TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Ganda

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN KARAKTERSITIK SOSIAL EKONOMI WILAYAH DENGAN MASALAH GIZI GANDA PADA KELOMPOK USIA BALITA DI WILAYAH PERDESAAN DAN PERKOTAAN INDONESIA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah

I. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

BAB IV. PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan

MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Maka kesehatan adalah dasar

STUDI EMPIRIS CAPAIAN MDGS DI PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR. dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes.

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Universitas Indonesia. Analisis pelaksanaan..., Rama Chandra, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

Aplikasi System Dynamic pada Model Perhitungan Indikator Millennium Development Goals (MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

Tabel 2.6 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Aceh Tamiang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang

II. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

LATAR BELAKANG DAN KONDISI UMUM

Latar Belakang. Tujuan setiap warga negara terhadap kehidupannya adalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

Produk Domestik Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kemiskinan. Berdasarkan tujuan pembangunan Millennium

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kelompok

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

METODOLOGI. 3. Cakupan Imunisasi Lengkap, Departemen Kesehatan RI Badan Pusat Statistik RI (BPS RI)

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

Secara lebih sederhana tentang IPM dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Angka harapan hidup pd saat lahir (e0)

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

Transkripsi:

5 TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Ganda Pembangunan suatu bangsa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan setiap warga negara. Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada kemampuan dan kualitas sumberdaya manusianya. Ukuran kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat antara lain dapat dilihat pada tingkat kemiskinan dan status gizi masyarakat. Akan tetapi saat ini Indonesia masih memiliki masalah gizi, baik masalah kurang gizi maupun masalah gizi lebih (Bappenas 2007). Masalah gizi dapat diketahui melalui keadaan status gizi masyarakat. Antropometri merupakan cara pengukuran status gizi yang sering digunakan di masyarakat. Cara pengukuran status gizi ini digunakan secara luas karena pengukurannya yang murah dan mudah untuk dilakukan. Penelitian memperlihatkan bahwa hasil pengukuran antropometri dapat menunjukkan sasaran yang tepat pemberian intervensi gizi, mengidentifikasi kesenjangan sosial ekonomi masyarakat, dan mengevaluasi respon suatu intervensi terhadap masalah gizi (Cogill 2001). Status gizi dapat dilihat melalui indikator berat badan terhadap umur (BB/U), tinggi badan terhadap umur (TB/U), atau berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Berat badan terhadap umur (BB/U) merefleksikan massa tubuh dalam hubungannya dengan umur kronologi (Riyadi 2001). Indikator BB/U memberikan gambaran tentang status gizi yang sifatnya umum, tidak spesifik. Tinggi rendahnya prevalensi kurang gizi yang diukur dengan indikator BB/U mengindikasikan ada tidaknya masalah gizi pada balita, tetapi tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi tersebut bersifat kronis atau akut (Depkes 2008). Menurut Depkes (2008), untuk menilai status gizi anak balita melalui indikator BB/U, dilakukan dengan mengkonversi angka berat badan meneurut umur ke dalam bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan menggunakan baku antropometri WHO 2006. Selanjutnya berdasarkan nilai Z-score masing-masing indikator tersebut, status gizi balita dikelompokkan menjadi gizi buruk (severe undeweight), gizi kurang (moderate underweight), gizi baik, dan gizi lebih. Tabel 1 menyajikan pengelompokan status gizi menurut Z-score BB/U.

6 Tabel 1 Kriteria status gizi berdasarkan Z-score BB/U menurut WHO 2006 Indikator Kategori Z-score Gizi buruk < -3.0 BB/U Gizi kurang >=-3.0 s/d Z-score <-2.0 Gizi baik >=-2.0 s/d Z-score <=2.0 Gizi lebih >2.0 Sumber: Depkes 2008 Millenium Development Goals (MDGs) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai tujuan pembangunan milenium merupakan paradigma pembangunan global yang disepakati secara internasional oleh 189 negara anggota PBB dalam KTT milenium PBB bulan september 2000 silam. Majelis umum PBB kemudian melegalkannya ke dalam Resolusi Majelis Umum PBB No 55/2 tanggal 18 September 2000 tentang Deklarasi milenium perserikatan bangsa-bangsa (Bappenas 2007). Terdapat delapan tujuan yang dirumuskan dalam MDGs yaitu: (1) Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; (2) Mencapai pendidikan dasar untuk semua; (3) Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; (4) Menurunkan angka kematian anak; (5) Meningkatkan kesehatan ibu; (6) Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya; (7) Memastikan kelestarian lingkungan hidup; dan (8) Membangun kemitraan global untuk pembangunan (lebih rinci dapat dilihat di lampiran 2). Tabel 2 Target dan indikator tujuan pertama MDGs No Target Indikator 1 Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di a) Persentase penduduk dengan pendapatan di bawah US$1 (PPP) per hari. bawah US$1 perhari menjadi b) Persentase penduduk dengan tingkat setengahnya dalam kurun waktu konsumsi di bawah garis kemiskinan 1990-2015 nasional. c) Indeks kedalaman kemiskinan. d) Indeks keparahan kemiskinan. e) Proporsi konsumsi penduduk termiskin 2 Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015 Sumber: Bappenas 2007 (kuantil pertama). a) Persentase anak-anak berusia di bawah 5 tahun yang mengalami gizi buruk (severe underweight). b) Persentase anak-anak berusia di bawah 5 tahun yang mengalami gizi kurang (moderate underweight). Setiap tujuan tersebut memiliki memiliki target dan indikator masingmasing. Tujuan pertama MDGs yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan memiliki dua target. Tabel 2 menyajikan target dan indikator untuk mencapai tujuan pertama MDGs. Prevalensi balita dengan gizi buruk dan gizi kurang

7 merupakan indikator yang dipakai untuk mencapai target kedua dari tujuan pertama MDGs. Indonesia dikatakan sudah dapat menurunkan proporsi pendduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015 apabila pada tahun 2015 prevalensi balita yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang sebesar 18.5 persen (Bappenas 2007 dan Depkes 2008). Walaupun masalah gizi lebih tidak termasuk ke dalam target ataupun indikator MDGs akan tetapi adanya masalah gizi lebih harus diperhatikan pula. Menurut BPPSDMK (2011), bersamaan dengan masalah kurang gizi yang tinggi, fenomena gizi lebih merupakan ancaman yang serius karena terjadi di berbagai strata ekonomi, pendidikan, desa-kota, dan lain sebagainya. Menurut Menteri Kesehatan RI, Indonesia masih menghadapi masalah-masalah kurang gizi terutama yang kronis dan akut, disisi lain juga harus segera menanggulangi masalah gizi lebih yang sampai saat ini merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit degeneratif. Meskipun prevalensi gizi lebih sudah mengkhawatirkan, tapi keberadaannya sebagai suatu ancaman nyata bagi kesehatan belum banyak disadari masyarakat. Berdasarkan prevalensi ambang batas penentuan besaran masalah gizi Direktorat Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI tahun 2000, gizi buruk menjadi masalah kesehatan masyarakat apabila prevalensinya lebih dari atau sama dengan 1 persen, sedangkan gizi kurang dan gizi lebih menjadi masalah kesehatan masyarakat apabila prevalensinya lebih dari atau sama dengan 5 persen. Tabel 3 menyajikan kategori ambang batas masalah gizi sebagai masalah kesehatan masyarakat menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2000. Tabel 3 Kriteria masalah kesehatan masyarakat menurut prevalensi masalah gizi Masalah gizi Bebas Masalah Berdasarkan prevalensi Masalah Masalah Ringan Sedang Masalah Berat Gizi buruk (severe underweight) < 1% 1% Gizi kurang (moderate underweight) < 5% 5-9.9% 10-19.9% >20% Gizi lebih (overweight) < 5% 5-9.9% 10-19.9% >20% Sumber: Direktorat Gizi Masyarakat, Depkes (2000) dalam Ali AR (2007) Masalah gizi ganda merupakan keadaan pada suatu masyarakat dengan masalah kurang gizi dan masalah gizi lebih yang terjadi bersamaan. Fenomena masalah gizi ganda semakin banyak terjadi terutama di negara-negara berkembang. Fenomena ini tidak terbatas pada negara berkembang dengan pendapatan tinggi tapi juga terjadi di seluruh dunia. Masalah gizi ganda pada

8 berbagai negara dengan budaya dan kebiasaan makan yang berbeda-beda. Ada banyak bukti menunjukkan bahwa ketika kondisi ekonomi meningkat, obesitas dan penyakit tidak menular pun meningkat dengan angka gizi kurang yang tinggi pula (FAO 2006). Menurut Kimani-Murage et al. (2010), transisi gizi merupakan penyebab utama dibalik terjadinya masalah gizi ganda. Transisi gizi merupakan fenomena yang ada di masyarakat dimana kurang gizi dan gizi lebih menjadi masalah kesehatan secara bersamaan di masyarakat tersebut. Transisi pola makan berupa perubahan komposisi diet tradisional yang umumnya berasal dari tanaman yang rendah lemak dan kaya serat ke diet al.a barat yang kayak energi dan rendah serat merupakan salah satu penyebabnya. Popkin (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat menyebabkan adanya transisi gizi adalah adanya transisi laju ekonomi, urbanisasi, globalisasi, teknologi, dan perubahan sosial. Ini adalah fenomena yang ditemui di negara-negara berkembang yang sedang mengalami peningkatan laju ekonomi. Menurut Lanigan dan Singhal (2008), kurang gizi adalah faktor risiko yang serius untuk masalah kesehatan dan menambah banyak sekali beban penyakit di negara dengan pendapatan rendah-menengah. Kurang gizi pada masa anakanak meningkatkan risiko-risiko yang merugikan pada tahapan kehidupan berikutnya seperti gangguan perkembangan kognitif, pencapaian pendidikan yang rendah, rentan terkena berbagai penyakit kronis dan mengalami kelebihan berat badan bahkan obesitas. Kurang gizi berhubungan dengan tingginya prevalensi penyakit infeksi. Pada populasi yang mengalami transisi epidemiologi dan demografi peningkatan gizi lebih dan obesitas mulai terlihat seiring dengan kurang gizi dan dan penyakit infeksi pun masih tinggi. Gizi lebih dan obesitas termasuk ke dalam kategori sepuluh faktor risiko tertinggi berbagai penyakit tidak menular (WHO 2002). Menurut Hadi (2005), pembangunan bidang kesehatan nasional akan semakin berat dengan adanya masalah gizi ganda karena baik kurang gizi maupun gizi lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan yang lain. Masih besarnya beban masalah kesehatan yang bersumber dari defisiensi gizi dan penyakit infeksi disatu sisi dan makin meningkatnya masalah kesehatan yang bersumber dari masalah gizi lebih dan penyakit-penyakit degeneratif disisi lain perlu diantisipasi dengan melakukan perubahan kebijakan yang mendasar

9 dalam upaya pelayanan kesehatan, baik upaya pelayanan kesehatan perorangan maupun upaya pelayanan kesehatan masyarakat. Karakteristik Sosial Ekonomi Masalah gizi merupakan efek kumulatif dari masalah sosial-ekonomi, kesehatan, dan gizi (WHO 2008). Riset menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonomi keluarga anak mempunyai dampak signifikan pada pertumbuhan dan perkembangan. Pada semua usia anak dari keluarga kelas atas dan menengah mempunyai tinggi badan lebih dari keluarga strata sosial ekonomi rendah. Penyebab perbedaan ini kurang jelas, meskipun kesehatan dan gizi yang kurang baik pada tingkat sosial ekonomi rendah mungkin merupakan faktor signifikan. Sumber makanan bergizi (khususnya protein) sulit didapatkan, dan faktor lain (misalnya ukuran keluarga besar dan ketidakteraturan dalam makan, tidur, dan latihan fisik) dapat memainkan peran. Keluarga dari kelompok sosial ekonomi rendah mungkin kurang memiliki pengetahuan atau sumber daya yang diperlukan untuk memberikan lingkungan yang aman, menstimulasi, dan kaya gizi yang membentuk perkembangan optimal (Fotso et al. 2008). Pendidikan Ibu Salah satu faktor sosial ekonomi yang ikut mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah pendidikan. Pendidikan yang tinggi diharapkan sampai kepada tingkah laku yang baik. Tingkat pendidikan ibu yang rendah memiliki konsekuensi terhadap rendahnya kemampuan ekonomi dan pengetahuan gizi. Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengurangi peluang untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang relatif tinggi, sehingga kemampuan untuk menyediakan makanan dengan kualitas dan kuantitas yang cukup juga terbatas, apalagi dengan tingkat pengetahuan gizi yang rendah (Nurmiati 2006).. Menurut Sobalia (2009) Keadaan gizi seorang anak banyak ditentukan oleh perilaku pengasuhnya. Kekurangan gizi bisa pula muncul akibat ketidaktahuan. Berbagai penelitian menunjukkan peningkatan pendidikan ibu di suatu negara merupakan komponen penting dalam menurunkan prevalensi kurang gizi di negara tersebut. Pengetahuan dan pendidikan orang tua sangat penting dalam menentukan status gizi keluarga, karena pendidikan seseorang dapat membantu sampainya informasi tentang kesehatan juga gizi, sehingga kurangnya pendidikan merupakan penyebab tidak langsung timbulnya masalah gizi pada anak.

10 Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi konsumsi melalui pemilihan pangan. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam jumlah dan mutunya dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah (Mariani 2002). FAO (1989) menyatakan tingkat pendidikan ibu, status kesehatan, dan lingkungan hidup dapat berpengaruh terhadap apa dan berapa banyak penduduk mengkonsumsi pangan serta terhadap status gizinya. Kurang makan dan kurang gizi karena berbagai faktor seperti rendahnya persediaan pangan, pendidikan, serta kondisi kesehatan dapat menimbulkan dampak serius dan berakhir lama pada kesehatan tubuh individu dan keluarga. Saat ini, pemerintah Indonesia menjalankan program wajib belajar (Wajar) 9 tahun. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar. Pengertian wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Pendidikan dasar tersebut adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS), atau bentuk lain yang sederajat. Pengeluaran rumah tangga perkapita Data-data sosial di Indonesia yang berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), mengukur kesejahteraan bukan dari pendapatan tetapi dari konsumsi atau pengeluaran. Setiap rumah tangga sampel mempunyai data total pengeluaran perbulan (dalam rupiah), tetapi ini bukan secara langsung menjadi ukuran kesejahteraan karena harus dilihat dulu berapa jumlah anggota rumah tangganya. Jika total pengeluaran perbulan dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga maka akan diperoleh data pengeluaran rumah tangga perkapita perbulan. Pengeluaran rumah tangga perkapita inilah yang digunakan sebagai ukuran kesejahteraan penduduk dan rumah tangga. Angka kemiskinan, indeks ketimpangan kemiskinan, indeks keparahan kemiskinan dan gini rasio, semua perhitungaannya merujuk ke pengeluaran rumah tangga perkapita ini (Andi 2006). Pengeluaran rumah tangga perkapita merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk.

11 Pengeluaran rumah tangga perkapita mencerminkan pendapatan keluarga (Sugianti 2009). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam satu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (netto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi (BPS 2009). PDRB berasal dari sembilan sektor usaha yang terdiri atas: (1) pertanian, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas, dan air bersih, (5) bangunan (konstruksi), (6) perdagangan, hotel, dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, serta (9) jasa-jasa termasuk pelayanan pemerintah (BPS 2005). PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. Sementara itu, PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai harga dasar. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedangkan harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (BPS 2009). Nilai PDRB dibagi menjadi dua, yaitu PDRB yang dihitung dengan migas dan PDRB yang dihitung tanpa migas. PDRB dengan migas menunjukkan keseluruhan nilai barang dan jasa yang dihasilkan ditambah dengan sektor migas. Sumber daya migas merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui sehingga suatu saat akan habis. Dengan adanya pembagian PDRB ini dapat menunjukkan perkembangan besarnya nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah di masa yang akan datang, sehingga dapat diketahui besarnya PDRB wilayah tersebut saat sumber daya migas sudah habis (BPS 2005). Data PDRB adalah salah satu indikator ekonomi makro yang dapat menunjukkan kondisi perekonomian daerah setiap tahun (BPS 2009). Sementara itu, PDRB perkapita adalah indikator makro yang secara agregat dapat

12 digunakan untuk menggambarkan kondisi kesejahteraan masyarakat dari gerak pertumbuhan ekonomi di daerah yang bersangkutan (Bappenas 2008). Kemiskinan Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar manusia antara lain adalah terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, bagi laki-laki maupun perempuan (Bappenas 2004 dalam Harniati 2008). Menurut Bappenas (2008), angka kemiskinan memberi gambaran mengenai intensitas penduduk dengan tingkat pendapatan terendah di perekonomian. Kemiskinan merupakan hulu dari berbagai permasalahan yang ada seperti tingginya angka kesakitan dan kematian, pengangguran, gizi buruk, serta rendahnya kualitas sumber daya manusia (Trihono dan Gitawati 2009). Menurut Bappenas (2008), salah satu akibat kemiskinan adalah ketidakmampuan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah dan kualitas yang baik. harus dapat menurunkan tingkat kemiskinan setiap rumah tangga untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan dan gizi serta memberikan akses kepada pendidikan dan pelayanan kesehatan. Dari berbagai faktor penyebab masalah gizi, kemiskinan dinilai memiliki peranan penting dan bersifat timbal balik, artinya kemiskinan akan menyebabkan kurang gizi dan individu yang kurang gizi akan berakibat atau melahirkan kemiskinan. Tingkat dan kualitas konsumsi makanan anggota rumah tangga miskin tidak memenuhi kecukupan gizi sesuai kebutuhan. Dengan asupan makanan yang tidak mencukupi, anggota rumah tangga, termasuk anak balitanya menjadi lebih rentan terhadap infeksi sehingga sering menderita sakit. Keluarga miskin dicerminkan oleh profesi/mata pencaharian yang biasanya adalah buruh/pekerja kasar yang berpendidikan rendah sehingga tingkat pengetahuan pangan dan pola asuh keluarga juga kurang berkualitas. Keluarga miskin juga ditandai dengan tingkat kehamilan tinggi karena kurangnya pengetahuan tentang keluarga berencana dan adanya anggapan bahwa anak dapat menjadi tenaga kerja yang memberi tambahan pendapatan keluarga. Namun demikian, banyaknya anak justru mengakibatkan besarnya

13 beban anggota keluarga dalam sebuah rumah tangga miskin (Bappenas 2008). Menurut BPS (2007), daerah miskin adalah wilayah kabupaten/kota dengan karakterisik kemiskinan diatas persen kemiskinan nasional (lebih dari 16.5%). Perdesaan dan Perkotaan Menurut undang-undang (UU) No.24 Tahun 1992 pasal 1, wilayah didefinisikan sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Pipip (2011), pengklasifikasian wilayah menjadi wilayah perdesaan atau perkotaan dilakukan melalui Sensus. Wilayah yang dicakup adalah desa atau kelurahan yang berada langsung dibawah kecamatan. Klasifikasi didasarkan pada skor yang dihitung dari kepadatan penduduk, persentase rumah tangga yang bekerja di bidang pertanian, dan tersedianya fasilitas kota seperti sekolah, pasar, rumah sakit, jalan aspal, dan listrik (BPS 2003). Definisi perkotaan adalah suatu tempat dengan (1) kepadatan penduduknya lebih dibandingkan dengan kondisi pada umumnya; (2) pencaharian utama penduduknya bukan merupakan aktivitas ekonomi primer/pertanian; dan (3) tempatnya merupakan pusat budaya, administrasi, atau pusat kegiatan ekonomi wilayah sekitarnya menurut (Daldjoeni 2003 dalam Humayrah 2009). Menurut Komsiah (2007), wilayah perdesaan ditandai dengan sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian di bidang pertanian.