BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

IV.B.7. Urusan Wajib Perumahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya

BAB 1 PENDAHULUAN Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini

Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya Direktorat Pengembangan Permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian di DAS Ciliwung bagian hulu

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

PRASARANA DAN SARANA PERMUKIMAN

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

KONSEP PENANGANAN SANITASI DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN

PROFIL PROGRAM KOTA TANPA KUMUH (KOTAKU)

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan

LEMBAR OBSERVASI PENELTIAN PENYELENGHGARAAN KESEHATAN LINGKUNGANSEKOLAH DASAR (SD) NEGERI DAN SD SWASTA AL-AZHAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN

Rumah? Perumahan? PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN SEHAT. Ns. Eka M. 6/6/2011. Overview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KESEHATAN DAN SANITASI LINGKUNGAN TIM PEMBEKALAN KKN UNDIKSHA 2018

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Usaha kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari enam usaha dasar

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

BAB IV ANALISA TAPAK

Salah satunya di Kampung Lebaksari. Lokasi Permukiman Tidak Layak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) SAYEMBARA KARYA TULIS INOVASI PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH DALAM RANGKA PERINGATAN HARI HABITAT DUNIA 2015

Registrasi Peserta Sayembara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Standar kelayakan

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) SAYEMBARA KARYA TULIS INOVASI PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH DALAM RANGKA PERINGATAN HARI HABITAT DUNIA 2015

RUMAH DAN PERMUKIMAN TRADISIONAL YANG RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain

Dasar-Dasar Rumah Sehat KATA PENGANTAR

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan

LAMPIRAN V DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB 2 LANDASAN TEORI

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya

Pendahuluan. Bab Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Desa Buruan, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

Hari Air Dunia Mengingatkan Kembali Kepedulian Kita Pentingnya Air dan Pengelolaan Air Limbah

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN. tinggal yang terdiri dari beberapa tempat hunian. Rumah adalah bagian yang utuh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HABITAT SOSIAL

BAB 2 STRATEGI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PROPINSI DKI JAKRTA

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREFERENSI BERMUKIM BERDASARKAN PERSEPSI PENGHUNI PERUMAHAN FORMAL DI KELURAHAN MOJOSONGO KOTA SURAKARTA

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

TATA CARA PERENCANAAN BANGUNAN MCK UMUM

I. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan ,80 km², kota

Dampak kesehatan lingkungan rumah susun: studi kasus rumah susun Pulo Gadung Bose Devi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

Konsep paradigma development from below sebagai suatu strategi. pembangunan bottom up planning. Pengembangan dari bawah pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perencanaan rumah maisonet

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB I PENDAHULUAN. ditemui pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Isu Perkembangan Properti di DIY

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

Syarat Bangunan Gedung

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

Transkripsi:

16 BAB II LANDASAN TEORI 1. Permukiman A. Tinjauan Pustaka Secara formal, definisi permukiman di Indonesia tertulis dalam UU No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam dokumen tersebut, permukiman didefinisikan sebagai lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain. Area permukiman dapat terletak di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan. Pada tataran teoritis, Doxiadis (1968) mengatakan bahwa permukiman adalah hasil interaksi antara manusia dan lingkungannya yang bersifat dinamis. Permukiman selalu berkembang dari waktu-waktu, baik secara natural maupun dengan intervensi dari luar. Doxiadis (1968) lebih jauh menggambarkan permukiman dalam lima elemen pembentuknya, yaitu nature, man, society, shells, dan network. Nature merupakan lingkungan alamiah yang menjadi wadah untuk manusia (man) beraktivitas. Manusia sebagai makhluk sosial pada akhirnya akan membentuk kelompok-kelompok sosial dalam rangka bertahan hidup dan memenuhi kebutuhannya. Kelompok-kelompok ini kemudian mengembangkan norma dan relasi internal dan dikenali sebagai masyarakat (society) tertentu. Dari perkembangan fisik lingkungan, lingkungan alamiah tidaklah cukup untuk menyediakan perlindungan terhadap aktivitas manusia. Masyarakat kemudian mengubah sebagian lingkungan alamiah untuk menjadi hunian (shell). Perkembangan shell yang semakin kompleks kemudian harus dilengkapi dengan elemen penunjang aktivitas yang menghubungkan hunian-hunian dalam satu sistem lingkungan. Jaringan penghubung antar shell ini kemudian dikenal dengan network. Jaringan ini merupakan prasarana, utilitas umum yang juga disebutkan dalam definisi permukiman menurut UU No 1 tahun 2011. 6

7 2. Kualitas Lingkungan Permukiman Dalam menilai kualitas lingkungan permukiman, patut dicermati bahwa lingkungn permukiman merupakan salah satu elemen permukiman selain manusia dan masyarakat. Lingkungan permukiman berdasarkan penjelasan elemen permukiman di atas, dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu lingkungan alamiah (nature) dan lingkungan buatan (shell dan network). Penilaian terhadap kualitas lingkungan alamiah bila dikaitkan dengan lokasi penelitian yang terletak di sentra industri kecil memiliki beberapa indikator yaitu ketersediaan air bersih, kualitas udara dan tingkat kebisingan. Kualitas air dinilai berdasarkan standar nasional yang terdapat pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1/BIRHUMAS/1975. Standar untuk kualitas air yang baik adalah tidak berasa, tidak berwarna dan tidak berbau. Selain penilaian terhadap kualitas, penilaian juga harus dilakukan terhadap aksesnya. Akses terhadap air bersih dikatakan baik bila tersedia untuk setiap rumah dan mengalir sepanjang waktu. Sementara itu, indikator terhadap kualitas udara dinyatakan dengan debu dan bau. Satwiko (2005) menyatakan bahwa udara yang berkualitas baik tidak berdebu dan tidak berbau. Untuk tingkat kebisingan, indikator dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 48/MenLH/11/1996. Tingkat kebisingan bunyi yang dapat dikatakan baik adalah maksimal 55 desibel. Penilaian terhadap kualitas lingkungan buatan memiliki dua elemen, yaitu penilaian terhadap shell (fisik hunian) dan network (sarana prasarana lingkungan). Penilaian terhadap hunian di Indonesia dapat didekati dengan indikator pencahayaan, penghawaan dan suhu udara. Ketiga hal ini tercantum dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah no 403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat. Pencahayaan yang dimaksud adalah penggunaan terang langit yang dapat memastikan ruangan kegiatan mendapatkan cukup banyak cahaya dan merata di seluruh ruangan. Secara teknis, indikator ini dapat dinilai dengan luasan lubang pencahayaan yang minimum sebesar 10 % dari luasan lantai. Selain luasan lubang cahaya, indikator pencahayaan juga

8 diukur dengan penerimaan sinar matahari langsung selama minimal 1 jam dalam satu hari. Pada aspek penghawaan, kualitas hunian yang baik terjadi apabila terdapat aliran pergantian udara secara menerus melalui ventilasi maupan ruangan-ruangan dalam hunian. Hal ini ditandai dengan adanya ventilasi silang dengan lubang penghawaan minimal seluas 5 % dari luasan lantai hunian. Selain teknis luasan, juga terdapat tolokukur lokasi lubang penghawaan yang mengindikasikan kualitas hunian yang baik adalah bila tidak berasal dari dapur kamar mandi dan WC. Aspek terakhir di kualitas hunian adalah suhu dan kelembaban. Indikator suhu dan kelembaban ini dapat dinilai baik jika saat beraktivitas penghuni tidak merasa pengap. Untuk pengukuran teknis, dapat didekati dengan keseimbangan volume udara masuk dan keluar dalam satu ruangan. Pada elemen network dalam permukiman, kualitas network dapat dilihat pada beberapa tipe sarana dan prasarana lingkungan. Beberapa indikator mengenai sarana dan prasarana lingkungan dapat digunakan untuk mengukur kualitas lingkungan. Jayadinata (1999) dalam Hidayati (2014) menyatakan bahwa kualitas permukiman dari elemen network dapat diukur dari keterjangkauan pusat kegiatan (seperti pusat kota dan tempat bekerja/cbd), pasar lokal, pusat pendidikan dan pusat olahraga. Standar jarak tempuh masing-masing sarana dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 1. Jarak Maksimal Sarana dari Permukiman No. Sarana Jarak Maksimal 1 Pusat Tempat Kerja 1½ km (20 menit) atau 2¼ km (30 menit) 2 Pusat Kota (CBD) 2¼ km atau 30 menit 3 Pasar Lokal ¼ km atau 10 menit 4 Sekolah Dasar km atau 10 menit 5 Sekolah Menengah Pertama 1½ km atau 20 menit 6 Sekolah Menengah Atas 1½ km (20 menit) atau 2¼ km (30 menit) 7 Tempat olah raga 1½ km atau 20 menit Sumber: Jayadinata, 1999 dalam Hidayati, 2014

9 Sementara itu, menurut sumber yang sama, prasarana permukiman yang menunjukkan kualitas network adalah jaringan listrik, jaringan air bersih, jaringan drainase dan sanitasi. Untuk standar kebutuhan listrik yang diperlukan setiap rumah adalah sebesar 900Va per rumah pada kawasan perkotaan dan 450 Va/rumah untuk permukiman di kawasan perdesaan. Sementara itu, untuk jaringan air bersih, indikatornya dapat didekati dari cara pemenuhannya (Keputusan Menteri Kesehatan RI No 492/MENKES/PER/IV/2010) yang dapat berasal perpipaan, sumber terlindungi, sumber tak terlindungi, atau tidak memiliki sumber (harus membeli). Indikator lain terkait dengan kuantitas airbersih yang terakses, yaitu minimal 150 liter/orang/hari berdasarkan Pedoman Perencanaan Lingkungan Perkotaan (1972). Untuk jaringan drainase, kualitas jaringan didekati dari fungsinya untuk mengalirkan air hujan maupun air limbah domestik. Keduanya dapat disediakan secara individu maupun secara komunal menurut SNI 0317332004). Dalam pembangunan permukiman di Indonesia, studi terbaru yang dilakukan oleh pemerintah adalah pengukuran indeks kualitas permukiman berkelanjutan yang dilakukan oleh Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tahun 2014. Dalam studi normatif ini dilakukan untuk mengukur kualitas permukiman perkotaan Indonesia dengan beberapa sampel di kota-kota di Indonesia. Indikator yang digunakan untuk menilai kualitas permukiman dari sisi lingkungan adalah dengan mengukur kualitas pada kondisi air minum, kondisi sanitasi, kondisi drainase, kondisi persampahan, kondisi penggunaan energi, kondisi hunian, kondisi udara, kondisi sungai, kondisi jalan lingkungan, dan kondisi ruang terbuka hijau (Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian PU dan Perumahan Rakyat, 2014). Berdasarkan beberapa literatur di atas, penilaian terhadap kualitas lingkungan permukiman dapat dinilai dari berbagai indikator. Perbandingan beberapa sumber untuk penilaian kualitas lingkungan permukiman dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

