Program Peningkatan Cakupan Tes HIV, Inisiasi Dini ART dan Kelangsungan ODHA Minum ARV pada Populasi Berisiko Tinggi di Kota Denpasar,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

Kebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

KEBIJAKAN PROGRAM PENGENDALIAN HIV-AIDS DAN IMS. Subdit AIDS dan PMS DITJEN PP & PL, KEMENKES KUPANG, 4 September 2013

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KERANGKA ACUAN KLINIK MS DAN VCT PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

komisi penanggulangan aids nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) ,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB I PENDAHULUAN Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara :

SUFA (Strategic Use of ARV) di Kabupaten Jember ; Capaian dan Kendala

Latar belakang, Skema & Implementasi SUFA (Strategic Use of Antiretroviral) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL

Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya

Implementasi Strategi Layanan Komprehensif (LKB) pada Prosedur Pengobatan HIV IMS di Kota Yogyakarta dan Semarang

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

SITUASI PENDANAAN PROGRAM HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DKI Jakarta 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti

HASIL LOKAKARYA REVIEW PENANGGULANGAN HIV & AIDS PROVINSI JAWA TENGAH

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

The applicability of VCT information card during outreach works of clients of female sex workers in Denpasar Bali Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ESTIMASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DELPHI II Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

Pertemuan Evaluasi Program GWL. Untuk mendapatkan masukan dan rekomendasi pengembangan program

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

ANALISIS EPIDEMIOLOGI HIV AIDS DI KOTA BANDUNG DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB IV PENUTUP. 1. Peran KPA dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Kota. Semarang adalah mengkoordinasikan segala kegiatan yang

Kab.Tangerang & Resiko

Satiti Retno Pudjiati. Departemen Dermatologi dan Venereologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN HIV & AIDS DI KABUPATEN GROBOGAN. OLEH : PENGENDALIAN PENYAKIT (PROGRAM HIV &AIDS) DINAS KESEHATAN Kab.

Sambutan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

Pendampingan Pembiayaan Program HIV- AIDS (Akses Layanan) dari APBD II di Dinas Kesehatan Kota Tarakan, Kaltim. Tri Astuti Sugiyatmi Khairul Arbiati

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL

OLEH A A ISTRI YULAN PERMATASARI ( ) KADEK ENA SSPS ( ) WAYLON EDGAR LOPEZ ( )

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB II RUANG LINGKUP KLINIK PKBI-ASA

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Balakang. Timur yang teridentifikasi menjadi wilayah terkonsentret HIV dan AIDS selain Malang

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

ASK Laporan Analisis Kebijakan

Untuk komunitas dari komunitas: Jangan hanya di puskesmas dan rumah sakit!

PERAN LSM/KOMUNITAS DALAM KOLABORASI TB-HIV

Layanan Komprehensif Berkesinambungan dan Peningkatan Retensi ARV. Kasubdit HIVAIDS dan PIMS KEMENKES

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan

KEBIJAKAN NASIONAL KOLABORASI TB HIV

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

ANTARA KEBUTUHAN DAN PEMENUHAN HAK PEMBIAYAAN PENANGGULANGAN AIDS DALAM SKEMA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. dr Endang Sri Rahayu

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, salah satunya HIV/AIDS. Laporan kementerian kesehatan, sejak

PERAN BIDAN DALAM PENGENDALIAN HIV/AIDS DI KOTA DENPASAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

BAB V HASIL. Jakarta Pusat. Layanan yang tersedia adalah layanan kesehatan dasar untuk. Kelompok Dukungan Sebaya untuk ODHA pengguna NAPZA suntik

Lokakarya HR petugas Puskesmas. Peningkatan kapasitas petugas. puskesmas untuk layanan HR. Pembentukan Kader Peduli AIDS Mappi Papua.

