) diketahui tidak mengandung senyawa fenolik, didapatkan hasil total fenol sebanyak 0,52% dan 0,40%. Senyawa fenolik yang tinggi ini yang menyebabkan aktivitas antioksidan pada ekstrak kulit batang tinggi. Ekstrak kulit batang ini juga mengandung tanin yang memiliki sifat antioksidan dan triterpenoid yang memiliki rantai OH, dimana OH tersebut berperan dalam menyumbang elektron kepada pasangan elektron bebas pada DPPH sehingga DPPH menjadi stabil. Pada ekstrak batang, aktivitas antioksidan didapatkan bukan dari senyawa fenolik karena hasilnya yang kecil (0,52%), selain itu pada uji fitokimia (Tabel 4) pun tidak terdeteksi adanya senyawa fenolik. Senyawa antioksidan yang diketahui terkandung pada ekstrak batang adalah flavonoid, sehingga kemungkinan besar aktivitas antioksidannya didapatkan dari senyawa flavonoid. Untuk ekstrak akar, senyawa fenolik yang terkandung cukup tinggi (6,92%), tetapi kemungkinan senyawa antioksidan lain yang terkandung pada ekstrak akar, yaitu flavonoid sangat sedikit, sehingga aktivitas antioksidannya pun rendah. Pada ekstrak daun, total fenolnya merupakan yang terkecil (0,40%), tetapi aktivitas antioksidannya sangat tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh metabolit sekunder lainnya yaitu flavonoid, tanin, dan triterpenoid.

35 BHT sebagai kontrol positif memiliki nilai IC50 sebesar 2,547 ppm dan termasuk dalam kategori antioksidan sangat kuat. Dalam penelitian Handayani (2013) pun, BHT memiliki aktivitas antioksidan yang sangan tinggi dengan IC50 sebesar 3,17 ppm. Hal ini sesuai karena BHT merupakan antioksidan sintesis yang paling lazim digunakan di dunia farmasi dan pangan. 4.5 Fraksinasi Fraksinasi dilakukan pada sampel yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi, dimana aktivitas antioksidan tertinggi dimiliki oleh kulit batang. Ekstrak kulit batang yang digunakan sebanyak 1 gram. fraksinasi dilakukan sebanyak 2 kali pada masing-masing pelarutnya. Fraksi n-heksan dan etil asetat yang didapatkan berwarna hijau (Gambar 24a dan 24b), sedangkan fraksi n-butanol berwarna coklat (Gambar 24c). Gambar 24. n-heksan dan aquades (a), etil asetat dan aquades (b), n-butanol dan aquades(c) Pada penguapan pelarut n-heksan dan etil asetat, suhu yang digunakan adalah 50 o C untuk mencegah rusaknya senyawa metabolit yang ada pada filtrat. Sedangkan untuk pelarut n-butanol digunakan suhu 90 o C agar pelarut dapat menguap dengan optimal. Hasil fraksinasi dan penghitungan rendemen fraksi dapat dilihat di Tabel 8 dan Lampiran 2.

36 Tabel 8. Hasil Fraksinasi Ekstrak Kulit Batang Avicennia marina Sampel Pelarut filtrat fraksi (ml) berat fraksi Rendemen 1 2 (gram) ekstrak n-heksan (20 ml) 21 ml 22 ml 0,1308 gram 13,08% kulit Etil asetat (20 18 ml 21 ml 0,1685 gram 16,85% batang ml) (1 gram) n-butanol (20 19 ml 22 ml 0,3558 gram 35,58% ml) Pada Tabel 8, dapat dilihat bahwa fraksi dengan rendemen terbanyak (35,58%) didapatkan dari pelarut n-butanol. Hal ini menunjukkan, bahwa kemungkinan besar dalam kulit batang Avicennia marina terkandung banyak senyawa yang bersifat polar, baik itu memiliki sifat antioksidan atau tidak. Pada pelarut etil asetat, rendemen yang didapatkan lebih tinggi bila dibandingkan dengan n-heksan. Hal ini dikarenakan pelarut etil asetat memiliki kemampuan untuk menarik senyawa yang bersifat polar dan non polar. 4.6 Uji Fitokimia Fraksi Avicennia marina Fraksi Avicennia marina yang diuji merupakan fraksi n-heksan, etil asetat, dan n-butanol yang didapat dari hasil fraksinasi ekstrak kulit batang. Uji fitokimia dilakukan pada fraksi ini untuk mengetahui senyawa apa saja yang terkandung pada fraksi sehingga dapat diketahui senyawa apa yang berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan dari fraksi. a. Alkaloid Gambar 25. Hasil uji alkaloid pada fraksi dengan pereaksi Meyer (atas) dan Wagner (bawah)

