I. PENDAHULUAN. penting dalam pembelajaran. Behrman, Kliegman, dan Arvin (2000: 130)

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Kemampuan memecahkan masalah merupakan satu aspek yang sangat. penting dalam pembelajaran. Behrman, Kliegman, dan Arvin (2000: 130)

I. PENDAHULUAN. Rasionalitas atau kemampuan manusia untuk berpikir secara rasional adalah

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi berdasarkan Standar Isi (SI) memiliki peran penting

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERDASARKAN GENDER TERHADAP BERPIKIR RASIONAL SISWA

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan. Negara

I. PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. dengan aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi memiliki peran penting dalam peningkatan mutu

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

I. PENDAHULUAN. siswa memiliki kemampuan matematis yang baik. Adapun tujuan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

I. PENDAHULUAN. dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. antisipasi kepentingan masa depan (Trianto, 2009:1).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang memiliki banyak manfaat. Ilmu matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kehidupan. Setyawati (2013:1) menyatakan bahwa peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Autograph Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat. Hal ini tidak terlepas dari peranan dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan memang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

I. PENDAHULUAN. Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, serta mampu

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam

I. PENDAHULUAN. demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang. memungkinkannya untuk berfungsi secara menyeluruh dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. merancang dan melakukan percobaan, serta mengembangkannya.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nadia Dezira Hasan, 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP

Tabel 1.2 Rata-Rata Hasil Ujian Nasional SMP Negeri Se-Kabupaten Klaten

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

I. PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur

I. PENDAHULUAN. Istilah pendidikan mengandung fungsi yang luas dari pemelihara dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

I. PENDAHULUAN. telah diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan. Hal ini secara eksplisit telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. menyebabkan arus informasi menjadi cepat dan tanpa batas.

BAB I PENDAHULUAN. sarana dalam membangun watak bangsa. Tujuan pendidikan diarahkan pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. akan mati. Karena pentingnya komunikasi maka hampir 99% manusia. menghabiskan aktivitasnya dengan komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah nilai yang melebihi dari KKM. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

I. PENDAHULUAN. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Hal ini sesuai

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

I. PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi dari berbagai media massa, baik media cetak atau elektronika sering dikemukakan bahwa mutu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pendidikan. Kegiatan pendidikan berfungsi membantu

I. PENDAHULUAN. karena melalui pendidikan diharapkan akan lahir sumber daya manusia yang berkualitas

PENERAPAN PEMBELAJARAN OSBORN BERBANTUAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KREATIF DAN BERPIKIR KRITIS MATERI KUBUS DAN BALOK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prima Mutia Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan memecahkan masalah merupakan satu aspek yang sangat penting dalam pembelajaran. Behrman, Kliegman, dan Arvin (2000: 130) mengatakan bahwa pentingnya kemampuan pemecahan masalah itu dilihat dari kegunaannya dalam memecahkan dan mencari solusi atas masalah di kehidupan sehari-hari. Widjajanti (2009: 3) menyatakan, pembelajaran yang mengunggulkan kemampuan memecahkan masalah akan menciptakan generasi yang berdaya analitis tinggi sehingga mampu menempatkan diri dalam bermacam-macam situasi. Cara berpikir yang analitis, kritis, cermat, dan kreatif yang diasah melalui pemecahan masalah dalam pembelajaran mampu mendorong siswa menjadi calon-calon masyarakat yang akan memiliki produktivitas tinggi di kemudian hari (Widjajanti, 2009: 3). Implikasi penerapan pemecahan masalah dalam pembelajaran secara intensif dapat membantu menuntaskan masalah banyaknya sarjana dan diploma yang pengangguran akibat kurangnya keterampilan dalam memecahkan masalah. Hasil statistik pada Februari 2014 menunjukkan bahwa tingginya tingkat pengangguran pada lulusan universitas di Indonesia yang perlu ditanggulangi yaitu sebanyak 4,31% (BPS, 2014: 3).

2 Berpikir rasional erat kaitannya dengan pemecahan masalah. Menurut Syafruddin dan Anzizhan (dalam Fitriyanti, 2009: 41) berpikir rasional adalah seperangkat kemampuan yang digunakan untuk melihat apa yang kita peroleh untuk menemukan permasalahan dan tindakan yang akan mengarahkan kita pada pencapaian tujuan. Behrman (2000: 130) berpendapat bahwa bukan hanya perhitungan matematis saja yang membutuhkan pemecahan masalah, namun banyak subjek lain termasuk subjek sosial dan sains. Dalam penelitian White (2009 : 17 37) menghasilkan bahwa siswa sukses dalam menyelesaikan permasalahan matematika yang disajikan dengan bentuk yang unik seperti disajikan dalam cerita/novel di komputer (a novel computer-based learning environment) daripada yang hanya disajikan dengan bentuk yang sederhana. Prestasi yang diukur melalui tes kemampuan pemecahan masalah matematika pada studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007, menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan ke-36 dari 49 negara yang mengikuti studi tersebut. Secara umum, hasil studi TIMSS 2007 menunjukkan bahwa siswa Indonesia memiliki pengetahuan dasar matematika namun tidak cukup digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan rutin seperti memilih strategi dan memanipulasi bentuk. Sedangkan prestasi sains yang diukur melalui Assessment internasional PISA 2006 menampilkan sebanyak 41,3% siswa Indonesia berada pada level satu. Level satu didefinisikan bahwa siswa Indonesia memiliki pengetahuan ilmiah yang terbatas dan hanya dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang familiar (Tjalla, 2009: 7-13).

3 Prestasi yang dimiliki siswa Indonesia ini belum memuaskan dan perlu adanya perbaikan dalam proses belajar. Hasil penilaian internasional tersebut seharusnya menjadi motivasi untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, karena faktanya banyak permasalahan kompleks di kehidupan nyata yang akan dihadapi siswa yang membutuhkan keterampilan dalam memecahkannya. Oleh karena itu pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world) (Kemendikbud, 2013: 54). Masalah gender tidak dipungkiri pada kenyataannya bahwa secara umum terdapat sosial biologis antara perempuan dan laki-laki, dan perbedaan tersebut mempengaruhi pembelajaran (Rahmadhani, 2013:4). Hal tersebut dapat berpengaruh juga terhadap kemampuan berpikir rasional siswa yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tentang kebenaran yang meringankan suatu masalah siswa laki-laki dan perempuan. Bila dikaitkan dengan perspektif gender, Bastable (2002: 194) menyatakan bahwa dalam pemecahan masalah siswa laki-laki memiliki rasa ingin tahu dan ketertarikan yang lebih besar. Siswa laki-laki memiliki skor tujuh poin lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan dalam pemecahan masalah. Bahkan dalam variasi pemecahan masalahnya pun siswa laki-laki memiliki poin yang lebih besar (OECD, 2014: 188).

4 Dalam penelitiannya terhadap perbedaan umur dan gender, D Zurilla (1998: 250-251) mengemukakan bahwa perbedaan yang menonjol antara laki-laki dan perempuan terletak pada arah pengenalan masalahnya. Laki-laki lebih positif dan dikenal lebih cepat dan tanggap dalam mengenali masalah ketika mulai memasuki masa dewasa dibandingkan dengan perempuan. Berdasarkan penelitiannya, sejak masa kanak-kanak laki-laki memang lebih mudah dalam mengenali masalah, hanya saja kepedulian laki-laki dalam menyelesaikan masalah tersebut ketika masa kanak-kanak lebih rendah dibandingkan dengan perempuan. Oleh sebab itu, sering ditemukan kurangnya antusiasme siswa laki-laki dalam belajar di kelas sehingga ia terlihat bermalas-malasan dan kurang berkontribusi dalam menyelesaikan permasalahan. Sedangkan pada siswa perempuan, antusiasme dalam belajar dan usaha menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru terlihat lebih tinggi meskipun kurang tanggap dalam mengenali masalah tersebut. Bassey, Joshua dan Alice (2008 : 56-60) menemukan bahwa dalam mata pelajaran matematika, laki-laki lebih unggul jika dibandingkan dengan perempuan. Selain fakta tersebut juga ada penelitian yang menyebutkan bahwa jenis kelamin ternyata memiliki keterkaitan dengan prestasi belajar. Wanita cenderung lebih berprestasi daripada laki-laki dalam nilai mata pelajaran (Bassey, Joshua dan Alice 2008 : 56-60). Hasil kajiannya menunjukkan bahwa terdapat konsistensi yang lebih tinggi antara umur dan tingkat pendidikan bagi wanita dibanding dengan laki-laki. Secara implisit dapat diartikan bahwa wanita lebih berhasil di sekolah daripada laki-laki. Namun penelitian Fraine, Damme dan Onghena (2007 : 132-150) menunjukkan