Peluang Pendanaan APBN Program HIV kepada LSM. dr Siti Nadia, M Epid Kasubdit AIDS & PMS Kemkes, Ditjen PPPL

BAB I PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu. kumpulan gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh, bukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency

KULONPROGO BANGKIT TANGGULANGI AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini di berbagai belahan bumi mengalami masalah kesehatan

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

DAFTAR ISI Deskripsi dan uraian umum Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia

ANALISA SITUASI HIV/AIDS DI KABUPATEN KEBUMEN HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

SRAN Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Per 1 September 2015

Transkripsi:

Program Peningkatan Cakupan Tes HIV, Inisiasi Dini ART dan Kelangsungan ODHA Minum ARV pada Populasi Berisiko Tinggi di Kota Denpasar, 2014-2015 Sang Gede Purnama, Partha Muliawan, Dewa Wirawan A. Abstrak Selama Juli 2014 hingga Agustus 2015 yakni melakukan kegiatan rujukan LBT untuk tes HIV ke layanan kesehatan sebanyak 570 orang (110%). Jumlah yang HIV positif 95 orang (144%) dan jumlah orang yang mengakses ARV 200 orang (123%). Jumlah ODHA yang dipertahankan akses ARV sebanyak 153 orang (96%). Jumlah ODHA yang drop out dari pengobatan sebanyak 46 orang. Persentase tersebut adalah mengacu kepada target yang telah ditetapkan dalam proposal. Adanya permasalahan ODHA yang putus obat, sebagian besar putus obat dikarenakan tidak kuat efek samping serta pindah alamat. Saat ini diupayakan agar petugas lapangan mampu memberikan konseling dengan penekanan pada efek samping obat disampaikan dengan baik sehingga ODHA siap menerimanya. B. Latar Belakang Kasus-kasus HIV dan AIDS di Indonesia terus mengalami peningkatan sejak pertama kali ditemukan di Bali tahun 1987 pada seorang wisatawan Belanda. Sampai dengan Bulan November 2012 di Indonesia telah dilaporkan sebesar 6.917 kasus yang terdiri dari 3.628 kasus HIV dan 3.344 kasus AIDS. Provinsi Bali selalu menempati rangking lima besar di Indonesia, baik dilihat dari jumlah kasus AIDS (nomor lima), jumlah kasus HIV (nomor enam) maupun case rate-nya (nomor tiga). Sedangkan distribusi menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali, maka Kota Denpasar (41%) menduduki urutan pertama jumlah kasus disusul dua besar lainnya, yaitu Kabupaten Buleleng (18%) dan Kabupaten Badung (14%). Berdasarkan estimasi tahun 2012, jumlah kasus infeksi HIV di Indonesia diperkirakan sebanyak 591.823 orang dan yang memerlukan ART sebesar 178.631 orang sedangkan proporsi 1

yang pernah menerima ART sebesar 53% dan yang masih minum ART sampai saat ini hanya 17,4%. Angka ini menunjukkan adanya kesenjangan antara perkiraan jumlah Odha dengan jumlah Odha yang ditemukan dan dilaporkan serta pemberian ART kepada Odha. Di Provinsi Bali juga terdapat kesenjangan antara angka-angka tersebut, walaupun proporsi Odha yang minum ARV saat ini lebih tinggi, yaitu masing-masing sebesar 63,7% untuk Provinsi Bali dan Kota Denpasar. Tantangan yang dihadapi dalam program penanggulangan HIV - AIDS antara lain adalah (1) masih adanya stigma dan diskriminasi, 2) rendahnya pengetahuan tentang HIV-AIDS dan IMS 3) tingginya praktek berisiko tertular HIV, 4) adanya miss opportunity kebutuhan masyarakat, 5) terbatasnya akses dan utilisasi terhadap layanan, dan 6) logistik serta SDM yang memadai. Untuk menjawab tantangan tersebut maka telah dikembangkan program layanan komprehensif berkesinambungan (LKB) dengan melibatkan semua komponen terkait untuk berjejaring, seperti fasilitas layanan kesehatan (fasyankes), lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelompok pendukung, komunitas dan keluarganya. Kota Denpasar telah melakukan program LKB dengan melibatkan semua puskesmas sebagai fasyankes primer, Rumah Sakit Umum Wangaya (RSUW) sebagai fasyankes sekunder, LSM beserta sejumlah penjangkau lapangan (PL) yang berasal dari masyarakat dan populasi kunci. Provinsi Bali, melalui Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, telah terpilih juga sebagai kabupaten/kota yang mengikuti pilot proyek Startegic Use of ARV (SUFA), program percepatan tes HIV dan pemberian ART. Bersama-sama dengan 11 kabupaten/kota se-indonesia, sebagai daerah prioritas telah dilibatkan dalam workshop percepatan minum ART (SUFA) s ebagai pengembangan LKB di Jakarta pada tanggal 6-8 November 2013. Selanjutnya workshop khusus untuk Bali dilaksanakan di Kuta, Badung pada tanggal 18-20 November 2013 dan menghasilkan rencana kerja sampai dengan tahun 2014. Rencana kerja dikembangkan dalam tiga strategi yaitu: 1) memperluas tes HIV untuk penemuan kasus infeksi HIV, 2) meningkatkan efektifitas dan retensi pengobatan ARV, dan 3) memperkuat efektifitas upaya yang sudah ada dalam LKB (Lampiran-1). Selama periode tahun 2013 telah dilakukan penjangkauan pada 12.000 LBT di Kota Denpasar, dan hanya kurang dari 5 yang bersedia dirujuk dan tes HIV. Sedangkan mobile clinic VCT bekerja sama dengan Dinkes dan KPA Kota Denpasar telah diberikan penyuluhan 2

dan tes HIV pada masyarakat di tempat kerja sebanyak 300 orang. Diperoleh hasil tes HIV reaktif sebanyak 7 orang dengan seorang klien yang bersedia dirujuk ke fasyankes dan bersedia minum ART. Kelangsungan minum ART klien ini hanya berlangsung selama dua minggu. Selain itu kesenjangan yang dihadapi pada Odha yang ditemukan adalah ketidaksediaannya untuk minum ART dan kelangsungan minum yang rendah bagi yang telah memakai obat. Setiap bulan di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja (YKP) ditemukan 20 klien yang reaktif HIV dan 15 orang harus memperoleh inisiasi ART tetapi hanya setengahnya bersedia memulai ART. Penanggulangan HIV-AIDS di Kota Denpasar telah dilakukan oleh berbagai LSM yang khusus di bidangnya, seperti Yayasan Gaya Dewata dengan komunitas gay dan waria, Yayasan Dua Hati dengan sasaran pemakai narkoba suntik, Yayasan Spirit Paramacitta untuk dampingan komunitas Odha, Yayasan Rama Sesana untuk populasi umum pengunjung pasar dan Yayasan Kerti Praja (YKP) dengan kelompok pekerja seks perempuan (PSP). Semua LSM tersebut mempunyai penjangkau lapangan (PL) sesuai dengan populasi yang menjadi sasarannya. Pertemuan Kelompok Dampingan Sebaya (KDS) yang didominasi oleh Odha pekerja seks perempuan (PSP) dilakukan secara rutin setiap bulan dikoordinir dari Yayasan Spirit Paramacitta. Jumlah PL di Kota Denpasar ada sebanyak 40 orang, dimana 50% diantaranya sudah terlatih menjadi konselor HIV. Penjangkau lapangan YKP sebanyak 21 orang dan 16 telah terlatih sebagai konselor. Selain LSM maka di Denpasar telah mempunyai 675 kader yang tersebar di tiap desa dalam bentuk Kader Desa Peduli AIDS (KDPA) dan siswa sekolah SMP, SMA dan SMK yang bergabung dalam Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba ( KSPAN) yang menyasar penduduk umum. Sedangkan lelaki berisiko tinggi (LBT) belum terjangkau secara khusus. Sehingga kebanyakan LBT yang terinfeksi HIV datangnya terlambat dan ditemukan setelah menjadi AIDS berakibat pengobatan ARV juga terlambat dan usianya menjadi pendek. Selain itu karena terlambat ditemukan LBT yang Odha, maka sudah menularkan kepada istrinya dan akhirnya kepada bayi yang terlahir. Guna mendukung program dengan sasaran LBT, YKP Denpasar telah terlibat dalam kegiatan LKB bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dan Dinas Kesehatan ( Dikes) Kota Denpasar menyusun proposal kegiatan Program Peningkatan Cakupan Tes HIV, Inisiasi Dini ART dan Kelangsungan Minum Obat ARV pada Populasi 3

Berisiko Tinggi di Kota Denpasar, 2014-2015. Tujuan Tujuan umum dari program ini adalah untuk meningkatkan cakupan tes HIV dan mempertahankan kelangsungan minum ART pada populasi lelaki berisiko tinggi. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk: 1. Meningkatkan cakupan tes HIV pada kelompok lelaki berisiko tinggi. 2. Meningkatkan jumlah Odha yang diberikan inisiasi dini ART. 3. Mempertahankan kelangsungan Odha yang minum ART. C. Metode Berikutnya akan diuraikan metode atau kegiatan operasional yang dipergunakan dalam mencapai tujuan program intervensi ini adalah sebagai berikut: Strategi I: Meningkatkan penemuan penduduk risiko tinggi untuk mengikuti tes HIV. 1. Membentuk Tim SUFA. Sebagai awal kegiatan maka akan dibentuk Tim SUFA. Pembentukan Tim SUFA akan dimotori oleh empat orang yang terlibat langsung dalam workshop di Jakarta. Jumlah anggota akan disesuaikan dengan kebutuhan, yaitu 5-10 orang. Selain empat orang di atas maka anggota lainnya dipilih dari peserta workshop di Kuta, Badung. Tim SUFA akan diajukan kepada Bapak Walikota Denpasar untuk dibuatkan surat keputusan. 2. Melakukan sosialisasi program SUFA dengan pemangku kepentingan. Tim SUFA menyelenggarakan pertemuan dengan pemangku kepentingan guna memberikan sosialisasi rencana kegiatan SUFA di Kota Denpasar. Pemangku kepentingan yang dilibatkan adalah puskesmas, Dias Kesehatan Kota Denpasar, KPA Kota Denpasar, LSM dan institusi lainnya yang terkait. 4

3. Melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat di tingkat kecamatan. Pertemuan dengan tokoh masyarakat dilakukan di tingkat kecamatan sekali untuk setiap kecamatan. Melalui pertemuan ini dilakukan sosialisasi program LKB dan SUFA dalam menurunkan kejadian infeksi HIV. 4. Melakukan sosialisasi dengan petugas penjangkau lapangan (PL). Pertemuan dengan semua PL yang ada di Kota Denpasar untuk memberikan sosialisasi program intervensi dalam meningkatkan tes HIV, inisiasi dini pemberian ART dan mempertahankan kelangsungan minum obat. Dalam pertemuan ini dapat disepakati sistem kerja dalam melakukan penjangkauan populasi berisiko tinggi, khususnya LBT, untuk dirujuk ke klinik VCT, inisiasi ART bagi Odha dan dampingan untuk memelihara kepatuhan minum ARV. Penjangkau lapangan (PL) adalah staf LSM atau institusi yang mempunyai tugas utama di lapangan untuk menjangkau penduduk sasaran dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS berupa penyuluhan dan pendampingan untuk perubahan perilaku serta merujuk penduduk sasaran yang bermasalah ke klinik. 5. Melakukan sosialisasi dengan petugas fasilitas layanan kesehatan. Pertemuan dengan fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) primer dan sekunder di Kota Denpasar guna sosialisasi layanan peningkatan tes HIV, inisiasi dini layanan ART dan pendampingan untuk mempertahankan minum ARV bagi Odha. Fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di Kota Denpasar berjenjang mulai dari primer adalah puskesmas se wilayah Kota Denpasar, sekunder adalah RSU Wangaya dan tersier adalah RSUP Sanglah. 6. Melakukan rujukan LBT ke klinik VCT. Lelaki berisiko tinggi yang ditemukan dan dijangkau oleh PL diharapkan mau dirujuk ke klinik VCT untuk melakukan tes HIV. Yang dimaksud dengan LBT adalah lelaki yang mempunyai perilaku memudahkan penularan HIV/AIDS, seperti 5

pemakai narkoba suntik dan melakukan hubungan seks yang tidak aman. Dalam program intervensi ini maka yang dimasukkan ke dalam kelompok LBT adalah lelaki yang mempunyai mobilitas tinggi (sopir, ABK, tenaga kerja migran), pelanggan PSP, pemakai narkoba suntik dan lelaki suka seks dengan lelaki (LSL). Target jumlah LBT yang dirujuk selama setahun adalah 570 orang. Dengan meningkatnya klien yang dirujuk ke klinik VCT secara individual, maka beban konselor akan bertambah sehingga diperlukan bantuan dari seorang konselor lagi. 7. Melakukan pertemuan kader peduli AIDS. Pertemuan sosialisasi dengan kader desa peduli aids (KDPA) akan dilakukan setiap dua bulan sekali guna mengenalkan adanya program penanggulangan HIV melalui SUFA. Pertemuan dilakukan setiap dua bulan sekali yang diikuti oleh 25 orang setiap pertemuan. Strategi 2: Mempertahankan Odha minum ART. 8. Melakukan rujukan odha ke fasyankes. Dua puluh orang Odha baru yang ditemukan dan Odha lama yang belum mengkonsumsi ART setiap bulan akan dirujuk oleh PL ke fasyankes untuk inisiasi pemberian ART. 9. Memberikan dampingan Odha untuk minum ARV. Pada awalnya 50% dari 20 Odha baru yang dirujuk bersedia minum obat secara dini. Selama minum ART didampingi oleh PL untuk memelihara kepatuhannya minum obat ARV. Penjangkau lapangan termasuk mendampingi Odha mengingatkan minum obat ARV dan antisipasi timbulnya efek samping. Jumlah Odha yang bersedia minum ART setiap bulan mengalami kenaikan setiap bulannya sampai mencapai 20 Odha perbulan. Dalam setahun akan didampingi 182 Odha. 6

D. Pelaksanaan dan hasil 1. Kegiatan pembentukan tim SUFA sudah dilakukan dan telah di buatkan SK dari KPA Kota Denpasar nomor 01/KPA DPS/I/2014 tentang pembentukan kelompok kerja (pokja) layanan komprehensif dan berkesinambungan (LKB) di Kota Denpasar. Tim SUFA ini beranggotakan Dinas Kesehatan Kota Denpasar, RS.UP Sanglah, RSUD Wangaya, KPA Kota Denpasar, Polresta Kota Denpasar, BAPEDA, Kecamatan Se-Kota Denpasar, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar, Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan, LSM Peduli AIDS di Denpasar, Kader Desa Peduli AIDS Kota Denpasar, Puskesmas Se-Kota Denpasar. 2. Sosialisasi Program SUFA dilakukan pada pemangku Kepentingan dan stakeholder terkait. Kegiatan ini di fasilitasi dari YKP bekerjasama dengan KPA Kota Denpasar dan Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pemahaman tentang program SUFA dan penanggulangan HIV-AIDS khususnya pada populasi lelaki berisiko tinggi. Melalui kegiatan ini bertujuan : Memahami program Layanan Komprehensif Berkesinambungan Strategic Use of ARV (LKB SUFA) yang memadukan unsur KPA dan Dinas Kesehatan (Puskesmas), rumah sakit dan lembaga swadaya masyarakat. Memahami peranan fasilitas layanan kesehatan dalam pelaksanaan program.terjalin hubungan kerjasama antara tenaga fasilitas layanan kesehatan pemerintah maupun swasta dengan institusi terkait, petugas lapangan dan penduduk sasaran dalam menanggulangi HIV/AIDS di Kota Denpasar. Pada Kegiatan ini dibuat komitmen bersama dalam meperlancar pelaksanaan Layanan Komprehensif dan Berkesinambuangan (LKB) dan SUFA di masing-masing wilayah kerja. 3. Melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat di tingkat kecamatan. Di Kota Denpasar terdapat 4 kecamatan. Setiap kecamatan dilakukan sosialisasi program LKB-SUFA. Kegiatan ini bertujuan untuk: 7

1. Memahami program Layanan Komprehensif Berkesinambungan Strategic Use of ARV (LKB SUFA) yang memadukan unsur KPA dan Dinas Kesehatan (Puskesmas) local, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat 2. Memahami peranan masing-masing lembaga dan tokoh masyarakat dalam pelaksanaan program. 3. Mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat agar berperan aktif dalam penanggulangan HIV/AIDS, mendorong masyarakat untuk melakukan tes HIV, dan minum ART apabila terinfeksi. 4. Terjalin hubungan kerjasama antara tokoh masyarakat dengan petugas lapangan dalam menanggulangi HIV/AIDS di Kota Denpasar. Berdasarkan hasil pertemuan tersebut maka disepakati agar Kepala Kecamatan melakukan koordinasi dengan KPA Kota Denpasar, Dinas Kesehatan maupun LSM yang ada apabila ada warganya yang membutuhkan informasi mengenai HIV, membutuhkan layanan dan perawatan HIV, pendampingan minum obat dan lainnya. Setiap Kecamatan dapat mengakses informasi dan layanan di direktori nomor telefon layanan kesehatan terdekat di wilayahnya. 4. Melakukan sosialisasi dengan petugas penjangkau lapangan (PL). Sosialisasi Petugas lapangan ini bertujuan : 1. Memahami program LKB SUFA 2. Memahami peranan lembaga dan petugas lapangan (PL) dalam pelaksanaan program. 3. Mampu berperanaktif untuk merujuk klien tes HIV, pemberian ART dan pendampingan Odha minum ARV 4. Terjalin hubungan kerjasama antara LSM (PL) dalam menanggulangi HIV/AIDS di Kota Denpasar Peserta sebanyak 47 orang terdiri dari petugas lapangan dari LSM yang ada di Kota Denpasar dan aktif dalam penanggulangan HIV/AIDS. LSM tersebut adalah Yayasan Gaya Dewata, Yayasan Dua Hati, Yayasan Kerti Praja dan petugas lapangan dari Puskesmas. Nara sumber adalah dr. Partha Muliawan yang memaparkan peningkatan penemuan Odha melalui rujukan tes HIV, inisiasi dini ART dan 8

pendampingan minum ARV bagi Odha. Petugas Lapangan ini berperan besar dalam melakukan penjangkauan populasi kunci serta pendampingan ODHA. LSM di Kota Denpasar termasuk Petugas lapangan dari puskesmas bekerjasama dalam mensukseskan program LKB-SUFA. 5. Melakukan sosialisasi dengan petugas fasilitas layanan kesehatan. Kegiatan ini bertujuan 1. Memahami program Layanan Komprehensif Berkesinambungan Strategic Use of ARV (LKB SUFA) yang memadukan unsur KPA dan Dinas Kesehatan (Puskesmas) lokal, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat 2. Memahami peranan fasilitas layanan kesehatan dalam pelaksanaan program. 3. Terjalin hubungan kerjasama antara tenaga fasilitas layanan kesehatan pemerintah maupun swasta dengan petugas lapangan dan penduduk sasaran dalam menanggulangi HIV/AIDS di Kota Denpasar. Kegiatan ini diikuti oleh 40 orang peserta yang terdiri dari tenaga fasilitas layanan kesehatan di Kota Denpasar seperti RS. Sanglah, RS Wangaya, RUMKITDAM, RS. Surya Husada, RS. Prima Medika, VCT lab prodia, PKBI, YRS, Lab Quantum dan 11 Puskesmas. Kegiatan ini di fasilitasi oleh : 1. Dr. Partha Muliawan, MSc (OM) dari YKP 2. Dr. IB Eka Putra, M. Kes dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar Pada pertemuan ini disepakati untuk pendanaan Pra ARV pada ODHA ditanggung oleh Dinas Kesehatan Kota Denpasar, ODHA yang memeriksakan diri di Puskesmas dan Rumah Sakit mendapatkan kartu khusus agar bisa gratis. Pemahaman terhadap Program Layanan Komprehensif Berkesinambungan Strategic Use for ARV (LKB SUFA). Terjalin hubungan kerjasama antara tenaga fasilitas layanan kesehatan pemerintah maupun swasta dengan petugas lapangan dan penduduk sasaran dalam menanggulangi HIV/AIDS di Kota Denpasar. 9

6. Melakukan pertemuan Kader Desa Peduli AIDS. Pertemuan Kader Desa Peduli AIDS (KDPA) ini dilakukan secara rutin selama 6 kali yang bergilir dibeberapa wilayah kecamatan secara merata. Pertemuan Kader Desa ini bertujuan 1. Memahami program Layanan Komprehensif Berkesinambungan Strategic Use of ARV (LKB SUFA) yang memadukan unsur KPA dan Dinas Kesehatan (Puskesmas) lokal, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat 2. Memahami peranan kader peduli AIDS dalam pelaksanaan program. 3. Terjalin hubungan kerjasama antara Kader Peduli AIDS, petugas lapangan, fasilitas layanan kesehatan dan penduduk sasaran dalam menanggulangi HIV-AIDS di Kota Denpasar. Kegiatan ini difasilitasi oleh YKP, KPA Kota Denpasar dan Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Terjalin hubungan kerjasama antara kader peduli AIDS, petugas lapangan, fasilitas layanan kesehatan dan penduduk sasaran dalam menanggulangi HIV-AIDS di Kota Denpasar. 7. Melakukan rujukan LBT ke klinik VCT. Klien didekati oleh PL, apabila bersedia maka dirujuk ke Klinik VCT YKP. Ada yang diantar oleh PL dan juga ada yang datang sendiri. Setelah dikonseling oleh konselor di YKP maka darah klien diambil oleh dokter/perawat dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium oleh petugas laboratorium/perawat. Hasil tes HIV negatif disuruh tes ulang 3 bulan lagi dan bila HIV positif dirujuk ke dokter untuk inisiasi ART. Sejak Agustus 2014 hingga Juli 2015 ini jumlah klien yang dirujuk sebanyak 570 orang pencapain sudah (110%). Adapun klien yang positif sebanyak 95 orang dengan capaian (144%). Strategi 2: Mempertahankan Odha minum ART. 8. Jumlah orang yang akses ARV Klien yang memperoleh hasil tes HIV+ dirujuk ke dokter Klinik Amertha untuk memulai minum ARV. Untuk inisiasi ART maka dokter klinik memberikan konseling 10

kepada klien dengan menjelaskan kemungkinan efek samping obat dan risiko yang terjadi apabila putus minum ARV Jumlah klien yang akses ARV sebesar 200 orang (123%). Jumlah ini adalah kumulatif antara klien baru dan klien lama yang akses ARV. Klien yang akses ARV biasanya sebelumnya sudah melalui proses konseling oleh para konselor. Mereka sudah bersedia mengkonsumsi obat secara disiplin dan sudah tahu efek sampingnya. 9. Jumlah ODHA yang dipertahankan akses ARV Apabila sudah sepakat konsumsi ARV diberikan dan PL bertugas mendampinginya. Jumlah klien yang di damping selama 1 tahun ini sebanyak 153 orang (123%). Jumlah ini kumulatif dari klien baru dan klien yang baru bersedia minum ARV. Beberapa klien mengeluhkan efek samping minum obat dan paling banyak pada 2 minggu pertama. Jumlah yang putus obat selama setahun ini tercatat 46 orang (23%). 11

Tabel 1. Jumlah target vs capaian LKB-SUFA No 1 2 3 Indikator Jumlah populasi kunci yang dijangkau Jumlah populasi kunci yang dirujuk ke layanan Jumlah populasi kunci yang dirujuk tes HIV Target Jumlah Capaian setahun 61633 13164 570 persentase (%) 520 570 110 4 Jumlah orang yang HIV positif 66 95 144 5 Jumlah orang yang mengakses ARV 162 200 123 6 Jumlah ODHA yang dipertahankan akses ARV 160 153 96 12

Gambar 1. Diagram target vs capaian SUFA Perbandingan sebelum dan setelah program SUFA di Yayasan Kerti Praja Denpasar Berdasarkan data yang dimiliki Yayasan Kerti Praja Denpasar bahwa pada tahun 2013 jumlah WPS yang memakai ARV sebanyak 35 orang dan LSL sebanyak 28 orang. Setelah dilakukan program Layanan komprehensif berkesinambuangan (LKB) dan SUFA terjadi peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2014 setelah program LKB-SUFA berjalan dan dilakukan test and treat didapatkan data jumlah WPS yang memakai ARV meningkat menjadi 129 orang dan LSL meningkat menjadi 83 orang. Peningkatan ini 2 kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini memang didukung dengan kinerja petugas lapangan dalam melakukan penjangkauan semakin baik. Didukung dengan adanya sosialisasi direktori layanan kesehatan yang mudah diakses. Adanya Puskesmas yang terintegrasi dengan menempatkan petugas lapangan dalam melakukan penjangkauan yang didanai APBD. Adanya insentif kepada petugas lapangan yang melakukan penjangkauan dan pendampingan. 13

129 Setelah SUFA Sebelum SUFA 35 28 83 41 70 2013 2014 2015 (6 BLN) WPS LSL Gambar 2. Jumlah PSK dan LSL yang menggunakan ARV sebelum dan setelah SUFA di YKP Berdasarkan hasil Analisis Survival 308 Odha yang Test and Treat di YKP Sejak 9 November 2013 Sampai Dengan 1 Agustus 2015 ditemukan yang putus obat sebanyak 75 orang (24%). Berdasarkan Kaplan -meier analisis tampak ada kecendrungan penurunan tajam penggunaan obat di 2 minggu pertama. 0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 Kaplan-Meier survival estimate 0 200 400 600 analysis time Gambar 3. Analisis survival ODHA putus obat 14

Berdasarkan analisis survival pada periode 2013 sd 2015 untuk 308 ODHA yang test dan treat di YKP terdapat WPS 166 orang dan LSL terdapat 142 orang. Berdasarkan Gambar 4 setelah dibandingkan antara WPS dan LSL terjadi trend yang sama. Jumlah penurunan penggunaan ARV tidak jauh berbeda. Sesuai gambar 5. Jumlah ODHA yang putus obat sebanyak 75 orang (24%). Ada kecendrungan memang putus obat pada 2 minggu pertama karena takut akan efek samping obat. Kemudian meningkat signifikan pada 2 tahunan penggunaan ARV bisa disebabkan karena pindah alamat. Analisis Survival 308 Odha yang Test and Treat di YKP Biru = WPS (166 orang) dan Merah = LSL (142 orang) Gambar 4. Perbandingan test dan treat pada WPS dan LSL 15

Gambar 5. Histogram Odha yang Putus Obat 75 Orang (24%) E. Tantangan dan Solusi Tantangan 1. Pada proses penjangkauan klien memiliki mobilitas tinggi dan lokasinya menyebar sehingga sulit dilakukan penyuluhan 2. Klien yang merasa sehat lebih sulit untuk dirujuk melakukan VCT 3. Waktu klien lebih banyak pada malam hari sehingga penjangkauan lebih sering dilakukan pada malam hari. Solusi 1. Perlu dilakukan pemetaan populasi kunci sehingga mudah mendeteksi di komunitas 2. Penting melakukan pendekatan pada pimpinan komunitas untuk mengorganisir peserta 3. Penjangkauan lebih banyak di malam hari dengan melibatkan PL 4. KIE yang berkesinambungan perlu diberikan dengan menggunakan organisasi sosial di masyarakat 1. Beberapa klien tidak memiliki biaya untuk pra ARV 1. Kerjasama dilakukan dengan Dinas Kesehatan Kota Denpasar, KPA Kota 16

2. Klien yang baru menerima hasil positif tidak bersedia mengikuti tindak lanjut Pra ARV karena Belum percaya dengan hasil positif, takut efek samping dan takut ketahuan. 3. Beberapa klien putus obat karena beberapa faktor seperti: tidak kuat efek samping, takut ketahuan minum obat oleh temannya/bos (untuk odha WPS) dan Belum Siap minum obat seumur hidup Denpasar dan RS Wangaya untuk membantu pelaksanaan Pra ARV 2. Memberikan konseling kepada klien yang tidak percaya pada hasil agar bisa menerima hasil lab 3. Pendampingan yang intensif pada semua klien agar tidak banyak yang DO terutama penjelasan mengenai efek samping obat. F. Pembelajaran 1 Meningkatnya ODHA LSL. Hal ini sejalan dengan trend prevalensi dalam IBBS. WPS prevalensinya menurun 14% dan LSL naik menjadi 35%. 2 Untuk melakukan penjangkauan test and treat pada LSL harus melalui sosial media. Sedangkan WPS melalui outreach oleh PL. 3 Putus obat, kebanyakan 2 minggu pertama karena efek samping yang berat. Putus obat berikutnya adalah klien yang telah lama memakai ARV karena mereka pindah dan jenuh memakai ARV. Klien yang pindah tidak mau dirujuk ke RS luar bali. G. Rekomendasi 1 Diperlukan regimen ARV yang efek sampingnya lebih ringan karena 24% putus obat sebagian besar mengeluhkan efek samping obat 2 Diperlukan pelayanan kesehatan yang bersahabat (friendly services) ketika konseling ARV. Jika tidak tepat maka klien cendrung akan menolak 17

3 Penjangkauan pada WPS yang efektif melalui outreach oleh petugas lapangan dan LSL dilakukan melalui sosial media. Penjangkauan melalui kader desa kurang efektif jika menyasar populasi kunci. 18