BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

BAB III PENUTUP. maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum memiliki

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis yang telah dilakukan maka dapat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

I. PENDAHULUAN. Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. penegak hukum yang memiliki hubungan fungsional sangat erat. Institusi

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat). yaitu Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut:

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia terdapat ketentuan yang menegaskan bahwa Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama didepan hukum. Secara hierarki peraturan perundang undangan di Indonesia, Undang Undang Dasar 1945 merupakan aturan hukum tertinggi di Indonesia sehingga semua peraturan perundang undangan yang berada dibawahnya harus mencerminkan prinsip prinsip dasar dari Undang Undang Dasar 1945 tersebut. Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai hukum pidana formilnya Indonesia yang berada dibawah Undang Undang Dasar 1945 secara hierarki juga harus mencerminkan prinsip prinsip dasar dari Undang Undang Dasar 1945 tersebut. Salah satu ketentuan dalam KUHAP yaitu ketentuan tentang Prapenuntutan dapat dikatakan sebagai cerminan dari Pasal 28 D ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia. 1

2 Istilah prapenuntutan ini tercantum didalam Pasal 14 KUHAP (tentang wewenang penuntut umum), khususnya butir b yang menentukan bahwa mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik. 1 Jadi, yang dimaksud dengan istilah prapenuntutan ialah tindakan penuntut umum untuk memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan oleh penyidik 2 atau dapat juga dikatakan bahwa pra penuntutan adalah tugas penyidikan yang mengutamakan aspek aspek hukum yang secara de iure ada pada jaksa, dan tugas penyidikan yang secara de facto ada pada polri. 3 Proses prapenuntutan ini dapat dikatakan sebagai proses yang mutlak, karena tidak ada satu pun berkas perkara penyidikan yang bisa dilimpahkan kepengadilan tanpa melalui proses prapenuntutan ini. Apabila ada berkas perkara penyidikan yang langsung dilimpahkan kepengadilan tanpa melalui proses prapenuntutan ini bisa dipastikan bahwa terdakwanya akan divonis dengan hukuman yang sangat ringan bahkan mungkin akan divonis bebas karena tanpa 1 Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.158. 2 Ibid. 3 Bambang Poernomo, 1982, Pokok Pokok Hukum Acara Pidana Dan Beberapa Harapan Dalam Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Liberty, Yogyakarta, hlm. 60.

3 proses pra penuntutan suatu berkas perkara penyidikan tidak bisa dipastikan sempurna. Tanpa berkas perkara penyidikan yang sempurna maka kekuatan pembuktian pada saat proses sidang dipengadilan akan lemah karena KUHAP memberikan definisi penyidikan sebagai berikut Serangkaian tindakan penyidikan dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Berkas perkara penyidikan itu harus disempurnakan melalui proses pra penuntutan agar lebih menguatkan pembuktian pada saat proses disidang pengadilan. Perlu diketahui bahwa hubungan penyidik dan penuntut umum dalam hal perwujudan pra penuntutan ini dimaksud oleh pembuat undang - undang adalah dalam rangka melindungi hak asasi tersangka. Dalam hal ini pra penuntutan dimaksudkan untuk menjauhkan adanya kemungkinan dalam proses tersangka yang berlarut larut sehingga akan menyengsarakan atau merugikan keadaan tersangka dalam kewajibannya sehari hari untuk mencari nafkah dan lain sebagainya, terutama bagi yang dikenakan penahanan jangan sampai berlarut larut dalam proses pemeriksaan sehingga

4 tidak ada kepastian hukum. 4 Dengan kata lain, kordinasi yang dilaksanakan oleh penuntut umum dan penyidik dalam prapenuntutan harus tersimpul adanya perlindungan terhadap harkat dan martabat tersangka serta tegaknya hukum dan keadilan. Jangan hanya demi memenuhi atau mengejar target serta ambisi, lantas etika profesi untuk kepentingan prapenuntutan dan kondisi psikologis serta hak-hak tersangka yang sudah digariskan oleh hukum formil (KUHAP) dikorbankan. 5 Dalam faktanya banyak kasus yang berkas perkara penyidikannya telah dilimpahkan ke Pengadilan untuk diproses tetapi terdakwanya divonis dengan hukuman yang sangat ringan atau bahkan divonis bebas. Hal ini terjadi karena sering kali pihak kejaksaan itu yang diberikan wewenang dalam pra penuntutan kurang bertanggung jawab atas wewenangnya tersebut sehingga hak asasi terdakwa menjadi tidak terlindungi dan tidak mendapat kepastian hukum karena prosesnya yang berlarut larut yang ternyata pada akhirnya dia divonis bebas. Salah satu contoh dari kasus tersebut terjadi di Pengadilan Negeri Tanjungkarang. Pengadilan Negeri ini membebaskan terdakwa kasus pencurian yang dilakukan oleh seorang anak yang bernama Deni Saputra yang sehari-hari menjadi pemulung yang diduga 4 Hendrastanto dkk, 1987, Kapita Selekta Hukum Acara Pidana Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta, hlm. 152. 5 Abdul Wahid, 1993, Menggugat Idealisme KUHAP, Edisi Pertama, Tarsito, Bandung, hlm. 69-70.

5 menjadi korban salah tangkap. Terdakwa dinyatakan tidak terbukti bersalah sehingga majelis membebaskan terdakwa dalam sidang. Sebelumnya Deni dituduh mencuri peralatan bengkel milik Iwan Erliansyah tapi jaksa tak bisa menunjukkan barang bukti dan seluruh saksi tak melihat langsung aksi pencurian itu. 6 Begitu juga dengan kasus pencabulan yang terdakwanya di vonis bebas oleh Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan pertimbangan bahwa Unsur pembuktian pencabulan tidak kuat, karena tak ada saksi yang melihat terdakwa menyetubuhi korban secara langsung, 7 padahal dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp 200 juta. 8 Jika dilihat dari kedua kasus tersebut dapat dikatakan bahwa berkas perkara penyidikan dari kedua kasus tersebut yang dilimpahkan ke pengadilan untuk diproses kemungkinan besar belum sempurna. Suatu perkara yang berkas penyidikannya sudah sempurna tidak mungkin para terdakwanya divonis bebas hanya dengan pertimbangan bahwa jaksa tidak bisa menunjukkan barang bukti dan alat bukti saksi. Pasal 75 KUHAP telah memaparkan dengan jelas apa apa aja kelengkapan formal untuk memperoleh berkas perkara yang sempurna, begitu juga dengan pasal 183 KUHAP telah 6 http://koran.tempo.co/konten/2011/03/11/229413/kilasanak-salah-tangkap-dibebaskan, Anak Salah Tangkap Di Bebaskan, 1 September 2014. 7 http://koran-sindo.com/node/333191, Terdakwa Pencabulan Bebas, 1 Setember 2014. 8 Ibid.

6 memaparkan apa apa aja kelengkapan material untuk memperoleh berkas perkara yang sempurna. 9 Seandainya pihak kejaksaan betul betul bertanggung jawab atas wewenangnya dalam pra penuntutan, seharusnya berkas perkara penyidikan yang belum sempurna atau untuk sementara tidak bisa disempurnakan tidak perlu dipaksakan untuk dilimpahkan kepengadilan untuk diproses. Pelimpahan perkara ke pengadilan yang dipaksakan berpotensi meyimpangi hak asasinya terdakwa dan terdakwa pun menjadi tidak mendapat kepastian hukum karena prosesnya yang berlarut larut yang pada akhirnya ternyata divonis bebas. Jika penuntut umum beranggapan bahwa hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, dalam arti berkas perkara penyidikan sudah sempurna maka dibuat surat dakwaan (Pasal 140 ayat (1) KUHAP). 10 Apabila Penuntut umum berpendapat sesuai dengan Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP maka Penuntut Umum menghentikan penuntutan dan menuagkan hal tersebut dalam suatu penetapan. 11 Pra Penuntutan merupakan cerminan dari Pasal 28 D Ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia kalau saja memang pihak kejaksaan secara maksimal menjalankan tanggung jawabnya didalam Pra Penuntutan. 9 Hendrastanto, Op. Cit., hlm. 159. 10 Lilik Mulyadi, 1996, Hukum Acara Pidana, Cetakan Pertama, Citra Aditya Bakti, Kandangan (Kalimantan Selatan), hlm. 26 27. 11 Ibid.

