BAB I PENDAHULUAN. bagi seluruh makhluk dimuka bumi. Oleh karena itu, tanah memiliki peranan yang sangat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi penting

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dan sebagai sarana peran serta

BAB I PENDAHULUAN. pembayarannya bersifat wajib untuk objek-objek tertentu. Dasar hukum

alam, retribusi, sumbangan, Bea dan Cukai, laba dari BUMN dan sumber golongan yang terdiri dari pajak langsung dan pajak tidak langsung; (2) pajak

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan fasilitas umum, perbaikan infrastruktur, pembangunanpembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Akta Tanah (PPAT) yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah (PP)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BPHTB

BAB I PENDAHULUAN. Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Landasan hukum terhadap eksistensi atau keberadaan Pejabat Pembuat

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN TEMPAT PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pembeli dikenakan pajak yang berupa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

MEI SUBROTO NIM. R

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan negara. Pajak. digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 12

TITIS RONALITA RESMADEWI NIM

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENELITIAN DAN PEMERIKSAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PENGALIHAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN MENJADI PAJAK DAERAH

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor...

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MODUL PERPAJAKAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 23 TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1 mendefinisikan pajak dengan

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah telah disahkan pada tanggal 15 September 2009 dan mulai berlaku secara

BAB I PENDAHULUAN. umum adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap

a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan dan cita-cita Negara Indonesia yang tercantum dalam. adalah untuk melaksanakan pembangunan yang dilakukan secara

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENANDATANGANAN SURAT KETETAPAN PAJAK DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan sektor nonmigas. Dalam 5 (lima) tahun terakhir, peran penerimaan. tahun 2004 menjadi 74,9% pada tahun 2009.

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan, 1 pembangunan. nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

TENTANG` BUPATI PATI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2011 NOMOR 1

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

DAFTAR PUSTAKA. Adjie, Habib, 2007, Hukum Notaris Indonesia, Rafika Aditama, Bandung.

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH

UU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo. Undang-Undang

BAB II SISTEM PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI PEKANBARU. kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanah adalah benda yang diciptakan Tuhan sebagai tempat hidup dan berpijak bagi seluruh makhluk dimuka bumi. Oleh karena itu, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari manusia. Tanah memiliki fungsi sosial dan ekonomi yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Sebagai bagian dari bumi dan merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, tanah adalah alat untuk pemenuhan kebutuhan papan, lahan, usaha dan tanah juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan, di samping bangunan yang ada diatasnya, juga memberi manfaat ekonomisnya bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan adalah sepantasnya menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada Negara melalui pembayaran pajak. Sebagai Negara yang sedang giat menyelenggarakan pembangunan tentunya Pemerintah Indonesia membutuhkan banyak dana untuk membiayai pengeluaran pemerintah, baik untuk menyelenggarakan pemerintahan maupun pembangunan. Banyak cara yang dapat dilakukan Pemerintah untuk menggali sumber penerimaan Negara, salah satunya melalui pemungutan pajak. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang paling besar dan cukup potensial untuk membiayai pembangunan.

Pajak sebagai sumber penerimaan Negara harus menjadi penerimaan utama karena sumber-sumber penerimaan yang lain, selain pajak seperti, pendapatan pengelolaan sumber alam sangat terbatas, bisa berkurang atau bahkan habis. Oleh karena itu, kesadaran rakyat membayar pajak harus ditumbuhkembangkan secara terus menerus agar pajak nantinya sebagai sumber utama untuk membiayai pembangunan. 1 Besarnya peranan yang diberikan oleh pajak sebagai sumber dana dalam Pembangunan Nasional, menyebabkan perlunya penggalian potensi pajak yang ada dalam masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi perekonomian serta perkembangan bangsa ini. Salah satu sumber potensi pajak yang patut digali sesuai dengan situasi dan kondisi perekonomian serta perkembangan pembangunan bangsa Indonesia sekarang ini adalah jenis pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan ( selanjutnya disebut BPHTB). 2 Sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bumi,air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalammnya di kuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki fungsi sosial, disamping untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, masyarakat yang ingin memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajib menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada Negara melalui pembayaran pajak, yaitu dengan membayar BPHTB. 1 Setu Setiawan,2009, Perpajakan Indonesia Edisi 2009, UMM Press, Malang, hlm.1 2 Marihot Pahala Siahaan, 2005, Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dalam Teori Dan Praktek Edisi Revisi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.6

Dasar Hukum Pelaksanaan BPHTB adalah Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang berlaku efektif tanggal 1 Juli 1998. 3 Pada tahun 2000, dilakukannya penyempurnaan terhadap Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undangundang Nomor 21 Tahun1997. Pada tanggal 15 September 2009, dikeluarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (selanjutnya disebut UU PDRD 2009), yang mengamanatkan bahwa sejak tanggal 1 Januari 2011, BPHTB diatur dalam peraturan Daerah masing-masing Daerah Kabupaten/Kota. Pasal 2 ayat (2) huruf k UU PDRD 2009 menentukan pengelolaan BPHTB menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sejak dikeluarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah serta Peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-47/PJ/2010 tertanggal 22 Oktober 2010, maka mulai 1 Januari 2011 BPHTB berubah menjadi Pajak Daerah. BPHTB bukan merupakan pajak pusat melainkan menjadi pajak daerah, yang wewenang pungutannya tidak berada pada Pemerintah Pusat melainkan pada Pemerintah Daerah. Namun dalam Pasal 95 ayat (1) UU PDRD 2009, disebutkan bahwa pajak harus ditetapkan terlebih dahulu dengan Peraturan Daerah (selanjutnya disebut Perda), Selanjutnya berdasarkan Pasal 182 angka 2 Ketentuan Penutup UU PDRD 2009, persiapan peralihan kewenangan pemungutan dan pengelolaan BPHTB berupa Perda, kelengkapan administrasi dan aparatur harus disiapkan selama 1 (satu) tahun setelah UU 3 Atep Adya Barata, 2003, Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Menghitung Objek Dan Cara Pengajuan Keberatan Pajak, PT Alex Media Komputindo, Jakarta, hlm.3

PDRD 2009 ini berlaku, yaitu pada 1 (satu) Januari Tahun 2010. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pada 1 Januari 2011 pelaksanaan pemungutan dan pengelolaan BPHTB sudah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Oleh sebab itu, Pemerintah Daerah harus terlebih dahulu memiliki Perda yang mengatur tentang BPHTB, Jika tidak memiliki Perda maka Pemerintah Daerah tidak boleh memungut BPHTB Dalam hal ini, Pemerintah Pusat tidak lagi mempunyai kewenangan memungut BPHTB, di sisi lain Pemerintah Daerah tidak boleh memungut BPHTB sebelum menetapkan Perda. Tidak dapat dipungutnya BPHTB, maka dapat dipastikan tidak dapat melakukan peralihan hak atas tanah, karena Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT) hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Jadi dengan tidak adanya Perda maka tentunya sudah tidak ada lagi kewajiban PPAT dalam melaksanakan pemungutan BPHTB dan menandatangani Akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan. Dan Kantor Pertanahan pun tidak mau menerbitkan Sertifikat Hak Atas Tanah, karena salah satu syarat pendaftaran hak atas tanah atau peralihan hak atas tanah adalah Wajib Pajak telah menyerahkan bukti pembayaran pajak. 4 Pengalihan kewenangan pemungutan dan pengelolaan BPHTB akan berdampak pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah, karena pendapatan dari pajak daerah merupakan sumber terbesar Pendapatan Asli Daerah bagi Pemerintah Kabupaten atau Kota di Indonesia. Semakin besar Pendapatan Asli Daerah suatu daerah, maka berimplikasi positif terhadap kemajuan dan percepatan pembangunan suatu daerah yang 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, Pasal 91 ayat ( 3)

akhirnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. 5 Dengan masuknya BPHTB menjadi pajak daerah maka pemerintah daerah akan menerima 100 persen hasil dari pemungutan BPHTB yang Pemerintah Daerah lakukan. Berbeda dengan sebelumnya dimana hasil pemungutan BPHTB dibagi dengan Pemerintah Pusat. Pemberlakuan UU PDRD 2009 selain berdampak pada pendapatan daerah disinyalir akan menimbulkan beberapa dampak yuridis terhadap pemungutanpemungutan pajak-pajak daerah ditingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Indonesia. Dampak yuridis tersebut setidaknya terhadap produk-produk hukum daerah yang mengatur tentang pajak-pajak daerah, peralihan kewenangan memungut, penyiapan sumber daya manusia, peralihan berkas-berkas mengenai berkas pelayanan dan berkas-berkas lain yang terkait. Pemungutan BPHTB dilakukan dengan cara Self Assessment. Dalam sistem ini Wajib Pajak diberi wewenang dan kepercayaan untuk menghitung sendiri, membayar serta melaporkan pajak yang terutang atau yang harus dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSPD- BPHTB). Pelaksanaan BPHTB melibatkan banyak pihak yang terkait seperti Kantor Pertanahan, PPAT/Notaris, Bank, Pemerintah Daerah, termasuk lembaga-lembaga yang ada di bawahnya. Selain itu, peraturan-peraturan yang mendukung pelaksanaan BPHTB juga saling terkait antar satu dengan lainnya. Oleh karena itu, dalam prakteknya tidak jarang menimbulkan masalah. 5 Zulkarnain Karim, 2012, Pengalihan Dan Pengelolaan PBB Dan BPHTB, http://www.jawapost.com, di akses pada tanggal 1 Maret 2012

Dalam pelaksanaan pembayaran BPHTB, salah satu pejabat yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam membantu tugas kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah ( selanjutnya di sebut DPPKAD) guna mengamankan penerimaan daerah dari sektor pajak yaitu PPAT. PPAT mempunyai peranan penting dalam membantu tugas instansi tersebut. Hal ini bisa terlihat dari isi pasal 92 ayat (1) UU PDRD 2009 yang berbunyi: Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak 6 Jadi Pejabat Pembuat Akta Tanah berperan besar karena mereka ditugaskan untuk memeriksa telah dibayarkannya BPHTB sebelum membuat Akta. Di dalam praktek khususnya di Kabupaten Bantul, karena ketidakpahaman mengenai tata cara pengisian, penghitungan, dan cara pembayaran BPHTB maka masyarakat yang bersangkutan sering menitipkan kepada PPAT. 7 Seorang Pejabat Umum dalam hal ini adalah PPAT dalam melakukan pekerjaannya sebagai pembuat Akta, tidak lepas dari perpajakan, yang secara langsung berhadapan dengan calon wajib pajak, jadi sudah sepantasnya pejabat tersebut berperan serta untuk memberikan himbauan kepada calon wajib pajak tersebut untuk menyelesaikan kewajibannya membayar pajak. Dalam prakteknya BPHTB) adalah pajak yang terkait langsung dengan tugas dan pekerjaan PPAT. Hal ini terkait dengan proses pembuatan Akta antara lain Jual Beli, Hibah, Tukar Menukar, pemasukan dalam Perusahaan. 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, Pasal 91 ayat (1) 7 Dwi Apriliyani Wiyana, 2010, Tesis, Tanggung Jawab PPAT Terhadap Titipan Pajak BPHTB Dari Klien (studi Kasus Putusan Perkara Pidana Reg.No 181/Pid.B/2009/PN.Btl), Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, hlm.4

Pelaksanaan pungutan BPHTB menjadi sangat penting ketika akan melakukan transaksi peralihan hak atas tanah. Namun di dalam UU PDRD 2009 disebutkan bahwa pungutan BPHTB berdasarkan Perda. Oleh sebab itu maka ada atau tidak adanya Perda, menentukan apakah pungutan BPHTB dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, dalam hal ini Kantor DPPKAD yang mempunyai wewenang dalam pemungutan pajak. Sementara itu, Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten yang telah memiliki perda yang mengatur tentang BPHTB yang disesuaikan dengan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009, yakni Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (selanjutnya disebut Perda Nomor 9 Tahun 2010). Perda tentang BPHTB telah diundangkaan pada tanggal 22 Juli 2010, jadi diundangkan sebelum tenggang waktu persiapan pengalihan kewenangan pemungutan BPHTB yang berakhir sampe tanggal 31 Desember 2010. Dengan demikian Kabupaten Bantul menjadi Kabupaten yang tidak akan kehilangan potensi pendapatan daerah yang diperoleh dari BPHTB. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dalam rangka penulisan tesis ini, penulis mencoba untuk meneliti, dan menganalisa lebih mendalam tentang aspek hukum yang timbul karena pengalihan wewenang pengelolaan BPHTB dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, terutama yang terkait dengan PPAT dalam pelaksanaan BPHTB setelah berlakunya UU PDRD 2009, dengan mengambil judul: Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dalam Pelaksanaan Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Di Kabupaten Bantul.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka penulis merumuskan beberapa permasalahan, yaitu: 1. Bagaimana peranan PPAT dalam pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan di Kabupaten Bantul? 2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan yang dihadapi oleh PPAT di Kabupaten Bantul dengan adanya perubahan peraturan mengenai BPHTB tersebut dan bagaimana cara mengatasinya? 3. Bagaimana pelaksanaan peralihan dalam pemungutan BPHTB dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi di Kabupaten Bantul? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui peranan PPAT dalam pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan di Kabupaten Bantul. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan yang dihadapi oleh PPAT di Kabupaten Bantul dengan adanya perubahan peraturan mengenai BPHTB tersebut dan cara mengatasinya 3. Untuk mengetahui pelaksanaan peralihan dalam pemungutan BPHTB dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi di Kabupaten Bantul.

D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi perkembangan ilmu hukum, hasil penelitian ini bermanfaat dalam memberikan bahan masukan dan sumbangan pemikiran dibidang Hukum Pertanahan pada umumnya, dan hukum perpajakan pada khususnya. 2. Bagi wajib pajak, diharapkan dapat memberikan masukan untuk pelaksanaan pembayaran BPHTB atas peralihan hak atas tanah dan bangunan yang dimiliki. 3. Bagi PPAT, diharapkan dapat memberi masukan untuk meningkatkan perannya dalam memberikan masukan kepada wajib pajak yang datang kepadanya agar membayar BPHTB, yang berkenaan dengan pelaksanaan pungutan BPHTB pasca diberlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kabupaten Bantul. 4. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapakan dapat memberi masukan bagi pemerintah pusat maupun pemerintah Daerah untuk dapat membuat peraturan secara terkoordinir dengan instansi-instansi terkait, sehingga pelaksanaan pemungutan BPHTB di Kabupaten Bantul dapat berjalan dengan maksimal. 5. Sebagai referensi bagi rekan-rekan yang akan membahas atau ingin mempelajari Peranan PPAT dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB di Kabupaten Bantul. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran penulis dalam studi pustaka yang dilakukan dengan pencarian di Internet dan dokumen-dokumen perpustakaan, bahwa penelitian tentang peranan PPAT dalam pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan

Bangunan di Kabupaten Bantul belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun penelitian yang mirip telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya: 1. Dyah Purworini Widhyarsi 8, 2008, dengan Judul Pelaksanaan Pemugutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Atas Hibah Wasiat Di Jakarta Barat. Yang merupakan penelitian Tesis S-2 Magister Kenotariatan Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang. Dalam Tesis ini mengambil pokok permasalahan yaitu sebagai berikut: a. Bagaimana pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak berdasarkan hibah wasiat? b. Kendala-Kendala apa yang timbul dalam pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak berdasarkan hibah wasiat. c. Bagaimana penyelesaian terhadap kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak berdasarkan hibah wasiat? 2. H.Edral Yulvan 9, 2008, dengan judul Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Mengawasi Dan Mengamankan Penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Sebagai Salah Satu Sumber Penerimaan Negara Dari Sektor Pajak. Yang merupakan Penelitian Tesis S-2 Magister Kenotariatan Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang. Dalam Tesis ini mengambil pokok permasalahan yaitu sebagai berikut: 8 Dyah Purworini Widhyarsi, 2008,Tesis, Pelaksanaan Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atas Hibah Wasiat Di Jakarta Barat, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang. 9 H.Edral Yulvan, 2008, Tesis, Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Mengawasi Dan Mengamankan Penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Sebagai salah Satu Sumber Penerimaan Negara Dari Sektor Pajak, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang.

a. Bagaimana cara PPAT dalam melakukan pengawasan dan pengamanan penerimaan BPHTB? b. Hambatan-hambatan apa yang timbul bagi PPAT dalam pengawasan dan pengamanan penerimaan BPHTB serta upaya penyelesaiannya? 3. Ruth Rosiana 10, 2011, dengan Judul Pelaksanaan Pungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Di Kabupaten Pring sewu. Yang merupakan penelitian Tesis S-2 Magister Kenotariatan Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dalam Tesis ini mengambil pokok permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimana pelaksanaan pungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan di Kabupaten Pringsewu sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan retribusi Daerah (sejak Januari 2011)? b. Bagaimana perlindungan kepentingan hak-hak wajib Pajak BPHTB yang mendapat perolehan hak atas tanah dan Bangunan? 4. Dwi Apriliyani Wiyana 11, 2010, dengan judul Tanggung Jawab PPAT terhadap titipan pajak BPHTB dari Klien (studi kasus Perkara Pidana Reg.No.18/PID.B/2009/PN.Btl). Yang merupakan penelitian Tesis S-2 Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Dalam Tesis ini mengambil pokok permasalahan sebagai berikut: 10 Ruth Rosiana, 2011, Tesis, Pelaksanaan Pungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bnagunan (BPHTB) setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Di Kabupaten Pring Sewu, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta. 11 Dwi Apriliyani Wiyana, 2010, Tesis, Tanggung Jawab PPAT Terhadap Titipan Pajak BPHTB dari klien: Studi Kasus Putusan Perkara Pidana Reg;181/Pid.B/2009/PN.Btl, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogayakarta.

a. Bagaimana tanggung jawab PPAT terhadap titipan pajak BPHTB dari klien (Studi Kasus Putusan Perkara Pidana Reg. No. 181/Pid.B/2009/pn.Btl)? b. Bagaimana pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional terhadap PPAT yang melakukan penggelapan pajak BPHTB? 5. Nando Gradeka Pradipta 12, 2012, dengan judul Pelaksanaan Pemungutan BPHTB Di Kabupaten Sleman Dikaitkan Dengan Fungsi Regulerend Dan Fungsi Budgeter yang merupakan Penelitian Skripsi S-1 Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Dalam Skripsi ini mengambil pokok permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimana kesiapan peralihan pemungutan BPHTB di Kabupaten Sleman untuk melaksanakan amanah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009? b. Bagaimana Realisasi Fungsi Budgeter (anggaran) dan Fungsi Regulered (mengatur) pemungutan BPHTB di Kabupaten Sleman? 6. Nani Widiawati 13, Skripsi, 2011, dengan judul Implikasi Peralihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Menjadi Pajak Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah (Studi Kasus Pemungutan BPHTB Di Kabupaten Bantul), yang merupakan Penelitian Skripsi S-1 Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Dalam Skripsi ini mengambil pokok permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimanakah implementasi pemungutan BPHTB di Kabupaten Bantul pasca menjadi Pajak Daerah? 12 Nando Gradeka Pradipta, 2012, Skripsi, Pelaksanaan Pemungutan BPHTB Di Kabupaten Sleman Dikaitkan Dengan Fungsi Regulered Dan Fungsi Budgeter, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta 13 Nani Widiawati, 2011, Skripsi, Implikasi Peralihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Menjadi Pajak Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah (Studi Kasus Pemungutan BPHTB Di Kabupaten Bantul), Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta

b. Bagaimana implikasi dari pengaturan tentang pengaturan tentang NPOPTKP dan tariff BPHTB terhadap sistem keuangan daerah dan kemandirian daerah Kabupaten Bantul? c. Bagaimana kesesuaian antara pengaturan NPOPTKP dan tarif BPHTB dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD dengan Konsep dan Pengaturan Kemandirian Daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah?