JURNAL ILMU POLITIK. Volume 22, No.1, Tahun 2017 ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. permasalahannya berupa pola pikir pemerintah dalam struktur pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

proses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak

RechtsVinding Online. Sistem Merit Sebagai Konsep Manajemen ASN

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

3. Mewujudkan kesejahteraan, penghargaan, pengayoman dan perlindungan hukum untuk meningkatkan harkat dan martabat anggota 4.

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

Revitalisasi Nilai Int-FLL (Integrity and Five Leadership Level) Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik KOPRI

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotis

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

Pjs. WALI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. semangat para Penyelenggara Negara dan pemimpin pemerintahan. 1 Penyelenggara

Kebutuhan Pelayanan Publik

Menimbang Kembali Gagasan Revisi UU Aparatur Sipil Negara

PEMBANGUNAN POLITIK, HUKUM, PERTAHANAN, DAN KEAMANAN SERTA REFORMASI BIROKRASI

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN. NOMOR 064 TAHUN 2016-Si.1-BKD/2013

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

Reformasi Birokrasi dalam Pencapaian Good Governance

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

M A N A J E M E N A S N

Dr. Muhammad Taufiq Deputi Bidang Kajian Kebijakan, LAN RI

= Eksistensi KORPRI dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sejalan dengan amanat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) menempati tingkatan

Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab *

I. PENDAHULUAN. Pegawai Negeri Sipil menurut undang-undang RI nomor 43 Tahun 1999 adalah

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

PIAGAM KERJASAMA PARTAI DEMOKRAT DAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA TAHUN

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. dan biaya pelayanan tidak jelas bagi para pengguna pelayanan. Hal ini terjadi

BAB I PENDAHULUAN. partai lokal Aceh merupakan sebuah proses demokrasi yang wajib dilaksanakan di

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. ASN. Revolusi Mental. Kode Etik. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum pemerintahan untuk. mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Birokrasi merupakan instrumen

Prayudi POSISI BIROKRASI DALAM PERSAINGAN POLITIK PEMILUKADA

BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN KONFLIK KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

Politik Global dalam Teori dan Praktik

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Peraturan. yang berupa Peraturan Pemerintah (PP) maupun Keputusan Presiden

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

TINJAUAN MATA KULIAH...

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

ESENSI HUKUMAN DISIPLIN BAGI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN WONOGIRI T E S I S

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KODE ETIK PENYELENGGARA NEGARA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

DEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Budi Evantri Sianturi 1, Fifiana Wisnaeni 2. Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ABSTRAK

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

- 2 - Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

SUBSTANSI DAN KONTEN NILAI DASAR, KODE ETIK DAN KODE PERILAKU ASN

2017, No profesi harus berlandaskan pada prinsip yang salah satunya merupakan kode etik dan kode perilaku; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se

REFORMASI BIROKRASI & TATA KELOLA PEMERINTAHAN DI KTI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

OLEH : DR. SURANTO DOSEN JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN UMY

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

( RENSTRA) SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN GARUT

I. PENDAHULUAN. Perubahan yang terjadi dengan cepat dalam segala aspek kehidupan. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

B. Maksud dan Tujuan Maksud

RAPAT KOORDINASI DESK PILKADA PROVINSI JAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN I N S P E K T O R A T Jl. Arungbinang Nomor 16 Telp: (0287) , Kebumen 54311

MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Kemampuan tersebut

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

Transkripsi:

