Kadar Air Simplisia Daun Salam

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

TINJAUAN PUSTAKA. Salam (Syzygium polyanthum)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGOPTIMUMAN EKSTRAKSI FLAVONOID DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) DAN ANALISIS SIDIK JARI DENGAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS JULIA DEVY OKTAVIA

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Perubahan konsentrasi fase gerak metanol pada metode gradien KCKT ekstrak etanol 70% S. arvensis Solo.

Agustiningsih. Achmad Wildan Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang. Mindaningsih Sekolah Menengah Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi Kulit Buah Jengkol (Archidendron jiringa (Jeck) Nielsen Dengan Metode Peredaman Radikal Bebas DPPH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Cucurbita moschata Duch Poir) yang diperoleh dari Salatiga, Jawa Tengah.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan uji determinasi di laboratorium Sistematika tumbuhan Fakultas

Penentuan Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Etanol Daun Ketapang (Terminalia catappa L) dengan Metode 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH)

UNIVERSITAS PANCASILA DESEMBER 2009

Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn eissn

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

UNIVERSITAS SETIA BUDI FAKULTAS FARMASI Program Studi S1 Farmasi Jl. Letjen. Sutoyo. Telp (0271) Surakarta 57127

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dihambat (Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber. perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Tanaman secang (dokumen pribadi).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Anang Budi Utomo, Agus Suprijono, Ardan Risdianto. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) TERHADAP DPPH (1,1-DIPHENYL-2-PICRYL HYDRAZYL) ABSTRAK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK METANOL DAN PROFIL KLT PARTISI CAIR-PADAT EKSTRAK DAUN JAHE BALIKPAPAN (Etlingera balikpapanensis)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

Pemeriksaan dengan Kromatografi Lapis Tipis HASIL DAN PEMBAHASAN Pencirian Bahan Baku Separasi dengan Kromatografi Kilas

ABSTRACT. Keywords : Kersen, Flavonol, Antioxidant

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan Sampel

AKTIVITAS PENANGKAP RADIKAL BEBAS EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA DENGAN METODE DPPH (1,1-DIFENIL-2-PIKRILHIDRAZIL)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KULIT BUAH KAKAO MASAK DAN KULIT BUAH KAKO MUDA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

SKRIPSI. FRAKSINASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN PADA EKSTRAK ETANOL HERBA ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn.) SECARA KOLOM KROMATOGRAFI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA DAN UJI DAYA ANTIOKSIDAN EKSTRAK BUAH DENGEN (DilleniaserrataThunbr.)

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Efek pangan dapat berdampak terhadap kesehatan, karena

3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan Alat Metode Penelitian

Lampiran 1 Hasil Determinasi Tanaman

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

PENGARUH PERBEDAAN METODE EKSTRAKSI TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) BERDAGING BUAH PUTIH

3 Metodologi Penelitian

PENDAHULUAN. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan. Metode

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi dan Ekstraksi Phyllanthus niruri L. (meniran)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

Sampel basah. Dikeringkan dan dihaluskan. Disaring

UJI AKTIVITAS ANTIRADIKAL BEBAS EKSTRAK ETANOL DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L.) DENGAN MENGGUNAKAN METODE DPPH

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... PRAKATA...

Transkripsi:

10 Setelah dilakukan pengukuran kadar air, kadar air serbuk daun salam tersebut masih tinggi sehingga pengeringan dilanjutkan kembali di dalam oven pada suhu 50 ⁰C hingga kadar airnya di bawah 10%. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang tidak diinginkan pada sampel. Suhu ini relatif aman serta mencegah terjadinya kerusakan pada senyawa metabolit sekunder tertentu, khususnya flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang memiliki sistem aromatik yang terkonjugasi (Harborne 1996). Sistem aromatik terkonjugasi mudah rusak pada suhu tinggi. Selain itu, beberapa golongan flavonoid memiliki ikatan glikosida dengan molekul gula. Ikatan glikosida akan mudah rusak atau putus pada suhu tinggi (Poedjiadi 1994). Kadar Air Simplisia Daun Salam Penentuan kadar air berfungsi mengetahui kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya, hal ini berguna sebagai faktor koreksi terhadap hasil rendemen ekstrak kasar flavonoid yang diperoleh. Selain itu berfungsi untuk mengetahui ketahanan sampel terhadap penyimpanan (Harjadi 1986), karena kandungan air di dalam bahan merupakan medium tumbuh bagi mikroorganisme. Kadar air yang baik adalah kurang dari 10% karena pada tingkat kadar air tersebut waktu simpan sampel akan relatif lebih lama dan terhindar dari pencemaran yang disebabkan oleh mikroba (Winarno 1992). Penentuan kadar air dilakukan pada suhu 105 ⁰C. Menurut Harjadi (1986), air yang terikat secara fisik dapat dihilangkan pada suhu 100-105 ⁰C. Kadar air rerata dari serbuk daun salam kering ialah sebesar 8,80%. Kadar air tersebut memenuhi standar kadar air untuk tanaman obat yaitu kurang dari 10%. Berdasarkan nilai tersebut dapat dikatakan dalam 100 g sampel daun salam terdapat kandungan air 8,8 g (Lampiran 2). Hasil ini menunjukkan bahwa daun salam dapat disimpan dalam jangka waktu relatif lama. Kadar air pada sampel tidak selalu sama karena dipengaruhi oleh kelembaban, perlakuan terhadap sampel, serta besarnya penguapan. Ekstraksi Flavonoid Daun Salam Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dan sonikasi. Metode ekstraksi maserasi dipilih karena maserasi merupakan metode yang sering digunakan untuk mengekstraksi bahan alam. Ekstraksi dengan maserasi merupakan teknik merendam sampel dengan pelarut yang sesuai dalam waktu tertentu. Waktu yang diperlukan untuk ekstraksi maserasi relatif lebih lama. Untuk itu, pada penelitian ini dibandingkan dengan metode ekstraksi sonikasi dengan memanfaatkan energi gelombang ultrasonik yang menyebabkan proses kavitasi sehingga diharapkan senyawa yang ada pada sel tanaman akan terekstrak pada pelarut yang digunakan dan waktu menjadi lebih singkat. Ekstraksi flavonoid dilakukan dengan pelarut :air, mengacu pada metode Markham (1988). Penelitian ini meragamkan nisbah kedua pelarut tersebut, dan juga waktu ekstraksi. Kisaran waktu ekstraksi untuk maserasi ialah antara 6 hingga 24 jam, sedangkan sonikasi antara 5 hingga 15 menit. Ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut :air. Sejumlah gugus hidroksil yang tak terganti atau suatu gula menyebabkan flavonoid bersifat polar sehingga larut dalam pelarut polar seperti. Pengaruh glikosilasi (gula terikat pada flavonoid) menyebabkan flavonoid menjadi kurang reaktif sehingga lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti air (Harborne 1996; Markham 1988). Ekstraksi senyawa aktif dari suatu jaringan tanaman dengan berbagai jenis pelarut pada tingkat kepolaran berbeda dan waktu yang berbeda bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimal, baik jumlah ekstrak maupun senyawa aktif yang terkandung dalam sampel. Nisbah bahan baku dan pelarut (1:10) didasarkan pada penelitian Umar (2008) yang menyatakan bahwa kadar flavonoid total tertinggi dihasilkan pada nisbah bahan baku dan pelarut (1:10). Pada nisbah tersebut pelarut cukup untuk merendam sampel, sehingga proses ekstraksi menjadi lebih efektif. Ekstraksi dilakukan dengan meragamkan tiga faktor, yaitu metode ekstraksi (maserasi dan sonikasi), pelarut ekstraksi (campuran dan air), serta waktu ekstraksi, sesuai dengan Tabel 2 dan 3. Rendemen ekstraksi yang diperoleh berkisar antara 8,83% hingga 23,69%. Rendemen tertinggi pada teknik maserasi adalah 24,56% diperoleh saat digunakan pelarut, pada waktu 15 jam. Rendemen tertinggi pada teknik sonikasi adalah 19,76% diperoleh saat digunakan pelarut, pada waktu 15 menit. Data rendemen selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.

11 rendemen (%) kondisi ekstraksi Gambar 6 Grafik rendemen ekstraksi maserasi (%) dengan ragam perlakuan pelarut ( air, 24%,, 72%, ) dan waktu (6-24 jam) dengan meningkatnya waktu dari kanan ke kiri. rendemen (%) 25 20 15 10 5 0 20 15 10 5 0 13,82 13,31 12,90 13,47 8,83 11,28 21,61 23,02 24,56 22,85 23,69 21,12 24,3021,11 23,35 19,75 23,5318,86 23,93 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 18,83 18,17 13,78 17,4818,89 18,7819,76 17,4817,2816,13 13,99 14,00 14,1917,90 13,79 13,80 14,84 kondisi ekstraksi Gambar 7 Grafik rendemen ekstraksi sonikasi (%) dengan ragam perlakuan pelarut ( air, 24%,, 72%, ) dan waktu (5-15 menit) dengan meningkatnya waktu dari kanan ke kiri. 14,42 16,76 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Proses ekstraksi berdasarkan pada prinsip kelarutan like dissolve like, yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, dan pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar. Rendemen estraksi tertinggi diperoleh saat menggunakan pelarut yang bersifat polar. Pelarut tersebut dapat mengekstrak senyawa polar maupun nonpolar dalam sampel sehingga menghasilkan rendemen paling tinggi di antara penggunaan pelarut lainnya. Pelarut dapat mengambil senyawa flavonoid yang terikat dengan glikosida maupun flavonoid yang tidak memiliki ikatan glikosida. Lama waktu ekstraksi juga sangat mempengaruhi rendemen ekstraksi, terlihat rendemen ekstraksi tertinggi terdapat pada teknik ekstraksi maserasi yaitu sebesar 24,56%. Hal ini dikarenakan pada teknik maserasi terjadi kontak yang lebih lama dan intensif antara pelarut dan sampel yang menyebabkan komponen dalam sampel berpindah ke dalam pelarut sehingga rendemen ekstraksi semakin tinggi. Berdasarkan rancangan kombinasi D- Optimal tidak semua kondisi dari setiap teknik eksraksi memiliki ulangan. Hal ini bertujuan untuk melihat ketelitian yang dihasilkan dari kondisi yang diulang dan diharapkan dapat mewakili ketelitian yang dilakukan untuk kondisi ekstraksi lainnya. Ketelitian diperoleh dengan kisaran 82,78% hingga 99,97%. Kadar Flavonoid Daun Salam Pembuatan kurva standar flavonoid didasarkan pada metode kolorimetri (Zongo et al. 2010). Analisis ini didasarkan pada reaksi pembentukan kompleks antara flavonoid dan aluminium klorida. Gugus orto dihidroksi dan gugus hidroksi keton dari flavonoid ini membentuk kompleks dengan AlCl 3 sehingga memberikan efek batokromik (Harborne 1996) dan kemudian diukur menggunakan spektrofotometri UV-vis sebagai ekivalen kuersetin. Kuersetin digunakan sebagai standar karena senyawa ini merupakan senyawa flavonoid kuat golongan flavonol. Flavonol diketahui sebagai senyawa penciri adanya flavonoid karena keberadaanya yang banyak tersebar dalam tumbuhan. Selain itu, kebanyakan tanaman obat memperlihatkan aktivitas kandungan kuersetin yang tinggi.

12 Menurut metode ini, larutan standar kuersetin dengan berbagai konsentrasi diukur pada panjang gelombang 435 nm. Kurva standar yang diperoleh memiliki persamaan garis y = 0,025x + 0,043 dengan R 2 = 0,9993 yang menunjukkan konsentrasi mampu menerangkan keragaman absorbans sebesar 99,93%, dan sekitar 0,007% oleh faktor lain. Berdasarkan kurva standar, dapat ditentukan kadar flavonoid total dari sampel sesuai perlakuan yang dicobakan. Hasil selengkapnya disajikan dalam Lampiran 3. Nilai kadar flavonoid total tertinggi untuk teknik maserasi dan sonikasi masing-masing berturut-turut sebesar 0,0153 mg QE/mg ekstrak dan 0,0139 mg QE/mg ekstrak (Tabel 5 dan 6). Nilai kadar flavonoid tertinggi untuk teknik maserasi diperoleh saat digunakan pelarut dengan waktu ekstraksi selama 24 jam, sedangkan untuk teknik sonikasi diperoleh saat digunakan pelarut dalam waktu ekstraksi 5 menit. Apabila dibandingkan dari kedua teknik ekstraksi yang digunakan, kadar flavonoid tertinggi diperoleh dengan teknik maserasi. Perendaman suatu bahan dalam pelarut dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel dalam 3 tahapan, yaitu masuknya pelarut ke dalam dinding sel tanaman dan membengkakkan sel, kemudian senyawa yang terdapat dalam dinding sel akan terlepas dan masuk ke dalam pelarut, diikuti oleh difusi senyawa yang terekstraksi oleh pelarut keluar dari dinding sel tanaman (Gamse 2002). Hal ini berkaitan dengan waktu kontak antara bahan dan pelarut pengekstraksi yang lebih intensif pada teknik maserasi menyebabkan komponen dalam sampel terutama flavonoid berpindah ke dalam pelarut pengekstraksi yang digunakan. Kedua teknik ekstraksi menunjukkan pelarut dapat mengekstraksi flavonoid daun salam dengan baik. Hal ini dikarenakan pelarut organik polar seperti selektif dalam mengekstraksi senyawa fenol seperti flavonoid yang tidak memiliki ikatan glikosida dengan molekul gula sederhana. Senyawa flavonoid ini kurang polar sehingga pelarut merupakan pelarut yang baik untuk mengekstraksi flavonoid tersebut. Kadar flavonoid daun salam berdasarkan kondisi yang dicobakan dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6. Secara keseluruhan, teknik ekstraksi maserasi memberikan kadar flavonoid lebih tinggi dibandingkan dengan teknik sonikasi. Semakin polar pelarut organik yang digunakan, semakin tinggi pula kadar flavonoid yang diperoleh. Semakin lama waktu ekstraksi yang digunakan, maka semakin tinggi pula kadar flavonoidnya. Secara keseluruhan faktor-faktor yang dicobakan berpengaruh pada kadar flavonoid. Aktivitas Antioksidan Daun Salam Aktivitas antioksidan diuji dengan metode penangkapan radikal bebas 1,1- difenil-1,2- pikrilhidrazil (DPPH). DPPH berperan sebagai radikal bebas akan bereaksi dengan antioksidan membentuk 1,3-difenil-2- pikrilhidrazin. Antioksidan akan memberikan atom hidrogennya kepada radikal DPPH untuk melengkapi kekurangan elektron dan membentuk radikal antioksidan yang lebih stabil. Reaksi ini menyebabkan DPPH kehilagan warna ungunya ketika dicampurkan dengan zat yang mampu bertindak sebagai antioksidan dan selanjutnya diukur dengan spektrometer UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm sehingga aktivitas peredaman radikal bebas oleh sampel dapat ditentukan. Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak daun salam dari kondisi ekstraksi secara keseluruhan memberikan nilai IC 50 kurang dari 100 ppm, nilai tersebut menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat pada ekstrak daun salam (Tabel 5 dan 6). IC 50 adalah bilangan yang menunjukkan konsentrasi ekstrak (mikrogram/mililiter) yang mampu menghambat proses oksidasi sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC 50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan. Secara spesifik, suatu senyawa dikategorikan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC 50 kurang dari 50 ppm, kuat jika IC 50 bernilai 50-100 ppm, sedang jika IC 50 bernilai 100-150 ppm, dan lemah jika IC 50 adalah 151-200 ppm (Mardawati 2008). Nilai IC 50 terendah untuk metode maserasi dan sonikasi berturut-turut adalah 11,460 µg/ml dan 7,199 µg/ml. Dengan demikian ekstrak hasil ekstraksi sonikasi memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat daripada ekstraksi maserasi. Teknik sonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 38 khz yang dapat mempercepat waktu kontak antara sampel dan pelarut karena adanya proses kavitasi yaitu proses pembentukan gelembung-gelembung kecil akibat adanya transmisi gelombang ultrasonik untuk membantu difusi pelarut ke dalam dinding sel tanaman (Ashley et al. 2001). Hal ini menyebabkan proses perpindahan massa senyawa bioaktif dari dalam sel tanaman ke pelarut menjadi lebih cepat, sehingga dalam waktu 15 menit senyawa bioaktif dalam