37 Pada uji alkaloid ini, dapat dilihat dari Gambar 25 bahwa baik dari pengujian yang menggunakan pereaksi Meyer ataupun pereaksi Wagner tidak terbentuk endapan pada semua sampel Hal ini menunjukkan bahwa seluruh sampel yang digunakan sama sekali tidak mengandung senyawa alkaloid. b. Flavonoid Uji flavonoid ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam pereaksi, yaitu HCl pekat dengan serbuk Mg, H2SO4 2N, dan NaOH 10%. Gambar 26. Hasil uji flavonoid pada fraksi dengan pereaksi HCl dan serbuk Mg; ; a) n-heksan, b) etil asetat, c) n-butanol Gambar di atas menunjukkan hasil uji flavonoid dengan pereaksi HCl dan serbuk Mg. Hasil positif dari pereaksi ini ditunjukkan dengan terbentuknya buih dan perubahan warna larutan menjadi jingga. Dari Gambar 26, dapat dilihat bahwa tidak satupun sampel yang menunjukkan perubahan warna larutan ataupun pembentukan buih. Hal ini menunjukkan bahwa flavonoid tidak terdeteksi oleh pereaksi ini. Gambar 27. Hasil uji flavonoid pada fraksi dengan pereaksi H2SO4 2N; ; a) n- heksan, b) etil asetat, c) n-butanol Pada Gambar 27, diperlihatkan hasil uji flavonoid dengan pereaksi H2SO4 2N dimana indikator positif pada pereaksi ini adalah perubahan warna menjadi kuning, merah, atau coklat. Dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada ketiga

38 sampel tidak terdapat perubahan warna. Hal ini menunjukkan bahwa flavonoid tidak terdeteksi dengan pelarut ini. Gambar 28. Hasil uji flavonoid pada fraksi dengan pereaksi NaOH 10%; ; a) n- heksan, b) etil asetat, c) n-butanol Indikator positif pada uji flavonoid dengan pereaksi NaOH 10% adalah terbentuknya warna kuning, merah, coklat, atau hijau. Gambar 28 menunjukkan hasil uji flavonoid dengan pereaksi NaOH 10% dimana dari kiri ke kanan menunjukkan hasil pada fraksi n-heksan, etil asetat, dan butanol. Dapat dilihat bahwa pada fraksi etil asetat dan n-butanol terbentuk wana kuning kemerahan yang sangat pekat. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi etil asetat dan n-butanol positif mengandung flavonoid. c. Senyawa Fenolik Hasil positif dari uji senyawa fenolik ini ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi biru keunguan. Hasil uji fenolik dari fraksi dapat dilihat pada Gambar 29. Gambar 29. Hasil Uji senyawa fenolik; a) n-heksan, b) etil asetat, c) n-butanol Pada Gambar 28, dapat dilihat terbentuk warna biru keunguan yang sangat pekat pada fraksi etil asetat (b) dan fraksi n-butanol (c). Dari hasil uji ini diketahui bahwa sampel yang postif mengandung senyawa fenolik pada fraksi adalah fraksi etil asetat dan fraksi n-butanol.