7 Kelengkapan hasil penyidikan sangat menentukan keberhasilan penuntutan, oleh karena itu penuntut umum harus benar benar teliti dan jeli dalam mempelajari dan meneliti berkas perkara yang bersangkutan. 12 Apabila penuntut umum kurang cermat dalam mempelajari dan meneliti berkas perkara, maka kekurang lengkapan hasil penyidikan yang lolos dari penelitian akan merupakan kelemahan yang merupakan cacat yang akan terbawa ketahap penuntutan, dengan sendirinya hal itu merupakan kelemahan pula dalam melakukan penuntutan perkara yang bersangkutan. 13 Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat penulisan hukum yang berjudul : TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang diajukan adalah apa konsekuensi bagi Jaksa yang tidak menggunakan kewenangannya dalam prapenuntutan untuk memperbaiki berkas perkara penyidikan? 12 Harun M. Husein, 1991, Penyidikan Dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, Cetakan Pertama, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 245. 13 Ibid.

8 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penulis melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui Konsekuensi bagi Jaksa yang tidak melakukan kewenangannya dalam prapenuntutan untuk memperbaiki berkas perkara penyidikan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum yang terkait mengenai Peradilan dan Sengketa Hukum serta khususnya yang terkait mengenai lembaga Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga yang berwenang dalam Pra Penuntutan. 2. Manfaat Praktis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada jajaran Kejaksaan Republik Indonesia serta seluruh aparat penegak hukum atau masyarakat umum dalam memahami Konsekuensi bagi Jaksa yang tidak menggunakan kewenangannya dalam prapenuntutan untuk memeperbaiki berkas perkara penyidikan, selain itu juga sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana hukum bagi penulis.

9 E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Tanggung Jawab Kejaksaan dalam Pra Penuntutan untuk menyempurnakan Berkas Perkara Penyidikan merupakan hasil karya asli penulis. Penulisan ini berbeda dengan penulisan yang dilakukan oleh mahasiswa mahasiswa lainnya karena penulis lebih menekankan pada tanggung jawab Kejaksaan Republic Indonesia dalam hal mewujudkan cita-cita Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945, melalui salah satu kewenangannya yaitu Pra Penuntutan. Adapun skripsi yang hampir sama / sejenis antara lain: 1. Penelitian tentang Penyelesaian Perkara Pidana Pada Tahap Pra Penuntutan, karya Yulya Arisma, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Rumusan masalah dari penelitian tersebut yaitu Bagaiamana penyelesaian perkara pidana pada tahap prapenuntutan dikejaksaan negeri kisaran?. Tujuan Penelitian dari penelitian tersebut yaitu Untuk lebih mengetahui mekanisme penyelesaian kasus tentang hukum di Negara Indonesia dalam hal tingkat keadilan, Untuk mengetahui peran antara aparat hukum dengan penegak hukum dalam hal penyelesaian suatu perkara, Untuk mengetahui kewajiban dan tanggung jawab sebagai penegak hukum dan masyarakat yang mencari keadilan. Hasil penelitian dari penelitian tersebut adalah Kurangnya kebijaksanaan

10 yang diambil oleh aparat penegak Hukum dalam hal proses penyelesaiaan perkara pidana pada tahap prapenuntutan sehingga kurang tercapainya keadilan yang seimbang dan hakiki, Kurangnya koordinasi yang kuat antara penyidik dan jaksa dalam hal menyelesaikan perkara pidana khususnya pada tahap prapenuntutan sehingga koordinasi tersebut tidak dapat berjalan dengan baik dan tidak memiliki hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat sebagai pencari keadilan. 2. Penelitian tentang Peranan Komisi Kejaksaan dalam melakukan pengawasan terhadap Kinerja Intitusi kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, karya Gina Mariana, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Rumusan Masalah dari penelitian tersebut adalah Bagaimanakah upaya dan peranan dari Komisi Kejaksaan dalam melakukan pengawasan terhadap tugas dan wewenang institusi Kejaksaan?, Apakah hambatan yang dihadapi Komisi Kejaksaan dalam melakukan pengawasan terhadap tugas dan wewenang Kejaksaan?. Tujuan Penelitian dari penelitian tersebut adalah Untuk mengetahui dan menganalisa upaya dan peranan dari Komisi Kejaksaan dalam melakukan pengawasan terhadap tugas dan wewenang institusi Kejaksaan, Untuk

11 mengetahui hambatan yang dihadapi Komisi Kejaksaan dalam melakukan pengawasan terhadap tugas dan wewenang Institusi Kejaksaan. Hasil Penelitian dari penelitian tersebut adalah Pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Kejaksaan ternyata belum efektif, transparan, serta sosialisasinya kurang kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak dapat menilai dan mengetahui kiprah dari Komisi Kejaksaan, Tidak adanya aturan secara rinci yang mengatur kinerja Jaksa dan kurang luasnya kewenangan yang diberikan kepada Komisi Kejaksaan sehingga Komisi Kejaksaan tidak dapat melakukan pengawasan secara maksimal. 3. Penelitian tentang Pertanggung Jawaban Hukum penyidik dan Perlindungan Korban salah tangkap dalam proses Penyidikan, karya Roma Doly Hasiholan Pasaribu, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Rumusan Masalah dari penelitian tersebut yaitu apa akibat hukum bagi penyidik yang terbukti melakukan salah tangkap?, bagaimana perlindungan hukum terhadap korban salah tangkap?. Tujuan Penelitian dari penelitian tersebut yaitu Mengetahui bagaimana pertanggung jawaban hukum seorang penyidik yang terbukti telah melakukan tindakan salah tangkap serta apa

12 akibat hukum yang dijatuhkan oleh korp kepolisian Negara RI terhadap penyidik tersebut, mengetahui bagaimana penegakan perlindungan hukum terhadap korban salah tangkap dapat memperjuangkan hak haknya yang telah dilanggar oleh pihak penyidik selama dalam proses penyidikan. Hasil Penelitian dari penelitian tersebut adalah Banyak penyidik yang belum memahami hak hak dasar yang dimiliki oleh orang yang diduga sebagai tersangka sebagaimana yang diatur dalam KUHAP serta asas asas beracara sehingga harus diberikan pendidikan hukum lebih lanjut kepada penyidik, Banyak penyidik yang tidak teliti dalam menulis data data identitas lengkap orang yang diduga sebagai tersangka sehingga sering terjadi error in persona pada saat dilakukan penangkapan oleh penyidik, bagian pengawasan penyidikan ternyata kurang ketat dalam melakukan pengawasan terhadap penyidik dalam setiap proses penyidikan sehingga sering terjadi salah tangkap dalam penyidikan. F. Batasan Konsep

13 1. Tanggung Jawab adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, mananggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. 14 2. Kejaksaan menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. 3. Prapenuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan oleh penyidik. 15 4. Penyidikan menurut Pasal 1 angka 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang 14 Kamus Besar Bahasa Indonesia 15 Andi Hamzah, Loc.Cit.

14 dilakukan dengan cara meneliti data skunder, 16 khususnya berupa peraturan perundang-undangan. 2. Sumber data Sumber data dari penelitian hukum normatif ini berupa data sekunder yang dipakai sebagai bahan utama, untuk menjawab permasalahan yang telah ditulis dalam latar belakang masalah yang berkaitan dengan Tanggung Jawab Kejaksaan dalam Pra Penuntutan untuk menyempurnakan Berkas Perkara Penyidikan. Adapun data sekunder tersebut terdiri dari : a. Bahan hukum primer berupa : 1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana 2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia 3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 4) Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER- 067/A/JA/07/2007 Tentang Kode Prilaku Jaksa. b. Bahan hukum sekunder berupa : 16 H. Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 22.

15 Berupa fakta hukum, pendapat hukum dalam literatur, hasil penelitian, internet, kamus besar Bahasa Indonesia. 3. Cara Pengumpulan Data a. Penelitian Kepustakaan Studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, menelaah, serta mempelajari bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. b. Wawancara Mengumpulkan dan memperoleh data-data melalui wawancara dengan Kejaksaan Yogyakarta tentang obyek yang akan diteliti berdasarkan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. 4. Metode Analisis Data Metode yang dipergunakan dalam mengkaji data yang diperoleh dalam penelitian adalah analisis kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang telah dikumpulkan secara sistematis, pada akhirnya akan diperoleh suatu gambaran tentang masalah atau kondisi yang akan diteliti serta menggunakan metode berpikir deduktif yaitu pengambilan kesimpulan yang bersifat khusus. Berdasarkan metode berpikir tersebut, kesimpulan dirumuskan dari pernyataan yang bersifat umum menuju pernyataan khusus

16 dengan menggunakan penalaran. Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia didiskripsikan untuk memaparkan isi maupun struktur hukum positif yang terkait dengan masalah yang diteliti. Bahan hukum primer akan dikaji dengan bahan hukum sekunder sehingga diperoleh pemahaman, persamaan pendapat dan perbedaan pendapat guna menjawab permasalahan tentang Tanggung Jawab Kejaksaan Dalam Mengadakan Pra Penuntutan Untuk menyempurnakan Berkas Perkara Penyidikan.