BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB II LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB I PENDAHULUAN. tugas perkembangannya (Havighurst dalam Hurlock, 1996). dalam Hurlock, 1996). Di masa senjanya, lansia akan mengalami penurunan

SUSI RACHMAWATI F

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang baik antara dirinya dan lingkungan (Kristiyani, 2001). Penyesuaian diri

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

MASA DEWASA Dewasa Awal ( tahun ) Dewasa Madya ( tahun ) Dewasa Akhir ( di atas 60 tahun )

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tujuan yang ingin dicapai oleh anak dapat terwujud. Motivasi anak dalam meraih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna

MASA DEWASA AWAL DAN MADYA

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008

PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

2016 HUBUNGAN ANTARA FAMILY RESILIENCE DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PNS WANITA DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. sepasang suami istri namun juga keinginan setiap anak di dunia ini, tidak seorang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

TINJAUAN PUSTAKA. Dewasa Muda. Tabel 1 Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. dan kasih sayang. Melainkan anak juga sebagai pemenuh kebutuhan biologis

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, darah atau adopsi (Burgess & Locke, dalam Khairuddin, 1997).

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat secara

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

BAB I PENDAHULUAN. sering mendengar kasus-kasus penganiyaan suami atau istri karena berselingkuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki peranan dalam sistem sosial, yang ditampilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan penyesuaian secara terus menerus. Setiap pernikahan, selain cinta juga diperlukan saling pengertian yang mendalam, kesediaan untuk saling menerima pasangan masing-masing dengan latar belakang yang merupakan bagian dari kepribadiannya. Hal ini berarti mereka juga harus bersedia menerima dan memasuki lingkungan sosial budaya pasangannya, dan karenanya diperlukan keterbukaan dan toleransi yang sangat tinggi, serta saling penyesuaian diri yang harmonis. Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengaan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan perkawinan, meskipun seringkali dibedakan dengan kata nikah, memiliki inti makna yang sama dengan pernikahan, yaitu upacara bersatunya pria dan wanita membentuk keluarga (Wikipedia, 2007). Tahun pertama pernikahan biasanya diisi dengan eksplorasi dan evaluasi. Pasangan akan mulai untuk menyesuaikan harapan-harapan dan fantasi-fantasi mereka mengenai pernikahan dan menghubungkannya dengan kenyataan. Pasangan yang baru menikah tidak hanya akan mengetahui peran-peran baru dalam pernikahan mereka, namun juga mengembangkan penyesuaian diri mereka ke dalam pekerjaan mereka (Belsky dalam Nurani, 2004). Dalam suatu pernikahan, umumnya pasangan akan melewati tahapan yang selanjutnya disebut sebagai family life cycle. Family Life Cycle adalah tahap kehidupan keluarga yang

memiliki ciri khusus dalam tugas dan tujuannya, dimana salah satu tahap pernikahan pasangan mulai membuat keputusan penting mengenai rencana memiliki anak dan jumlah anak yang diinginkan, juga pertimbangan perubahan aktivitas yang mungkin terjadi pada pasangan dikarenakan kehadiran anak, dampak potensial penurunan pendapatan yang disebabkan biaya yang harus dikeluarkan untuk merawat anak (Lefrancois, dalam Daeng, 2010). Masyarakat memandang bahwa pernikahan merupakan jalan terbaik untuk mengembangkan keturunan dan dengan adanya kehadiran anak hubungan suami istri akan semakin dekat (Papalia, 2008). Selain itu, sebagian besar orangtua-pun mengatakan bahwa memiliki anak juga dapat meningkatkan kehidupan, membawa kebahagiaan dan pemenuhan hidup pada pasangan tersebut (Semery dan Tuer, dalam Vidaya, 2007). Kehadiran anak seringkali dianggap sebagai syarat mutlak untuk menentukan kebahagiaan dan kelangsungan pernikahan itu sendiri. Secara psikologis, kehadiran anak di dalam keluarga dapat meramaikan suasana, sehingga berkembanglah persepsi yang mengatakan bahwa pernikahan tanpa anak terasa hampa (Vidaya, 2007). Seperti yang diungkapkan melalui proses wawancara dini dengan salah satu subjek yang belum memiliki anak (AL, 53 tahun) akan harapannya yang besar untuk segera memiliki anak pada usia pernikahannya mencapai 34 tahun. Punya anak pengen pastinya, abis selama ini kayaknya ada yang kurang dirumah, lebih lanjut ia katakan. Yaa..kalo ada anak dirumah pas pulang dari mana-mana trus ada yang lari nyambut pasti rasanya seneng banget, (Komunikasi personal, 29 Mei 2012). Di dalam kebudayaan timur status anak dipandang sebagai pemberian yang akan membawa rezekinya masing-masing. Hal ini berarti bahwa semakin banyak anak maka semakin banyak pula rezeki yang diperoleh (Gunarsa dalam Daeng, 2010). Pernyataan tersebut sama

seperti yang diungkapkan salah satu subjek (IP, 48 tahun) mengenai jumlah anak dimana ada kaitannya dengan rezeki yang diperoleh : Awal nikah mau nya punya anak banyak, kan kata orang-orang banyak anak banyak rezeki, kalo nikahin yang satu trus pergi masih ada adik-adiknya yang lain dirumah kan, nemenin (Komunikasi personal, 14 Juni 2012). Pandangan timur tidak sejalan dengan teori barat yang mengatakan bahwa pasangan yang paling berbahagia adalah pasangan tanpa anak, baik itu pasangan yang belum memiliki, pasangan yang tidak akan pernah memiliki anak dan pasangan dimana anak-anak mereka telah meninggalkan rumah. Ketidakhadiran anak membuat pernikahan tidak dapat dipertahankan karena terjadinya peningkatan biaya hidup yang tidak seimbang dengan hasil usaha mencari nafkah, sehingga timbul masalah-masalah yang sulit diatasi dan menambah penderitaan pasangan (Vidaya, 2007). Selain itu, kepuasan pernikahan menurun pada tahun-tahun pertama setelah bayi lahir dan biasanya penurunan ini lebih tajam pada wanita dibandingkan pria dikarenakan tanggung jawab yang lebih besar terhadap pengasuhan anak (Levy dan Shift dalam Vidaya, 2007). Maka dengan itu, kehadiran anak maupun ketidakhadiran anak dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan, dimana langgengnya pernikahan merupakan impian setiap pasangan. Kepuasan pernikahan merupakan salah satu dari kriteria keberhasilan pernikahan (Burgess dan Locke dalam Ardhianita dan Budi, 2007). Apabila seseorang merasa puas terhadap pernikahan yang telah dijalani, maka ia beranggapan bahwa harapan, keinginan dan tujuan yang ingin dicapai pada saat ia menikah telah terpenuhi, baik sebagian ataupun seluruhnya. Ia merasa hidupnya lebih berarti dan lebih lengkap dibandingkan dengan sebelum menikah. Kepuasan pernikahan dalam penelitian Campbell dari 2164 kasus yang dipilih secara random menemukan bahwa pasangan yang terikat dengan pernikahan merasakan kepuasan hidup

yang lebih tinggi dibandingkan ketika mereka menduda, menjanda atau sebelum menikah. Kepuasan hidup yang diperoleh melalui pernikahan ini disebabkan karena hampir seluruh dimensi kebutuhan manusia dapat dipenuhi melalui pernikahan (Domikus dalam Daeng, 2010). Kepuasan pernikahan meliputi ekspresi afeksi yang terbuka satu sama lain, terjalinnya rasa saling percaya, tidak ada dominasi antara satu terhadap lainnya, komunikasi yang bebas dan terbuka antara pasangan, kesesuaian kehidupan seksual, melakukan kegiatan bersama dalam hal aktivitas diluar rumah, tempat tinggal relatif stabil, dan penghasilan yang memadai (Duvall dan Miller dalam Nurani, 2004). Bagi kebanyakan individu dewasa, kepuasan pernikahan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi kebahagiaan hidup dibandingkan hal-hal lainnya seperti pekerjaan, hobi, persahabatan (Newman dan Newman dalam Vidaya, 2007). Di dalam tahap pernikahan, kepuasan pernikahan tertinggi terjadi pada tahap pertama ketika anak tertua memasuki usia remaja dan tahun-tahun pensiun. Dimana pasangan suami istri tersebut sudah memasuki usia paruh baya atau dewasa madya. Papalia (2008) mendefinisikan masa dewasa madya dalam terminologi kronoligis yaitu tahun-tahun usia 45 hingga 65 tahun. Dewasa madya merupakan masa yang paling sulit untuk dilalui oleh individu karena masa ini ditandai dengan tanggung jawab yang berat dan beragam, menuntut peran dan tanggung jawab sebagai orang yang menjalankan rumah tangga, departemen maupun perusahaan, merawat orangtua mereka, membesarkan anak dan mulai menata karir yang baru (Gallagher dalam Sari, 2010). Hurlock (1999) menyebutkan usia setengah baya atau usia madya sebagai usia yang berbahaya, ia juga menyebutkan bahwa usia madya sangat rawan terhadap perceraian karena

pada usia tersebut individu mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis yang dapat menimbulkan gangguan pada hubungan suami-istri. Penyesuaian perubahan fisiologis dan psikologis terhadap dewasa madya merupakan tugas penting untuk menciptakan hubungan yang memuaskan pada pasangan. Kegagalan dalam penyesuaian ini dapat membahayakan pernikahan dan menyebabkan kekecewaaan selama periode tersebut. Hal inilah yang mendorong terjadinya krisis dan menjadikan kehidupan dewasa madya lebih sulit untuk dilalui. Berkaitan dengan hal tersebut, tugas perkembangan yang harus dijalani oleh individu dewasa madya menurut Havighurst (1982) adalah tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik, perubahan minat, penyesuaian kejuruan dan tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga. Punya anak itu udah masa lalu, mending kerja dan karir aja yang dipikirin sekarang, udah umuran segini anak udah berlalu ajalah (Komunikasi personal, 8 Juni 2012). Hasil wawancara dini diatas pada EA 50 tahun dengan lama pernikahan lebih dari 20 tahun dimana subjek merasa bahwa kehadiran dan keinginan memiliki anak merupakan hal yang tidak prioritas lagi di dalam usia yang sudah memasuki usia madya. Umur 30-35 tahun merupakan fase kehamilan yang rawan, apalagi usia diatas 35 tahun maka melahirkan anak dapat menyebabkan kematian (Prilia, 2007). Wanita dewasa madya yang ingin memiliki anak, beresiko untuk calon anaknya seperti kelainan genetik yaitu down syndrom yang menyebabkan keabnormalan fisik dan keterbelakangan mental (Penny dkk, 2009). Penyesuaian fisik dalam masa dewasa madya adalah yang paling sulit dilakukan pria dan wanita, terdapat perubahan-perubahan pada kemampuan seksual mereka. Wanita memasuki masa menopause, dimana masa menstruasi berhenti, dan mereka kehilangan kemampuan memelihara anak, sedangkan pria mengalami masa klimakterik (Hurlock, 1999).

Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri dewasa madya tidak memiliki anak. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengungkapkan rumusan masalah yang dapat menjadi acuan dalam pembahasan berikutnya. Bagaimanakah gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri dewasa madya tidak memiliki anak? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Untuk mengetahui gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri dewasa madya tidak memiliki anak. 1.4 Kegunaan Penelitian Mengungkapkan secara spesifik kegunaan yang hendak dicapai dari penelitian tersebut adalah : 1.4.1 Aspek Teoritis - Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan sumbangan bukti ilmiah mengenai gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri dewasa madya tidak memiliki anak dan memberi penjelasan yang cukup komprehensif mengeni permasalahan peneliti yang telah disebutkan sebelumnya. - Sebagai wacana bagi para pekerja dalam bidang konseling pernikahan dan lembaga-lembaga penasehat pernikahan untuk dapat memberikan konsultasi

kepada pasangan suami istri dewasa madya tidak memiliki anak di dalam pernikahannya. 1.4.2 Aspek Praktis - Untuk suami dan isteri dewasa madya dalam hasil penelitian ini dapat menjadi masukan yang berguna dalam mencermati kehidupan pernikahannya sehingga diharapkan dapat menjalani kehidupan pernikahan yang lebih harmonis. - Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi para peneliti lainnya yang berminat untuk meneliti lebih jauh mengenai kepuasan pernikahan kepada pasangan suami istri dewasa madya tidak memiliki anak jika tidak tercakup dalam penelitian ini.