ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAERAH PERI-URBAN DENGAN PENDEKATAN MODEL DINAMIS (Studi Kasus : Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta)

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D

(Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MODEL BANGKITAN PERJALANAN YANG DITIMBULKAN PERUMAHAN PURI DINAR MAS DI KELURAHAN METESEH KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA

Rumah Susun Sewa Di Kawasan Tanah Mas Semarang Penekanan Desain Green Architecture

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar belakang

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

DINAMIKA KEBERADAAN SAWAH di KECAMATAN TEMBALANG SEMARANG TAHUN

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

KARAKTERISTIK PEMEKARAN KOTA BOGOR DAN EVALUASINYA TERHADAP POLA RUANG SKRIPSI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KOTA SEMARANG BAGIAN SELATAN. Mitra Satria¹ dan Sri Rahayu²

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan kota-kota besar di Indonesia saat ini berada dalam tahap yang

BAB III TINJAUAN KAWASAN KOTA YOGYAKARTA

STUDI KARAKTERISTIK HOUSING CAREER GOLONGAN MASYARAKAT BERPENDAPATAN MENENGAH-RENDAH DI KOTA SEMARANG

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA

IDENTIFIKASI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN JALAN DAN SALURAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK URBAN SPRAWL DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang. bertingkat atau permukiman, pertanian ataupun industri.

I. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan

BAB I PENDAHULUAN. Apartemen di D.I. Yogyakarta. Tabel 1. 1 Jumlah Penduduk DIY menurut Kabupaten/Kota Tahun (000 jiwa)

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Hadi Prasetyo, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Polusi maupun efek rumah kaca yang meningkat yang tidak disertai. lama semakin meninggi, sehingga hal tersebut merusak

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengalami

PENENTUAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DI KECAMATAN PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA. Wahyu Endy Pratista Dosen Pembimbing Putu Gde Ariastita ST

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Kabupaten Sleman merupakan sektor yang. strategis dan berperan penting dalam perekonomian daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta) TUGAS AKHIR Oleh: SUPRIYANTO L2D 002 435 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 i

