BAB III PERUMUSAN PERMASALAHAN 3.1 Alasan Pemilihan Masalah untuk Dipecahkan Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan menyebutkan bahwa jenis pelayanan jasa kebandarudaraan yang diselenggarakan Badan Usaha Kebandarudaraan meliputi: a. penyediaan, pengusahaan, dan pengembangan fasilitas untuk kegiatan pelayanan pendaratan, lepas landas, manuver, parkir dan penyimpanan pesawat udara; b. penyediaan, pengusahaan, dan pengembangan fasilitas terminal untuk pelayanan angkutan penumpang, kargo dan pos; c. penyediaan, pengusahaan, dan pengembangan fasilitas elektronika, listrik, air dan instalasi limbah buangan; d. jasa kegiatan penunjang bandara; e. penyediaan lahan untuki bangunan, lapangan dan industri serta gedung atau bangunan yang berhubungan dengan kelancaran angkutan udara; f. penyediaan jasa konsultansi, pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan kebandarudaraan; dan g. penyediaan jasa lainnya yang dapat menunjang pelayanan jasa kebandarudaraan. Atas pelayanan jasa kebandarudaraan tersebut PT AP II mendapatkan pendapatan dari pendapatan jasa aeronautika dan jasa non aeronautika di mana masih didominasi oleh pendapatan dari jasa aeronautika. Berdasarkan hal tersebut manajemen PT Angkasa Pura II telah menetapkan pengembangan usaha dengan mengubah paradigma usaha yang awalnya berorientasi pada aeronautika menjadi non aeronautika. Perubahan orientasi ini ditandai dengan berubahnya struktur organisasi kantor pusat dengan dibentuknya Direktorat Pengembangan Usaha dan Komersial. 18
Perubahan orientasi usaha tersebut perlu didukung oleh budaya kerja organisasi di mana kinerjanya mendukung tercapainya tujuan perusahaan yaitu agar pengembangan usaha dapat mencapai hasil yang optimal. Berdasarkan Hasil penelitian Harvard Business School (Kotter and Heskett 1992) menunjukkan bahwa budaya mempunyai dampak yang kuat dan semakin besar pada prestasi kerja organisasi. Penelitian tersebut mempunyai empat kesimpulan yaitu : a. Budaya korporat dapat mempunyai dampak signifikan pada prestasi kerja ekonomi perusahaan dalam jangka panjang; b. Budaya korporat bahkan mungkin merupakan faktor yang lebih penting dalam menentukan kesuksesan atau kegagalan perusahaan dalam dekade mendatang; c. Budaya korporat yang menghambat prestasi keuangan yang kokoh dalam jangka panjang adalah tidak jarang; dan buadaya itu berkembang dengan mudah, bahkan dalam perusahaan yang penuh dengan orang yang bijkasana dan pandai; d. Walaupun sulit untuk diubah, buadaya korporat dapat dibuat untuk lebih meningkatkan prestasi Budaya kerja adalah suatu dimensi milik bersama yang dipelajari suatu kelompok pada saat memecahkan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah cukup berhasil sehingga dianggap ajek dan karena itu akan diajarkan kepada anggota kelompok yang baru sebagai cara yang benar untuk mempersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi masalah serupa. Kotter dan Heskett (1992) mengemukakan bahwa budaya perusahaan memiliki 3 (tiga) tingkat. Pada tingkat pertama, budaya organisasi yang tampak (visible) atau permukaan (surface) seperti cara karyawan berpekaian, perayaan atau acara seremonial yang diadakan di perusahaan. Tingkat kedua, budaya organisasi yang tidak tampak (invisible) yaitu nilai nilai yang diekspresikan oleh rekan rekan kerja, atasan seperti bagaimana definisi disiplin, apa makna prestasi. Tingkat ketiga, keyakinan yang paling dalam atau asumsi asumsi yang tersembunyi 19
seperti adanya keyakinan bahwa atasan tidak pernah salah, anak buahlah yang salah. Tingkat kedua dan ketiga dari budaya kerja ini kadang tidak disadari oleh staf bahkan oleh pimpinan manajerial. Tetapi tingkat ini juga mempengaruhi prestasi dan kinerja organisasi. Pemimpin harus memahami dan merasakan budaya organisasi di perusahaan. Dengan memahami budaya organisasi, pemimpin diharapkan akan dapat lebih cepat melakukan perubahan dan menciptakan organisasi yang adaptif, yang mampu mengatasi keadaan, situasi, dan iklim persaingan global di luar organisasi. Budaya kerja memberikan konsentrasi pada bentuk sikap yang merupakan kepribadian dari individu individu dalam perusahaan, sehingga kumpulan sikap dan interaksi kepribadian antar individu dalam perusahaan akan memunculkan karakter perusahaan. Bentuk ini dapat dibangun melalui peningkatan integritas dari sikap dan karakter yang ada pada perusahaan. PT (Persero) Angkasa Pura II telah mengupayakan pemetaan dan pengkajian budaya kerja perusahaan sehingga PT AP II dapat merumuskan, memperbarui, dan membentuk budaya kerja yang baru sebagai langkah awal dalam meniti ke arah perubahan yang lebih baik. Kajian yang dilakukan oleh LAPI ITB merupakan kajian yang membahas organisasi fungsionalnya tidak membahas individu per individu. Salah satu kajian identifikasi budaya kerja PT AP II adalah perilaku kepemimpinan dengan hasil rekomendasi perlu dijalankannya program pengembangan kepemimpinan. Budaya organisasi yang kuat ikut mempengaruhi kinerja dan kemajuan organisasi di masa depan dan lebih lanjut budaya organisasi mempengaruhi tingkat komitmen anggotanya dalam mengembangkan dan memajukan organisasi. Para ahli juga menegaskan bahwa budaya suatu organisasi yang kuat dipengaruhi oleh kepemimpinan yang kuat (strong culture are created and shaped by strong leadership) (Luthans, 1995). 20