10 Tabel 2. Perbandingan Variabel dalam Literatur Penilaian Kualitas Lingkungan Doxiadis (1969) Jayadinata Kementrian PU dan (1999) dalam Hidayati Perumahan Rakyat (2014) (2014) Nature Sungai Udara Shell Hunian Pusat Kota Tempat Kerja Pusat Pendidikan Pusat Olahraga Ruang Terbuka Hijau Network Jaringan Listrik Jaringan Air Bersih Air Minum Jaringan Drainase Drainase Persampahan Jalan Lingkungan Sumber : Berbagai Sumber diolah 2015 B. Penelitian Yang Relevan 1. Sumunar, D.R.S. 1997. Kajian Kualitas Lingkungan dan Kondisi Sosial Ekonomi Penghuni di Kota Yogyakarta dengan Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Hasil penelitian : mengklasifikasi lingkungan permukiman di Kota Yogyakarta dalam tiga kelas, yakni (1) permukiman kualitas baik, (2) permukiman kualitas sedang, dan (3) permukiman kualitas buruk. Klasifikasi lingkungan permukiman tersebut sebagai pengaruh dari kondisi sosial ekonomi penghuni terdapat korelasi antara variabel-variabel kondisi sosial ekonomi seperti tahun sukses pendidikan, penghasilan dan besarnya rumah tangga, dengan kondisi kualitas lingkungan permukiman. Kulaitas lingkungan permukiman buruk biasanya dihuni oleh para penglaju atau commuter yang waktu-waktu tertentu secara periodik pulang kampung. 2. Marwasta, D. 2001. Perkembangan Permukiman Kumuh di Kota Yogyakarta Tahun 1970-2000. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Hasil penelitian : terjadi perkembangan permukiman kumuh di Kota Yogyakarta yang cenderung berlangsung lambat dan terus menerus. Proses

11 perkembangan permukiman kumuh ini lebih didominasi oleh proses pemadatan bangunan rumah dan proses penuaan bangunan rumah hunian. 3. Yusuf, A.A. 2005. Kajian Kualitas Lingkungan Permukiman Kota di Kelurahan Kiduldalem dan Bandulan Kota Malang. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Hasil penelitian : lingkungan permukiman kepadatan tinggi dan tidak teratur cenderung memiliki kualitas lingkungan permukiman buruk, sedangkan lingkungan permukiman kepadatan rendah yang teratur memiliki kualitas lingkungan permukiman baik. Keadaan ini membuktikan bahwa faktor kepadatan dan keteraturan bangunan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan permukiman. C. Kerangka Pemikiran Penelitian perkembangan kualitias permukiman di Kampung Bratan, Surakarta berlatar belakang adanya pendatang yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas lingkungan permukiman. Saat ini, permukiman Kampung Bratan merupakan permukiman ikonik di Surakarta yang memiliki kepadatan industri rumah tangga yang tinggi. Kegiatan industri rumah tangga tentu saja memiliki dampak negatif terhadap kualitas lingkungan permukiman, terutama pada aspek limbah industri. Industri rumahtangga yang merupakan industri dengan modal kecil biasanya tidak memiliki kemampuan mengolah limbahnya agar tidak mencemari lingkungan. Selain itu, pelaku industri rumah tangga juga pada umumnya merupakan rumah tangga dengan pendapatan menengah ke bawah. Oleh karena itu, kemampuan membatasi dampak negatif industri rumah tangga terhadap lingkungan permukiman menjadi sangat terbatas. Penelitian ini bermaksud meneliti perkembangan kualitas lingkungan permukiman di kampung Bratan, Surakarta dalam lima tahun terakhir (2010 dan 2015). Perkembangan kualitas permukiman Kampung Bratan merupakan masukan penting untuk penyusunan strategi pengembangan permukiman yang menjadi fokus pembangunan perkotaan berdasarkan komitmen global dalam Sustainable Development Goals 2015. Pemahaman terhadap trend

12 perkembangan kualitas permukiman dapat memperjelas prioritasi sektoral dalam pembenahan permukiman. Berdasarkan literatur yang telah dipaparkan di atas, penelitian tentang kualitas lingkungan permukiman merupakan bagian dari pembahasan permukiman dan elemen-elemen pembentuknya. Pada literatur, elemen lingkungan dalam permukiman dapat dibagi menjadi lingkungan alamiah dan lingkungan buatan. Lingkungan alami yang diteliti perkembangannya dalam penelitian ini adalah kualitas sungai dan kualitas udara, sementara lingkungan buatan yang diteliti dalam penelitian ini adalah ruang terbuka hijau, air bersih, sanitasi, drainase dan persampahan. D. Hipotesis Penelitian ini mengajukan hipotesis bahwa permukiman Kampung Bratan akan mengalami perubahan kualitas lingkungan dalam bentuk degradasi lingkungan yang terjadi akibat rendahnya kapasitas pemukim di kampung Bratan, Surakarta.