ABSTRAK Perkembangan yang terjadi di Kota Yogyakarta merupakan akibat dari pertumbuhan penduduk dan segala macam aktivitas yang ada di dalamnya. Perkembangan kota tersebut tentunya akan disertai dengan peningkatan kebutuhan akan ruang sebagai wadah kegiatan yang berupa lahan. Sayangnya, ketersediaan lahan yang ada di kota terbatas sehingga kebutuhan lahan tidak dapat sepenuhnya dipenuhi di dalam kota. Penggunaan lahan di kota hanya akan dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi saja sedangkan untuk kegiatan yang kurang memiliki nilai ekonomi akan tersisihkan. Dengan kondisi yang demikian, perkembangan kota akan terjadi ke wilayah pinggiran. Umbulharjo sebagai wilayah pinggiran kota Yogyakarta memiliki perkembangan yang paling cepat dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan yang lain terutama perkembangan permukimannya. Perkembangan permukiman yang yang terjadi dengan pesat di Kecamatan Umbulharjo sangat menarik untuk dikaji karena perkembangannya mulai menempati kawasan lindung dan penggunaan lahan untuk permukiman tersebut mengurangi luasan lahan pertanian produktif. Kondisi tersebut dapat menimbulkan degradasi lingkungan dan tidak sesuai dengan perkembangan yang berkelanjutan. Dengan demikian perlu adanya kajian analisis kesesuaian lahan untuk permukiman di Kecamatan Umbulharjo dengan memanfaatkan teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk permukiman dan mengevaluasi penggunaan lahan permukiman berdasarkan kondisi fisik alam (physical condition) dan jangkauan pelayanan utilitas (utility service). Untuk mendapatkan data yang akurat, penggunaan citra IKONOS sebagai produk hasil penginderaan jauh menjadi sangat cocok. Dengan didukung dengan SIG maka analisis akan menjadi mudah, cepat dan akurat. Dua aspek yang dijadikan dasar untuk menentukan kesesuaian lahan untuk permukiman yaitu kondisi fisik alam dan jangkauan utilitas. Kondisi fisik alam meliputi: kelerengan, curah hujan, jenis tanah, kedalaman air tanah, kondisi banjir, dan kondisi erosi. Jaringan yang dipertimbangkan dalam jangkauan utilitas yaitu jaringan jalan, telepon, listrik dan air bersih. Sempadan sungai dan keberadaan pertanian produktif juga diperetimbvangkan untuk menentukan kesesusian lahan untuk permukiman. Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kuantitatif. Metode analisis pada pendektan ini antara lain metode analisis spasial dengan dengan superimpose, metode analisis kualitatif deskriptif, dan meode analisis pengharkatan (scoring). Hasil analisis menunjukkan adanya empat kelas kesesuaian lahan untuk permukiman yaitu kelas sangat sesuai, sesuai, cukup sesuai, dan tidak sesuai. Kelas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk permukiman yaitu kelas lahan sangat sesuai 77% (627,82 Ha), kelas sesuai 3% (23,34 Ha) dan kelas lahan cukup sesuai yang kurang dari 1% (0,01 Ha). Kelas lahan yang tidak sesuai dimanfaatkan untuk permukiman luasnya cukup signifikan yaitu 158,19 Ha atau hampir 20% dari luas wilayah studi. Kelas kesesuaian lahan untuk permukiman tersebar merata di semua kelurahan kecuali kelas kelas kesesuaian lahan yang cukup sesuai yang hanya terdapat di Kelurahan Mujamuju. Kelurahan yang memiliki luas lahan terbesar yang masuk dalam kelas sangat sesuai yaitu Kelurahan Sorosutan dengan luas 130,94 Ha sedangkan yang paling sedikit yaitu Kelurahan Semaki yang hanya seluas 58,60. Kelas sesuai terbesar terdapat di Kelurahan Mujamuju dengan luas 11,78 Ha sedangkan terendah berada di Kelurahan Giwangan yang hanya seluas 0,06 Ha. Kelas lahan tidak sesuai merata di semua kelurahan dengan 36,77 Ha terluas yang ada di Kelurahan Giwangan dan 3,00 Ha terkecil yang ada di Kelurahan Semaki Hasil evaluasi penggunaan lahan permukiman menunjukkan bahwa 3% (11,96 Ha) dari luas penggunaan lahan permukiman tidak sesuai dengan peruntukannya sebagai lahan permukiman (mengalami penyimpangan). Distribusi penyimpangan penggunaan lahan permukiman hampir dapat ditemui di semua kelurahan. Kelurahan yang memiliki luas penyimpangan lahan permukiman paling besar adalah Kelurahan Pandeyan dengan penyimpangan 28% (3,44 Ha) dari luas penyimpangan total. Luas lahan penyimpangan yang paling sedikit terdapat di Kelurahan Warungboto yang hanya memiliki luas lahan penyimpangan 0.44 Ha atau sekitar 3%-nya. Hasil studi ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan bagi pemerintah Kota Yogyakarta dan pemerintah Kecamatan dalam merumuskan kebijakan berupa larangan pembangunan permukiman di lahan sempadan Sungai Code, Sungai Gajahwong, Sungai Belik dan di lahan pertanian produktif. Key words : Kesesuaian lahan, permukiman, SIG