39 d. Saponin Indikator positif dari uji saponin ini adalah terbentuknya busa yang tetap stabil setelah dilakukan penambahan 1 tetes HCl 2N. Hasil uji saponin ini dapat dilihat pada Gambar 30. Gambar 30. Hasil uji saponin; a) n-heksan, b) etil asetat, c) n-butanol Pada Gambar 30, dapat dilihat bahwa tidak satupun dari sampel yang membentuk busa. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi n-heksan, etil asetat, dan n- butanol negatif mengandung saponin. e. Tanin Indikator positif dari uji tanin adalah terbentuknya warna biru tua atau hijau kehitaman pada sampel. Hasil uji tanin dapat dilihat pada Gambar 31. Gambar 31. Hasil uji tanin; a) n-heksan, b) etil asetat, c) n-butanol Pada Gambar 31, dapat dilihat pada etil asetat (b) dan n-butanol (c) terbentuk warna hijau kehitaman yang terbentuk cukup pekat.sedangkan pada n- heksan (a), tidak terdapat perubahan warna. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi etil asetat dan fraksi n-butanol positif mengandung tanin.

40 f. Steroid/triterpenoid Gambar 32. Hasil uji steroid/triterpenoid; a) n-heksan, b) etil asetat, c) n-butanol Pada Gambar 32a., dapat terlihat warna hijau pada sampel, hal ini menunjukkan bahwa fraksi n-heksan positif mengandung steroid. Sedangkan pada gambar 32b. dan 32c. dapat terlihat warna kemerahan yang menunjukkan fraksi etil asetat dan fraksi n-butanol positif mengandung triterpenoid. Tabel 9. Hasil uji fitokimia dari fraksi Avicennia marina Metabolit Sekunder N-heksan Etil Asetat N-butanol Alkaloid c. Meyer - - - d. Wagner - - - Flavonoid: d. HCl Pekat+ Mg - - - e. H2SO4 2N - - - f. NaOH 10% - + + Fenolik - + + Saponin - - - Tanin - + + Steroid + - - Triterpenoid - + + Dari Tabel 9, dapat dilihat bahwa fraksi n-heksan tidak memiliki senyawa metabolit sekunder yang bersifat antioksidan. Hal ini dikarenakan senyawa metabolit sekunder yang bersifat antioksidan umumnya bersifat polar, sedangkan pelarut n-heksan merupakan pelarut non polar, sehingga senyawa-senyawa tersebut tidak terisolasi oleh n-heksan. 4.7 Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Avicennia marina Pada uji ini, terdapat 3 buah fraksi yang diuji, yaitu fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, dan fraksi n-butanol.

41 Gambar 33. a) fraksi n-heksan; b) fraksi etil asetat; c) fraksi n-butanol Dapat dilihat dari Gambar di atas, fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan yang baik adalah fraksi etil asetat (Gambar 33.b) dan fraksi n-butanol (Gambar 32.c) dimana fraksi dapat mereduksi warna ungu dari DPPH menjadi warna kuning. Warna DPPH pada fraksi etil asetat dan n-butanol terlihat semakin memudar dengan semakin tingginya konsentrasi pengujian. Sedangkan pada fraksi n-heksan (Gambar 32.a), warna ungu dari DPPH masih terlihat cukup pekat pada seluruh konsentrasi pengujian. Hasil pengujian aktivitas antioksidan pada fraksi ini dapat dilihat pada Tabel 10. Untuk penghitungan nilai inhibisi pada fraksi Avicennia marina dapat dilihat pada Lampiran 5, sedangkan untuk penghitungan nilai IC50 dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 10. Hasil uji aktivitas antioksidan dari fraksi Avicennia marina Sampel Konsentrasi (ppm) Absorbansi Inhibisi (%) IC50 (ppm) Blanko 0,63 n-heksan 30 0,553 12,222 1802,714 60 0,544 13,651 ppm 90 0,535 15,079 120 0,543 13,810 etil asetat 30 0,374 40,635 88,968 60 0,319 49,365 ppm 90 0,312 50,476 120 0,298 52,698 n-butanol 30 0,431 31,587 133,392 60 0,378 40 ppm 90 0,364 42,222 120 0,331 47

42 Dari Tabel 10, diketahui bahwa fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik adalah fraksi etil asetat dengan nilai IC50 sebesar 88,968 ppm., Fraksi etil asetat ini termasuk ke dalam kategori antioksidan kuat. Hal ini dikarenakan kemampuan dari etil asetat yang mampu melarutkan senyawa polar dan juga nonpolar. Seperti diungkapkan Tensika (2007) dalam Jacoeb (2011), etil asetat dapat melarutkan lebih banyak senyawa antioksidan seperti isoflavon non polar (aglikon) maupun polar (glikon). Fraksi n-butanol termasuk ke dalam kategori antioksidan sedang dengan IC50 sebesar 133,392 ppm. Sedangkan fraksi n-heksan termasuk kedalam kategori tidak memiliki antioksidan dengan IC50 1802,714 ppm. Hal ini disebabkan Karean n-heksan merupakan pelarut non polar sehingga tidak mampu melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat antioksidan yang umumnya bersifat polar. Aktivitas antioksidan dari fraksi etil asetat ini ternyata masih lebih kecil bila dibandingkan dengan aktivitas antioksidan dari ekstrak kulit batang. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh senyawa yang dikandung pada masing-masing fraksi dan ekstrak. Pada fraksi etil asetat, senyawa yang terkandung kemungkinan setingkat lebih murni bila dibandingkan dengan ekstrak, karena senyawa yang terkandung didalamnya hanyalah senyawa polar yang bersifat antioksidan. Sedangkan pada ekstrak, senyawa metabolit sekunder masih bercampur antara senyawa yang memiliki sifat antioksidan dan yang tidak. Tetapi, senyawa antioksidan pada ekstrak lebih banyak bila dibandingkan pada fraksi etil asetat, karena pada fraksi etil asetat, senyawa-senyawa antioksidan yang terdapat pada ekstrak telah terpisah ke dalam fraksi etil asetat dan fraksi n-butanol pada saat proses fraksinasi. Senyawa antioksidan yang terpisah tersebut yang menyebabkan antioksidan pada fraksi, baik etil asetat ataupun n-butanol lebih lemah bila dibandingkan dengan ekstrak kulit batang. 4.8 Uji Total Fenol Fraksi Avicennia marina Uji total fenol pada fraksi Avicennia marina ini dilakukan pada seluruh fraksi yaitu n-heksan, etil asetat, dan n-butano. Hasil uji ini dapat dilihat pada Tabel 11.

43 Tabel 11. Hasil uji total fenol pada fraksi Avicennia marina Sampel Total fenol (%) N-heksan 0,14% Etil Asetat 17,21% N-butanol 10,12% Dari Tabel di atas, diketahui bahwa fraksi etil asetat memiliki kandungan senyawa fenol tertinggi yaitu 17,18% sehingga aktivitas antioksidan yang dimilikinya pun paling tinggi bila disbandingkan dengan yang lain. Hal ini kemungkinan disebabkan sifat etil asetat yang dapat menarik senyawa yang bersifat polar. Senyawa fenolik yang bersifat polar ini kemungkinan banyak yang tertarik oleh pelarut etil asetat, sedangkan senyawa fenolik yang bersifat sangat polar tertarik oleh pelarut n-butanol. Selain itu, dari uji fitokimia (Tabel 5) juga diketahui bahwa senyawa antioksidan yang terkandung pada fraksi ini tidak hanya senyawa fenolik, tetapi juga senyawa flavonoid dan tanin. Fraksi n-butanol memiliki kandungan total fenol sebesar 10,13%. Fraksi n- butanol ini termasuk ke dalam kategori antioksidan sedang dengan IC50 sebesar 133,392 ppm. Aktivitas antioksidan pada fraksi n-butanol ini lebih rendah dari fraksi etil asetat. Walaupun pada fraksi n-butanol ini juga terkandung senyawa antioksidan lain yang sama dengan fraksi etil asetat yaitu flavonoid dan tanin, kemungkinan senyawa flavonoid dan tanin yang ada pada fraksi n-butanol tidak begitu banyak sehingga aktivitas antioksidan pada fraksi n-butanol ini lebih rendah dari fraksi etil asetat. Pada n-heksan, diketahui dari uji fitokimia (Tabel 5) bahwa fraksi ini tidak mengandung senyawa fenolik. Pada uji diketahui bahwa pada fraksi n-heksan terdapat senyawa fenolik, walaupun jumlah yang terkandung hanya 0,14%. Hal ini terjadi karena n-heksan merupakan pelarut non-polar yang tidak dapat menarik senyawa fenolik dari sampel.