5 korelasi yang lemah antara jenis kelamin dan prestasi akademik. Sehingga faktor jenis kelamin ini tidak dapat secara utuh atau menjadi satu-satunya aspek pembandingan prestasi belajar siswa. Perbedaan fungsi dan peran lakilaki dan perempuan ditentukan karena antara keduanya terdapat perbedaan kedudukan, fungsi, dan peranan masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pendidikan. Perbedaan jenis kelamin dalam pendidikan dapat terjadi dalam perolehan prestasi belajar. Perempuan dalam proses pembelajaran di kelas, pada dasarnya memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk aktif dalam proses pembelajarannya (Santrock 2009 : 217 ). Hasil wawancara dengan guru biologi di SMA Negeri 1 Belalau, menyatakan bahwa kemampuan berpikir rasional siswa belum dikembangkan secara optimal. Hal ini dikarenakan pada proses pembelajaran guru masih menggunakan metode ceramah, hapalan, dan tanya jawab. Guru juga belum pernah melakukan pengamatan terhadap kemampuan berpikir rasional siswa berdasarkan gender, siswa jarang dilibatkan dalam penemuan konsep lewat pengamatan. Keadaan tersebut diduga berpengaruh terhadap kemampuan berpikir rasional siswa yang tercermin pada hasil belajar tepatnya pada aspek kognitif siswa, maka perlu dilakukan penelitian yang berfokus pada pengaruh penerapan model PBM terhadap kemampuan berpikir rasional siswa pada materi keterkaitan kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan. Siswa dapat mempelajari materi tersebut dengan melakukan penyelidikan dengan mengkaji permasalahan tentang kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan. Hal ini ditunjukkan dari hasil wawancara dengan guru Biologi SMA Negeri 1

6 Belalau, menyatakan masih rendahnya pencapaian penguasaan materi biologi, diketahui bahwa pada tahun ajaran 2013/2014 nilai rata-rata hasil ulangan harian pada materi keterkaitan kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan yang diperoleh siswa laki-laki yaitu 60 dan siswa perempuan yaitu 65 masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan yaitu 75. Salah satu alternatif pembelajaran yang diduga mampu mengoptimalkan pengembangan kemampuan berpikir siswa ialah menggunakan model (PBM). Trianto (2009 : 94) menyatakan pembelajaran berdasarkan masalah memiliki tujuan membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah. PBL akan memberikan dorongan kepada siswa untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir rasional (KBR) siswa laki-laki dan perempuan memiliki keterkaitan yang menekankan pada proses pencarian pengetahuan dengan menerapkan beberapa keterampilan proses dasar yang meliputi mengamati, mengukur, berkomunikasi, menjelaskan atau menguraikan, meramalkan, mengumpulkan, mencatat, dan menafsirkan data diharapkan mampu menggali keterampilan berpikir rasional siswa. Aspek aktivitas siswa yang diamati meliputi: (1) menemukan masalah berdasaran gambar atau waacana yang diberikan, (2) menemukan alternatif solusi dari permasalahan, (3) menentukan alternatif solusi yang dianggap paling baik dari permasalahan, (4) mengkomunikasikan informasi baik kedalam tulisan dan lisan, maupun tabel, (5) kualitas hasil pemecahan masalah.

7 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suwandi (2012: 47), model pembelajaran PBL yang menggunakan masalah open-ended dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah, sehingga diduga model PBL ini juga dapat menjadi mediator yang tepat digunakan untuk meneliti hubungan antara gender siswa dengan kemampuan memecahkan masalah. Melalui PBL, siswa dilatih untuk mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah, menemukan alternatif-alternatif solusi, memilih solusi terbaik, lancar dalam memecahkan masalah, dan memiliki kualitas dalam pemecahan masalah, sehingga dapat menggiring tingkat berpikir siswa dari pemahaman menuju aplikasi, analisis, evalusi, dan menciptakan suatu solusi (Paidi, 2010: 9). Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian mengenai Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berdasarkan Gender terhadap kemampuan berpikir Rasional siswa Pada Materi Keterkaitan Kegiatan Manusia Dengan Masalah Perusakan Dan Pelestarian Lingkungan (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Belalau Tahun Pelajaran 2015/2016) B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah ada pengaruh yang signifikan pada penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berdasarkan gender terhadap kemampuan berpikir rasional siswa?

8 2. Apakah penenerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berdasarkan gender dapat meningkatkan kemampuan berpikir rasional siswa? C. Tujuan Penelitian Berdasarakan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui adanya pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) terhadap berpikir rasional siswa 2. Mengetahui adanya peningkatan kemampuan berpikir rasional siswa melalui penerapan model pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berdasarkan gender D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi siswa, (1) dapat mempermudah siswa memahami materi keterkaitan kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan, (2) memberikan pengalaman belajar yang berbeda dalam mempelajari materi keterkaitan kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan, (3) membiasakan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, dan mendorong siswa untuk berpikir secara rasional. 2. Bagi Guru, dengan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berdasarkan gender, diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif bagi guru dalam memilih model pembelajaran sebagai upaya meningkatkan penguasaan materi khususnya materi keterkaitan kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan.

9 3. Bagi sekolah, yaitu memberikan sumbangan pemikiran untuk meningkatkan mutu pembelajaran biologi di sekolah dengan menggunakan model Pembelajar Berbasis Masalah dalam proses pembelajaran di sekolah. 4. Bagi Peneliti, sebagai pengalaman baru untuk meningkatkan pemahaman tentang sistem pembelajaran di kelas. E. Ruang Lingkup Penelitian Agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap masalah yang akan dikemukakan, maka perlu adanya batasan ruang lingkup penelitian yaitu: 1. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Belalau T.P 2015/2016, dengan kelas X 1, kelas X 2 dan X 3 dan X 4 sebagai kelas eksperimen 2. Gender merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Secara alamiah telah diketahui bahwa laki-laki dan perempuan memiliki struktur otak yang berbeda (Wood, dalam Rahmadhani, 2013: 38). 3. Kecakapan berpikir rasional yang diukur antara lain: (1) kecakapan menggali dan menemukan informasi, (2) kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan, serta (3) kecakapan memecahkan masalah secara rasional. Pengambilan data diperoleh dari hasil pretes dan postes serta lembar observasi aktivitas siswa (Tim BBE dalam Belina, 2008 :18). 4. Materi pokok pada penelitian ini adalah perusakan dan pelestarian lingkungan yang terdapat pada KD Menjelaskan keterkaitan antara

10 kegiatan manusia dengan masalah perusakan/pencemaran lingkungan dan pelestarian lingkungan. 5. Sintak model PBM / PBL antara lain : (1) mengorientasikan siswa pada masalah, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Arends dalam Dasna dan Sutrisna, 2010 : 5-8). 6. Aspek aktivitas siswa yang diamati meliputi: (1) menemukan masalah berdasaran gambar atau wacana yang diberikan, (2) menemukan alternatif solusi dari permasalahan, (3) menentukan alternatif solusi yang dianggap paling baik dari permasalahan, (4) mengkomunikasikan informasi baik kedalam tulisan dan lisan, maupun tabel, (5) kualitas hasil pemecahan masalah (Dimyati dan Mudjiono, 2006 : 141). F. Kerangka Pikir Dalam kehidupan bermasyarakat berpikir rasional sangat penting agar seseorang mampu bersaing untuk maju. Dengan belajar berpikir rasional siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan pertimbangan strategi akal sehat, logis, dan sistematis. Pada dasarnya, siswa laki-laki maupun siswa perempuan memiliki kompetensi dalam penalaran dan pemecahkan masalah. Berdasarkan hasil wawancara guru biologi kelas X SMA Negeri 1 Belalau, kompetensi tersebut terlihat dari antusiasme dan rasa ingin tahu siswa dalam menanggapi pertanyaanpertanyaan yang dilontarkan oleh guru yang memancing penalaran dan

11 pemecahan masalah. Perbedaannya terletak pada tingkat antusiasme antara siswa laki-laki dan perempuan. Siswa laki-laki lebih antusias dibandingkan siswa perempuan yang cenderung pendiam. Perbedaan antusiasme dan rasa ingin tahu antara laki-laki dan perempuan ini dapat menggambarkan perbedaan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah. Perbedaan kognitif dan sikap sosial ini juga didukung oleh adanya perbedaan dalam struktur otak laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini terletak pada lobus inferior parietal milik laki-laki yang lebih besar. Bagian otak ini bekerja pada tugas-tugas kognitif yang berhubungan dengan persepsi dan proses visuospasial. Dengan keadaan demikian, maka akan terjadi perbedaan antara kedua gender dalam kemampuan memecahkan masalah. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian untuk membuktikan hal tersebut. Berdasarkan macam-macam keterampilan yang dikembangkan dalam pendekatan keterampilan proses dan pembelajaran berbasis masalah diatas akan memberikan dorongan kepada siswa untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi dan diperkirakan mampu membantu pengembangan kemampuan berpikir rasional. Penelitian ini mengenai penerapan model pembelajaran berbasis masalah berdasarkan gender terhadap kemampuan berpikir rasional siswa. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu penerapan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) berdasarkan gender, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir rasional siswa kelas X.

12 Hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat ditunjukan pada gambar dibawah ini: X Y Keterangan: X : Variabel bebas ( penggunaan model PBL berdasarkan gender ). Y : Variabel terikat ( kemampuan berpikir rasional siswa ) Gambar 1. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat G. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Penerapan model pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berdasarkan gender berpengaruh terhadap berpikir rasional siswa pada materi keterkaitan kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan