HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator

Y ij = µ + B i + ε ij

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

SUTOYO. Penapisan Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Berbagai Sumber Bahan. IDWAN SUDIRMAN sebagai ketua, SRI BUDIARTI POERWANTO dm

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

ANALISIS KETAHANAN BAKTERIOSIN DARI Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, DAN 2C12 PADA ph ASAM DALAM MENGHAMBAT AKTIVITAS BAKTERI PATOGEN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

AKTIVITAS ANTIMIKROB BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum TERHADAP BERBAGAI BAKTERI PATOGEN SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

KARAKTERISASI PLANTARICIN ASAL EMPAT GALUR SENSITIVITASNYA TERHADAP ENZIM TRIPSIN SKRIPSI GILANG AYUNINGTYAS

IDENTIFIKASI MIKROBA METODE PEWARNAAN GRAM : CLAUDIA PERTIWI MALIK : G : MUHAMMAD IQBAL MUSTAFA

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

PRODUKSI BAKTERIOSIN KASAR Lactobacillus plantarum ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI ANIS USFAH PRASTU JATI

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

BAB 5 HASIL PENELITIAN

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Pendahuluan Preparasi Kultur Starter.

I. PENDAHULUAN. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian utama dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbedaan dan ciri-ciri bakteri garam positif dan bakteri garam negatif: Bakteri garam negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna

) WITH EGG WHITE LYSOZYME EXTRACTS AS THE ANTIMICROBIAL ACTIVITY ON

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

Uji Saponin Uji Triterpenoid dan Steroid Uji Tanin Analisis Statistik Uji Minyak Atsiri Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat (BAL) Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12

4 Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Putri Ayuningtyas, 2015

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

BAB V PEMBAHASAN. aktivitas antimikroba ekstrak daun panamar gantung terhadap pertumbuhan

Teknik Isolasi pada Mikroba

BAB I PENDAHULUAN. dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB IV. PENETAPAN HAYATI DENGAN MIKROBIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair tahu adalah air buangan dari proses produksi tahu. Menurut

HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Bunuh Disinfektan terhadap Pertumbuhan Bakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup. berkumpul di dalam suatu medium yang sama (Zaif, 2006).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik morfologi tersebut sesuai dengan Ray dan Bhunia (2008) bahwa L. plantarum tergolong bakteri positif, berbentuk batang tunggal maupun rantai pendek. Pemeriksaan karakteristik kultur bakteri bertujuan untuk memastikan kemurnian kultur bakteri yang digunakan. Karakteristik morfologi yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa kultur homogen dan tidak tercemar, seperti yang diperoleh dalam penelitian sebelumnya (Hidayati, 2006; Permanasari, 2008). Karakteristik morfologi kelima bakteri indikator yang digunakan, antara lain P. aeruginosa ATCC 27853 dan B. cereus berbentuk batang. Buckle et al. (2007) menyatakan bahwa bakteri P. aeruginosa dan B. cereus memiliki morfologi berbentuk batang. Hasil karakteristik morfologi bakteri S. typhimurium ATCC 14028 dan E. coli ATCC 25922 adalah berbentuk batang soliter maupun berkoloni sedangkan S. aureus ATCC 25923 berbentuk kokus dalam susunan tunggal maupun berkoloni seperti buah anggur. Ray dan Bhunia (2008) menyatakan bahwa S. typhimurium memiliki morfologi berbentuk batang lurus, E. coli berbentuk batang, sedangkan S. aureus berbentuk kokus, tetrad dan berpasangan seperti buah anggur. Bakteri secara umum dibedakan menjadi dua berdasarkan pewarnaan, yaitu bakteri positif dan negatif. Pewarnaan merupakan suatu teknik pewarnaan secara mikroskopis untuk menentukan jenis bakteri sebagai bakteri positif dan negatif dan sering digunakan untuk pengujian kemurnian suatu bakteri. Teknik ini terdiri dari empat tahap, yaitu (a) tahap awal pewarnaan dengan kristal violet, (b) fiksasi dengan iodin, (c) dekolorisasi dengan etanol dan (d) pewarnaan dengan safranin. Perbedaan antara bakteri positif dan negatif tergantung pada komposisi dinding sel (Pelczar dan Chan, 2007). Hasil pewarnaan terhadap kultur L. plantarum, serta bakteri indikator S. aureus ATCC 25923 dan B. cereus menunjukkan bahwa bakteri-bakteri tersebut tergolong dalam bakteri positif. Hal ini disebabkan pada proses pewarnaan, kultur L. plantarum serta bakteri indikator S. aureus ATCC 25923 dan B. cereus menyerap warna ungu yang berasal dari kompleks antara kristal violet dengan 19

iodin dan tetap mempertahankan warna ungu tersebut meskipun telah ditambahkan alkohol 95% dan zat warna safranin. Bakteri P. aeruginosa ATCC 27853, S. typhimurium ATCC 14028 dan E. coli ATCC 25922, berdasarkan hasil pewarnaan menunjukkan bahwa ketiga bakteri ini tergolong dalam bakteri negatif. Hal ini disebabkan ketiga bakteri tersebut tidak dapat mempertahankan warna ungu dari zat pewarna kristal violet saat ditambahkan alkohol 95% serta menyerap warna merah yang berasal dari safranin. Perbedaan antara bakteri positif dan negatif tergantung pada komposisi dalam dinding sel (Pelczar dan Chan, 2007). Dinding sel bakteri positif sebagian besar terdiri dari lapisan peptidoglikan (90%). Pelczar dan Chan (2007) menyatakan bahwa bakteri positif mempertahankan warna ungu disebabkan dinding sel mengalami dehidrasi ketika ditetesi alkohol, sehingga poripori menciut, daya rembes dinding sel dan membran menurun. Keadaan ini membuat kompleks kristal violet dengan iodin tidak dapat keluar dari sel, akibatnya zat warna safranin tidak dapat masuk ke dalam dinding sel. Dinding sel bakteri negatif mempunyai kandungan lipida yang tinggi dalam bentuk lipopolisakarida dan lipoprotein (Fardiaz, 1992). Lipida pada dinding sel bakteri negatif akan larut oleh alkohol sehingga pori-pori mengembang dan menyebabkan kompleks kristal violet dengan iodin keluar dari sel, akibatnya dinding sel bakteri menjadi tidak berwarna. Dinding sel bakteri yang tidak berwarna tersebut akan menyerap zat warna safranin sehingga sel bakteri akan tampak berwarna merah ketika dilihat dibawah mikroskop (Pelczar dan Chan, 2007). Hasil pewarnaan dan pengamatan morfologi dari kultur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta bakteri indikator secara mikroskopis dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7. 20

Tabel 6. Karakteristik Isolat L. plantarum Isolat L. plantarum L. plantarum 1A5 Pewarnaan Positif Morfologi Batang, susunan tunggal maupun rantai pendek Gambar Morfologi (Pembesaran 10x100) L. plantarum 1B1 Positif Batang, susunan tunggal maupun rantai pendek L. plantarum 2B2 Positif Batang, susunan tunggal maupun rantai pendek L. plantarum 2C12 Positif Batang, susunan tunggal maupun rantai pendek 21

Tabel 7. Karakteristik Isolat Bakteri Indikator Isolat Bakteri Indikator E. coli ATCC 25922 Pewarnaan Negatif Morfologi Batang, susunan tunggal maupun rantai pendek Gambar Morfologi (Pembesaran 10x100) P. aeruginosa ATCC 27853 Negatif Batang, susunan tunggal maupun rantai pendek S. typhimurium ATCC 14028 Negatif Batang, susunan tunggal maupun rantai pendek B. cereus Positif Batang, susunan tunggal maupun rantai pendek S. aureus ATCC 25923 Positif Bulat, bergerombol seperti buah anggur Keterangan: Kultur Koleksi Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Tahun 2011, Fakultas Peternakan IPB, ATCC; American Type Culture Collection 22

Aktivitas Antimikrob Supernatan Bebas Sel Kondisi asam dalam supernatan bebas sel akan mengurangi kemampuan bakteriosin dalam menghambat bakteri indikator pada uji antagonistik. Oleh karena itu, supernatan bebas sel yang dihasilkan dinetralkan hingga mencapai kondisi ph 5,8-6,2. Produksi maksimum dari bakteriosin didapatkan pada kondisi ph 6,5 dari rentang ph 2 hingga ph 10, dan bakteriosin kehilangan aktivitas antimikrob pada ph 12 (Bhattacharya dan Arijit, 2010). Kondisi ph supernatan bebas sel asal L. plantarum, dapat dilihat pada Gambar 2. 6.50 Nilai ph 5.50 4.50 3.50 Galur L. plantarum Keterangan: ph awal = ph initial supernatan bebas sel ph netral = ph netral supernatan bebas sel setelah penambahan NaOH 1 N Gambar 2. Kondisi ph Supernatan Bebas Sel asal Galur L. plantarum pada Media MRSB dengan Yeast Extract (3%) dan NaCl (1%). Nilai ph supernatan bebas sel berkisar 3,94-4,02. Kondisi asam dari supernatan bebas sel ini disebabkan oleh adanya asam-asam organik yang terbentuk sebagai metabolit primer dari bakteri asam laktat yang akan menghambat pertumbuhan bakteri. Nilai ph supernatan bebas sel setelah penetralan berkisar 5,87-6,17. Asam organik rantai pendek, seperti asam asetat dan asam laktat merupakan metabolit primer dari supernatan bebas sel yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat (Fardiaz, 1992; Jay et al., 2005; Settanni dan Corsetti, 2008). Aktivitas antimikrob supernatan netral bebas sel diuji melalui aktivitasnya terhadap bakteri indikator. Hasil uji antagonistik supernatan netral bebas sel asal empat galur L. plantarum terhadap masing-masing bakteri indikator ditunjukkan dengan adanya diameter zona hambat disekitar sumur konfrontasi, dapat dilihat pada Tabel 8. 2.50 1.50 ph ph awal awal 4,024.01 ± 0,04 3,94 3.94 ± 0,11 4,00 4.00 ± 0,02 3,983.98 ± 0,01 ph ph netral netral 6,116.11 ± 0,34 5,87 5.87 ± 0,12 6,17 6.17 ± 0,31 6,046.04 ± 0,16 23

Tabel 8. Diameter Zona Hambat Supernatan Netral Bebas Sel asal Galur L. plantarum terhadap Bakteri Indikator Bakteri Indikator Supernatan Netral Bebas Sel asal Galur L. plantarum --------------------------------- mm ------------------------------- E. coli 15,73 ± 0,31 15,22 ± 0,87 9,74 ± 1,36 10,93 ± 1,40 S. aureus 17,72 ± 1,27 16,21 ± 0,49 15,01 ± 1,54 10,46 ± 1,40 S. typhimurium 18,00 ± 0,64 13,09 ± 0,30 9,13 ± 0,64 14,55 ± 3,45 B. cereus 16,30 ± 1,42 15,02 ± 1,56 11,05 ± 0,39 7,46 ± 0,91 P. aeruginosa 16,86 ± 0,84 13,37 ± 0,96 13,50 ± 1,12 10,32 ± 0,92 Keterangan : Diameter lubang sumur (5 mm) termasuk kedalam diameter zona hambat Rataan diameter zona hambat dari masing-masing galur L. plantarum berbeda-beda. Perbedaan aktivitas hambat dikarenakan bakteriosin mempunyai aktivitas hambat terhadap bakteri spesifik, dan biasanya mempunyai hubungan kekerabatan (filogenik) serta tergantung pada perbedaan jenis dinding sel bakteri yang dihambat yang berpengaruh pada ketahanan suatu bakteri terhadap zat antimikrob (Usmiati et al., 2009). Rataan diameter zona hambat dari supernatan netral bebas sel berkisar 7,46-18,00 mm (Tabel 8). Rataan diameter zona hambat dari supernatan netral bebas sel termasuk dalam kategori kuat (Davis dan Stout, 1971). Supernatan netral bebas sel dari keempat galur L. plantarum mampu menghambat bakteri indikator. Hasil ini sama dengan yang diperoleh Omemu dan Faniran (2011) yang menyatakan bahwa supernatan netral bebas sel asal L. plantarum mampu menghambat bakteri patogen. Keempat galur L. plantarum mampu menghambat bakteri dari strain bakteri positif dan bakteri negatif. Bakteri negatif seperti E. coli ATCC 25922, P. aeruginosa ATCC 27853 dan S. typhimurium ATCC 14028, lebih tahan terhadap bakteriosin yang berasal dari L. plantarum karena komposisi dari membrannya berbeda dengan bakteri positif. Hal ini berbeda dengan Drosinos et al. (2009) yang menyatakan bahwa bakteriosin asal L. plantarum hanya akan menghambat bakteri positif atau bakteri-bakteri yang berkerabat dekat dengan spesies penghasil, serta tidak efisien dalam menghambat bakteri negatif karena membran terluarnya bersifat hidrofilik dan dapat menghalangi aksi bakteriosin. Lebih lanjut Ray dan Bhunia (2008) menyatakan bahwa keberadaan lapisan luar 24

yang mengandung fosfolipida, protein, polisakarida, lemak dan substansi non permeabel akan mempengaruhi aktivitas antimikrob bakteriosin dalam menghambat bakteri negatif. Bakteriosin asal L. plantarum dikarakterisasi sebagai kompleks protein, sangat sensitif terhadap perubahan ph lingkungan. Perubahan ph lingkungan berpengaruh terhadap bakteriosin yang dihasilkan, selain pengaruh nutrien dan temperatur (Todorov dan Dicks, 2005). Penurunan ph dalam bakteriosin asal L. plantarum akan mempengaruhi susunan protein dari bakteriosin tersebut, sehingga mempengaruhi aktivitas penghambatan senyawa antimikrob yang dihasilkan. Oleh karena itu, supernatan netral bebas sel yang diperoleh perlu dilakukan tahap lanjutan berupa purifikasi parsial. Purifikasi Parsial Plantaricin Hasil kuantitatif kadar protein dari setiap tahapan purifikasi parsial plantaricin menggunakan amonium sulfat, dialisis, dan purifikasi parsial menggunakan kromatografi kolom dari masing-masing galur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12, dapat dilihat pada Gambar 3. Secara deskriptif, hasil kuantitatif ini menunjukkan bahwa rataan konsentrasi protein yang dihasilkan oleh galur L. plantarum 1A5, 1B1, dan 2B2 merupakan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan galur L. plantarum 2C12. Rataan kadar protein plantaricin kasar dari galur L. plantarum menunjukkan terjadinya peningkatan dari presipitat bakteriosin menjadi plantaricin kasar kecuali galur L. plantarum 2C12. Ekstrak plantaricin kasar dari keempat galur L. plantarum menunjukkan jenis protein yang hidrofobik karena posisi endapan protein yang terpresipitasi berada melayang di bagian atas supernatan bebas sel. Abo-Amer (2007) menyatakan hal ini sebagai karakteristik protein yang hidrofobik terhadap plantaricin AA135 yang dihasilkan oleh L. plantarum AA135. Karakteristik protein hidrofobik dari ekstrak plantaricin kasar sangat diperlukan untuk aktivitasnya dalam menghambat bakteri karena penghambatan oleh plantaricin tergantung pada interaksi hidrofobik antara sel-sel bakteri dengan molekul-molekul plantaricin (Parada et al., 2007). Lebih lanjut Jack et al. (2005) menyatakan bahwa interaksi antara molekulmolekul kationik dari plantaricin dengan polimer-polimer anionik di permukaan sel bakteri akan menyebabkan destabilisasi fungsi dari membran sitoplasma sel bakteri, 25

berupa peningkatan permeabilitas membran sehingga mengganggu keseimbangan barier dan akan mengakibatkan kematian sel bakteri. Konsentrasi Protein (mg/ml) 160 140 120 100 80 60 40 20 0 1A5 1B1 1B1 2B2 2B2 2C12 Presipitat Presipitat Bakteriosin Bakteriosin 24,08 24.08 ± 12,40 24,61 24.61 ± 12,57 15,62 15.62 ± 6,85 3,41 3.41 ± 0,46 Plantaricin Kasar Plantaricin Kasar 56,65 56.65 ± 25,18 71,19 71.19 ± 30,95 44,59 44.59 ± 20,97 0,96 0.96 ± 0,36 Plantaricin Murni 46.53 158.74 103.88 13.31 Plantaricin Murni 46,53 ± 18,22 158,74 ± 45,06 103,88 ± 30,39 13,31 ± 2,24 Keterangan: Galur L. plantarum Presipitat Bakteriosin = Hasil Purifikasi Parsial dengan Amonium Sulfat Plantaricin Kasar = Hasil Dialisis Plantaricin = Hasil Purifikasi Parsial dengan Kromatografi Kolom Gambar 3. Konsentrasi Protein pada Tahap Purifikasi Parsial Plantaricin asal Galur L. plantarum (1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12). Kadar protein plantaricin meningkat kembali setelah proses purifikasi menggunakan kromatografi kolom dari plantaricin kasar menjadi plantaricin murni, kecuali galur L. plantarum 1A5. Rataan konsentrasi protein plantaricin murni dari yang terbesar berturut-turut adalah galur L. plantarum 1B1, 2B2, 1A5 dan 2C12. Stabilitas Protein Plantaricin terhadap ph Alkali Pengujian stabilitas plantaricin dari keempat galur L. plantarum terhadap ph alkali secara in vitro dilakukan pada ph 9, menunjukkan tingkat kesensitifan yang tinggi pada plantaricin yang diproduksi oleh keempat galur L. plantarum. Hubungan antara kondisi ph lingkungan dengan konsentrasi protein plantaricin dari keempat galur L. plantarum, dapat dilihat pada Gambar 4. 26

Konsentrasi Protein (mg/ml) 160 140 120 100 80 60 40 20 0 ph ph 7 7 46,53 46.53 ± 18,22 158,74 158.74 ± 45,06 103,88 103.88 ± 30,39 13,31 13.31 ± 2,24 ph 9 ph 9 41.71 41,71 ± 14,38 99.84 99,84 ± 28,34 69.42 69,42 ± 19,95 9.78 9,78 ± 0,84 Keterangan: Plantaricin asal Galur L. plantarum ph 7 =Plantaricin tanpa Perlakuan ph Alkali (kontrol) ph 9 =Plantaricin dengan Perlakuan ph Alkali Gambar 4. Konsentrasi Protein Plantaricin asal Galur L. plantarum (1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12) terhadap ph Alkali. Peningkatan ph lingkungan dalam plantaricin dari ph 7 ke ph 9 menurunkan konsentrasi protein plantaricin dari masing-masing galur L. plantarum (Gambar 4). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh ph alkali terhadap jumlah protein dalam plantaricin. Kemampuan suatu senyawa antimikrob dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ph, waktu penyimpanan, suhu lingkungan, sifat-sifat mikroba (jenis, konsentrasi, umur dan keadaan mikroba), jenis dan jumlah senyawa di dalamnya (Fardiaz, 1992). Rataan persentase penurunan konsentrasi protein plantaricin dari L. plantarum 1A5 sebesar 5%, plantaricin L. plantarum 1B1 sebesar 22%, plantaricin L. plantarum 2B2 sebesar 36%, serta plantaricin L. plantarum 2C12 sebesar 27% (Lampiran 19). Meskipun plantaricin dari keempat galur L. plantarum mengalami penurunan konsentrasi protein, plantaricin dari keempat galur L. plantarum tersebut memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap ph alkali dibuktikan dengan persentase penurunan protein sebesar <40%. Hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh ph alkali terhadap plantaricin dari keempat galur L. plantarum. Gonzales et al. (1994) menyatakan hal serupa, bahwa plantaricin C menghasilkan bakteriosin yang stabil pada ph asam dan ph netral, namun aktivitas antimikrob plantaricin C menurun pada kondisi ph alkali. 27

Kondisi alkali dapat menginduksi solubilitas dari lapisan protein (Duncan et al., 1972). Hal ini memperkuat dugaan bahwa plantaricin dari keempat galur L. plantarum merupakan komponen antimikrob berbahan protein, yang bila dalam kondisi alkali akan terhidrolisis, sehingga menyebabkan penurunan aktivitas antimikrob dalam menghambat bakteri patogen. Penelitian ini selain mengetahui stabilitas protein plantaricin terhadap ph alkali, juga diamati uji antagonistik plantaricin terhadap bakteri indikator melalui uji difusi sumur. Hasil uji antagonistik plantaricin asal galur L. plantarum terhadap masing-masing bakteri indikator ditunjukkan dengan adanya diameter zona hambat. Uji Aktivitas Antimikrob Plantaricin pada Bakteri Indikator Terhadap ph Alkali Escherichia coli ATCC 25922 Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin setelah perlakuan ph alkali terhadap E. coli ATCC 25922, dapat dilihat pada Tabel 9. Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin tidak dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan ph yang berbeda dan galur L. plantarum yang berbeda. Hasil ini menunjukkan bahwa plantaricin memiliki aktivitas penghambatan terhadap E. coli ATCC 25922 yang sama tanpa dipengaruhi oleh ph yang berbeda dan galur L. plantarum yang berbeda. Tabel 9. Diameter Zona Hambat Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur L. plantarum pada ph Alkali terhadap E. coli ATCC 25922 Plantaricin Asal Galur L. plantarum Perlakuan Rata-rata ------------------------------------ (mm) --------------------------------------- ph 7* 9,43 ± 1,53 9,72 ± 0,22 9,52 ± 2,17 8,16 ± 0,23 9,21 ± 1,04 ph 9 9,17 ± 0,52 8,52 ± 0,51 9,08 ± 0,63 7,84 ± 0,30 8,65 ± 0,49 Rata-rata 9,30 ± 1,03 9,12 ± 0,37 9,30 ± 1,40 8,00 ± 0,27 Keterangan: Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat) * = Kontrol Rata-rata zona hambat aktivitas antimikrob plantaricin asal empat galur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 berkisar 8,00-9,30 mm. Rataan diameter zona hambat tersebut termasuk dalam kategori sedang (Davis dan Stout, 1971). E. coli termasuk bakteri negatif dengan ph pertumbuhan optimum pada 7,0-7,5 (Fardiaz, 1992). Aktivitas penghambatan plantaricin dari keempat galur L. 28

plantarum terhadap E. coli ATCC 25922 disebabkan oleh ph lingkungan yang tidak sesuai bagi pertumbuhan E. coli ATCC 25922. Yohannes et al. (2005) menyatakan bahwa membran luar dari E. coli, pertumbuhannya menurun pada lingkungan alkali. Salmonella typhimurium ATCC 14028 Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin asal empat galur L. plantarum pada ph alkali terhadap S. typhimurium ATCC 14028, disajikan pada Tabel 10. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rataan diameter zona hambat tidak dipengaruhi oleh adanya interaksi antara perlakuan ph alkali dan galur L. plantarum. Perlakuan ph yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap diameter zona hambat. Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin menurun akibat pengaruh ph alkali. Tabel 10. Diameter Zona Hambat Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur L. plantarum pada ph Alkali terhadap S. typhimurium ATCC 14028 Plantaricin Asal Galur L. plantarum Perlakuan Rata-rata ------------------------------------ (mm) ---------------------------------------- ph 7* 9,40 ± 1,11 8,98 ± 1,07 8,82 ± 1,12 8,91 ± 0,55 9,03 ± 0,96 a ph 9 8,47 ± 0,66 8,52 ± 0,67 8,11 ± 1,00 8,22 ± 0,48 8,33 ± 0,70 b Rata-rata 8,94 ± 0,89 8,75 ± 0,87 8,47 ± 1,06 8,57 ± 0,52 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nyata (P<0,05) Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat) * = Kontrol Rata-rata zona hambat aktivitas antimikrob plantaricin asal galur L. plantarum terhadap ph yang berbeda berkisar 8,33-9,03 mm. Rataan diameter zona hambat tersebut termasuk dalam kategori sedang (Davis dan Stout, 2004). Plantaricin dari keempat galur L. plantarum masih dapat menghambat S. typhimurium ATCC 14028 dari strain bakteri negatif meskipun dengan aktivitas antimikrob plantaricin yang menurun. Portillo (2000) menyatakan bahwa Salmonella sp. merupakan bakteri negatif dan ph pertumbuhan optimum pada 6,5-7,5. Aktivitas penghambatan plantaricin dari keempat galur L. plantarum terhadap S. typhimurium ATCC 14028 disebabkan oleh ph lingkungan yang tidak sesuai bagi pertumbuhan S. typhimurium ATCC 14028. Lebih lanjut Ogunbanwo et al. (2003) menyatakan bahwa bakteriosin dari L. plantarum F1 dan L. brevis OG1 29

dapat menghambat bakteri negatif seperti S. typhimurium. Aktivitas penghambatan plantaricin terhadap S. typhimurium ATCC 14028, dapat dilihat pada Gambar 5. Zona Hambat Zona Hambat Keterangan: (A) A = ph 7 (Kontrol) B = ph 9 (Alkali) (B) Gambar 5. Zona Hambat Plantaricin asal Galur L. plantarum 1A5 terhadap S. typhimurium ATCC 14028: (A) L. plantarum 1A5 pada ph 7 (kontrol) dan (B) L. plantarum 1A5 pada ph 7 (alkali). Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin dari keempat galur L. plantarum setelah perlakuan ph alkali terhadap P. aeruginosa ATCC 27853, dapat dilihat pada Tabel 11. Analisis ragam menunjukkan bahwa aktivitas antimikrob plantaricin terhadap P. aeruginosa ATCC 27853 tidak dipengaruhi oleh interaksi antara galur L. plantarum dengan perlakuan ph. Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin terhadap P. aeruginosa ATCC 27853, sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh galur L. plantarum. Tabel 11. Diameter Zona Hambat Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur L. plantarum pada ph Alkali terhadap P. aeruginosa ATCC 27853 Plantaricin Asal Galur L. plantarum Perlakuan Rata-rata ------------------------------------ (mm) --------------------------------------- ph 7* 9,03 ± 1,70 9,10 ± 1,55 8,37 ± 1,09 16,42 ± 4,46 10,37 ± 2,20 ph 9 8,16 ± 0,33 8,47 ± 0,93 8,39 ± 0,67 15,25 ± 4,33 10,07 ± 1,57 Rata-rata 8,60 ± 1,02 B 8,79 ± 1,24 AB 8,38 ± 0,88 B 15,84 ± 4,40 A Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan nyata (P<0,01) Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat) * = Kontrol 30

Rata-rata zona hambat aktivitas antimikrob plantaricin asal empat galur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 berkisar 8,38-15,84 mm. Rataan diameter zona hambat tersebut termasuk dalam kategori kuat (Davis dan Stout, 1971). Interaksi antara ph dengan galur L. plantarum yang berbeda tidak mempengaruhi aktivitas plantaricin terhadap P. aeruginosa ATCC 27853. Hal ini menunjukkan bahwa plantaricin dari keempat galur L. plantarum terhadap P. aeruginosa ATCC 27853 mempunyai aktivitas penghambatan yang tidak berbeda. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa galur L. plantarum 2C12 menghasilkan rataan diameter zona hambat yang berbeda nyata (P<0,01) terhadap P. aeruginosa ATCC 27853 dengan galur L. plantarum lainnya. Namun, galur L. plantarum 2C12 menunjukkan aktivitas yang tidak berbeda nyata dengan galur L. plantarum 1B1 (P<0,01). P. aeruginosa merupakan opportunistic pathogen, artinya bakteri ini akan menyerang kekebalan dari inangnya dan menyebabkan infeksi (Todar, 2009). Selain itu, kemampuan dari P. aeruginosa dalam memproduksi enzim yang dapat memecah komponen lemak dan protein (Buckle et al., 2007). Staphylococcus aureus ATCC 25923 Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin setelah perlakuan ph alkali terhadap S. aureus ATCC 25923, dapat dilihat pada Tabel 12. Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin tidak dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan ph yang berbeda dan galur L. plantarum yang berbeda. Hasil ini menunjukkan bahwa plantaricin memiliki aktivitas penghambatan terhadap S. aureus ATCC 25923 yang sama tanpa dipengaruhi oleh ph yang berbeda dan galur L. plantarum yang berbeda. Tabel 12. Diameter Zona Hambat Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur L. plantarum pada ph Alkali terhadap S. aureus ATCC 25923 Plantaricin Asal Galur L. plantarum Perlakuan Rata-rata ------------------------------------ (mm) --------------------------------------- ph 7* 8,51 ± 0,35 8,50 ± 0,64 8,65 ± 0,85 11,96 ± 1,58 9,41 ± 0,86 ph 9 8,54 ± 0,61 8,57 ± 0,74 8,23 ± 0,63 9,31 ± 1,49 8,66 ± 0,87 Rata-rata 8,53 ± 0,48 8,54 ± 0,69 8,44 ± 0,74 10,64 ± 1,54 Keterangan: Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat) * = Kontrol 31

Rata-rata zona hambat aktivitas antimikrob plantaricin asal empat galur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 berkisar 8,44-10,64 mm. Rataan diameter zona hambat tersebut termasuk dalam kategori sedang (Davis dan Stout, 1971). Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin stabil setelah perlakuan ph alkali terhadap S. aureus ATCC 25923. S. aureus termasuk bakteri positif, tumbuh pada ph 4,0-9,8 dengan ph optimum pertumbuhan pada 7,0-7,8 (Ray dan Bhunia, 2008). Hsieh et al. (1998) menyatakan bahwa terjadinya peningkatan besar dalam sensitivitas S. aureus terhadap kation dan aktivitas antimikrob pada kondisi ph alkali. Bacillus cereus Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin setelah perlakuan ph alkali terhadap B. cereus, dapat dilihat pada Tabel 13. Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin tidak dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan ph yang berbeda dan galur L. plantarum yang berbeda. Hasil ini menunjukkan bahwa plantaricin memiliki aktivitas penghambatan yang sama tanpa dipengaruhi oleh ph yang berbeda dan galur L. plantarum yang berbeda. Tabel 13. Diameter Zona Hambat Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur L. plantarum pada ph Alkali terhadap B. cereus Plantaricin Asal Galur L. plantarum Perlakuan Rata-rata ------------------------------------ (mm) --------------------------------------- ph 7* 8,92 ± 1,14 9,10 ± 0,77 8,86 ± 0,90 8,57 ± 0,59 8,86 ± 0,85 ph 9 8,45 ± 0,58 8,89 ± 0,61 8,97 ± 0,97 9,15 ± 1,02 8,87 ± 0,80 Rata-rata 8,69 ± 0,86 9,00 ± 0,69 8,92 ± 0,94 8,86 ± 0,81 Keterangan: Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat) * = Kontrol Rata-rata zona hambat aktivitas antimikrob plantaricin asal empat galur L. plantarum berkisar 8,69-9,00 mm. Rataan diameter zona hambat tersebut termasuk dalam kategori sedang (Davis dan Stout, 1971). Torkar dan Matijasi (2003) menyatakan bahwa B. cereus stabil pada ph 3 hingga ph 10. Lebih lanjut, Padan et al. (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perubahan asam teikoat berkontribusi pada spesies Bacillus sp. pada ph alkali. Gonzales et al. (1994) juga menyatakan bahwa plantaricin C dapat menghambat pertumbuhan sel vegetatif B. cereus. 32

Plantaricin yang dihasilkan oleh keempat galur L. plantarum mampu menghambat bakteri positif dan bakteri negatif, serta stabil terhadap perlakuan ph alkali namun aktivitas antimikrob plantaricin menurun akibat perlakuan ph alkali terhadap S. typhimurium. Hal ini sesuai dengan penelitian Gong et al. (2010) yang menyatakan bahwa plantaricin MG dari L. plantarum KLDS1.0391 menghasilkan senyawa antimikrob yang stabil pada ph 2 hingga ph 10 serta mampu menghambat bakteri positif dan bakteri negatif (E. coli, Pseudomonas sp., Salmonella sp.) dengan nilai aktivitas penghambatan terbesar terhadap E. coli dan S. typhimurium namun tidak terhadap Lactobacillus sp. Karakteristik stabilitas dan aktivitas antimikrob plantaricin terhadap ph alkali menunjukkan potensi plantaricin untuk dapat digunakan sebagai biopreservatif dalam produk pangan alkali. 33