A Jazari Journa of Mechanica ngineering ISSN: 2527-3426 A Jazari Journa of Mechanica ngineering 1 (1) (2016) 12-17 Depoyment Wireess Sensor Network (WSN) Berdasarkan Konsumsi nergi Sensor Node Hani Rubiani Prodi Teknik ektro, Universitas Muhammadiyah Tasikmaaya, Indonesia. *mai: hani.rubiani@umtas.ac.id Abstrak Sebuah skema Depoyment yang tepat dapat mengurangi kompeksitas masaah daam Wireess Sensor Network (WSN) seperti routing, fusi data, komunikasi d. Seain itu dapat memperpanjang umur WSN dengan meminimakan konsumsi energi. Daam peneitian ini, mengajukan penyebaran apikasi node sensor otomatis berdasarkan Agoritma Partice Swarm Optimization (PSO) dengan mempertimbangkan konsumsi energi dari node sensor. Depoyment mempertimbangkan sensor node penyebaran dengan meminimakan konsumsi energi sehingga dapat memperpanjang jaringan sensor nirkabe. Kata Kunci: Wireess Sensor Network (WSN), Depoyment, konsumsi energi, Partice Swarm Optimization (PSO). Abstract A proper Depoyment scheme can reduce the compexity of the probem in the Wireess Sensor Network (WSN) such as routing, data fusion, communications, etc. Moreover, it can extend the ife of WSN by minimizing energy consumption. In this study, fied an appication depoyment of sensor nodes automaticay based Agorithm Partice Swarm Optimization (PSO) taking into account the energy consumption of sensor nodes. Depoyment noticed sensor node depoyment by minimizing energy consumption so that it can extend the wireess sensor networks. Keywords: Wireess Sensor Network (WSN), Depoyment, nergy Consumption, Partice Swarm Optimization (PSO). 1. Pendahuuan Dengan perkembangan komunikasi nirkabe dan mikroeektronik, Wireess Sensor Network (WSN) menjadi teknoogi yang menjanjikan dan mendapat perhatian peneitian yang signifikan daam beberapa tahun terakhir [1]. Apikasi jaringan sensor yang berbeda teah dibangun oeh berbagai perguruan tinggi, seperti pemantauan habitat oeh University of Caifornia di Berkeey dan Coege of Atantic [2], Proyek Zebranet untuk memantau kebiasaan hewan di Princeton University [3], dan jaringan sensor nirkabe untuk kegiatan pemantauan gunung berapi di kuador oeh Harvard University, University of New Hampshire, dan University of North Caroina [4]. Depoyment (penyebaran) node sensor daam ingkungan merupakan saah satu topik yang membutuhkan perhatian khusus daam WSN. Prof Li mengeompokkan permasaahan yang timbu saat menempatkan suatu node sensor daam ingkungan menjadi 5 bagian yaitu how to pace sensor nodes, the connectivity of WSN, the coverage of WSN, how to coect the data, and how to evauate the WSN [5]. Anaisis kinerja seperti cakupan, konektivitas, konsumsi energi, waktu hidup dan biaya untuk jaringan sensor teah dipeajari oeh banyak peneiti. Secara khusus, peneitian ini berfokus pada masaah konsumsi energi yang menjadi perhatian utama bagi WSN. Karena energi merupakan isu yang paing penting daam WSN, peru untuk mengoptimakan konsumsi energi daam 12
Hani Rubiani/ A Jazari Journa of Mechanica ngineering 1 (1) (2016) 12-17 berbagai cara. Dengan menggunakan skema penyebaran node yang ayak, konsumsi energi dapat dikurangi dan dengan demikian dapat memperpanjang umur WSN. Berdasarkan kondisi di atas, maka diajukan suatu apikasi untuk proses depoyment menggunakan Agoritma Partice Swarm Optimization (PSO) dengan mempertimbangkan konsumsi energi jaringan nirkabe. Agoritma PSO dipiih berdasarkan keungguannya, yaitu mudah diimpementasikan karena persamaan matematisnya sederhana dan hanya memiiki sedikit fungsi operasi dan parameter yang harus ditentukan [6]. Secara khusus tujuan peneitian yang ingin dicapai adaah rancang bangun apikasi untuk menempatkan node sensor pada ingkungan secara nyata sehingga kondisi optima dari penempatan sensor node tercapai. Luaran yang ditargetkan yaitu terciptanya suatu apikasi sensor node depoyment yang memperhatikan penyebaran node sensor untuk meminimakan konsumsi energi dengan mempertimbangkan radius penginderaan. 2. Landasan Teori 2.1 Wireess Sensor Network Wireess Sensor Network (WSN) adaah suatu infrastruktur jaringan wireess yang menggunakan sensor untuk memonitor fisik atau kondisi ingkungan sekitar seperti suhu, suara, getaran, geombang eektromagnetik, tekanan, gerakan, dan ain-ain. Masing-masing node daam jaringan sensor nirkabe biasanya diengkapi dengan radio tranciever atau aat komunikasi wireess ainnya, mikrokontroer keci, dan sumber energi, biasanya baterai. Berdasarkan fakta di dunia, sekitar 98% prosesor bukan berada didaam sebuah komputer PC/aptop, namun terintegrasi daam apikasi miiter, kesehatan, remote contro, chip robotic, aat komunikasi, dan mesin-mesin industri yang didaamnya teah dipasang sensor. Perkembangan WSN dan tren kemajuan teknoogi dapat direpresentasikan oeh Gambar 1 berikut : 2.2 Sensor IQRF Sebuah WSN dapat terdiri dari sensor homogen atau sensor heterogen yang masing-masing memiiki komunikasi dan komputasi kemampuan yang sama atau berbeda. Kompeksitas yang sedikit dan pengeoaan yang ebih baik adaah saah satu manfaat dengan menggunakan sensor homogen. Oeh karena itu daam peneitian ini mempertimbangkan sensor yang homogen. Sensor yang digunakan yaitu sensor IQRF jenis TR-52B. Perangkat keras sensor ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2: Sensor IQRF TR 52B 2.3 Mode Penyebaran Node 2.3.1 Mode Penginderaan Biner Daam kenyataannya ada dua jenis sensor, sensor jenis pertama hanya fokus dengan data pada titik sensor tersebut seperti suhu, keembaban dan sensor tekanan. Jenis kedua yaitu sensor yang memiiki jangkauan tertentu yang dapat mendeteksi seperti detektor gerak dan sensor kamera video. Daam dunia nyata, kisaran penginderaan sensor mungkin tidak teratur karena hambatan daam ingkungan seperti hujan dan saju. Fei meneiti berbagai penginderaan yang tidak teratur karena adanya hambatan di dunia nyata dan mengusukan mode deteksi berbagai α- bentuk [7]. Daam rangka untuk menyederhanakan anaisis dan perhitungan, jangkauan penginderaan masing-masing sensor seau diasumsikan dengan area meingkar. Umumnya ada dua jenis mode penginderaan yang digunakan untuk simuasi kinerja sensor [8]: mode biner dan probabiitas. Perbedaan antara mode penginderaan biner dan mode penginderaan probabiitas adaah daam mode probabiitas, jika target berada di daerah uncertain atau kisaran pasti, target tersebut dapat dideteksi dengan probabiitas tertentu antara 0 dan 1. Namun daerah tersebut tidak ada daam mode biner. Daam mode biner, target hanya ada dua kemungkinan dapat terdeteksi atau tidak. 2.3.2 Diagram Voronoi Gambar 1: Perkembangan Teknoogi WSN 13 Sebuah diagram Voronoi adaah metode dekomposisi suatu daerah. Asumsikan ada satu set node N dikerahkan di suatu daerah tanpa hambatan, diagram Voronoi akan membagi seuruh area ke N subarea, dan masing-masing subarea memiiki satu node di daamnya. Karakteristik
Hani Rubiani/ A Jazari Journa of Mechanica ngineering 1 (1) (2016) 12-17 diagram Voronoi adaah bahwa setiap subarea terdiri dari daerah yang paing dekat dengan node di daamnya, yang bertentangan dengan node ain. Generasi dari diagram Voronoi membutuhkan informasi okasi dari semua node. Diagram Voronoi sangat berguna daam masaah cakupan jaringan sensor nirkabe. Jika setiap sensor dapat menutupi Voronoi subarea sendiri, seuruh bidang penginderaan dapat ditutup. Oeh karena itu, daam rangka untuk menutupi seuruh bidang penginderaan, radius penginderaan setiap sensor harus ditetapkan sama dengan jarak antara sensor dan vertex yaitu titik perpotongan garis subarea terjauh diagram Voronoi: RS Max ( dvj ) (1) dimana d vj adaah jarak antara node sensor dan vertex subarea. Sebuah contoh dari diagram Voronoi ditunjukkan pada Gambar 2. Lima sensor S1, S2,..., S5 dikerahkan di bidang penginderaan. Oeh karena itu, bidang penginderaan dibagi menjadi ima subareas oeh diagram Voronoi. Garis-garis urus merah menunjukkan tepi subareas. Dengan mempertimbangkan subarea sensor S3 yang memiiki empat vertex. Di antara keempat vertex tersebut, v4 memiiki jarak terpanjang dari S3 node pusat. Oeh karena itu, daam kasus ini radius penginderaan S3 harus d v4. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 v2 S1 S4 dv2 S3 v1 dv1 dv3 v3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Gambar 3: Diagram Voronoi dan kakuasi radius penginderaan 2.4 Mode energi dv4 S5 S2 v4 bahwa mengkonsumsi cukup banyak energi. Jika sebuah WSN memungkinkan komunikasi angsung dari node ke sink, maka ini akan menjadi sangat maha. Untuk aasan ini, mempertimbangkan komunikasi muti-hop di WSN dan dengan demikian konsumsi energi dengan mengirimkan dan menerima pesan harus dianaisis berdasarkan skema komunikasi hop-by-hop. Daam peneitian ini hanya menganaisa untuk unit penginderaan saja. Beberapa mode energi sudah digunakan untuk menganaisa hubungan antara radius penginderaan sensor dan energi yang dikonsumsi, dan biasanya tergantung pada karakteristik perangkat [9]. Beberapa jenis mode tersebut diantaranya mode inear dan mode quadratic. Pada peneitian ini hanya menggunakan mode inear. Ketika Rs ebih keci dibandingkan R s max, konsumsi energi mempunyai hubungan dengan radius penginderaan R s. Daam mode inear konsumsi energi suatu perangkat sensor mempunyai hubungan secara inear dengan P R s : k R s ( R s RSMax ) (2) dimana P adaah daya yang digunakan daam penginderaan dengan menggunakan mode inear dan k adaah konstanta perangkat. Untuk memaksimakan masa pakai sensor, energi yang dikonsumsi harus diminimakan. Hubungan antara Lifetime sensor (L) dan energi yang dikonsumsi oeh sensor dapat digambarkan sebagai berikut : Tota Tota dimana s other L. P S L. P other (3) Tota adaah tota energi baterai, S adaah energi yang dikonsumsi daam penginderaan dan Other adaah energi yang digunakan untuk ha-ha ain, seperti komputasi dan komunikasi. Dari persamaan (3) dapat diketahui berapa besar Lifetime sensor sebagai berikut : L Tota (4) P S P Other 2.4 Partice Swarm Optimization (PSO) Sebuah node sensor terdiri dari unit penginderaan, unit pengoahan, unit transceiver, dan unit daya. Setiap unit mengkonsumsi tingkat energi yang berbeda. Biasanya, konsumen utama energi adaah unit transceiver dan unit pengoahan. Unit penginderaan mengkonsumsi energi untuk berbagai sensor dan untuk konverter ADC. Unit pengoahan membutuhkan energi untuk mengumpukan data, menghitung routing, dan menjaga keamanan d. Karena tujuan dari unit transceiver adaah untuk mengirim dan menerima data, maka tidak ada keraguan 14 Partice Swarm Optimization (PSO) pertama kai diperkenakan pada tahun 1995 [10]. Gagasan tentang PSO berasa dari periaku aami burung mencari makanan. Ketika sekeompok burung mencari makanan bersama-sama, masing-masing burung akan meihat-ihat di daerah yang dekat dengan dirinya. Setiap burung akan berkomunikasi dengan burung-burung ain dimana ia menemukan jumah makanan yang paing dekat dengan wiayahnya. Dengan demikian, semua burung dapat
Hani Rubiani/ A Jazari Journa of Mechanica ngineering 1 (1) (2016) 12-17 mengetahui daerah mana yang memiiki jumah besar makanan di seuruh area makan koektif mereka. Burung akan terus mencari makanan di tempat-tempat terdekat, terutama jumah sebagian besar makanan yang ditemukan di seuruh wiayah. Agoritma PSO menyederhanakan konsep yang terorganisir. Mirip dengan Genetic Agorithm (GA), sekeompok partike akan dihasikan daam PSO dari seuruh ruang. Setiap partike adaah satu set vektor yang berisi variabe yang berhubungan dengan masaah tersebut. Keompok partike akan berkembang dengan kombinasi persona best fitness (pbest) dan group goba best fitness (gbest). Ha ini seperti proses burung mencari makanan. Dibandingkan dengan GA, PSO memiiki keuntungan ebih mudah untuk membuat program dan impementasi [1]. Tujuan dari PSO adaah untuk bertanggung jawab atas partike terbaik dari suatu permasaahan. Masaah penyesuaian mencakup fungsi fitness yang menggambarkan suatu masaah. Pengejaran partike ditujukan dengan mendirikan posisi terbaik daam pencarian ruang yang dianggap sebagai posisi terbaik yang ditetapkan oeh partike. Pada bagian ini, terepas dari encoding partike dan fungsi fitness, beberapa akses daam formasi, berat inersia, veocity, faktor konstriksi dan koefisien metode percepatan daam memecahkan depoyment WSN dengan PSO akan dibahas. Partike Swarm Optimization (PSO) disajikan untuk dimensi dari posisi dan kecepatan partike ke-i sebagai berikut : k Vi 1 k k k k k. V i n1. r1( pb i X i ) n2. r2 ( gb i X i ) dengan (5) Muai Studi Literatur dan Kajian Pustaka Anaisis Desain Impementasi Pengujian Pembahasan Hasi Seesai Gambar 4: Diagram Air Peneitian Rancangan sistem secara garis besar dapat diihat pada Gambar 5. Input Data Depoyment Node Proses Depoyment dan optimasi PSO Gambar 5: Rancangan Konseptua Layout Depoyment Node Diagram air apikasi depoyment node sensor menggunakan agoritma PSO dapat diihat pada Gambar 6. Muai A k V i 1 veocity partike i pada iterasi k bobot inersia 1 Masukan ukpop, jmpartike, uasarea, tota, koefinear,w, n1,n2,r1,r2 Hitung niai fitness semua partike k X i 1 k k 1 X i V i (6) Inisiaisasi niai partike Tentukan pbest 3. Metode Peneitian Tentukan gbest Peneitian ini merupakan peneitian untuk pengembangan perangkat unak sensor node depoyment dan menggunakan bahasa pemrograman JAVA untuk membuat apikasi sensor node depoyment. Sensor yang digunakan daam peneitian yaitu sensor. Metodoogi peneitian yang akan diakukan meiputi angkah-angkah sebagai berikut: Hitung RS dengan diagram Voronoi Hitung Lifetime Kondisi berhenti tercapai? Hitung veocity Vi(k+1) Hasi optima Seesai A Hitung posisi Xi(k+1) Gambar 6: Rancangan diagram air system 15
Hani Rubiani/ A Jazari Journa of Mechanica ngineering 1 (1) (2016) 12-17 Seain representasi partike, maka komponen penting ainnya dari PSO adaah fungsi fitness. Pada perancangan depoyment node sensor ini digunakan fungsi fitness yang ditentukan oeh ha-ha berikut : a) Radius penginderaan yang menentukan ratio cakupan area diperoeh dengan menggunakan diagram Voronoi. Radius penginderaan mempunyai hubungan inear dengan penggunaan konsumsi energi, semakin besar radiusnya maka ratio coveragenya akan besar tetapi energi yang dipakai akan semakin besar juga, untuk itu fungsi fitness di desain untuk menghasikan niai optima dengan meminimakan konsumsi energi sehingga akan memperpanjang waktu hidup jaringan tersebut. b) Ketika mengimpementasi PSO, tidak ada himpunan niai parameter yang tetap untuk penyeesaian semua jenis permasaahan. Sehingga untuk menetukan himpunan parameter yang tepat terhadap suatu kasus diakukan dengan cara mencoba-coba. Berdasarkan skenario tersebut maka ditetapkan fungsi fitness seperti pada persamaan (6) yaitu : Gambar 8 menunjukkan grafik waktu hidup node sensor dengan iterasi pada saat pengujian apikasi diakukan dengan menggunakan ruang bidang penginderaan 8 meter x 8 meter dan jumah node sensor sebanyak 8 buah. Dengan parameter-parameter yang sama pada saat pengujian dengan ruang bidang dan jumah node sensor yang sebeumnya sudah diakukan. Dari grafik tersebut menunjukkan pada saat iterasi ke 32 hasi sudah menunjukkan niai yang konvergen yang artinya depoyment node sensor sudah optima sesuai dengan agoritma yang digunakan yaitu Partice Swarm Optimization (PSO). Hasi yang diperoeh menunjukkan niai waktu hidup node sensor seama 9000 menit. Dengan hasi tersebut yang meebihi niai spesifikasi sensor maka node sensor dapat digunakan sesuai spesifikasi yang ada, sehingga masa jaringan sensor nirkabe akan ebih ama. Namun dengan waktu hidup yang ama pada kasus ini mempunyai niai cakupan area yang abih sedikit dibanding pada saat pengujian. 1 F ( X i ) Max ( k. Rsi ) L (7) Dengan F = Fungsi Fitness L = Lifetime K = Konstanta Perangkat R si = Radius Penginderaan 4. Hasi dan Pembahasan Untuk pengujian kai ini dengan ruang penginderaan menggunakan 8 meter x 8 meter dan jumah node sensor sebanyak 8 buah di tunjukkan oeh Gambar 7 di bawah ini. Gambar 8. Grafik waktu hidup dengan iterasi pada bidang 8x8 5. Kesimpuan Gambar 7. Hasi ayout depoyment sensor dengan bidang 8x8 dan jumah sensor = 8 16 Dari pengujian yang diakukan dengan membedakan parameter ruang bidang penginderaan dan jumah node sensor yang digunakan dapat diperoeh kesimpuan bahwa apabia niai cakupan area besar maka waktu hidup akan ebih sebentar dibandingkan dengan niai cakupan area yang keci tetapi mempunyai waktu hidup yang ama. Cakupan area yang besar ini berarti radius penginderaan juga besar dan apabia radius penginderaan ebih besar maka energi yang dikonsumsi juga akan semakin besar. Untuk itu niai fungsi fitness dirancang sedemikian rupa sehingga meghasikan niai trade-off diantara memaksimakan cakupan area dan meminimakan konsumsi energi sehingga masa jaringan sensor nirkabe akan ebih ama.
Hani Rubiani/ A Jazari Journa of Mechanica ngineering 1 (1) (2016) 12-17 Daftar Pustaka 1. Y. Qu., Wireess Sensor Network Depoyment, Doctora dissertations, Graduate Schoo Forida Internationa University (2013). 2. K. Low., H. Nguyen dan H. Guo, Optimization of sensor node ocations in a wireess sensor network, I Fourth Internationa Conference on Natura Computation, Jinan, China 18-20 Oktober 2008, 5, 286 290, ISBN: 978-0-7695-3304-9. 3. H. Guo., H. Low dan H., Optimizing the ocaization of a wireess sensor network in rea time based on a ow-cost microcontroer, I Transation on Industria ectronics, 58(3), 741-749, 2011. 4. T. Wimaajeewa dan S. Jayaweera., Optima Power Scheduing for Correated Data Fusion in Wireess Sensor Networks via Constrained PSO, I Transactions on Wireess Communications., 7(9), 3608-3618, 2008. 5. J. Li, K. Li dan W. Zhu, "Improving sensing coverage of wireess sensor networks by empoying mobie robots," Proceedings of the Internationa Conference on Robotics and Biomimetics (ROBIO), 899 903, Sanya, China, December 15-18, 2007. 6. R.L. Haupt dan S.. Haupt, Practica Genetic Agorithm, 2nd d. Hoboken, New Jersey: John Wiey & Sons, Inc, 2004. 7. X. Fei., A. Boukerche dan R. Araujo., Irreguar Sensing Range Detection Mode for Coverage Based Protocos in Wireess Sensor Networks, I Goba Teecommunications Conference (GLOBCOM), Honouu, Hawaii 30 November 2009, 1-6, ISBN: 978-1-4244-4148-8. 8. Zou dan K. Chakrabarty., Sensor Depoyment and Target Locaization Based on Virtua Fources., I Societies Twenty-Second Annua Joint Conference of the I Computer and Communications (INFOCOM), San Fransisco, USA, 1-3 Apri 2003, 1293-1303., ISBN: 0-7803- 7753-2. 9. P. Juang., H. Oki., Y. Wang., M. Martonosi., L. Peh dan D. Rubenstein, nergy efficient computing for widife tracking: Design tradeoffs and eary experiences with ZebraNet, ACM Sigpan Notices., 37 (10), 96-107, 2002. 10. J. Kennedy, J. F. Kennedy., R. C. berhart dan Y. Shi., Swarm inteigence., New York: Morgan Kaufmann (2001). 17