ESTIMASI SEBARAN SUSEPTIBILITAS BATUAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN GEOSTATISTIK DI KECAMATAN LORE PEORE

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PEMBAHASAN. Metode kriging digunakan oleh G. Matheron pada tahun 1960-an, untuk

STUDI ZONA MINERALISASI EMAS MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DESA SILIWANGA KECAMATAN LORE PEORE KABUPATEN POSO

Identifikasi Benda-Benda Megalit Dengan Menggunakan Metode Geomagnet di Situs Pokekea Kecamatan Lore Tengah Kabupaten Poso

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebuah hubungan, misalnya ilmu alam yang berkaitan erat dengan

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 3 (2014), Hal ISSN :

Rustan Efendi 1, Hartito Panggoe 1, Sandra 1 1 Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia

ANALISIS DATA GEOSTATISTIK MENGGUNAKAN METODE ORDINARY KRIGING

IDENTIFIKASI PENCEMARAN AIR PERMUKAAN SUNGAI BY PASS KOTA PADANG DENGAN METODE SUSEPTIBILITAS MAGNET

BAB IV ANALISIS DATA. Data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah data eksplorasi

GEOSTATISTIK MINERAL MATTER BATUBARA PADA TAMBANG AIR LAYA

E-Jurnal Matematika Vol. 4 (1), Januari 2015, pp ISSN:

SIMULASI PENGUKURAN KETEPATAN MODEL VARIOGRAM PADA METODE ORDINARY KRIGING DENGAN TEKNIK JACKKNIFE

SIMULASI PENGUKURAN KETEPATAN MODEL VARIOGRAM PADA METODE ORDINARY KRIGING DENGAN TEKNIK JACKKNIFE. Oleh : DEWI SETYA KUSUMAWARDANI

IDENTIFIKASI SEBARAN BIJI BESI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DAERAH GUNUNG MELATI KABUPATEN TANAH LAUT

Kata kunci : Metode geomagnet, Mineral Sulfida, Foward Modeling, Disseminated.

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1-10 Online di:

INTERPOLASI ORDINARY KRIGING DALAM ESTIMASI CURAH HUJAN DI KOTA SEMARANG

PEMODELAN KUALITAS AIR DI KAWASAN PEGUNUNGAN KENDENG DENGAN PENDEKATAN ORDINARY KRIGING DAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM (GIS)

Afdal, Elio Nora Islami. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas, Padang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POSITRON, Vol. IV, No. 1 (2014), Hal ISSN :

PEMODELAN 2D RESERVOAR GEOTERMAL MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DESA KASIMBAR BARAT ABSTRAK ABSTRACT

Kelompok 3 : Ahmad Imam Darmanata Pamungkas Firmansyah Saleh Ryan Isra Yuriski Tomy Dwi Hartanto

*Corresponding Author :

Physics Communication

PENDUGAAN ZONA MINERALISASI GALENA (PbS) DI DAERAH MEKAR JAYA, SUKABUMI MENGGUNAKAN METODE INDUKSI POLARISASI (IP)

Prediksi Curah Hujan dengan Model Deret Waktu dan Prakiraan Krigging pada 12 Stasiun di Bogor Periode Januari Desember 2014.

KARAKTERISASI SIFAT MAGNET DAN KANDUNGAN MINERAL PASIR BESI SUNGAI BATANG KURANJI PADANG SUMATERA BARAT

ORDINARY KRIGING DALAM ESTIMASI CURAH HUJAN DI KOTA SEMARANG

Kajian Pemilihan Model Semivariogram Terbaik Pada Data Spatial (Studi Kasus : Data Ketebalan Batubara Pada Lapangan Eksplorasi X)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data dipusatkan di kawasan Gunung Peben Pulau Belitung. Untuk

IDENTIFIKASI KEDALAMAN AQUIFER DI KECAMATAN BANGGAE TIMUR DENGAN METODA GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

Kata Kunci : Metode Geomagnet, suseptibilitas magnetik, perbandingan

Identifikasi Struktur Perlapisan Bawah Permukaan Berdasarkan Analisis Gelombang Geser Di Kecamatan Palu Barat

METODE ROBUST KRIGING UNTUK MENGESTIMASI DATA SPASIAL BERPENCILAN

IDENTIFIKASI POLA SEBARAN INTRUSI BATUAN BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI SUNGAI JENELATA KABUPATEN GOWA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA

Teori Dasar GAYA MAGNETIK : (F) Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1.

METODE ORDINARY KRIGING PADA GEOSTATISTIKA

Estimasi Produksi Minyak dan Gas Bumi di Kalimantan Utara Menggunakan Metode Cokriging

PENDUGAAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS DI DESA TELLUMPANUA KEC.TANETE RILAU KAB. BARRU SULAWESI-SELATAN

BAB III METODE PENELITIAN

GEOSTATISTIKA. Peranan Geostatistik dalam Kegiatan Eksplorasi Sumber Daya Alam

Teori Dasar GAYA MAGNETIK. Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1. dan m 2

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman ISSN:

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu.

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia

EKSPLORASI BIJIH BESI DENGAN METODE DIPOLE-DIPOLE DAN GEOMAGNET DI WILAYAH GANTUNG, KABUPATEN BLITUNG TIMUR, PROVINSI BLITUNG

IDENTIFIKASI SEBARAN BATUBARA MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK HAMBATAN JENIS DI DESA LEMBAN TONGOA

PEMODELAN KADAR NIKEL LATERIT DAERAH PULAU OBI DENGAN PENDEKATAN METODA ESTIMASI ORDINARI KRIGING

BAB III METODE PENELITIAN

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika

PENERAPAN METODE ORDINARY KRIGING PADA PENDUGAAN KADAR NO 2 DI UDARA

Metode Ordinary Kriging Blok pada Penaksiran Ketebalan Cadangan Batubara (Studi Kasus : Data Ketebalan Batubara pada Lapangan Eksplorasi X)

PEMETAAN NILAI SUSEPTIBILITAS MAGNETIK PADA TOP SOIL SEBAGAI INDIKATOR PENYEBARAN LOGAM BERAT DI SEKITAR JALAN SOEKARNO-HATTA MALANG

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab III Studi Kasus III.1 Decline Rate

IDENTIFIKASI SEBARAN BIJIH BESI DI DESA PANCUMA KECAMATAN TOJO MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK HAMBATAN JENIS

Kata kunci: Metode geomagnetik, bendungan Karangkates (Lahor-Sutami), jenis batuan

Pemodelan 2D Reservoar Geotermal Menggunakan Metode Geomagnet Pada Lapangan Panasbumi Mapane Tambu

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 66 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran... 69

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015

ANALISIS KEBERADAAN BIJIH BESI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK 2D DI LOKASI X KABUPATEN LAMANDAU KALIMANTAN TENGAH

sumber daya alam yang tersimpan di setiap daerah. Pengelolaan dan pengembangan

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

SIFAT MAGNETIK TANAH DAN DAUN SEBAGAI INDIKATOR PENCEMARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

PENAKSIRAN KANDUNGAN CADANGAN BAUKSIT DI DAERAH MEMPAWAH MENGGUNAKAN ORDINARY KRIGING DENGAN SEMIVARIOGRAM ANISOTROPIK PUTU JAYA ADNYANA WIDHITA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

DESAIN SURVEI METODA MAGNETIK MENGGUNAKAN MARINE MAGNETOMETER DALAM PENDETEKSIAN RANJAU

Identifikasi Jalur Patahan Dengan Metode Geolistrik Hambatan Jenis Di Wilayah Palu Barat

Estimasi Porositas Batuan Menggunakan Gelombang Seismik Refraksi di Desa Lengkeka Kecamatan Lore Barat Kabupaten Poso

PEMETAAN NILAI SUSEPTIBILITAS MAGNETIK TANAH LAPISAN ATAS DI KODYA SURAKARTA MENGGUNAKAN BARTINGTON MS2 SEBAGAI INDIKATOR PENDEKATAN SEBARAN LOGAM

Jurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online

MENENTUKAN LITOLOGI DAN AKUIFER MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER DAN SCHLUMBERGER DI PERUMAHAN WADYA GRAHA I PEKANBARU

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik

ANALISIS DISTRIBUSI ANOMALI MEDAN MAGNET TOTAL DI AREA MANIFESTASI PANASBUMI TULEHU

PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH SUMBER AIR PANAS SONGGORITI KOTA BATU BERDASARKAN DATA GEOMAGNETIK

S - 4 IDENTIFIKASI DATA RATA-RATA CURAH HUJAN PER-JAM DI BEBERAPA LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

OPTIMALISASI DIAMETER KAWAT UNTUK KOMPONEN SENSOR SUHU RENDAH BERBASIS SUSEPTIBILITAS

Kata Kunci : Resistivitas, geolistrik, perbandingan, suseptibilitas magnetik, geomagnet. I. Pendahuluan. II. Kajian Pustaka

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK

Gravitasi Vol. 14 No.2 (Juli-Desember 2015) ISSN:

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2018

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI)

MEDAN IMBAS MAGNET I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

PEMODELAN HARGA TANAH KOTA BATAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE UNIVERSAL KRIGING

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung

Pendugaan Zona Endapan Mineral Logam (Emas) di Gunung Bujang, Jambi Berdasarkan Data Induced Polarization (IP)

PENGARUH WAKTU LOOPING TERHADAP NILAI KOREKSI HARIAN DAN ANOMALI MAGNETIK TOTAL PADA PENGOLAHAN DATA GEOMAGNET STUDI KASUS : DAERAH KARANG SAMBUNG

PENENTUAN BATAS KONTAK BATUAN GUNUNG PENDUL DAN GUNUNG SEMANGU, BAYAT, KLATEN MENGGUNAKAN METODA MAGNETIK

PENERAPAN GEOLISTRIK RESISTIVTY 2D DAN BANTUAN PROGRAM GEOSOFT UNTUK ESTIMASI SUMBERDAYA ANDESIT DI PT. MDG KULONPROGO DIY

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

Transkripsi:

ESTIMASI SEBARAN SUSEPTIBILITAS BATUAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN GEOSTATISTIK DI KECAMATAN LORE PEORE (Estimated susebtibility distribution of rock surface using geostatistical in the District of Lore Peore) Yutdam Mudin 1) Ardi Yansah 1) Rustan Efendi 1) Abdullah 1) Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia Email:ardi.sahril20@gmail.com CP:085342793384 ABSTRAK Penelitian pemetaan sebaran nilai suseptibilitas magnetik telah dilakukan di daerah Kecamatan Lore Peore Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sebaran suseptibilitas menggunakan Geostatistik dengan metode Ordinary kriging dan memetakan sebaran logam magnetik di daerah Kecamatan Lore Peore. Penelitian ini dilakukan secara langsung melalui pengukuran nilai suseptibilitas magnetik menggunakan instrumen suseptibilitymeter MS2D (Bartington). Nilai pengukuran selanjutnya diolah dalam software GIS secara Geostatistik dengan menggunakan metode Ordinary kriging. Hasil estimasi menunjukan nilai suseptibilitas magnetik batuan permukaan berada pada rentang sampai. Nilai suseptibilitas magnetik yang didapatkan merupakan nilai suseptibilitas magnetik dari mineral lempung dan lempung berpasir. Logam magnetik di daerah penelitian diduga berada di tiga Desa daerah penelitian yaitu Desa Siliwanga, Desa Watutau dan Desa Betue yang ditandai dengan tingginya nilai suseptibilitas magnetik lempung yang didapatkan yakni berkisar antara sampai. Kata Kunci : suseptibilitas magnetik, mineral, geostatistik, ordinary kriging. ABSTRACT The study mapping the distribution of magnetic susceptibility values have been conducted in the subdistrict of Lore Peore Poso District, Central Sulawesi. The purpose of this study is to identify the susceptibility distribution using Geostatistical with Ordinary kriging method and map the distribution of magnetic metals in the District of Lore Peore. This research was done directly through the measurement of magnetic susceptibility values using instruments suseptibilitymeter MS2D (Bartington). The measurement values subsequently processed in a GIS Geostatistical software using Ordinary kriging method. The estimation results show the value of magnetic susceptibility of surface rock is in the range to. Magnetic susceptibility value obtained is the value of magnetic susceptibility of mineral clay and sandy loam. Magnetic metals in the study area suspected to be at three Village area of research that Siliwanga Village, Village and Village Watutau Betue characterized by high magnetic susceptibility values obtained clay which ranged between to. Keywords : magnetic, susceptibility, mineral, geostatistical, ordinary kriging, metals. PENDAHULUAN Batuan permukaan merupakan lapisan batuan penyusun kerak bumi. Batuan tersusun dari 1 mineral atau lebih dengan nilai magnetik yang berbeda-beda. Mineral magnetik dapat diidentifikasi dengan menggunakan beberapa metode. Salah satu metode yang sering digunakan yaitu metode kemagnetan batuan (rockmagnetic method). Metode ini didasarkan pada pengukuran variasi intensitas medan magnetik di permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya variasi distribusi benda termagnetisasi di bawah permukaan bumi atau disebut dengan suseptibilitas. Suseptibilitas magnetik suatu bahan merupakan ukuran kuantitatif bahan tersebut untuk dapat termagnetisasi jika dikenakan pada medan magnetik (Tipler, 2001). Pengukuran susebtibilitas magnetik dari titik sampel di alam terbuka akan memberikan informasi tentang mineral yang terkandung di dalam sampel tersebut (Trianto,2002). Banyaknya mineral-mineral yang bersifat magnetik pada batuan akan mempengaruhi besar kecilnya nilai suseptibilitas magnetik yang didapatkan, semakin besar jumlah mineral-mineral yang bersifat magnetik maka akan semakin besar pula nilai suseptibilitas magnetiknya dan begitu pula sebaliknya. Nilai suseptibilitas magnetik batuan selalu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini menyebabkan suseptibilitas batuan tersebar secara tidak merata di permukaan. Salah satu tehnik yang telah banyak digunakan untuk menganalisis sebaran data adalah tehnik geostatistik. 1

Geostatistik merupakan jembatan antara statistika dan Geographic Information system (GIS). Analisis geostatistik merupakan teknik geostatistika yang terfokus pada informasi spasial, yaitu hubungan antara variabel yang diukur pada titik tertentu dengan variabel yang sama diukur pada titik dengan jarak tertentu dari titik pertama. Dalam metode geostatistik dikenal metode kriging, yaitu suatu metode yang digunakan untuk menyelesaikan berbagai kasus dalam data geostatistik, misalnya terdapat kandungan mineral tersampel yang tidak memiliki kecenderungan tertentu. Metode Kriging ini pula terdiri atas metode simple kriging dan ordinary kriging. Metode Simple kriging digunakan pada saat rata-rata populasi diketahui, sedangkan pada ordinary kriging digunakan pada saat rata-rata populasi tidak diketahui. Namun dalam penelitian ini digunakan metode ordinary kriging dengan pertimbangan bahwa metode tersebut lebih efektif untuk diaplikasikan di Daerah Kecamatan Lore Peore. Berdasarkan peta geologi Lembar Poso, daerah Kecamatan Lore Peore terdiri dari endapan danau, granit Kambuno, Formasi Latimojong dan Formasi Watutau. Masing-masing formasi batuan terdiri dari berbagai macam batuan penyusunnya. Keragaman formasi dan batuan penyusunnya ini mengindikasikan adanya keanekaragaman nilai suseptibilitas batuannya. Perbedaan nilai suseptibilitas batuan ini diukur dengan menggunakan Bartington Suseptibility Meter (MS2D) yang dilakukan secara in-situ atau secara langsung pada daerah penelitian. Daerah penelitian relatif luas, sehingga proses pengolahan data magnetik menggunakan Geostatistik dengan metode ordinary kriging dinilai sangat tepat karena dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya. Suseptibilitas Magnetik dan Sifat Mineral Magnetik Menurut Telford (1996), tingkat suatu benda magnetik untuk mampu dimagnetisasi ditentukan oleh suseptibilitas kemagnetan atau. Besaran yang tidak berdimensi ini merupakan parameter dasar yang dipergunakan dalam metode magnetik. Harga pada batuan semakin besar apabila dalam batuan tersebut semakin banyak dijumpai banyak mineral mineral yang bersifat magnetik (Telford, 1996). Suseptibilitas magnetik sebagian besar material tergantung pada temperatur, tetapi beberapa material (feromagnetik dan ferrite) tergantung pada H. Secara umum dapat ditulis sebagai berikut: ) ) (1) Keterangan: B = Induksi Magnetik = Permeabilitas ruang hampa M = Magnetisasi H = Medan magnet = Nilai suseptibilitas magnetik persatuan volume (SI) Kuantitas = (1 + ) adalah permebilitas magnetik dari material, tidak memiliki dimensi, adalah permeabilitas ruang hampa (4π x m/a). Logam feromagnetik memiliki permeabilitas magnetik sangat tinggi, sedangkan logam diamagnetik merupakan mineral dan batuan yang memiliki suseptibilitas kecil dan permebilitas magnetik µ 1. Untuk bahan paramagnetik, berupa bilangan positif kecil yang bergantung pada temperatur. Untuk bahan diamagnetik, berupa bilangan negatif kecil yang tidak bergantung pada temperatur. Berdasarkan nilai bahan yang ada di alam dapat diklasifikasikan berdasarkan tinggi rendahnya nilai suseptibilitas magnetik dari bahan tersebut (Tipler, 2001). Geostatistik Prinsip dasar geostatistika adalah bahwa area yang saling berdekatan cenderung memiliki bobot nilai yang tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan nilai yang tidak berdekatan. Data geostatistik mengarah pada data sampel yang berupa titik, baik beraturan (regular) maupun tidak beraturan (irregular) dari suatu distribusi spasial kontinu (Puspita, 2013). Kriging adalah suatu teknik perhitungan untuk estimasi dari suatu variabel teregional yang menggunakan pendekatan bahwa data yang dianalisis dianggap sebagai suatu realisasi dari suatu variabel acak, dan keseluruhan variabel acak yang dianalisis tersebut akan membentuk suatu fungsi acak menggunakan model struktural variogram. Secara umum, kriging merupakan suatu metode yang digunakan untuk menganalisis data geostatistik, yaitu untuk menginterpolasi suatu nilai kandungan mineral berdasarkan data sampel. Data sampel pada ilmu kebumian biasanya diambil dari lokasi-lokasi atau titik yang tidak beraturan. Dengan kata lain, metode ini digunakan untuk mengestimasi besarnya nilai Ẑ pada titik tidak tersampel berdasarkan informasi dari karakteristik titik-titik tersampel Z yang berada di sekitarnya dengan 2

mempertimbangkan korelasi spasial yang ada dalam data tersebut (Puspita, 2013). Menurut Bohling (2005),bahwa estimator kriging Ẑ (s) dari Z(s) dapat dituliskan sebagai berikut: Ẑ(s)-m(s) = [ ) )] (2) Keterangan: = Estimator kriging s, = Lokasi untuk estimasi dan salah satu lokasi dari data yang berdekatan, dinyatakan dengan i m(s) = Nilai ekspektasi dari Z(s) m( ) = Nilai ekspektasi dari Z( ) = Faktor bobot n = Banyaknya data sampel yang digunakan untuk estimasi Z(s) dianggap sebagai bidang acak dengan suatu komponen trend m(s) dan komponen sisa E(s) = Z(s) m(s). Estimasi kriging untuk sisa pada s adalah jumlah berbobot dari sisa pada sekitar data titik. Nilai diturunkan dari fungsi kovariansi atau semivariogram, yang harus mencirikan komponen sisa. Tujuan kriging adalah untuk menentukan nilai yang meminimalkan variansi pada estimator, dapat dinyatakan sebagai berikut: = var{ ) )} (3) Dengan pendekatan tak bias: ) )) = 0 (4) Menurut Puspita, dkk., (2013), bahwa ordinary kriging adalah suatu metode yang terdapat pada metode kriging yang sering digunakan dalam geostatistik. Pada metode ini, memiliki asumsi khas untuk penerapan yang mudah digunakan dari ordinary kriging adalah instrinsic stationarity dari bidang dan pengamatan yang cukup untuk mengestimasi variogram. Semivariogram digunakan untuk mengamati korelasi antar data sampel. Dalam metode penaksiran ordinary kriging, semivariogram digunakan untuk membentuk sistem persamaan ordinary kriging (Widhita,2008). Menurut Widhita (2008), ada 2 macam semivariogram yaitu semivariogram isotropik dan semivariogram anisotropik. Bila semivariogram dihitung dalam berbagai arah dan setiap arah memberikan nilai parameter yang sama disebut isotropik, artinya semivariogram hanya bergantung pada jarak, h. Apabila semivariogram bergantung pada jarak h dan arah maka fenomena ini disebut anistropik. Secara umum semivariogram dapat didefinisikan sebagai berikut: ) ( ) [ ) )] (5) Menurut Widhita (2008), ada beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk mendapatkan model semivariogram. Tahap pertama, semivariogram dihitung dari data sampel. Semivariogram seperti ini disebut semivariogram eksperimental dan dapat dinyatakan sebagai: ) (6) ) [ ) )] [ )] Pada waktu pembuatan semivariogram, data diambil dari arah yang berbeda. Pemilihan jumlah arah yeng tepat biasanya memerlukan beberapa eksperimentasi, karena arah yang ditentukan akan berpengaruh terhadap banyaknya pasangan titik sampel. Makin banyak pasangan titik sampel yang diperoleh tentu makin banyak juga informasi yang diperoleh. Untuk menyelidiki anisotropik, biasanya dipilih minimal 4 arah. Kemudian dilihat apakah ada perbedaan nilai parameter semivariogram pada masing-masing arah tersebut (Widhita, 2008). Peluang mendapatkan pasangan data yang memiliki jarak tepat h pada satu arah yang dicari sangat kecil, karena itu perlu ada toleransi jarak dan toleransi arah. besar toleransi arah dan toleransi jarak ditentukan berdasarkan simulasi sampai diperoleh toleransi arah dan toleransi jarak terkecil yang memberikan jumlah pasangan data terbaik. Setelah dipilih arah, toleransi arah dan toleransi jaraknya, kemudian semivariogram eksperimental dihitung dan diklasifikasikan berdasar arah dan jarak yang dipilih (Widhita, 2008). Berdasarkan hasil perhitungan semivariogram eksperimental untuk masing-masing arah, hasil tersebut diplot untuk masing-masing arah. Plot semivariogram tersebut akan dicocokkan dengan model semivariogram (Widhita, 2008). 3

METODE PENELITIAN Lokasi penelitian berada di 4 desa yaitu Desa Wanga, Desa Siliwanga, Desa Watutau dan Desa Betue yang terletak di Kecamatan Lore Peore Kabupaten Poso. Proses pengambilan data atau pengukuran dilakukan dengan menggunakan Susceptibility Meter MS2D Bartington. Data yang terukur merupakan data suseptibilitas magnetik batuan permukaan yang didapatkan melalui proses pengukuran yang dilakukan secara in-situ (pengukuran langsung di lapangan). Untuk mendapatkan data magnetik yang baik maka proses pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali pada masing-masing titik pengukuran dan kemudian dirata-ratakan. Data pengukuran yang didapatkan tersebut kemudian di estimasi menggunakan metode Ordinary Kriging pada software GIS. Distribusi data ini akan mempengaruhi besarnya nilai error yang didapatkan ketika dilakukan estimasi nilai suseptibilitas batuan pada daerah penelitian. Hasil estimasi suseptibilitas magnetik yang diperoleh berupa peta sebaran nilai suseptibilitas magnetik. Proses estimasi dilakukan menjadi 2 tahap dan menghasilkan 2 peta hasil estimasi. Tahap pertama dilakukan dengan menggunakan Ordinary kriging standar atau default kriging sedangkan proses estimasi pada tahap kedua dilakukan setelah proses analisis peta dari tahap pertama selesai dilakukan. Peta sebaran suseptibilitas magnetik pada proses estimasi tahap pertama ditunjukkan pada Gambar 2. Nilai suseptibilitas magnetik hasil pengukuran menggunakan Bartington suseptibility meter yang berkisar antara sampai merupakan nilai suseptibilitas magnetik yang bersifat paramagnetik. Paramagnetik mempunyai harga kerentanan megnetik (k) positif. Contoh logam magnetik dari bahan paramagnetik adalah mangan (Mg), tembaga, aluminium, magnesium, litium, natrium dan kali. Setelah proses estimasi yang dilakukan secara standar selesai, maka selanjutnya data di analisis dengan tujuan untuk menghasilkan estimasi sebaran suseptibilitas magnetik batuan yang memiliki nilai error lebih rendah dari hasil estimasi pada tahap pertama. Hal yang dianalisis yaitu tentang sebaran data, nilai data yang didapatkan dan jarak antara titik data satu dengan yang lainnya. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Data pengukuran yang diperoleh tidak cenderung pada satu nilai suseptibilitas magnetik saja atau data pengukuran telah bersifat stasioner, bahkan nilai data pengukuran justru menggambarkan perbedaan nilai suseptibilitas yang bervariasi. Nilai suseptibilitas yang bervariasi tersebut menunjukkan adanya pembagian anomali di lokasi penelitian dimana terdapat daerah anomali yang tinggi (high intensitas) dan anomaly yang rendah (low intensitas). Hasil pengukuran yang yang tergolong dalam anomali yang rendah (low intensitas) berada pada rentang nilai - sedangkan hasil pengukuran yang tergolong dalam anomali yang tinggi (high intensitas) berada pada rentang nilai -. Berdasarkan lokasi titik data sampel diketahui bahwa sebaran data pengukuran tidak terdistribusi secara baik. Gambar 2. Peta sebaran suseptibilitas batuan pada estimasi tahap pertama Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa data pengukuran tidak terdistribusi secara normal dengan panjang korelasi maksimum antar data adalah 1.138 m dan nilai data hasil pegukuran cenderung meningkat pada daerah pengukuran di Desa Siliwanga hingga Desa Betue 4

yang menyebabkan kurva trend analysis membentuk kurva parabola terbuka ke bawah sehingga dalam melakukan estimasi sangat cocok untuk menggunakan polynomial orde dua. Selanjutnya, karena kecenderungan atau trend dari data bersifat menyebar ke seluruh arah maka tahap estimasi juga dirubah menjadi menggunakan anisotrophy. Hasil estimasi sebaran suseptibilitas magnetik batuan permukaan pada tahap kedua dengan mempertimbangkan hasil analisis yang telah dilakukan ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3. Peta sebaran suseptibilitas batuan pada estimasi tahap kedua Gambar 4. Perbandingan antara kriging tahap 2 dan kriging tahap 1 Perbandingan hasil estimasi pada tahap 2 dan tahap1 ditampilkan pada Gambar 4. Berdasarkan kedua proses estimasi yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa estimasi kriging tahap 2 lebih baik. Hal ini karena pada tahap estimasi kedua memiliki average standar error dan root-mean-square standardized yang lebih kecil yaitu 1,03928 dan 1,169901 sedangkan pada estimasi tahap pertama didapatkan nilai 1,237245 dan 1,296918. Nilai suseptibilitas magnetik yang didapatkan merupakan nilai suseptibilitas magnetik dari lempung. Nilai suseptibilitas magnetik lempung berkisar sampai 250. Mineral lempung yang berada pada daerah penelitian berupa lempung dan lempung berpasir dengan kandungan logam magnetik yang diduga terdiri dari aluminium, tembaga dan beberapa logam magnetik lainnya yang berasal dari hasil pelapukan batuan seperti klorit, magnesium (Mg) dan sedikit besi (Fe). Hasil pelapukan berasal dari Formasi Granit Kambuno yang kemudian terbawa melalui longsoran ataupun arus sungai. Hal ini dapat dibuktikan dengan kondisi topografi dari ketiga desa tersebut yang lebih rendah dibanding dengan kondisi topografi batuan Formasi Granit Kambuno yang berupa pegunungan dan perbukitan. Batuan Formasi Granit Kambuno tersusun dari granit dan granodiorit yang terdiri granit biotit, granit horenblenda biotit, mikroleukogranit, mikrogranit horenblenda biotit, dan mafik horenblenda. Berdasarkan struktur geologi daerah penelitian diketahui bahwa titik pengukuran berada pada batuan Formasi Napu dan endapan danau dimana masing-masing formasi ini juga tersusun atas lempung. Namun khusus pada titik pengukuran yang berada di batuan Formasi Napu memiliki lapisan lempung yang sangat tipis karena hanya berupa sisipan. Lempung merupakan penyusun batuan permukaan yang terletak paling atas dengan ketebalan beberapa sentimeter sampai beberapa meter. Berdasarkan hasil trend analysis diketahui bahwa nilai suseptibilitas magnetik batuan yang berada di Desa Wanga lebih rendah dengan nilai sampai. Nilai suseptibiliatas magnetik yang rendah di desa ini berada di sekitar perkebunan warga yang mengindikasikan bahwa tanah di daerah perkebunan warga tersebut mengandung sedikit logam. Sedangkan nilai suseptibilitas yang berada di daerah hutan lindung berkisar antara 238,16 sampai 239,68. Nilai ini memiliki error yang cukup tinggi disebabkan karena sebaran titik pengukuran tidak tersebar merata di seluruh kawasan Kecamatan Lore Peore. Selanjutnya pada daerah penelitian di Desa Siliwanga, Watutau dan Betue mempunyai nilai suseptibilitas magnetik rata-rata lebih tinggi yakni berkisar antara sampai yang mengindikasikan bahwa kandungan mineral logam yang berada di daerah ini 5

lebih banyak dari kandungan logam yang berada di daerah penelitian lain. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Nilai suseptibilitas batuan permukaan di Kecamatan Lore Peore yaitu sampai yang merupakan nilai suseptibilitas magnetik dari mineral lempung dan lempung berpasir dengan kandungan logam terdiri dari aluminium, tembaga dan beberapa logam magnetik lainnya yang berasal dari hasil pelapukan batuan seperti klorit, magnesium (Mg) dan sedikit besi (Fe). 2. Mineral logam diduga berada pada daerah penelitian di 3 desa yaitu Desa Siliwanga, Desa Watutau, dan Desa Betue. Mineral logam yang berada di 3 desa ini merupakan hasil pelapukan dari batuan Formasi Granit Kambuno yang tersusun dari granit dan granodiorit dan terdiri granit biotit, granit horenblenda biotit, mikroleukogranit, mikrogranit horenblenda biotit, dan mafik horenblenda. DAFTAR PUSTAKA Bohling, G., 2005, Kriging [Online]. Tersedia : http://people.ku.edu/ gbohling [15 April 2014] Puspita, W., 2013. Analisis Data Geostatistik Menggunakan Metode Ordinary kriging, Universitas Pendidikan Indonesia. Telford, W M, L.P. Geldart, and R.E. Sherriff, 1996, Applied Geophysics Second Edition, Cambridge University Press, Australia. Tipler, 2001, Fisika Sains dan Teknik, Erlangga : Jakarta. Trianto, Y., 2002. Pemetaan Nilai Suseptibilitas Magnetik tanah Lapisan Atas di Kodya Surakarta Menggunakan bartington MS2 Sebagai Indikator Sebaran Logam, Semarang. Widhita, Ad., 2008. Penaksiran Kandungan Cadangan Bauksit di Daerah Mempawah Menggunakan Ordinary kriging Dengan Semivariogram Anisotropik, Universitas Indonesia, Depok. 6