BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI,DAN TINJAUAN PUSTAKA. Irawati (2011 : 6) menyatakan bahwa konsep merupakan ide-ide, penggambaran halhal

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

P E N D A H U L U A N

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembeda antara sub-etnis di atas adalah bahasa dan letak geografis.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan bermasyarakat. Salah satu dari benda budaya itu adalah ulos. mengandung makna sosial dan makna ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. perasaan (Sumarsono, 2004: 21).Selanjutnya, dengan bahasa orang-orang dapat berinteraksi

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB II KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai : Kajian Antropolinguistik.

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam ikatan suatu perkawinan.ikatan perkawinan adalah ikatan lahir

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Kata kebudayaan berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia, komunikasi merupakan sarana dalam

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari masyarakat karena mencakup aktivitas masyarakat dari tiap tiap

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Batak Angkola bermukim di daerah Tapanuli Bagian Selatan yang merupakan. Etnis Angkola bekerja sebagai petani dan beragama Islam.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB I PENDAHULUAN. maupun pria sama-sama memiliki kesempatan untuk bisa aktif di bidang politik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian Batak secara umum dibagi menjadi 2(dua) bagian yaitu Gondang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologi semiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu Semion yang

I. PENDAHULUAN. negara ini memiliki beragam adat budanya dan hukum adatnya. Suku-suku

BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba sangat mengapresasi nilai-nilai budaya yang mereka

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu hal yang suci, karena itu selalu diusahakan agar dapat berjalan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

2. Wanita. a. Sebelum mengisi pertanyaan terlebih dahulu tulislah dahulu identitas Bapak/Ibu/Saudara/I pada tempat yang telah disediakan.

Transkripsi:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger dalam Aminuddin, 1981:108). Dengan mempelajari suatu makna pada hakikatnya mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa dapat saling mengerti. Menurut Hornby (dalam Sudaryat, 2009 : 13), secara linguistik makna dipahami sebagai apa-apa yang diartikan atau yang dimaksud oleh kita. Makna berhubungan dengan nama atau bentuk bahasa (Ullman dalam Sudaryat, 2009 : 13). 2.1.2 Simbol Pada dasarnya, kemampuan manusia menciptakan simbol membuktikan bahwa manusia sudah memiliki kebudayaan yang tinggi dalam berkomunikasi. Simbol sebenarnya merupakan salah satu bentuk model dari teori bahasa bagi kajian penelitian sosial budaya ( Kleden-Probonegoro, dalam Sobur, 2004 : 45). Simbol pada umumnya mempunyai makna yang bersifat ganda. Simbol dalam arti ganda ini diperoleh dengan menganalogikan arti pertama dengan arti kedua. Pendekatan simbolik dalam arti di atas memang banyak digunakan dalam penelitian antropologi. Model simbolik juga salah satu bentuk kajian yang diperoleh dari teori bahasa.

Hubungan antara simbol dengan sesuatu yang ditandakan dengan adanya sifat yang konvensional. Berdasarkan konvensi itu juga masyarakat pemakaiannya menafsirkan ciri dan hubungan antar simbol dengan objek yang diacu dan maknanya. Berger (2000:23) berpendapat bahwa salah satu karakteristik dari simbol adalah bahwa simbol tidak pernah benar-benar menghasilkan makna baru dalam setiap konteks yang berbeda. Hal ini bukannya tidak beralasan karena ada ketidaksempurnaan ikatan alamiah antara penanda dan petanda seperti simbol keadilan yang berupa sebuah timbangan tidak dapat digantikan oleh identitas lainnya seperti kendaraan atau kereta. 2.1.3 Ulos Ulos adalah tenun khas suku Batak. Tak hanya sebatas hasil kerajinan seni budaya, ulos juga memiliki makna. Sebagian besar masyarakat Batak menganggap ulos merupakan simbol ikatan kasih sayang, simbol kedudukan, dan simbol komunikasi. Ulos juga memiliki fungsi simbolik untuk berbagai hal dalam segala aspek kehidupan masyarakat Batak Toba. Mangulosi adalah salah satu hal yang penting dalam adat Batak Toba. Mangulosi artinya memberi ulos. Mangulosi bukan sekedar pemberian hadiah biasa, namun mangulosi dapat melambangkan pemberian restu, curahan kasih sayang, harapan, dan kebaikan-kebaikan lainnya. Dalam pemberian ulos juga memiliki aturan, orang yang mangulosi haruslah orang yang sudah dituakan, yang berarti orang tersebut memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding si penerima ulos tersebut.

2.1.4 Upacara Adat Perkawinan Perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1 yang menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Nalom (1982 : 50) mendefinisikan pesta perkawinan dari sepasang pengantin merupakan jembatan yang mempertemukan Dalihan Na Tolu dari orang tua pengantin pria merasa dirinya berkerabat dengan Dalihan Na Tolu dari orang tua pengantin wanita, begitu pula sebaliknya. Upacara perkawinan adalah upacara adat yang penting bagi masyarakat Batak Toba, karena hanya orang yang sudah kawin yang berhak mengadakan upacara adat apapun yang ada dalam suku Batak Toba. Proses perkawinan dalam adat Batak Toba menganut hukum eksogami (perkawinan di luar kelompok tertentu). Ini terlihat dari kenyataannya bahwa tidak ada laki-laki yang mengambil perempuan yang memiliki marga yang sama dengannya untuk dijadikan istri.

2.1.5 Masyarakat Batak Toba Biasanya masyarakat Batak Toba tinggal di Provinsi Sumatera Utara yaitu daerah Toba yang dibagi menjadi empat kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir. Suku Batak Toba adalah salah satu dari banyak suku di Indonesia. Bentuk kekerabatan dalam suku Batak Toba ada dua, yakni kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan kekerabatan berdasarkan sosiologis. Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan dapat dilihat dari marga yang dimulai oleh si Raja Batak, semua orang Batak pasti memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis ialah terjadi karena perjanjian (padan antara marga tertentu) atau pernikahan, misalnya marga Nainggolan dan Siregar adalah marpadan berarti antara keturunan dari Nainggolan dan keturunan Siregar tidak boleh menikahi satu sama lain. Lebih jelasnya, padan adalah ikrar janji yang telah diikat oleh leluhur orang Batak terdahulu (nenek moyang) yang mengharamkan pernikahan di antara kedua belah pihak dengan maksud menjaga hubungan baik di antara keduanya. Masyarakat Batak Toba sangat erat hubungannya antara satu dengan yang lainnya, dimana masyarakat tersebut saling menghormati yang diikat oleh Dalihan Na Tolu yang merupakan tiga tiang tunggu. Yang termasuk Dalihan Na Tolu antara lain : hula-hula, dongan tubu, dan boru. Oleh sebab itu, dimana pun dua orang Batak bertemu meski belum saling kenal, namun bila mereka memiliki marga yang sama pastilah mereka seolah-olah saudara dekat.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Antropolinguistik Sibarani (2004:50) mengatakan bahwa antropolinguistik secara garis besar membicarakan dua tugas utama yakni (1) mempelajari kebudayaan dari sudut bahasa dan (2) mempelajari bahasa dalam konteks kebudayaan. Antropolinguistik juga mempelajari unsur-unsur budaya yang terkandung dalam pola-pola bahasa yang dimiliki oleh penuturnya, serta mengkaji bahasa dalam hubungannya dengan budaya penuturnya secara menyeluruh. Bahasa dan budaya memiliki hubungan yang sangat erat, saling mempengaruhi, saling mengisi, dan berjalan berdampingan. Yang paling mendasari hubungan bahasa dengan kebudayaan adalah bahasa harus dipelajari dalam konteks kebudayaan, dan kebudayaan dapat dipelajari melalui bahasa (Sibarani, 2004:51). Dengan kata lain, antropolinguistik mempelajari kebudayaan dari sumber-sumber bahasa, dan juga sebaliknya mempelajari bahasa yang dikaitkan dengan budaya. Harafiah (2005:61) juga mengatakan bahwa antropolinguistik menganggap bahwa faktor budaya tidak bisa ditinggalkan dalam penelitian bahasa. Bahasa merupakan fakta yang harus dipertimbangkan dalam kajian budaya dalam kehidupan manusia. Inti masalah dalam kajian antropolinguistik adalah sistem kepercayaan, nilai, moral, tingkah laku, dan pandangan atau unsur-unsur yang mencorakkan budaya suatu kumpulan masyarakat.

2.2.2 Makna Makna adalah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger dalam Aminuddin, 1981 : 108). Dengan mempelajari suatu makna pada dasarnya juga mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat dapat saling mengerti. Dari pengertian tersebut dapat diketahui adanya unsur pokok yang tercakup di dalamnya, yaitu: 1. Makna adalah hasil hubungan bahasa dengan dunia luar, 2. Penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai, serta 3. Perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat saling mengerti. Dalam penelitian ini, makna yang menjadi acuan peneliti untuk menganalis simbol-simbol yang terdapat dalam pemberian ulos pada upacara perkawinan adat Batak Toba. Pemberian ulos dalam upacara perkawinan adat Batak Toba merupakan sebuah simbolik dan memiliki makna pada tiap tuturan yang disampaikan. 2.2.3 Nilai-Nilai Budaya Nilai-nilai budaya merupakan nilai-nilai yang ditanam atau disepakati oleh masyarakat yang mengakar pada kebiasaan, kepercayaan, simbol-simbol dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dengan yang lain sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau yang sedang terjadi. Nilainilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, motto, dan visi misi.

Nilai budaya merupakan lapisan abstrak dan luas ruang lingkupnya, tingkat ini adalah ide-ide yang mengkonsepkan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat. Kluckhohn dalam Pelly (1994) mendefinisikan nilai budaya sebagai konsepsi umum yang terorganisasi dan mempegaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dengan alam, hubungan orang dengan orang lain, dengan hal-hal yang diingkan atau tidak diinginkan yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia. Nilai-nilai budaya bersifat umum, luas, dan tidak konkret. Oleh sebab itu, nilai budaya tidak dapat diganti dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu singkat. Sibarani (2004 : 178) membagi nilai-nilai budaya menjadi dua bagian, yaitu (1) kedamaian, ialah kesopansantunan, kejujuran, kesetiakawanan sosial, kerukunan, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur; dan (2) kesejahteraan, ialah kerja keras, disiplin, pendidikan, kesehatan, gotong-royong, pengelolaan gender, pelestarian, kreativitas budaya, dan peduli lingkungan. 2.2.4 Sistem dan Orientasi Nilai Budaya Sistem merupakan istilah dari bahasa Yunani system yang memiliki arti himpunan bagian atau unsur yang saling berhubungan secara teratur untuk mencapai tujuan bersama. Sistem budaya merupakan tingkatan yang paling tinggi dalam adatistiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsepkonsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga

masyarakat yang dianggap bernilai dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi pada kehidupan masyarakat itu sendiri. Dalam masyarakat ada sejumlah niali budaya yang satu dan lainnya saling berkaitan sehingga merupakan suatu sistem. Secara fungsional, sistem nilai ini mendorang individu untuk berperilaku seperti apa yang ditentukan. Mereka percaya bahwa hanya dengan berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl dalam Pelly, 1994). Orientasi nilai budaya dalam penelitian ini akan diikuti orientasi yang berhubungan dengan masalah dasar dalam kehidupan manusia. 2.3 Tinjauan Pustaka Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini. Adapun sumber tersebut adalah sebagai berikut : Penelitian tentang upacara perkawinan adat Batak Toba pernah dilakukan oleh Nurcahaya (2010). Beliau membahas tentang Tuturan pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba dalam skripsinya. Metode yang digunakan adalah metode simak libat cakap yang dilanjutkan dengan teknik rekam. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan tuturan yang dominan dengan menggunakan teori pragmatik. Ralisah (2005) dalam skripsinya yang berjudul Tanda-Tanda pada Upacara Pekawinan Aceh Singkil membahas tentang tanda-tanda yang ada dalam adat-istiadat perkawinan Aceh Singkil. Metode yang digunakan adalah metode

simak cakap dengan teknik yang digunakan berupa teknik pancing, teknik semuka, dan teknik catat. Sebagai bahan kajian semiotika dengan menggunakan teori Ferdinand de Saussure. Debora (2014) dalam skripsinya yang berjudul Makna Simbolik Upacara Adat Mangulosi (Pemberian Ulos) pada Siklus Kehidupan Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir membahas mengenai makna simbolik pemberian ulos tersebut dan membahas tentang tahapan pemberian ulos. Metode penelitian yang dilakukan ialah metode kualitatif dan deskriptif dan dengan teknik pengumpulan data studi pustaka dan observasi. Indrayadi (2014) dalam skripsinya yang berjudul Konsep Laki-Laki dalam Leksikon Tuturan Palang Pintu Betawi di Kampung Setu Babakan DKI Jakarta : Kajian Antropolinguistik membahas tuturan yang terdapat dalam perkawinan adat Betawi. Ada pula buku yang membahas mengenai upacara perkawinan adat Batak Toba, dan beberapa uraian mengenai ulos yang dipakai dalam upacara tersebut. Buku itu ditulis oleh R.H.P. Sitompul (2009) yang berjudul Ulos Batak Toba Tempo Dulu-Masa Kini. Buku tersebut banyak membahas tentang ulos dan upacara- upacara adat Batak Toba.