I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

BAB I. PENDAHULUAN A.

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa

I. PENDAHULUAN. Kinali dan Luhak Nan Duomerupakandua wilayah kecamatan dari. sebelaskecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Kedua kecamatan ini

Bab 4 P E T E R N A K A N

RESPON KECEPATAN TIMBULNYA ESTRUS DAN LAMA ESTRUS PADA BERBAGAI PARITAS SAPI BALI SETELAH DUA KALI PEMBERIAN PROSTAGLANDIN F2α (PGF2α)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

KEGIATAN SIWAB DI KABUPATEN NAGEKEO

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

Pemantauan dan Pengukuran Proses Layanan Purna Jual. Kegiatan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal. Kepala BIB Lembang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Rini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

ABSTRACT. Key words: Ongole Offspring, Estrous, Estrous Synchronization, PGF 2 α, Parities

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

ONSET DAN LAMA ESTRUS KAMBING KACANG YANG DIINJEKSIPROSTAGLANDINF2α PADA SUBMUKOSA VULVA

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktif dari hormon tiroksin memegang peranan penting dalam fungsi fisiologis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

5 KINERJA REPRODUKSI

PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

KAJIAN MENGURANGI KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil

PENGANTAR. Latar Belakang. andil yang besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan terutama daging.

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEBUNTINGAN (CONCEPTION RATE) PADA SAPI POTONG SETELAH DILAKUKAN SINKRONISASI ESTRUS DI KABUPATEN PRINGSEWU

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH INJEKSI PGF2α DENGAN HORMON PMSG PADA JUMLAH KORPUS LUTEUM, EMBRIO DAN JUMLAH ANAK KELINCI

PENGARUH PARITAS TERHADAP PERSENTASE ESTRUS DAN KEBUNTINGAN SAPI PERANAKAN ONGOLE YANG DISINKRONISASI ESTRUS MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN F 2 Α (PGF 2 Α)

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Laju permintaan daging sapi di Indonesia terus meningkat seiring

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

BAB V INDUKSI KELAHIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SINKRONISASI ESTRUS MELALUI MANIPULASI HORMON AGEN LUTEOLITIK UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BALI DAN PO DI SULAWESI TENGGARA

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementrian Pertanian Tahun 2010-- 2014 (Anonim a, 2009). Dokumen ini seyogyanya dijadikan acuan dan arahan bagi jajaran birokrasi di lingkungan Kementerian Pertanian dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan pertanian periode 2010--2014 secara menyeluruh, terintegrasi, efisien, dan sinergi baik di dalam maupun antar sektor terkait. Oleh karena itu, peran subsektor peternakan dalam pembangunan nasional sangat penting. Salah satu program utama Derektorat Jendral Peternakan dalam masalah ketahanan pangan adalah Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) tahun 2014. Program swasembada daging ini merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat. Protein merupakan salah satu sumber nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sumber protein dapat berasal dari protein hewani dan protein nabati. Sumber protein hewani berupa daging, susu, dan telur. Perbedaan komoditas sumber protein hewani juga mempengaruhi kualitas kandungan proteinnya. Daging merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan protein paling tinggi dibandingkan dari jenis lainya (Anonim b, 2012).

2 Menurut Anonim b (2012), konsumsi daging sebagai sumber protein per kapita per tahun di Indonesia yaitu sebesar 3,2 kg/kapita/tahun. Nilai ini menunjukkan sangat rendahnya konsumsi daging di Indonesia jika dibandingkan negara lainnya, misalnya Malaysia, Australia, dan Amerika yang masing-masing konsumsi dagingnya adalah 54 kg/kapita/tahun, 108,9 kg/kapita/tahun, dan 124 kg/kapita/tahun. Rendahnya tingkat konsumsi daging ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya karena harga daging yang cukup mahal. Harga daging yang mahal ini salah satunya dipicu oleh kurangnya jumlah ternak penghasil daging dalam negeri dan masuknya daging dari luar negeri. Dalam mewujudkan program swasembada daging, Provinsi Lampung memiliki peran yang sangat penting dalam pemenuhan daging dalam negeri. Hal ini dikarenakan Lampung memiliki potensi untuk pengembangan sapi potong sehingga menjadi salah satu lumbung ternak nasional. Pada tahun 2011, jumlah populasi ternak sapi potong di Provinsi Lampung sebesar 742.776 ekor atau sebesar 5,01% dari total populasi sapi potong di Indonesia (Anonim b, 2012). Sapi potong di Lampung sebagian besar merupakan bakalan dari luar negeri. Jumlah sapi yang diimpor dari Australia saja sebesar 240.950 ekor atau berkisar 32,43% dari populasi sapi yang ada di Lampung. Oleh karena itu, dibutuhkan penanganan untuk meningkatan populasi sapi dalam negeri. Salah satu jenis sapi dalam negeri yang cukup baik dikembangkan di Lampung adalah sapi Bali. Pada tahun 2011, populasi sapi Bali di Lampung mencapai 25,13% dari total populasi ternak potong yang ada di Provinsi Lampung, atau sebanyak 186.712 ekor (Anonim b, 2012). Propinsi Lampung terdapat beberapa

daerah yang cukup potensial untuk mengembangkan sapi Bali, salah satunya 3 adalah Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu. Permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan populasi ternak sapi salah satunya mengenai reproduksi. Kendala alamiah dalam reproduksi sapi yaitu memiliki sifat monotokus dengan interval kelahiran yang panjang dan siklus estrusnya tersebar secara acak. Partodihardjo (1980) menyatakan bahwa pencahayaan, perubahan hormonal, makanan dan jenis ras hewan dapat menyebabkan estrus yang tidak serempak. Selain kendala alamiah pada sapi, yang sering terjadi di masyarakat adalah manajerial peternak yang kurang baik. Peternak sering kali terlambat mengetahui sapinya estrus sehingga terlambat mengawinkan dan menambah garis panjang sapi tidak bunting. Berkaitan dengan masalah tersebut kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan sinkronisasi estrus. Sinkronisasi estrus merupakan pengendalian siklus estrus sedemikian rupa sehingga periode estrus terjadi pada banyak hewan betina secara serempak pada hari yang sama atau dalam waktu 2 atau 3 hari (Toelihere, 1985). Teknik ini cukup terbukti efektif untuk meningkatkan efisiensi reproduksi. Ternak-ternak yang disinkronisasi dapat estrus dalam periode yang relatif bersamaan, sehingga dapat efisien saat pelaksanaan IB, pelaksanaan perkawinan dapat dengan tepat dan akhirnya dapat melahirkan secara serentak. Salah satu hormon yang dapat digunakan dalam sinkronisasi estrus adalah prostaglandin. Sinkronisasi menggunakan prostaglandin F2α ini dilaporkan memperlihatkan hasil yang rendah. Menurut Fauzat (1994), rendahnya hasil IB

dalam pelaksanaan sinkronisasi karena tidak pernah diikuti dengan pengamatan 4 estrus setelah pemberiannya, melainkan langsung diiseminasi pada hari ketiga setelah pemberian. Paritas adalah tahapan seekor induk ternak melahirkan anak. Paritas pertama adalah ternak betina yang telah melahirkan anak satu kali atau pertama. Demikian juga untuk kelahiran-kelahiran yang akan datang disebut paritas kedua dan seterusnya (Hafez, 2000). Daya reproduksi ternak pada umumnya dipengaruhi terutama lama kehidupan reproduktif dan frekuensi beranak (Toelihere, 1985). Daya reproduksi ternak biasanya terlihat dari penampilan reproduksi dan respon fisiologinya. Penelitian tentang pengaruh paritas ternak yang diberi prostaglandin F2α terhadap kecepatan timbulnya estrus dan lama estrus belum banyak diketahui. Lama estrus dan kecepatan timbulnya estrus pada paritas ternak yang berbeda sangat penting diketahui untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan IB yang tepat pada masing-masing paritas ternak. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon kecepatan timbulnya estrus dan lama estrus pada berbagai paritas sapi Bali setelah dua kali pemberian prostaglandin F2α (PGF2α). C. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pihak terkait dalam usaha peningkatan produktivitas sapi Bali dan sebagai studi pustaka bagi peneliti selanjutnya.

D. Kerangka Pemikiran 5 Salah satu program pemerintah di subsektor peternakan adalah meningkatkan produksi daging dalam negeri agar tercapai Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau pada tahun 2014. Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau tahun 2014 dapat tercapai jika 90 % kebutuhan konsumsi daging dapat dipasok dari produksi dalam negeri, akan tetapi hingga saat ini Indonesia masih mengimpor dari luar negeri baik sudah dalam bentuk daging atau bakalan sapi. Berdasarkan catatan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung yang bersumber dari Anonim b (2012), konsumsi daging saat ini di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara tetangga. Adapun perbandingan konsumsi daging masyarakat Indonesia dan berbagai negara tetangga dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Konsumsi daging masyarakat Indonesia dan berbagai negara tetangga No Negara Konsumsi Daging 1 Australia 108,9 2 Indonesia 3,2 3 Malaysia 54 4 Thailand 24,6 5 Cina 79,7 Sumber: Anonim b (2012) Provinsi Lampung merupakan daerah yang potensial untuk penyebaran peternakan sapi. Lampung saat ini menjadi daerah dengan produksi sapi terbesar ke lima di Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. Data dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi

Lampung (2012), jumlah populasi sapi potong di Provinsi Lampung tahun 2011 6 mencapai 742.776 ekor. Sektor peternakan sapi di Lampung didominasi oleh peternakan rakyat. Peternakan rakyat harus dibangun dengan serius. Hal tersebut dikarenakan peternakan rakyat sangat membantu peningkatan kesejahteraan rakyat. Kabupaten Pringsewu merupakan daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan sapi potong. Kecamatan Sukoharjo merupakan daerah di Kabupaten Pringsewu yang memiliki populasi sapi potong terbesar yaitu sebesar 27,6% dari seluruh populasi sapi potong di kabupaten ini. Jenis sapi yang sedang dikembangkan di Kecamatan Sukoharjo adalah sapi Bali. Sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia dengan tingkat reproduktivitas dan kesuburan (fertilitas) yang tinggi serta mampu beradaptasi dan berkembang di beberapa wilayah di Indonesia (Romjali dan Ainur, 2007). Sapi Bali sangat potensial dikembangkan untuk mendukung program swasembada daging dan juga melestarikan plasma nutfah sapi asli Indonesia. Masalah yang masih sering dijumpai pada usaha peternakan sapi rakyat hingga saat ini adalah jarak beranak yang panjang dan penampilan reproduksi belum optimum. Jarak beranak yang panjang pada sapi disebabkan oleh banyak faktor diantaranya peternak kurang cermat dalam mendeteksi estrus ternaknya. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah teknik sinkronisasi estrus atau penyerentakan estrus dengan memanipulasi pola hormon reproduksi induk sapi.

Hormon yang dapat digunakan untuk mendukung kejadian estrus atau 7 mempersingkat masa siklus estrus pada sapi Bali adalah Prostaglandin F2α. Prostaglandin F2α dikenal sebagai suatu vasokontriktor dan menyebabkan hambatan pengaliran darah secara drastis melalui corpus luteum (CL). Pengurangan darah ini dapat mengakibatkan regresi corpus luteum. Regresi corpus luteum akan mengakibatkan penurunan hormon progresteron, selanjutnya hipotalamus akan memproduksi folicle stimulating hormone (FSH) dan disusul dengan produksi LH. FSH akan merangsang pembentukan folikel, selanjutnya akan berkembang dari folikel primer menjadi sekunder, tersier, dan terakhir menjadi folikel de Graaf. Adanya folikel de Graaf menyebabkan hormon estrogen menjadi maksimal yang dapat merangsang estrus pada ternak. Herdis dkk., (1999) berpendapat bahwa penyuntikan dosis tunggal prostaglandin tidak akan menjamin seluruh hewan bisa estrus sekaligus, untuk itu agar hewan bisa estrus dalam periode waktu yang hampir bersamaan dilakukan penyuntikan dua kali yaitu pada hari ke-11 atau ke-12 setelah penyuntikan pertama. Paritas adalah tahapan seekor induk ternak melahirkan anak. Paritas pertama adalah ternak betina yang telah melahirkan anak satu kali atau pertama. Demikian juga untuk kelahiran-kelahiran yang akan datang disebut paritas kedua dan seterusnya (Hafez, 2000). Paritas berkorelasi positif terhadap lama kehidupan ternak atau umur ternak (Belstra, 2003). Menurut Toelihere (1985), lama kehidupan pada umumnya mempengaruhi daya reproduksi ternak dan frekuensi beranak. Faktor ini sangat penting bagi peternakan dan pembangunan peternakan, karena setiap penundaan kebuntingan ternak, mempunyai dampak ekonomis yang

sangat penting. Oleh karena itu, sapi pada paritas yang berbeda pasti akan 8 memiliki daya reproduksi yang berbeda. Daya reproduksi dapat dilihat melalui respon fisioligis ternak. Respon fisiologis yang dapat dilihat antaranya melalui kecepatan timbulnya estrus dan lama estrus. Menurut penelitian Belli (1990), kecepatan timbulnya estrus setelah penyuntikan PGF2α secara intramuskuler pada sapi Bali bervariasi antara 21,6--67,84 jam. Menurut AKK (1995) dan Partodihardjo (1980), sapi dara umumnya mengalami masa estrus lebih singkat daripada sapi yang lebih dewasa. Pernyataan ini didukung oleh Salibury dan Van Demark (1984), yang menyatakan bahwa ratarata lama estrus sapi dewasa adalah 19,3 jam sedangkan pada sapi dara adalah 16,1 jam. Hasil penelitian Maliawan (2002) juga menunjukkan bahwa rata-rata lama estrus sapi Bali paritas 1 adalah 16,87 jam, paritas 2 adalah 17,33 jam, dan pada paritas 3 adalah 17,42 jam. E. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah paritas dapat memengaruhi kecepatan timbulnya estrus dan lama estrus sapi Bali setelah dua kali pemberian prostaglandin F2α (PGF2α).