Profesor Asip F. Hadinata mengemukakan premis bahwa nilai kepemimpinan mempunyai nilai kekuatan pengaruh pangkat dua dibanding nilai nilai lain (organisasi, dinamika lingkungan, individu, dan sosial kemasyarakatan). Di sini menunjukkan bahwa pemimpin mempunyai peran yang sangat determinan dalam menentukan pengembangan dan pemantapan budaya organisasi. Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpim dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya. Kepemimpinan melibatkan hubungan pengaruh yang mendalam, yang terjadii di antara orang orang yang menginginkan perubahan signifikan, dan perubahan tersebut mencerminkan tujuan yang dimiliki bersama oleh pemimpin dan pengikutnya. Pengaruh (influence) dalam hal ini berarti hubungan di antara pemimpin dan pengikut sehingga bukan sesuatu yang pasif, tetapi merupakan suatu hubungan timbal balik dan tanpa paksaan. Dengan demikian, kepemimpinan itu sendiri merupakan proses yang saling mempengaruhi. Pemimpin mempengaruhi bawahannya, demikian sebaliknya. Orang orang yang terlibat dalam hubungan tersebut menginginkan sebuah perubahan sehingga pemimpin diharapkan menciptakan perubahan yang signifikan dalam organisasi dan bukan mempertahankan status quo. Selanjutnya, perubahan tersebut bukan merupakan sesuatu yang dinginkan pemimpin, tetapi lebih pada tujuan (purposes) yang diinginkan dan dimiliki bersama. Tujuan tersebut merupakan sesuatu yang diinginkan, yang diharapkan, yang harus dicapai di masa depan sehingga tujuan ini menjadi motivasi utama visi dan misi organisasi. Pemimpin mempengaruhi pengikutnya untuk mencapai perubahan berupa hasil yang diinginkan bersama. Kepemimpinan merupakan aktivitas orang orang, yang terjadi di antara orangorang dan bukan sesuatu yang dilakuan untuk orang orang sehingga kepemimpinan melibatkan pengikut (followers). Proses kepemimpinan juga melibatkan keinginan dan niat, keterlibatan yang aktif antara pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama. 21
Dengan demikian, baik pemimpin ataupun pengikut mengambil tanggung jawab pribadi (personal responsibility) untuk mencapai tujuan bersama tersebut. Terdapat beberapa teori kepemimpinan yang dikenal, diantaranya adalah menurut Desler (1982) yang membaginya dalam 3 pendekatan, yaitu: a. Pendekatan Ciri; Pendekatan ini menganalisa kepemimpinan berdasarkan ciri ciri/atribut tertentu dari seorang pemimpin yang efektif dan kurang efektif. b. Pendekatan Perilaku Pendekatan ini menganalisa kepemimpinan berdasarkan fungsi dan gaya kepemimpinan dalam organisasi. c. Pendekatan Situasional Pendekatan ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling sesuai tergantung pada situasi di mana pemimpin bekerja Berdasarkan penjelasan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah penerapan model gaya kepemimpinan di Kantor Pusat PT (Persero) Angkasa Pura II berdasarkan Pendekatan Situasional dalam kaitannya dengan perubahan paradigma perusahaan. Rumusan masalah di atas diuraikan dalam bentuk pertanyaan penelitian (research questions) sebagai berikut : a. Apa gaya kepemimpinan yang paling dominan di Kantor Pusat PT (Persero) Angkasa Pura II berdasarkan teori Pendekatan Situasional? b. Bagiamana tingkat kematangan bawahan yang paling dominan di Kantor Pusat PT (Persero) Angkasa Pura II? c. Apakah gaya kepemimpinan yang paling dominan tersebut telah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan? 22
3.2 Posisi Permasalahan Yang Harus Dipecahkan Manajemen PT Angkasa Pura II telah menetapkan pengembangan usaha non aeronautika sebagai salah satu program kerja strategis jangka panjang 2004 2008. Oleh karena itu perubahan orientasi usaha ke arah non aeronautika perlu didukung oleh budaya perusahaan di mana di dalamnya di dukung oleh pemimpin yang dapat mempengaruhi pengikutnya untuk mencapai perubahan berupa hasil yang diinginkan bersama. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pemimpin mempunyai peran yang sangat determinan dalam menentukan pengembangan dan pemantapan budaya organisasi yang mendukung pencapaian usaha perusahaan. Penelitian ini membahas karakteristik kepemimpinan dan kesesuaiannya dengan tingkat kematangan bawahan dalam kaitannya dengan perubahan paradigma perusahaan, dengan posisi pemasalahan yang akan dipecahkan sebagai berikut: PT (Persero) Angkasa Pura II Corporate Culture Perubahan Paradigma Leadership Characteristic Kesesuaian dengan Kematangan Bawahan 23