JURNAL ILMU POLITIK Volume 22, No.1, Tahun 2017 ISSN 0854-6029 DDC: 321 : 330.95 Saiful Mujani KONSOLIDASI DEMOKRASI ASIA: SEBUAH TES MODEL EKONOMI POLITIK Volume 22, No.1 Tahun 2017, Hlm. 1-18 Asia merupakan benua di mana negaranegaranya memiliki tingkat konsolidasi dalam demokrasi yang beragam. Tulisan ini bermaksud untuk menguji seberapa realistik model ekonomi-politik untuk menjelaskan konsolidasi demokrasi di sejumlah demokrasi Asia. Studi ini bertumpu pada sikap individu warga yang diobservasi lewat survei opini publik nasional di masing-masing negara yang menjadi kasus studi ini, yaitu Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Mongolia, Indonesia, Filipina, dan Malaysia. Penelitian ini menyimpulkan beberapa hal. Pertama, secara umum masyarakat di ketujuh negara tersebut mayoritas punya preferensi terhadap demokrasi dibanding terhadap rezim lainnya, tetapi ada variasi konsolidasi demokrasi di ketujuh negara tersebut. Kedua, Evaluasi atas kondisi ekonomi berpengaruh terhadap evaluasi atas kinerja pemerintah, yang pada gilirannya berpengaruh pada evaluasi atas kinerja demokrasi, dan ujungnya berpengaruh pada konsolidasi demokrasi. Ketiga, model ekonomi-politik tidak dapat membantu utuk menjelaskan konsolidasi demokrasi di Filipina dan Mongolia, sehingga perlu telaah lebih lajut untuk dua kasus tersebut. Keempat, efek faktor ekonomi-politik terhadap konsolidasi demokrasi ini secara umum konsisten lepas dari variasi budaya politik, terutama latar belakang tradisi atau peradaban suatu bangsa seperti agama, maupun keragaman sosial-ekonomi seperti pendidikan. Kata kunci: Asia, konsolidasi demokrasi, model ekonomi-politik, survei opini publik. DDC: 320.567 Erwin Indradjaja & Fredy B. L. Tobing FENOMENA NEGARA ISLAM DI IRAQ DAN SURIAH (NIIS): TELAAH HUBUNGAN INTERNASIONAL Volume 22, No.1 Tahun 2017, Hlm. 19-42 Artikel ini membahas fenomena gerakan NIIS di Iraq dan Suriah yang ditelaah dari bidang studi Hubungan Internasional. Fenomena NIIS diawali oleh Al Baghdadi yang mendeklarasikan berdirinya Negara Islam pada 9 April 2013 yang meliputi wilayah Iraq dan Abstrak vii

Suriah. Hal ini tidak lazim dalam politik internasional karena klaim tersebut meliputi Iraq dan Suriah yang merupakan negara berdaulat. Semula gerakan NIIS berhasil mendapatkan dukungan luas dari negaranegara Arab di Teluk dan negara-negara Islam umumnya. Dengan modal ekonomi yang besar, NIIS dapat dipandang sebagai kelompok teroris berbaju Islam terkaya saat itu. Namun alih-alih ingin menerapkan syariah Islam dengan cara yang keras, kaku, brutal dan penuh teror akhirnya gerakan NIIS malah menjadi menurun citranya di kalangan negara-negara pendukungnya. Kompleksitas fenomena NIIS ini dicoba ditelaah dari tiga perspektif Hubungan Internasional: realisme, liberalisme dan konstruktivisme. Tampaknya gerakan NIIS yang beraliran Sunni masih akan tetap eksis, namun nampaknya ada kecenderungan bahwa kekuatan perjuangan mereka akan semakin tergerus seiring makin menurunnya dukungan dunia khususnya negara-negara Islam dan menguatnya kelompok penentang NIIS terutama dari pihak Suriah dan Iraq yang sama-sama menganut Syiah dan AS beserta sekutunya. Kata kunci: NIIS, Negara Islam, konflik, Syiah, Sunni, Iraq, Suriah, Al Baghdadi, terorisme, realisme, liberalisme, konstruktivisme. DDC: 341.23 Irine Hiraswari Gayatri PENGADOPSIAN UNSCR 1325 DI INDONESIA: BERBAGI PENGALAMAN, PELUANG, DAN TANTANGAN Volume 22, No.1 Tahun 2017, Hlm. 43-55 Sepanjang sejarah, orang di berbagai negara mengalami dampak dengan tingkat yang berbeda yang disebabkan oleh konflik bersenjata. Pada skala global, United Nations Security Council Resolution (UNSCR) 1325 yang ditandatangani pada tahun 2000 tentang wanita dalam konflik bersenjata ditandai sebagai langkah penting dalam mengakui peran perempuan dalam proses perdamaian sekaligus signifikasinya dalam memenuhi hak asasi manusia. Sejak itu sifat konflik dunia berubah, substansi tentang perdamaian dan keamanan juga telah berkembang, serta apa yang disebut sebagai keadilan telah berubah. Sampai saat ini, 58 negara telah mengadopsi UNSCR 1325 sebagai bagian dari hukum nasional. Makalah ini melihat proses, strategi dan tantangan dalam perumusan Rencana Aksi Nasional (National Action Plans/NAP dari UNSCR 1325. Makalah ini akan menjelaskan proses dalam mengadopsi UNSCR 1325 di Indonesia dengan mengelaborasi peran aktor dan melihat bagaimana mereka memahami dan mendiskusikan penerapan norma-norma global ke dalam hukum nasional. Pertanyaan utama dari makalah ini adalah bagaimana ruang-ruang struktural memberikan efek adopsi UNSCR 1325 sebagai rencana aksi nasional di Indonesia? Ruang Struktural berarti lingkungan politik yang memungkinkan dinamika hubungan antara aktor dan/ atau lembaga-lembaga negara dan non-negara yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam menetapkan kebijakan. Diharapkan penelitian ini akan menambah diskusi tentang perempuan dalam perdamaian dan konflik, serta literatur tentang Hubungan Internasional kontemporer. Kata kunci: Indonesia, Perempuan dalam Konflik Bersenjata, UNSCR 1325 viii Volume 22, No.1, Tahun 2017 Hlm. vii-xi

DDC: 324.9598 Daud Ferry Liando EVALUASI PILKADA SERENTAK DI SULAWESI UTARA Volume 22, No.1 Tahun 2017, Hlm. 57-74 Pilkada secara serentak pada tahun 2015 di Sulawesi Utara belum berhasil sebagaimana tujuan yang diharapkan UU Pilkada. Hal itu disebabkan tingkat partisipasi pemilihnya masih sangat rendah, pembiayaan yang tidak efesien serta pelaksanaan pilkada secara serentak namun belum melahirkan kesamaan periodisasi masa kerja kepala daerah akibat pelantikan tidak dilakukan secara serentak. Penelitian ini hendak menjawab tiga pertanyaan yaitu pertama mengapa tujuan kebijakan pilkada serentak di Sulawesi Utara belum seperti yang diharapkan. Kedua apa saja kendala yang dihadapi sehingga tujuan tersebut belum sepenuhnya tercapai. Ketiga pembenahan seperti apa yang bisa dilakukan agar tujuan kebijakan pilkada serentak dapat dicapai. Penelitian ini menggunakan teori evaluasi kebijakan dan untuk mendapatkan data dilakukan FGD dan laporan KPUD dan Bawaslu. Hasil penelitian menyebutkan bahwa tujuan pilkada belum berhasil sebagaimana yang diharapkan karena proses penetapan calon yang tidak melibatkan publik, janji kampanye yang bersifat normatif dan tidak visioner, masalah regulasi, pembiayaan kampanye, pembiayaan kepolisian, serta pembiayaan KPPS. Kata kunci : pilkada serentak, partisipasi, anggaran, periodisasi DDC: 305.4869709598 Dwi Windyastuti Budi Hendrarti PEREMPUAN DALAM KONTESTASI POLITIK:REPRESENTASI DESKRIPTIF PEREMPUAN PADA PILEG 2014 DAN PILKADA 2015 Volume 22, No.1 Tahun 2017, Hlm. 75-90 Studi ini mencoba untuk mengidentifikasi representasi deskriptif perempuan dalam pemilu legislatif 2014 dan pemilihan kepala daerah 2015. Studi ini penting dilakukan karena kuota 30% perempuan terpenuhi pada pileg 2014, dan perempuan terlibat dalam kontestasi pilkada. Studi ini dilakukan dengan mengambil dokumen di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Banyuwangi, Kediri dan Lamongan tentang keikutsertaan perempuan pada pileg 2014 dan pilkada 2015. Dokumen ditafsir dan dianalisis dengan menggunakan instrumen teori representasi deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi perempuan secara deskriptif tetap penting dikarenakan: 1) kuota perempuan berkontribusi terhadap representasi perempuan karena punya daya paksa penominasian terhadap partai politik; 2) perempuan telah asertif terhadap kekuasaan dengan merebut jabatan-jabatan politik melalui sebuah kontestasi dan memiliki elektabilitas; 3) akseptabilitas pemilih terhadap perempuan caleg menghasilkan banyak wakil perempuan dalam legislatif dan kepala daerah, yang membawa dampak pada terakomodasinya kepentingan perempuan dalam agenda kebijakan pemerintah. Kata kunci: Akseptabilitas, Asertif, Representasi Deskriptif, Kuota Perempuan Abstrak ix

DDC: 352.63 Dede Mariana APARATUR SIPIL NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI Volume 22, No.1 Tahun 2017, Hlm. 91-104 Salah satu buah dari reformasi birokrasi di Indonesia antara lain diterbitkannya undang-undang nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), menggantikan UU No. 8/1974 jo UU No. 43/1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, serta perubahannya. UU ASN ditujukan untuk membangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Reformasi birokrasi melalui penerapan kebijakan ASN akan berhasil dengan baik apabila dipenuhi prasyarat sebagai berikut: pertama, pemerintah dan masyarakat membangun tradisi kepemimpinan dalam birokrasi yang mendorong kinerja aparatur yang profesional, inovatif, handal dan bersih. Kedua, pemerintah melaksanakan manajemen ASN yang bersifat meritokrasi secara konsisten dan berkelanjutan. Ketiga, pemerintah dan masyarakat mampu melaksanakan pengawasan terhadap perilaku pejabat dan aparatur negara berdasarkan norma, standar, dan kode etik yang berlaku, sehingga dapat menjaga integritas aparatur melalui penegakan hukum bagi pejabat yang melanggar kewenangan secara adil dan tegas. Keempat, mengungkit daya kritis masyarakat untuk mengawasi birokrasi dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Kata kunci: Reformasi Birokrasi, ASN, Kepemimpinan, Kode Etik, Kinerja Aparatur DDC: 352.14 I Wayan Gede Suacana TANTANGAN DAN PELUANG OTONOMI DESA DALAM MEMBANGUN GOVERNANCE DESA DI BALI Volume 22, No.1 Tahun 2017, Hlm. 105-123 Timbulnya dualitas administrasi desa (kantor/administratif dan pakraman/adat) di Bali sejalan dengan penerapan produk hukum pemerintah Orde Baru yang mengatur administrasi desa, yaitu UU No. 5/1979. Dualitas pemerintahan desa secara ekonomi dan politik telah mengubah tata kelola pemerintahan desa. Pada masa pemerintah Orde Baru, peranan aparat desa tampak sangat dominan, khususnya untuk memenangkan Golkar dalam setiap pemilu dan penerapan program pembangunan. Dominasi aparat desa dalam sistem desa yang baru menurun sejak pencabutan penerapan UU No. 5/1979 dengan diterapkannya UU No. 22/1999 yang kemudian digantikan dengan UU No. 32 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. x Volume 22, No.1, Tahun 2017 Hlm. vii-xi

23/2014 tentang Desa. Di era demokrasi dan otonomi luas seperti sekarang, penerapan ide dan format pemerintahan desa diharapkan berkesesuaian dengan konfisi nyata dari sosial budaya masyarakat Bali. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan pemberdayaan desa di Bali, khususnya pakraman yang diharapkan menjadi benteng terakhir kelangsungan dari budaya asli Bali. bahwa masyarakat sipil Indonesia harus diberdayakan dan dilibatkan secara lebih aktif dalam program deradikalisasi, baik dalam tahap persiapan, pelaksanaan, maupun evaluasi. Kata kunci: Deradikalisasi, Masyarakat Sipil Indonesia, Terorisme. Kata kunci: otonomi desa, tata kelola pemerintahan desa DDC : 303.626:363.3 Sandy Nur Ikfal Raharjo TINJAUAN BUKU MELIHAT KEMBALI PENANGGULANGAN TERORISME DI INDONESIA MELALUI DERADIKALISASI Volume 22, No.1 Tahun 2017, Hlm. 125-138 Tulisan ini mengulas buku yang ditulis oleh Muhammad A.S. Hikam tentang penanggulangan terorisme melalui deradikalisasi. Ulasan berfokus pada tiga hal yaitu kenapa deradikalisasi perlu dilakukan, bagaimana deradikalisasi selama ini diimplementasikan, dan bagaimana seharusnya deradikalisasi dilaksanakan di masa yang akan datang. Walaupun ada kritik untuk buku ini tentang obyek deradikalisasi yang terlalu spesifik pada kelompok Islam radikal saja dan evaluasi program yang lebih banyak membahas pada aspek dalam negeri, ulasan ini sepakat dengan sang penulis Abstrak xi