NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Nomor : Nomor : TENTANG KERJA SAMA DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Pada hari ini,... tanggal... bulan Oktober tahun dua ribu enam belas, yang bertanda tangan di bawah ini : I. AGUS RAHARDJO, selaku KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 133/P/2015 tentang Pengangkatan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, berkedudukan di Jalan HR Rasuna Said Kav. C-1 Jakarta Selatan, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA. II. H.M. PRASETYO, selaku JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 131 Tahun 2014 tanggal 20 November 2014 tentang Pengangkatan Jaksa Agung Republik Indonesia, berkedudukan di Jalan Sultan Hasanuddin Nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA. III. JENDERAL POLISI Drs. M. TITO KARNAVIAN, M.A., Ph.D, selaku KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 48/Polri/2016 tanggal 01 Juli 2016 tentang Pengangkatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, berkedudukan di Jalan Trunujoyo No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut PIHAK KETIGA. PIHAK... 1
PIHAK PERTAMA, PIHAK KEDUA, dan PIHAK KETIGA selanjutnya secara bersama-sama disebut PARA PIHAK terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut: a. Bahwa PIHAK PERTAMA adalah Lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi Undang-Undang, yang berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan korupsi (trigger mechanism) serta memiliki kewenangan pencegahan, monitoring, koordinasi dan supervisi termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. b. Bahwa PIHAK KEDUA adalah lembaga pemerintahan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan dan kewenangan lain berdasarkan undang-undang. c. Bahwa PIHAK KETIGA adalah alat negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Dengan memperhatikan Ketentuan dan Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851; 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168; 5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi Undang-Undang; 6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67); 7. Peraturan... 2
7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hubungan Kerja Sama Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4910); 8. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Panduan Penyusunan Kerja Sama Kepolisian Negara Republik Indonesia. BAB I MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 1 (1) Maksud Nota Kesepahaman ini adalah sebagai pedoman kepada PARA PIHAK tentang Kerja Sama Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (2) Tujuan Nota Kesepahaman adalah untuk meningkatkan Sinergitas Kerja Sama dan Koordinasi antara PARA PIHAK dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup Nota Kesepahaman Bersama ini meliputi: a. Sinergi Penanganan Tindak Pidana Korupsi; b. Pembinaan Aparatur Penegak Hukum c. Bantuan Narasumber/ahli, Pengamanan dan Sarana/Prasarana; d. Permintaan Data dan/atau Informasi; dan e. Peningkatan dan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan serta Sumber Daya Manusia. BAB III PELAKSANAAN Bagian Kesatu Sinergi Penanganan Tindak Pidana Korupsi Pasal 3 (1) PARA PIHAK bersinergi dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi yang meliputi pelaksanaan koordinasi, supervisi, pencegahan, penindakan dan pelaporan. (2) PIHAK... 3
(2) PIHAK PERTAMA membuat dan mengembangkan Sistem Pelaporan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan secara elektronik melalui jaringan komputer dan diterapkan PARA PIHAK. (3) PARA PIHAK memprioritaskan perlindungan terhadap saksi dan pelapor dengan mendahulukan penanganan perkara tindak pidana korupsi guna penyelesaian secepatnya. (4) PARA PIHAK dalam penanganan terhadap Aparat Penegak Hukum yang pada saat melaksanakan tugas dan fungsinya diduga melakukan tindak pidana, senantiasa mengedepankan tata cara yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (5) Dalam hal salah satu pihak melakukan pemanggilan terhadap personil PIHAK lainnya, maka pihak yang melakukan pemanggilan tersebut memberitahukan kepada Pimpinan personil pihak yang dipanggil. (6) Dalam hal salah satu PIHAK melakukan pemeriksaan terhadap personil PIHAK lainnya, maka personil tersebut didampingi oleh fungsi hukum/bantuan advokasi para pihak dan pemeriksaan dapat dilakukan di kantor PARA PIHAK. (7) Dalam hal salah satu PIHAK melakukan tindakan penggeledahan, penyitaan atau memasuki kantor PIHAK lainnya, maka pihak yang melakukannya, memberitahukan kepada pimpinan PIHAK yang menjadi objek dilakukannya tindakan tersebut, kecuali tertangkap tangan. (8) PARA PIHAK dapat menyelenggarakan pertemuan dan dengar pendapat dalam rangka mengoptimalkan penanganan perkara tindak pidana korupsi. Bagian Kedua Pembinaan Aparat Penegak Hukum Pasal 4 (1) PARA PIHAK meningkatkan kepatuhan penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di instansi masing-masing. (2) PARA PIHAK menjadikan hasil verifikasi LHKPN sebagai salah satu penilaian standar kepatuhan, akuntabilitas dan transparansi serta tolak ukur dalam penilaian pejabat yang diusulkan/diangkat untuk menempati posisi strategis di instansi masing-masing. (3) PARA PIHAK membangun sistem pengendalian gratifikasi di Instansi masing-masing dan mekanisme perlindungan hukum terhadap pelapor gratifikasi. (4) PARA PIHAK melaksanakan kerjasama dalam pencegahan dan penanganan praktek gratifikasi pada pelayanan publik. Bagian Ketiga Bantuan Narasumber/Ahli, Pengamanan dan Sarana/Prasarana Pasal 5 (1) PARA PIHAK dapat saling memberikan bantuan sebagai narasumber/ahli dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. (2) PIHAK... 4
(2) PIHAK KETIGA memberikan bantuan pengamanan personil maupun perlengkapannya atas permintaan PIHAK PERTAMA atau PIHAK KEDUA dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan yang dilakukan masing-masing PIHAK atau secara bersama-sama. (3) PARA PIHAK dapat memberikan bantuan sarana/prasarana dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan yang dilakukan oleh masing-masing PIHAK atau secara bersama-sama. (4) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) dilakukan secara tertulis dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. (5) Permintaan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) dapat disampaikan secara elektronik maupun manual (hardcopy dan softcopy) dan dikoordinasikan melalui Pejabat Penghubung masing-masing serta dilakukan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Bagian Keempat Permintaan Data Dan/Atau Informasi Pasal 6 (1) PARA PIHAK dapat meminta dan/atau memberikan data dan/atau informasi yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan masing-masing sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (2) Permintaan dan/atau pemberian data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang disertai penjelasan mengenai maksud dan tujuan penggunaan data dan/atau informasi tersebut. (3) Permintaan dan/atau pemberian data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat disampaikan secara elektronik maupun manual (hardcopy/softcopy) dan dikoordinasikan melalui Pejabat Penghubung masing-masing serta dilakukan sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kelima Peningkatan dan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Serta Sumber Daya Manusia Pasal 7 (1) PARA PIHAK saling bersinergi untuk melakukan percepatan reformasi birokrasi di masing-masing lembaga. (2) PARA PIHAK dapat melakukan kerjasama dalam rangka sosialisasi, pendidikan dan pelatihan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. (3) PARA PIHAK dapat melakukan kerjasama dalam rangka penelitian dan pengembangan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. (4) PARA... 5
(4) PARA PIHAK saling bersinergi untuk perbaikan sistem perencanaan dan penganggaran di masing-masing lembaga. BAB IV MONITORING DAN EVALUASI Pasal 8 PARA PIHAK melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kerja sama ini paling sedikit 2 (dua) kali dalam satu tahun yang dikoordinasikan oleh Pejabat Penghubung masing-masing. BAB V KERAHASIAAN Pasal 9 (1) PARA PIHAK menentukan data dan/atau informasi yang bersifat rahasia dalam pelaksanaan Nota Kesepahaman ini sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (2) PARA PIHAK bertanggung jawab atas kerahasiaan, penggunaan dan keamanan data dan/atau informasi yang diterima sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (3) PARA PIHAK hanya dapat menggunakan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan maksud dan tujuan penggunaan data dan/atau informasi tersebut dan tidak diperkenankan untuk memberikan, meneruskan, dan mengungkapkan kepada pihak lain, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. BAB VI KETERPISAHAN Pasal 10 Apabila terdapat suatu ketentuan dalam Nota Kesepahaman ini yang menjadi berubah karena Peraturan Perundang-undangan yang berlaku setelah ditandatanganinya Nota Kesepahaman, maka perubahan tersebut tidak membatalkan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Nota Kesepahaman ini dan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Nota Kesepahaman ini tetap berlaku, kecuali salah satu PIHAK atau PARA PIHAK menentukan lain. BAB VII PEMBIAYAAN Pasal 11 (1) Segala biaya yang timbul dalam rangka pelaksanaan Nota Kesepahaman ini dibebankan pada anggaran masing-masing PARA PIHAK berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. (2) PIHAK... 6
(2) PIHAK PERTAMA dapat memberikan bantuan pembiayaan penanganan perkara tindak pidana korupsi dalam rangka pelaksanaan koordinasi dan/atau supervisi oleh PIHAK PERTAMA atas permohonan dari PIHAK KEDUA dan/atau PIHAK KETIGA. BAB VIII PENGHUBUNG Pasal 12 (1) PARA PIHAK menunjuk Pejabat Penghubung dalam rangka pelaksanaan Nota Kesepahaman ini, yaitu : - PIHAK PERTAMA : Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK - PIHAK KEDUA : Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri pada Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan RI - PIHAK KETIGA : Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum POLRI (2) Penunjukan dan penggantian Pejabat Penghubung ditetapkan oleh Pimpinan masing-masing PIHAK dan diberitahukan kepada masing-masing PIHAK. BAB IX KETENTUAN LAIN Bagian Kesatu Amandemen Pasal 13 Setiap perubahan atau hal-hal yang tidak atau belum cukup diatur dalam Nota Kesepahaman ini akan diatur dan ditentukan kemudian oleh PARA PIHAK dalam amandemen yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Nota Kesepahaman ini. Bagian Kedua Jangka Waktu Pasal 14 (1) Nota Kesepahaman ini berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan mulai berlaku sejak tanggal ditandatanganinya Nota Kesepahaman ini. (2) Nota Kesepahaman ini dapat diperpanjang/diperbaharui berdasarkan kesepakatan PARA PIHAK yang dikoordinasikan oleh Pejabat Penghubung masing-masing PIHAK paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum Nota Kesepahaman berakhir. BAB X... 7
BAB X PENUTUP Pasal 15 (1) Hal-hal yang menyangkut teknis pelaksanaan Nota Kesepahaman ini dapat diatur lebih lanjut dalam petunjuk teknis sesuai keperluan dan kesepakatan PARA PIHAK. (2) Setelah ditandatanganinya Nota Kesepahaman ini PARA PIHAK membuat Petunjuk Teknis yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Nota Kesepahaman ini, paling lama 2 (dua) bulan. (3) Apabila petunjuk teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum disusun sampai dengan berakhirnya jangka waktu Nota Kesepahaman ini, maka hal tersebut tidak menimbulkan akibat hukum apapun bagi PARA PIHAK. (4) Nota Kesepahaman ini dibuat dalam rangkap 3 (tiga) asli, masing-masing bermaterai cukup dan untuk dipedomani oleh PARA PIHAK. PIHAK PERTAMA, PIHAK KEDUA, PIHAK KETIGA, AGUS RAHARDJO H.M. PRASETYO Drs. M.TITO KARNAVIAN, M.A., Ph.D. JENDERAL POLISI 8