PEMANFAATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN. Budi Hastuti 1) & Saptono Hadi 2) 1)

dokumen-dokumen yang mirip
PELATIHAN PEMBUATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN DI KELURAHAN PUCANGSAWIT

PEMANFAATAN CANGKANG KEPITING UNTUK MENURUNKAN KOLESTEROL DARAH UTILIZATION CRAB SHELLS TO REDUCE OF BLOOD CHOLESTEROL

BAB II LANDASAN TEORI

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

ADSORPSI ZAT WARNA PROCION MERAH PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI SONGKET MENGGUNAKAN KITIN DAN KITOSAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah daging dari ternak yang sehat, saat penyembelihan dan pemasaran diawasi

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. Hasil dan Pembahasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

Unnes Journal of Public Health

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

BAB I PENDAHULUAN. gugus amino yang bersifat basa dan memiliki inti benzen. Rhodamin B termasuk

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

PENULISAN DAN SEMINAR ILMIAH PENGGUNAAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET PADA DAGING

KARAKTERISTIK MUTU DAN KELARUTAN KITOSAN DARI AMPAS SILASE KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah.

TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sepia officinalis)

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

KITIN DARI CANGKANG RAJUNGAN YANG DIPEROLEH SECARA ENZIMATIK PADA TAHAP DEPROTEINASI CHITIN FROM SHELLS OF CRAB ENZIMATICALLY ON DEPROTEINATION

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENDAYAGUNAAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI ADSORBEN GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

I. PENDAHULUAN. organik disamping pupuk anorganik (Rubiyo dkk., 2003). Pupuk organik tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG BEKICOT SEBAGAI ADSORBAN LOGAM TEMBAGA

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Topik : PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PASCA PANEN. TIK: Setelah mengikuti kuliah ini, anda akan dapat menjelaskan Perkembangan Teknologi Pasca Panen

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Gadjah Mada University Press, 2007), hlm Abdul Rohman dan Sumantri, Analisis Makanan, (Yogyakarta:

Jurnal Teknologi Kimia Unimal

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurul Alfiah, 2013

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu

Karakterisasi Kitosan dari Limbah Kulit Kerang Simping (Placuna placenta) Characterization of Chitosan from Simping Shells (Placuna placenta) Waste

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat

PRODUKSI KITOSAN GRADE FARMASI DARI KULIT BADAN UDANG MELALUI PROSES DEASETILASI DUA TAHAP

PENGARUH PENAMBAHAN KITIN PROTEIN SEBAGAI ZAT ADITIF PADA MAKANAN TERNAK UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN AYAM BROILER

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada bidang industri di Indonesia saat ini mengalami kemajuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Musa paradisiaca. Pisang merupakan tanaman hortikultura

Karakterisasi Kitin dan Kitosan dari Cangkang Kepiting Bakau (Scylla Serrata)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai

PENGGUNAAN MEMBRAN KITIN DAN TURUNANNYA DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI UNTUK MENURUNKAN KADAR LOGAM Co

TUGAS AKHIR RK 0502 PEMANFAATAN KITOSAN LIMBAH CANGKANG UDANG PADA PROSES ADSORPSI LEMAK SAPI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin luas.

3. Metodologi Penelitian

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

PENGARUH WAKTU PEMANASAN PADA PROSES DEASETILASI TERHADAP YIELD CHITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PENGAWET MAKANAN

Transkripsi:

PEMANFAATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN Budi Hastuti 1) & Saptono Hadi 2) 1) Program Studi Pend. Kimia, FKIP UNS 2) Jurusan Kimia, FMIPA UNS ABSTRAK Bahan pengawet dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme ataupun mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu, agar kualitas makanan senantiasa terjaga sesuai dengan harapan konsumen. Dengan demikian pengawet diperlukan dalam pengolahan makanan, namun demikian perlu digunakan pengawet yang aman untuk kesehatan.telah dilakukan penelitian pemanfaatan chitosan dari limbah udang sebagai pengawet yang aman untuk makanan. Limbah udang dihaluskan menjadi serbuk, lalu dilakukan isolasi kitin melalui proses deproteinasi menggunakan HCl 1 m untuk menghilangkan proteinnya, kemudian dilakukan proses demineralisasi menggunakan naoh 3 % untuk menghilangkan mineral. Kitin yang terbentuk disintesis menjadi chitosan melalui proses deasetilasi menggunakan naoh 50 %. Selanjutnya chitosan dilarutkan ke dalam asam cuka dengan perbandingan w/v 5 %. Larutan chitosan dalam asam cuka digunakan sebagai pengawet tahu dan daging ayam. Pengawet alami chitosan dapat memperlama daya simpan tahu dan daging ayam sampai 3 hari. Hal ini disebabkan menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara membentuk lapisan pelindung. Kata kunci : kitin, chitosan, pengawet alami PENDAHULUAN Bahan pengawet dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme ataupun mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu, agar kualitas makanan senantiasa terjaga sesuai dengan harapan konsumen. Dengan demikian, pengawet diperlukan dalam pengolahan makanan, namun kita harus tetap mempertimbangkan keamanannya. Hingga kini, penggunaan pengawet yang tidak sesuai masih sering terjadi dan sudah sedemikian luas, tanpa mengindahkan dampaknya terhadap kesehatan konsumen. Sesuai SKMenkes RI No.722 tahun 1988 tentang bahan tambahan makanan, yang dimaksud bahan pengawet adalah bahan tambahan 667

ISBN : 979-498-467-1 makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasamanan atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Menurut Food and Drugs Administration (FDA), keamanan suatu pengawet makanan harus mempertimbangkan jumlah yang mungkin dikonsumsi dalam produk makanan atau jumlah zat yang akan terbentuk dalam makanan dari penggunaan pengawet, efek akumulasi dari pengawet dalam makanan dan potensi toksisitas yang dapat terjadi dari pengawet jika dicerna oleh manusia atau hewan, termasuk potensi menyebabkan kanker. Akhir-akhir ini, hampir semua masyarakat di indonesia mengalami rasa was-was untuk mengkonsumsi makanan, khususnya makanan basah seperti mie, bakso dan kemudian bertambah luas kekhawatiran itu, yakni takut mengonsumsi ikan segar dan ikan yang diasinkan. Padahal, ikan segar maupun yang diasinkan, selama ini merupakan sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Namun, ketika isu formalin menguat, maka ketakutan pun menebar di seantero nusantara. Penyebab dari semua kekhawatiran tersebut tak lain karena sejumlah makanan tersebut terdapat kandungan bahan berbahaya (racun) yang berupa formalin. Para ahli menegaskan bahwa formalin adalah sama sekali bukan bahan pengawet pada makanan, dan justru mengandung racun yang berbahaya bagi yang mengkonsumsinya, baik dalam jumlah sedikit, apalagi banyak. Kasus ditemukannya formalin dalam beberapa produk makanan, tidak hanya menyadarkan masyarakat untuk lebih selektif dalam mengkonsumsi makanan, namun di sisi lain juga membuat kita meninjau kembali bagaimana seharusnya penggunaan pengawet dalam makanan dan produk olahan lainnya. Pengawet tidak boleh digunakan untuk mengelabui konsumen dengan merubah tampilan makanan dari seharusnya. Contohnya pengawet yang mengandung sulfit dilarang digunakan pada daging karena zat tersebut dapat menyebabkan warna merah pada daging sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti apakah daging tersebut merupakan daging segar atau sudah tidak segar lagi. Hal ini menimbulkan wacana terhadap alternatif bahan pengawet yang lebih aman bagi kesehatan tubuh manusia. Saat ini budidaya udang telah berkembang dengan pesat sehingga udang dijadikan komoditas ekspor non migas yang dapat dihandalkan dan 668

merupakan biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Udang pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang memiliki nilai gizi tinggi. Udang di indonesia pada umumnya diekspor ke luar negri telah dibuang kepala, ekor dan kulitnya. Limbah udang dapat dimanfaatkan menjadi senyawa chitosan. Namun sampai saat ini limbah tersebut belum diolah dan dimanfaatkan secara maksimal sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan khususnya bau dan estetika lingkungan yang buruk. PROSEDUR PENELITIAN Isolasi kitin dan sintesis kitosan dari limbah udang. Isolasi kitin dari limbah udang dilakukan secara bertahap. Tahap awal dimulai dengan pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa, mineralisasi dengan larutan asam, pemutihan (bleancing) dengan aseton dan natrium hipoklorit. Sedangkan untuk transformasi kitin menjadi kitosan dilakukan tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi tinggi, pencucian, pengeringan dan penepungan sehingga menjadi kitosan bubuk. Proses pembuatan kitosan dari limbah udang disajikan dalam gambar 1. Sintesis kitosan dari kitin. Transformasi kitin menjadi kitosan dilakukan melalui tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi tinggi, pencucian, pengeringan dan penepungan sehingga menjadi kitosan bubuk. Pengawetan makanan dengan chitosan. Chitosan yang sudah terbentuk berupa serbuk dilarutkan dalam air dan dicampur dengan asam asetat. Setelah itu ikan tinggal dicelup lalu dijemur. Pengujian metode yang diusulkan. Melakukan pengamatan secara fisik dan membandingkan dengan makanan yang tidak diawetkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pembahasan, ada dua hal yang dibahas yaitu, pertama, potensi limbah udang sebagai kitosan. Kedua, mekanisme pengawetan makanan segar oleh kitosan. 669

ISBN : 979-498-467-1 KITIN transformasi KITOSAN Gambar 1. Diagram alir metode isolasi kitin dan kitosan dari limbah udang (Marganof, 2002) Potensi limbah udang sebagai kitosan. Kadar chitin dalam berat udang berkisar antara 60-70% dan bila diproses menjadi chitosanmenghasilkan 15-20%. Chitosanmempunyai bentuk mirip dengan selulosa dan bedanya terletak pada gugus rantai C-2. Kitin memiliki struktur yang mirip selulosa. Bila selulosa tersusun atas monomer glukosa, maka kitin tersusun dari monomer n- asetilglukosamin (gambar 2). Keduanya memiliki kelarutan sangat rendah dalam air serta mengalami biodegradasi melalui mekanisme yang hampir serupa dengan melibatkan komplek enzim. Isolasi kitin dari limbah udang dilakukan secara bertahap. Tahap awal dimulai dengan pemisahan protein dengan larutan basa, proses ini disebut dengan demineralisasi. Sedangkan untuk transformasi kitin menjadi chitosan dilakukan tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi 670

tinggi, pencucian, pengeringan dan penepungan hingga menjadi chitosan bubuk. Kitin merupakan zat padat yang tak berbentuk (amorphous), tak larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer dan pekat, alkohol, dan pelarut organik lainnya dan bersifat polikationik. Secara kimiawi kitin merupakan polimer (1-4)-2-asetamido-2-deoksi-b-d- glukosamin yang dapat dicerna oleh mamalia. Chitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa pekat sehingga bahan ini merupakan polimer dari d-glukosamin. Perbedaan antara kitin dan chitosan didasarkan pada kandungan nitrogennya. Bila nitrogen kurang dari 7%, maka polimer disebut kitin dan apabila kandungan total nitrogennya lebih dari 7% maka disebut chitosan. Chitosan yang disebut juga dengan β-1,4-2 amino-2-dioksi-d-glukosa merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larut dalam CH 3 COOH. Gambar 2. Struktur kitin, kitosan, dan selulosa (Skjak-braek and Sanford, 1989) Mekanisme pengawetan makanan segar oleh kitosan Senyawa chitosandapat memperpanjang umur makanan. Berbeda dengan formalin yang merupakan zat antiseptik dan pengawet berbahaya, 671

ISBN : 979-498-467-1 chitosantak memiliki daya bunuh. Tahu dan daging ayam segar yang diawetkan menggunakan chitosan mampu bertahan sampai 3 hari. Cara pengawetannya adalah dengan mencelupkan makanan tersebut kedalam chitosan yang sudah dilarutkan kedalam larutan asam asetat, setelah itu dijemur. Chitosanmemiliki gugus kegunaan menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara membentuk lapisan pelindung. Chitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik disamping itu chitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, chitosan dapat dimanfaatkan sebagai pengawet bahan makanan karena mencegah bekerjanya mikroorganisme pembusuk. Hasil pengujian kitosan sebagai pengawet makanan Dari hasil ekperimen, makanan yang telah diawetkan menggunakan chitosan terbukti mampu bertahan hingga tiga hari. Setelah tiga hari, makanan yang telah terlapis oleh kitosan tersebut masih bagus, belum membusuk. Sedangkan makanan yang tidak diawetkan, pada hari kedua sudah mulai menimbulkan bau menyengat, bahkan sudah mulai berlendir. Pada hari ketiga, makanan tersebut sudah membusuk. Gambar 3 berikut ini adalah gambar makanan yang telah diawetkan menggunakan chitosan maupun yang tidak diawetkan setelah tiga hari. Gambar 3 : gambar makanan setelah tiga hari KESIMPULAN Melalui proses deproteinasi dan demineralisasi, limbah udang dapat diisolasi menjadi kitin dan selanjutnya disintesis menjadi chitosan. Chitosan yang dihasilkan dari proses ini mampu memperlama daya 672

simpan makanan (tahu dan daging ayam) hingga tiga hari. Hal ini disebabkan karena chitosan menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara membentuk lapisan pelindung. DAFTAR PUSTAKA Badan pengkajian dan penerapan teknologi. (2004). Teknologi proses kitin kitosan. [http://www.bppt.go.id] dikunjungi 9 april 2005 Hartati, F., Tri, Ss., Rrakhmadioni., dan Loekito, A. (2002). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap deproteinasi dalam pembuatan kitin dari cangkang rajungan (portunus pelagicus). Biosains. Vol 2(1). Inoue, K., Kazuharu, Y., dan Baba, Y. (1994). Adsorbtion of metal ion on chitosan and chemically modified chitosan and their application to hidrometalurgy. Biotechnology and bioactive polymers., Gebelein, C., carraher (ed.). Plenum publishing. New york Kennedy, J., Marion, P., David, T., Dan Marisa. (1994). Recovery Of Proteins From Whey Using Chitosan As A Coagulant. Biotechnology And Bioactive Polymers. Gebelein, C., Carraher (Ed.). Plenum Publishing. New York Krissetiana, H. (2004). Kitin Dan Kitosan Dari Limbah Udang. Suara Merdeka. Senin, 31 Mei 2004. Marganof. (2003). Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Kadmiun Dan Tembaga) Di Perairan. [Http://Rudyct.Topcities.Com/Pps702_71034/ Marganof.Htm] Dikunjungi 10 April 2005. Skjak-Braek Ga, Athonsen T, Sandford Pt. 1989. Chitin And Chitosan : Sources, Chemistry, Biochemistry, Physical Properties And Applications. Elsevier Appl Sci, London. P:561 Widodo, A Dan Muslihatin, W. (2005). Kitosan Dari Sisa Udang Sebagai Koagulan Limbah Cair Industri Tekstil. Karya Tulis Ilmiah Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 673