BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kedudukan notaris dianggap sebagai suatu fungsionaris dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Lembaga notaris memegang peran yang cukup penting dalam setiap proses

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. bisa digunakan manusia untuk dipakai sebagai usaha. Sedangkan hak atas

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI NOTARIS DENPASAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT)

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. umum berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan yang terjadi di negara-negara berkembang pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB III KEABSAHAN AKTA HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi di Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM)

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI

2016, No penyelesaian sengketa di luar pengadilan, perlu mengatur mengenai mekanisme pemblokiran dan pembukaan pemblokiran akses sistem admini

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini jasa dalam kehidupan bermasyarakat telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I

PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP KEABSAHAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI DIMANA ADA PIHAK YANG MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL YANG TIDAK DILEGALISASI

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN

ialah sebagai Negara yang berdasarkan pancasila, sila pertamanya ialah

PERANAN AKTA PERALIHAN HAK DENGAN GANTI RUGI OLEH NOTARIS DALAM PROSES PENDAFTARAN HAKNYA

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

TANGGUNGJAWAB NOTARIS TERHADAP KEBENARAN AKTA DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

TINJAUAN HUKUM PENDIRIAN BADAN HUKUM KOPERASI MEIDYA ANUGRAH / D

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

B A B V P E N U T U P

Oleh : Neriana. Pembimbing I : Dr. Maryati Bachtiar, SH.,M.Kn. Pembimbing II : Dasrol, SH.,M.H

BAB I PENDAHULUAN. Rachmadi Usman, Hukum Lelang, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm.15 Ibid.

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. hukum tersebut memiliki unsur-unsur kesamaan, walaupun dalam beberapa

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi.

PERANAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM DIDALAM PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN BADAN USAHA KOPERASI

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

ASET PEMPROV BALI DI BALI HYATT SANUR

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, hlm Tinjauan hukum..., Dwi Agung Tursina, FH UI, 2010.

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

FUNGSI NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA YANG DIBUBUHI DENGAN CAP JEMPOL SEBAGAI PENGGANTI TANDA TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

TANGAN YANG DILEGALISASI NOTARIS 1 Oleh : Ghita Aprillia Tulenan 2

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. hukum menjamin adanya kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Definisi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) menurut

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

NOTARIS DAN BADAN HUKUM (STUDY TENTANG TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN BADAN HUKUM)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN Berkembangnya kehidupan perekonomian dan sosial budaya masyarakat saat ini membuat kebutuhan notaris makin dirasakan perlu dalam kehidupan masyarakat, oleh karena itu kedudukan notaris dianggap sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat, pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasehat yang boleh diandalkan, pejabat yang dapat membuat suatu dokumen menjadi kuat, sehingga dapat dijadikan sebagai suatu alat bukti dalam proses hukum. Hukum berfungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat dan pengayom masyarakat, sehingga hukum pelu dibangun secara terencana agar hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat dapat berjalan secara serasi, seimbang, selaras dan pada gilirannya kehidupan hukum mencerminkan keadilan, kemanfaatan sosial dan kepastian hukum. 1 Fungsi dan peranan notaris dalam gerak pembangunan nasional yang semakin kompleks dewasa ini semakin luas dan berkembang, hal ini disebabkan adanya kepastian hukum dalam pelayanan dari produk-produk hukum yang dihasilkan oleh notaris semakin dirasakan oleh masyarakat, untuk itu pemerintah dan masyarakat khususnya menaruh harapan besar kepada notaris, agar jasa yang diberikan oleh notaris benar-benar memiliki citra nilai yang tinggi serta bobot yang benar-benar dapat diandalkan, dalam peningkatan perkembangan hukum nasional. Seiring dengan 1 R. Soegondo Notodisoerjo, 1993, Hukum Notariat Di Indonesia, Suatu Penjelasan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm. 1.

2 pentingnya notaris dalam kehidupan masyarakat, khususnya dalam pembuatan akta otentik yang digunakan sebagai alat bukti, maka notaris mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum yang satu satunya berwenang membuat akta otentik dan sekaligus notaris merupakan perpanjangan tangan pemerintah. Notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, notaris bertugas untuk melayani kepentingan masyarakat yang memberi kepercayaan kepada notaris untuk membuat akta otentik, mengenai perbuatan hukum yang diinginkan oleh masyarakat. Adapun tujuan masyarakat mendatangi seorang notaris adalah untuk membuat akta otentik, karena akta otentik tersebut akan berlaku sebagai alat bukti yang sempurna baginya. Masyarakat yang akan membuat perjanjian haruslah datang ke notaris untuk dibuatkan akta otentik, agar akta tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sah. Peraturan yang berlaku bagi notaris yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, telah memberikan jaminan kepada masyarakat bahwasanya seorang notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya benar-benar untuk kepentingan masyarakat, selain itu juga sebagai pejabat umum yang harus bertanggungjawab terhadap pembuatan akta yang dibuat oleh para pihak di hadapan notaris. Suatu akta akan memiliki suatu karakter yang otentik, jika hal itu akan mempunyai daya bukti antara pihak-pihak dan terhadap pihak ketiga, maka

3 perbuatan-perbuatan atau keterangan-keterangan yang dikemukakan akan memberikan suatu bukti yang tidak dapat dihilangkan. 2 Notaris sebagai pejabat umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya. Apabila akta yang dibuatnya ternyata di belakang hari mengandung cacat hukum, maka hal ini dapat dipertanyakan apakah cacatnya itu merupakan kesalahan notaris atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan keterangan yang sebenarnya dalam pembuatan akta tersebut. Semua kegiatan yang dilakukan oleh notaris khususnya dalam membuat akta akan dapat diminta pertanggungjawaban. Seorang notaris sebagai pejabat umum wewenangnya tidak terbatas pada membuat akta otentik saja, tetapi juga berwenang untuk melakukan beberapa hal yang dinyatakan dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Kewenangan itu berupa: mengesahkan surat-surat di bawah tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan, melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya, memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta, membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan dan membuat akta risalah lelang. Selain 2 Muhammad Adam, 1985, Asal Usul dan Sejarah Akta Notaris, Bandung, Sinar Bandung, hlm. 31.

4 kewenangan tersebut notaris juga mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan beberapa kewenangan notaris tersebut diatas dapat dilihat bahwa salah satunya notaris berwenang untuk mengesahkan akta di bawah tangan. kewenangan tersebut telah diatur didalam Pasal 15 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang intinya menyatakan notaris berwenang untuk mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus atau dalam praktek di lapangan dapat disebut dengan legalisasi. Akta di bawah tangan ini sudah sangat lazim terdapat di dalam suatu hubungan di masyarakat. Tidak sedikit dari pihak-pihak yang membuat akta di bawah tangan itu kemudian meminta jasa notaris untuk mengesahkannya dengan harapan pengesahan tersebut akan memberikan tambahan kekuatan pembuktian apabila terjadi persengketaan dikemudian hari. Istilah legalisasi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris selanjutnya disebut dengan UUJN dapat ditemui dalam penjelasan dari Pasal 15 ayat (2) huruf a UUJN yang berbunyi: Ketentuan ini merupakan legalisasi terhadap akta di bawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak diatas kertas yang bermaterai cukup dengan jalan pendaftaran dalam buku khusus yang disediakan oleh Notaris. Dalam kenyataannya sering terjadi kekurang pahaman masyarakat dalam membedakan antara akta otentik dan akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris. Pemahaman sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa semua perjanjian

5 yang terdapat tanda tangan dan setempel notaris merupakan akta otentik merupakan suatu kesalahan besar. Tidak semua akta yang terdapat tanda tangan dan setempel notaris merupakan akta otentik. Selain akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris ada akta di bawah tangan yang dibukukan dengan didaftar dalam buku khusus yang dalam hal ini di atur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dan di dalam prakteknya biasa disebut waarmerking. Sebagian masyarakat juga tidak dapat membedakan antara akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris dengan yang di-waarmerking notaris, padahal antara keduanya mempunyai perbedaan yang sangat prinsipil. Waarmerking hanya mempunyai kepastian tanggal saja dan tidak ada kepastian tanda tangan, sedangkan pada legalisasi tanda tangan dilakukan dihadapan yang melegalisasi, pada waarmerking pada saat sudah didaftar sudah ada tanda tanganya, sehingga yang melakukan waarmerking tidak mengetahui dan tidak mengesahkan tanda tangannya. 3 Kewenangan notaris dalam melegalisasi akta di bawah tangan bukan merupakan kewenangan yang baru, sebelum adanya UUJN, notaris sudah memiliki kewenangan untuk melegalisasi akta di bawah tangan, sebelum adanya UUJN kewenangan untuk melegalisasi akta di bawah tangan diatur secara khusus didalam Pasal 1 Ordonantie Staatblad 1916 Nomor 46 yang berbunyi: 4 Legalisasi adalah pengesahan dari surat-surat yang dibuat di bawah tangan dalam mana semua pihak yang membuat surat tersebut datang dihadapan 3 A. Kohar, 1984, Notaris Berkomunikasi, Bandung, Alumni, hlm. 34. 4 Pasal 1 Ordonantie Staatblad 1916 Nomor 46.

6 notaris, dan notaris membacakan dan menjelaskan isi surat tersebut untuk selanjutnya surat tersebut diberi tanggal dan ditandatangani oleh para pihak dan akhirnya baru dilegalisasi oleh notaris. Pada dasarnya kedudukan akta di bawah tangan yang dilegalisasi dengan akta di bawah tangan yang tidak dilegalisasi adalah sama-sama bukan akta otektik dalam hal pembuktiannya. Namun apabila dikaitkan dengan kebenaran tanda tangan, akta di bawah tangan yang dilegalisasi lebih kuat dari pada akta di bawah tangan yang tidak dilegalisasi. Hal ini dikarenakan penandatanganan akta di bawah tangan yang dilegalisasi dilakukan dihadapan notaris selaku pejabat umum yang berwenang untuk itu. Berdasarkan latar belakang di atas setelah berlakunya UUJN khususnya terkait dengan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengenai legalisasi muncul suatu permasalahan yang timbul yaitu: bagaimana pertanggungjawaban notaris terhadap akta di bawah tangan yang di legalisasi notaris yang bersangkutan di Kota Yogyakarta? Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan peneliti adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif : Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana pertanggungjawaban notaris terhadap akta di bawah tangan yang di legalisasi oleh notaris yang bersangkutan di Kota Yogyakarta.

7 2. Tujuan Subyektif : Untuk memperoleh data dan bahan-bahan yang berguna dalam penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.