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu permukiman yang relatif besar, padat, dan permanen, terdiri dari kelompok individu-individu yang heterogen dari segi sosial (Rapoport dalam Markus Zahn, 1999 : 4). Definisi klasik ini menunjukkan bahwa elemen utama sebuah kota terbentuk oleh adanya aglomerasi permukiman yang padat jika dibandingkan dengan wilayah sekitarnya. Permukiman sendiri merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia selain sandang dan pangan (Sutikno dan Hardoyo, tanpa tahun). Keberadaan permukiman ini merupakan elemen mutlak yang harus disediakan oleh kota untuk mendukung aktivitas penduduk yang ada di dalamnya. Kota dapat juga diibaratkan sebuah organisme hidup yang selalu mengalami perkembangan dan pertumbuhan. Dengan kata lain kota memiliki sifat yang dinamis yang akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Faktor pengaruh utama perkembangan dan pertumbuhan kota adalah peningkatan jumlah penduduk dan berbagai macam aktivitasnya. Pertumbuhan penduduk baik yang terjadi secara alami maupun secara migrasi meningkatkan jumlah penduduk yang ada di kota. Pertumbuhan ini tentunya menimbulkan peningkatan aktivitas kota yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah kepadatan kota. Permasalahan yang sering terjadi terkait dengan perkembangan dan pertumbuhan kota yaitu permasalahan mengenai terbatasnya luas lahan yang terdapat di kota. Lahan sebagai sumber daya yang tidak dapat diperbarui memiliki jumlah dan kapasitas yang terbatas. Perkembangan kota menuntut ketersediaan lahan yang cukup untuk mendukung penduduk dengan segala aktivitasnya. Hal inilah yang banyak menimbulkan konflik penggunaan lahan di kota-kota di Indonesia. Pada akhirnya keterbatasan lahan yang dimiliki kota memaksa kota berkembang ke wilayah pinggiran. Perluasan kota yang terjadi di wilayah pinggiran disebabkan oleh daya tarik wilayah pinggiran yang tidak dimiliki oleh kota. Daya tarik tersebut antara lain tersedianya lahan dalam jumlah yang relatif luas dengan harga yang relatif terjangkau serta memiliki daya tarik alam tersendiri. Berbeda dengan lingkungan kota yang padat, sesak dan banyak terjadi degradasi lingkungan akibat polusi udara, limbah, sampah dan sebagainya. Dengan demikian wilayah pinggiran menjadi alternatif yang menarik bagi perkembangan kota. Permukiman merupakan kegiatan dominan yang paling banyak memakan lahan baik di kota maupun di daerah pinggiran. Menjamurnya pembangunan permukiman yang ada di wilayah pinggiran kota secara tidak teratur menyebabkan perkembangan kota yang disebut sebagai urban sprawl (Troy, 1996 ). Urban sprawl atau perembetan fisik kota memiliki efek negatif yang salah

2 satunya adalah tidak efektifnya pembangunan fasilitas pelayanan kota dan ketidaksesuaian pemanfaatan lahan sebagaimana fungsinya. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota yang ada di Indonesia dengan tingkat perkembangan yang pesat. Perkembangan tersebut memaksa kota Yogyakarta melakukan perluasan kotanya ke daerah pinggiran. Salah satu wilayah pinggiran yang mengalami dampak yang paling besar adalah Kecamatan Umbulharjo. Kecamatan Umbulharjo yang semula merupakan wilayah pertanian mulai berubah fungsi menjadi wilayah non pertanian khususnya permukiman. Hal ini merupakan dampak perkembangan kota Yogyakarta. Menurut data BPS tahun 2002, dapat dilihat bahwa Umbulharjo merupakan kecamatan di Yogyakarta yang mengalami konversi lahan pertanian yang paling banyak jika dibanding dengan kecamatan-kecamatan lain di Yogyakarta. Total penurunan luas lahan pertanian sebesar 36,36 Ha antara tahun 1996 sampai tahun 2002 (selama enam tahun) atau terjadi penurunan 6,1 Ha tiap tahunnya. Umbulharjo merupakan tujuan pemekaran kota Yogyakarta yang sangat potensial di mana wilayahnya telah memiliki aksesibilitas yang cukup tinggi. Kemudahan pencapaian ini didukung oleh adanya Jalan Lingkar Selatan yang pembangunannya sudah dimulai sejak tahun 1993. Disamping itu, keberadaan terminal bus yang terdapat di Kelurahan Giwangan ikut mendukung nilai tambah Kecamatan Umbulharjo dari segi aksesibilitasnya. Perlu juga diketahui bahwa Kecamatan Umbulharjo memiliki kepadatan penduduk yang paling rendah di Yogyakarta yaitu sebesar 8.534 jiwa/km 2, namun memiliki luas wilayah terbesar yaitu sekitar 25% dari luas wilayah keseluruhan Kota Yogyakarta (Umbulharjo dalam Angka Tahun 2002). Potensi tersebut mampu menarik perkembangan kota Yogyakarta ke wilayah ini. Perkembangan yang terjadi di Kecamatan Umbulharjo terutama dalam pemanfaatan lahan untuk permukiman harus memperhatikan kondisi fisik alam lahan. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan permukiman yang ada tidak menimbulkan permasalahan degradasi lingkungan di masa yang akan datang. Ketidaksesuaian pemanfaatan lahan dengan kondisi fisik alam dapat menimbulkan masalah lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor. Permasalahan lingkungan tersebut dapat menimbulkan kerugian baik berupa meterial (harta benda) maupun non material (jiwa). Penempatan lokasi pembangunan permukiman perlu diselaraskan dengan kesesuaian lahan yang ada di Kecamatan Umbulharjo. Dengan demikian, keseimbangan lingkungan dan tetap terjaga dan dampak-dampak negatif yang dapat menimbulkan kerugian dalam jangka panjang dapat dihindarkan. Untuk tujuan inilah analisis kesesuaian lahan permukiman di Kecamatan Umbulharjo diperlukan untuk memastikan bahwa perkembangan permukiman masih memperhatikan kesesuaian lahan dalam menopang aktivitasnya. Perkembangan permukiman di Umbulharjo merupakan bentuk perkembangan fisik kota. Mengingat data-data mengenai perkembangan permukiman sangat penting bagi perencanaan dan

3 pembangunan, maka perlu dipantau agar tidak menimbulkan masalah di masa yang akan datang. Dalam merumuskan pola tata ruang kota di masa yang akan datang Yunus (2005) berpendapat bahwa pemahaman latar belakang karakteristik fisik kota diperlukan guna menghindari dampakdampak negatif dari pertumbuhan kota. Pemanfaatan lahan untuk permukiman perlu diatur dengan baik, sehingga sesuai dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan, dengan mempertimbangkan aspek keseimbangan ekologis sehingga tidak sampai terjadi penurunan kualitas lahan. Penggunaan cara-cara manual dalam memantau perkembangan lahan permukiman seperti metode survei terestial memakan banyak waktu, tenaga dan biaya. Pemanfaatan teknik penginderaan jauh dapat membantu dalam pemantauan perkembangan penggunaan lahan dengan mudah. Citra IKONOS yang merupakan hasil dari penginderaan jauh dapat digunakan dalam membantu pemantauan perkembangan penggunaan lahan suatu kota. Citra IKONOS memiliki kelebihan dibandingkan dengan citra-citra hasil dari penginderaan jauh yang lain misalnya foto udara. Citra IKONOS memiliki resolusi spasial yang halus sehingga akan memudahkan di dalam intepretasi citra. Disamping itu waktu penyimpanannya relatif pendek sehingga mempercepat pemprosesan datanya. Proses evaluasi lahan permukiman akan lebih baik lagi dengan ditunjang penggunaan SIG (Sistem Informasi Geografi). Penerapan SIG mempercepat dan mempermudah proses analisis datadata hasil penginderaan jauh. SIG memiliki kemampuan dalam input, editing dan analisis data, baik data grafis maupun data atribut (tabuer) secara cepat dan akurat. Pemanfaatan SIG sangat penting khususnya dalam hal efisiensi tenaga dan waktu. 1.2 Rumusan Masalah Pemekaran kota merupakan proses perkembangan wilayah kota yang terjadi secara horisontal (extensive development). Pemekaran tersebut mengarah ke daerah pinggiran pinggiran kota yang pada umumnya luas lahannya masih relatif luas. Perkembangan fisik kota yang tidak efisien dan tidak terkoordinasi semacam ini disebut sebagai urban sprawl (Troy, 1996 : 8). Urban Sprawl akan mengurangi ketersediaan lahan terutama lahan-lahan pertanian yang potensial (produktif) dan lahan hijau alami (Troy 1996 : 30). Dalam sektor ekonomi akan terjadi ketidak-efisienan di dalam pambangunan fasilitas pelayanan kota. Hal ini disebabkan pertumbuhan perumahan yang tersebar secara acak sulit untuk dijangkau oleh layanan infrastruktur kota. Cepatnya pembangunan permukiman yang terjadi di Umbulharjo menyebabkan beberapa akibat yang tidak baik bagi perkembangan selanjutnya. Permasalahan tersebut antara lain: