BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupannya. Sehat sendiri perlu didasari oleh suatu perilaku, yaitu perilaku

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja atau young people adalah anak yang berusia tahun (World

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya guna tercapainya negara yang kuat (Ratna, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah negara kepulauan yang didiami oleh 222,6 juta jiwa, yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pencegahan penyakit dengan mengurangi atau menghilangkan faktor resiko

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (

BAB I PENDAHULUAN. harapan bangsa yang akan bisa melanjutkan cita-cita bangsa menuju Indonesia

BAB I. PENDAHULUAAN. pada masa ini terjadi peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Batubara,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latarbelakang. merokok merupakan faktor risiko dari berbagai macam penyakit, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang rutin dilaksanakan puskesmas dengan mengontrol status PHBS di masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta. orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta perkembangan. Jika

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : NUR ALIEF MAHMUDAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cuci tangan mengunakan sabun telah menjadi salah satu gerakan yang

BAB I PENDAHULUAN. perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Masa usia sekolah disebut

dilaporkan ke pelayanan kesehatan sehingga jumlah yang tercatat tidak sebesar angka survey (Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa pubertas adalah

BAB I PENDAHULUAN. masa keserasian bersekolah. Umur anak sekolah dasar adalah antara 6-12 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. belum banyak diterapkan dalam kehidupan sehari hari (Depkes, 2013).

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau remaja awal (Monks, 2006). Masa pra pubertas ini memiliki banyak potensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

Program Studi Ilmu Keperawatan, STIKes Guna Bangsa Yogyakarta ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan reproduksi menurut definisinya merupakan keadaan sehat dan

BAB I PENDAHULUAN. internal maupun eksternal. Menurut WHO, setiap tahunnya sekitar 2,2 juta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh Pemerintah (UU RI No. 36 Tahun 2009 Pasal 93). (Rahmawati dkk., 2011). Anak-anak yang berusia 6-12 tahun diseluruh

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan suatu negara, karena merupakan generasi penerus bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dikemudian hari. Masalah kesehatan tersebut meliputi kesehatan umum,

EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PHBS DI MTS MIFTAHUL ULUM KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO. Dwi Helynarti Syurandari*)

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012

BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. (PHBS) dapat dilaksanakan di masyarakat, rumah tangga, dan sekolah. PHBS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prevalensi global penderita Diabetes Melitus (DM) pada tahun 2014 sebesar 8,3%

BAB I PENDAHULUAN. MDG dilanjutkan dengan program Sustainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN. al.(2008) merujuk pada ketidaksesuaian metabolisme yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kemungkinan sebelas kali mengidap penyakit paru-paru yang akan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meskipun terdapat larangan untuk merokok di tempat umum, namun perokok

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya

ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL

ABSTRAK. Kata Kunci: Karakteristik Umum Responden, Perilaku Mencuci Tangan, Diare, Balita

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang mempunyai peranan besar dalam menentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. individu mulai mengembangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA TERHADAP PHBS DAN PENYAKIT DEMAM TIFOID DI SMP X KOTA CIMAHI TAHUN 2011.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sosialisasi merupakan suatu proses di dalam kehidupan seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien menjadi prioritas yang utama dalam setiap pelayanan kesehatan (ECRI Institute, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare adalah suatu keadaan dimana penderita mengalami defekasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau diobati dengan akses yang mudah dan intervensi yang terjangkau. Kasus utama

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. feses secara terus menerus lebih dari tiga kali dalam satu hari dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan ditunjukkan pada upaya penurunan angka

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS

BAB IPENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Balita menjadi istilah umum bagi anak dengan usia dibawah 5 tahun (Sutomo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi oleh virus dengue

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. kematian terbesar kedua di dunia setelah Human Immunodeviciency Virus

BAB I PENDAHULUAN. dimana-mana, baik instansi pemerintah, tempat umum, seperti ; pasar, rumah

BAB I PENDAHULUAN. payudara. Untuk upaya mencegah risiko kanker payudara pemerintah. wanita di usia muda dapat terserang kanker payudara.

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala (asimtomatik) terutama pada wanita, sehingga. mempersulit pemberantasan dan pengendalian penyakit ini 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH INTERVENSI PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) PADA ANAK USIA 3-6 TAHUN DI DI DESA PLOSOWAHYU KAB LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN sebanyak 1,1 juta orang (WHO, 2015). menurut golongan umur terbanyak adalah umur tahun dengan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk muda yaitu umur tahun. Menurut Badan Pusat Statistik DIY

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk lansia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2025

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan. masalah global. Menurut data WHO (World Health Organization) (2014),


UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki jumlah remaja sebesar 43,5 juta jiwa (usia 10-

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

umur tahun berjumlah 2.9 juta jiwa (Susenas, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan baik secara fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kebijakan Indonesia sehat 2010 ( Dinkes Makassar, 2006 )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan seksual serta kesehatan sistem reproduksi. Kesehatan reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG CUCI TANGAN PAKAI SABUN (CTPS) PADA SISWA SDN BATUAH I DAN BATUAH III PAGATAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak setiap individu untuk melangsungkan kehidupannya. Sehat sendiri perlu didasari oleh suatu perilaku, yaitu perilaku hidup bersih dan sehat. Upaya untuk meningkatkan kesehatan salah satunya melalui program perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) (Proverawati & Rahmawati, 2012). Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan sekumpulan tindakan yang dilakukan atas dasar kesadaran diri yang digunakan untuk pembelajaran sehingga dapat membantu dirinya sendiri maupun orang lain terutama dalam bidang kesehatan (Depkes, 2013). Pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sendiri terbagi menjadi 5 tatanan yaitu perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di sekolah, di rumah tangga, di institusi kesehatan, di tempat umum, dan di tempat kerja (Notoatmojo, 2005). Perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah merupakan tatanan awal untuk menciptakan sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas untuk kemajuan bangsa dan negara. Sasaran perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di sekolah terdiri dari warga sekolah dimana sebagian besar yaitu para siswa yang belajar di sana. Berdasarkan hasil sensus penduduk Propinsi 1

2 Yogyakarta tahun 2010 jumlah pra remaja umur 11-13 tahun sangat besar yaitu sekitar 64 juta atau 27,6 % (BPS, 2014). Remaja terutama pra remaja yang bersekolah sebagai generasi penerus bangsa perlu dipersiapkan menjadi manusia yang sehat secara jasmani, rohani, mental, dan spiritual. Hal ini perlu didasari oleh suatu perilaku hidup bersih dan sehat. Anak menghabiskan waktu yang cukup lama setiap harinya untuk berada di sekolah. Depkes (2011) memaparkan bahwa sekolah seringkali menjadi sarana untuk bertukarnya penyakit seperti influenza ketika musim pancaroba, antar siswa dengan siswa atau siswa dengan guru dan sebagainya. Ketika ada satu yang sakit maka anak lainnya juga akan terkena sakit yang sama karena kurangnya kesadaran berperilaku hidup bersih dan sehat. Setiap 100.000 anak dari umur 6 sampai 20 tahun, meninggal setiap harinya diseluruh dunia akibat infeksi, terutama diare. Angka kejadian diare di Indonesia cukup banyak dimana pada tahun 2010 penderita diare mencapai 4204 orang dengan kematian sebesar 73 orang (WHO, 2009). Hal ini disebabkan kurangnya menjaga kesehatan terutama cuci tangan dengan air bersih dan sabun.

3 Rendahnya kebiasaan cuci tangan masyarakat Indonesia terutama untuk anak usia pra remaja akan berdampak pada kesehatan dimasa mendatang (Depkes, 2013). Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi nasional berperilaku cuci tangan benar dan menggunakan sabun pada penduduk kelompok umur 10 tahun atau lebih adalah 47,0% (Depkes, 2013). Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri pada tahun 2012 prevalensi untuk cuci tangannya adalah 49,8% (Depkes, 2012). Perilaku mencuci tangan menggunakan sabun yang tidak benar masih tinggi ditemukan pada usia pra remaja, sehingga dibutuhkan peningkatan pengetahuan dan kesadaran mereka akan pentingnya mencuci tangan dengan menggunakan sabun. Rendahnya prevalensi cuci tangan mendorong peneliti untuk membantu meningkatkan kemampuan cuci tangan khususnya pada anak usia pra remaja. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SMPN 5 Depok Sleman, perilaku hidup bersih dan sehat yang dilakukan siswa-siswi, terlihat dari jarang mencuci tangan sesudah berkegiatan misalnya berolahraga, padahal banyak kotoran yang menempel pada tangannya. Fasilitas mencuci tangan di SMP N 5 Depok sudah ada akan tetapi anak-anak jarang menggunakannya. Tangan merupakan kunci utama dalam penularan penyakit. Sekolah yang menjadi fasilitas untuk belajar perlu menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat terutama cuci tangan pada siswa-siswinya. Perlunya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat tidak semudah dengan cukup memberi nasihat nasihat atau ceramah pada anak terutama anak pra remaja (Layzer, et al, 2013). Maulana

4 (2009) mengatakan bahwa ceramah kurang cocok untuk anak pra remaja dikarenakan kurang menarik dan pembicara tidak terlalu dapat menilai reaksi pendengar. Masa pra remaja ditandai dengan perubahan dari anak -anak menuju remaja yang akan mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial dan fisik. Masa ini akan ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu baik dari segi fisik, psikis dan sosial yang mana pada masa ini keterkaitan terhadap teman sebaya sangat kuat ( Wouters, et al, 2010). Keadaan seperti ini menjadikan mereka cenderung lebih memecahkan masalahnya dengan teman sebaya daripada dengan orang tua atau guru (Hofsteenge, et al, 2014). Kedekatan antara satu dengan yang lain dapat menjadi peluang sebagai fasilitas untuk berbagi mengenai masalah perilaku hidup bersih dan sehat yaitu melalui pendidikan teman sebaya. Peer education atau pendidikan teman sebaya diharapkan mampu menjadi sarana pendidikan kesehatan oleh perawat yang sesuai pada anak pra remaja atau anak SMP (Sekolah Menengah Pertama) dimana mereka mulai mengembangkan berbagai sikap dan perilaku yang akan sangat berpengaruh terhadap pengembangan kesehatan (Layzer et al, 2013). Berdasarkan studi pendahuluan di Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan Sleman, SMPN 5 Depok terletak di daerah padat penduduk yang penuh dengan asrama mahasiswa dan tempat kos serta kesadaran berperilaku hidup bersih dan sehat cuci tangan dari siswa juga masih kurang (Disdik Sleman, 2014). Siswasiswi SMPN 5 Depok belum pernah mendapatkan pendidikan teman sebaya,

5 tetapi penyuluhan kesehatan dengan metode ceramah sudah diberikan oleh petugas kesehatan setempat. Perilaku mencuci tangan yang benar masih jarang dijumpai pada anak-anak SMPN 5 Depok, hal ini terlihat dari pengamatan peneliti saat studi pendahuluan. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh pendidikan teman sebaya terhadap kemampuan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada anak usia pra remaja di SMPN 5 Depok. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut Bagaimanakah Pengaruh Pendidikan Teman Sebaya terhadap Perilaku Cuci Tangan pada Anak Usia Pra Remaja di SMPN 5 Depok, Sleman? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Mengetahui pengaruh pendidikan teman sebaya terhadap perilaku cuci tangan pada anak usia pra remaja di SMPN 5 Depok, Sleman. 2. Tujuan Khusus : a.. Mengetahui perilaku cuci tangan sebelum dilakukan pendidikan teman sebaya pada anak usia pra remaja di SMPN 5 Depok, Sleman. b. Mengetahui perilaku cuci tangan sesudah dilakukan pendidikan teman sebaya pada anak usia pra remaja di SMPN 5 Depok, Sleman.

6 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai pendidikan teman sebaya terkait perilaku cuci tangan pada usia pra remaja. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Peneliti dapat meningkatkan pemahaman bagaimana meneliti terkait peranan pendidikan teman sebaya mengenai perilaku cuci tangan pada usia pra remaja. b. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini dapat memberikan informasi pentingnya pendidikan teman sebaya mengenai perilaku cuci tangan pada usia pra remaja untuk diterapkan kepada siswa-siswi didiknya. c. Bagi Remaja Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pra remaja mengenai perilaku hidup bersih dan sehat terutama cuci tangan. d. Bagi Profesi Kesehatan Penelitian ini memberikan informasi terkait pendidikan teman sebaya sebagai salah satu tekhnik untuk melakukan edukasi terutama pada anak usia pra remaja.

7 E. Keaslian Penelitian 1. Layzer, et al (2013): A Peer Education Program: Delivering Highly Reliable Sexual Health Promotion Messages in Schools. Penelitian ini menggunakan metodologi grounded theory dan dilakukan pada siswa-siswi semester dua kelas IX. Hasilnya diketahui bahwa program pendidikan teman sebaya tersebut membantu siswa-siswi untuk mempelajari kesehatan reproduksi di masa depan. Persamaan pada kedua penelitian yaitu menggunakan pendidikan teman sebaya, sampel pada anak usia pra remaja. Adapun perbedaannya yaitu metodologi penelitian yang digunakan, Layzer menggunakan penelitian kualitatif dan peneliti menggunakan kuantitatif. Perbedaan juga ditemukan pada variabel yang digunakan. Pada penelitian Layzer adalah kesehatan reproduksi sedangkan pada penelitian saat ini variabelnya yaitu cuci tangan. 2. Orejudo, et al (2012): Optimism in Adolescence : A cross Sectional Study of the Influence of Family and Peer Group Variables on Junior High School Students. Penelitian ini dilakukan pada siswa yang berumur antara 12 sampai 19 tahun. Peneliti menggunakan program AMOS 17,0 dan didapatkan hasil bahwa pengaruh kombinasi antara komunikasi keluarga dan teman sebaya dapat menghasilkan hubungan yang positif. Persamaan yang ada yaitu pendidikan teman sebaya, sampel yang digunakan terutama anak usia pra remaja di SMP dan rancangan yang gunakan yaitu one group pre and post design sedangkan perbedaannya yaitu analisis data yang digunakan oleh peneliti. Penelitian Orejudo ini menggunakan program AMOS 17,0 sedangkan peneliti menggunakan SPSS 19 untuk

8 menganalisis data. Perbedaan lainnya yaitu penelitian Orejudo juga menambahkan adanya partisipasi keluarga dalam pendidikan teman sebaya 3. Garg, et al (2014) : Impact of a School-Based Hand Washing Promotion Program on Knowledge and Hand Washing Behavior of Girl Students in a Middle School of Delhi. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas 6-8 dan menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan one group pre and post test design. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat perbedaan spesifik mengenai peningkatan pengetahuan dan perilaku cuci tangan secara rutin setelah intervensi. Persamaan dari kedua penelitian adalah sama-sama meneliti cuci tangan pada anak sekolah dengan usia pra remaja dan rancangan penelitian yang digunakan. Penelitian Garg mempunyai perbedaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu pada program promosi kesehatan sekolah yaitu sebuah program cuci tangan dengan menggunakan video. 4. Bulduk & Erdogan (2012) : The Effects of Peer Education on Reduction HIV/ Sexually Transmitted Infection Risk Behaviors Among Turkish University Students. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan pre-post control study design dimana dilakukan pengambilan data sebelum dan sesudah pendidikan teman sebaya. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa tahun ketiga dengan jumlah sampel terpilih sebanyak 167. Hasil penelitian tersebut bahwa peer education atau pendidikan teman sebaya dianggap mampu untuk mengurangi risiko perilaku berhubungan seksual dan digunakan sebagai fokus untuk pencegahan perilaku berhubungan seksual dalam mengembangkan strategi peningkatan self-efficacy. Persamaan dengan penelitian

9 yang akan dilakukan yaitu dengan menggunakan peer education dan pre-post design. Akan tetapi pada penelitian yang akan dilakukan tidak menggunakan kelompok kontrol. 5. Elder, et al (2014): Hand Hygiene and Face Touching in Family Medicine Offices Area Research and Improvement Group (CARInG) Network Study. Penelitian ini mengambil sampel di daerah Cincinnati dengan total sampel yang terdiri dari 31 tenaga kesehatan dan 48 orang staf. Partisipan diberikan kuisioner kebiasaan perilaku cuci tangan. Analisis data yang digunakan dengan T-zone dan uji t-test untuk membandingkan peran profesional dan pengalaman kerja. Observasi dilakukan peneliti selama 2 jam dalam satu periode. Hasil dari penelitian Elder menunjukkan bahwa penyuluhan cuci tangan secara optimal pada pasien dapat mencegah penyakit yang mungkin didapatkan pasien selama proses perawatan. Penelitian Elder mempunyai persamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu pada aspek perilaku mencuci tangan dan uji t-test yang digunakan, perbedaannya terletak pada responden yang digunakan pada penelitian. 6. Khairani (2009) melakukan penelitian dengan judul Promosi Kesehatan Mencuci Tangan Menggunakan Sabun Melalui Metode Ceramah, Demonstrasi, dan Latihan dibandingkan dengan Metode Leaflet pada Siswa Sekolah Dasar di Kota Jambi. Hasil penelitian ini terdapat perubahan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku setelah dilakukan intervensi. Jenis penelitian ini sama dengan yang dilakukan yaitu menggunakan subjek penelitian mempunyai usia yang sama yaitu usia pra remaja, dan meneliti perilaku mencuci tangan. Analisis data yang digunakan sama yaitu dengan menggunakan uji t-test untuk melihat rerata

10 perbedaan perilaku sebelum dan sesudah intervensi. Namun yang membedakan adalah adanya kelompok pembanding intervensi 1 dan 2 pada penelitian Khairani, sementara penelitian yang saat ini dilakukan hanya menggunakan satu kelompok saja. Penelitian Khairani juga menggunakan kelompok kontrol sedangkan peneliti hanya menggunakan kelompok intervensi tanpa kelompok kontrol.