13 Tabel 5 Hasil IC 50 dan kadar flavonoid total untuk rancangan kombinasi pada metode maserasi pelarut waktu Antioksidan kadar flavonoid (jam) IC50 (mg QE/mg (mg/l) ekstrak) air 6 61,615 0,0112 air 6 61,013 0,0062 air 10,5 73,393 0,0085 air 15 53,273 0,0090 air 24 46,097 0,0151 air 24 54,185 0,0116 24% 10,5 44,519 0,0060 24% 19,5 75,236 0,0072 6 17,241 0,0065 15 49,312 0,0054 24 21,314 0,0056 24 21,873 0,0050 72% 10,5 51,906 0,0051 72% 19,5 52,505 0,0068 6 21,303 0,0107 6 33,940 0,0135 15 11,457 0,0141 24 25,062 0,0153 24 27,684 0,0122 sampel terekstraksi dengan baik ke dalam pelarut. Nilai IC 50 terendah untuk teknik maserasi diperoleh saat digunakan pelarut dengan waktu ekstraksi selama 15 jam, sedangkan untuk teknik sonikasi diperoleh saat digunakan pelarut dalam waktu ekstraksi 15 menit. Namun, aktivitas antioksidan daun salam masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan standar kuersetin yang memiliki nilai IC 50 4,683 µg/ml (Lampiran 4). Aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh dengan pelarut yang bersifat polar. Pelarut ini dapat mengekstraksi glikosida flavonoid. Molekul gula mempunyai gugus hidroksil yang bersifat polar, sehingga akan mudah larut dalam pelarut dengan kepolaran yang tinggi. Kekua- Tabel 6 Hasil IC 50 dan kadar flavonoid total untuk rancangan kombinasi pada metode sonikasi pelarut waktu Antioksidan kadar flavonoid (menit) IC50 (mg/l) (mg QE/mg ekstrak) Air 5 17,598 0,0031 Air 5 16,199 0,0032 Air 7,5 36,447 0,0059 air 10 21,053 0,0033 air 15 13,875 0,0033 air 15 22,507 0,0034 24% 7,5 11,307 0,0042 24% 12,5 47,965 0,0041 5 17,119 0,0039 10 11,519 0,0023 15 8,214 0,0048 15 7,199 0,0053 72% 7.5 7,624 0,0059 72% 12,5 49,682 0,0060 5 9,454 0,0112 5 8,806 0,0139 96 % 10 32,490 0,0089 15 10,305 0,0129 15 12,469 0,0126 tan aktivitas antioksidan dari flavonoid bergantung pada jumlah dan posisi gugus hidroksil yang terdapat pada molekul. Semakin banyak gugus hidroksil pada molekul menyebabkan aktivitas antioksidan molekul tersebut akan semakin besar. Aktivitas antioksidan tinggi tidak diperoleh saat menggunakan pelarut air yang bersifat sangat polar di antara pelarut lain yang dicobakan. Hal ini sesuai dengan Markham (1988) yang menyatakan bahwa campuran pelarut dan air merupakan pelarut yang baik untuk glikosida flavonoid. Aktivitas antioksidan berdasarkan kondisi yang dicobakan dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. Secara keseluruhan, aktivitas antioksidan teknik ekstraksi sonikasi memberikan aktivitas antioksidan lebih baik dibandingkan dengan teknik maserasi. Hal ini

14 (a) (b) Gambar 8 Plot permukaan respon (a) dan kontur (b) kadar flavonoid pada polaritas pelarut dan waktu ekstraksi. terlihat dengan nilai IC 50 kondisi yang dicobakan pada teknik sonikasi lebih rendah dibandingkan teknik maserasi. Campuran pelarut dan air dengan proporsi yang semakin sama menunjukkan aktivitas antioksidan yang semakin tinggi. Semakin lama waktu ekstraksi yang digunakan, maka semakin tinggi pula aktivitas antioksidannya. Secara keseluruhan, faktor-faktor yang dicobakan berpengaruh pada aktivitas antioksidan. Kondisi Optimum Ekstraksi Flavonoid Faktor kondisi ekstraksi yang akan dioptimumkan berupa teknik ekstraksi, polaritas pelarut, dan waktu ekstraksi. Pengoptimuman dilakukan menggunakan rancangan kombinasi D-Optimal dengan bantuan piranti lunak DX8.0.6 versi uji coba yang akan melihat pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kadar flavonoid total dan aktivitas antioksidan sebagai responnya. Berdasarkan pengolahan data statistik, ekstrak daun salam yang memiliki kadar flavonoid tertinggi dan nilai IC 50 terendah adalah kondisi ekstraksi sonikasi menggunakan pelarut dalam waktu 15 menit (Lampiran 5). Kadar flavonoid dugaan pengolahan tersebut ialah sebesar 0,0125 mg QE/mg ekstrak dan nilai IC 50 8,0289 µg/ml. Pengaruh masing-masing faktor pada nilai respon dapat dijelaskan dengan model dan grafik dari rancangan D-Optimal (Gambar 8 dan 9). Keberhasilan ekstraksi ditentukan oleh respon kadar flavonoid dan aktivitas antioksidan. Nilai IC 50 diperlukan sebagai respon untuk melihat aktivitas antioksidan dari flavonoid yang berhasil diekstrak dengan berbagai kondisi ekstraksi. Berdasrkan hasil pengolahan data dengan piranti lunak DX8.0.6 versi uji coba, didapat model regresi sebagai berikut : Kadar flavonoid = 4,828. X + 8,790. XY 0,014 XZ 8,887. YZ + 1,692. XYZ 1,451. XZ 2 + 3,851. YZ 2 + 1,036. XYZ 2 IC 50 = 30,46 + 36,84 Z 16,53 Z 2 37,62 Z 3 (X= Air, Y= Metanol, Z= Waktu ekstraksi) Berdasarkan hasil uji statistika terlihat bahwa faktor polaritas pelarut dan waktu ekstraksi berpengaruh secara linear terhadap kadar flavonoid total. Berpengaruhnya faktorfaktor tersebut terhadap kadar flavonoid ditunjukkan dengan model regresi kadar flavonoid memiliki nilai p lebih kecil dari taraf α (0,05), dapat dilihat pada Lampiran 6. Hal ini menunjukkan parameter yang terlibat berpengaruh secara signifikan. Model regresi kadar flavonoid memiliki nilai koefisien determinasi R-Sq yang cukup tinggi yaitu 95,49% sehingga model yang dihasilkan dapat digunakan karena memenuhi syarat model yang baik. Berdasarkan persamaan model dapat digambarkan plot permukaan respon dan kontur dari model yang diperoleh untuk setiap respon. Gambar 8 menunjukkan bahwa penurunan polaritas pelarut dan peningkatan waktu ekstraksi menghasilkan kadar flavonoid total yang semakin tinggi. Namun, pada polaritas pelarut tersebut terdapat pengaruh keragaman waktu ekstraksi. Plot permukaan

15 (a) (b) Gambar 9 Plot permukaan respon (a) dan kontur (b) nilai IC 50 pada polaritas pelarut dan waktu ekstraksi. respon penentuan kadar flavonoid total menunjukkan titik belok saat waktu ekstraksi mencapai 12,5 menit. Hasil uji statistika ekstrak terbaik daun salam menunjukkan bahwa waktu merupakan satu-satunya faktor yang memengaruhi nilai IC 50. Model regresi IC 50 memiliki nilai p lebih kecil dari taraf α (0,05), dapat dilihat pada Lampiran 7. Hal ini menunjukkan parameter tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap aktivitas antioksidan. Namun, nilai R-Sq dari model tersebut rendah, yaitu 54,18% artinya hanya sebesar 54,18% nilai IC 50 dipengaruhi oleh faktor waktu ekstraksi. Oleh karena itu, berdasarkan model tersebut diperkirakan terdapat faktor lain yang mempengaruhi nilai IC 50 yang tidak dicobakan dalam penelitian ini. Bila dibandingkan dengan analisis secara kimia, faktor-faktor seperti polaritas pelarut dan waktu ekstraksi dapat berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan. Hal ini terkait dengan komponen kimia yang dapat terekstrak pada saat ekstraksi menggunakan pelarut tertentu berdasarkan prinsip like dissolve like (Khopkar 2002). Lama ekstraksi berpengaruh terhadap waktu kontak bahan dengan pelarut yang digunakan. Kontak yang intensif menyebabkan difusi komponen kimia yang terekstraksi oleh pelarut keluar dari dinding sel tanaman (Gamse 2002). Banyaknya komponen kimia yang dapat terekstraksi, terutama flavonoid, seharusnya dapat memberikan pengaruh terhadap aktivitas antioksidan. Senyawa flavonoid bertindak sebagai donor atom hidrogen yang dapat mengubah DPPH menjadi bentuk tereduksi dan kehilangan warna ungunya (Molyneux 2004), sehingga aktivitas antioksidan yang ditunjukkan sebagai nilai IC 50 dapat diukur menggunakan spektrofotometer UV-vis. Bedasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa nilai IC 50 menunjukkan nilai yang fluktuatif. Ekstraksi pada menit awal menunjukkan nilai IC 50 yang rendah dengan berkurangnya polaritas pelarut. Nilai IC 50 menunjukkan peningkatan dengan meningkatnya waktu ekstraksi dan kembali menunjukkan penurunan pada waktu ekstraksi lebih dari 12 menit. Apabila dilihat dari plot permukaan responnya (9a), terdapat titik belok saat waktu ekstraksi mencapai 12,5 menit. Setelah melewati titik ini, peningkatan waktu ekstraksi akan menghasilkan nilai IC 50 yang lebih rendah dari sebelumnya atau menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat tinggi. Berdasarkan analisis ini, terlihat bahwa waktu ekstraksi sangat berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan. Analisis sidik jari selanjutnya dilakukan pada ekstrak dengan waktu ekstraksi pada kondisi yang dicobakan, yaitu pada waktu 5, 10, dan 15 menit. Hal ini bertujuan melihat pengaruh waktu ekstraksi terhadap pola sidik jari dari masing-masing ekstrak. Pola sidik jari yang dihasilkan diharapkan dapat merepresentasikan aktivitas antioksidan ekstrak. Analisis sidik jari dilakukan menggunakan KLT dengan fase gerak kloroform. Analisis ini menggunakan pola kromatogram komponen kimia dari ekstrak untuk menentukan kualitas, dan identitas tanaman obat (Borges et al. 2007) Hasil sidik jari dapat dilihat pada Lampiran 12. Kromatogram menunjukkan pada ekstrak

16 dengan waktu ekstraksi 5, 10, dan 15 menit berturut-turut menampilkan jumlah pita berbeda, yaitu 7, 4 dan 8 pita. Ekstrak dengan waktu ekstraksi 5 menit memiliki 7 pita pada hasil sidik jari dan memiliki aktivitas antioksidan tinggi. Sedangkan pada ekstrak dengan waktu ekstraksi 10 menit, menghasilkan 4 pita dan menunjukkan aktivitas antioksidan yang rendah. Hal ini menunjukkan komponen kimia yang berhasil terekstrak merupakan senyawa golongan flavonoid sehingga menunjukkan korelasi secara linear dengan aktivitas antioksidan yang dihasilkan. Pengaruh polaritas pelarut dan waktu ekstraksi terhadap respon teramati cukup baik pada plot kontur permukaan (Gambar 8b dan Gambar 9b). Kurva tersebut menampilkan kisaran pelarut dan waktu ekstraksi optimum, yaitu teramati pada pelarut selama 15 menit, dengan kadar flavonoid total sebesar 0,0116 mg QE/mg ekstrak dan nilai IC 50 13,1593 µg/ml. Metode ekstraksi sonikasi merupakan metode yang optimum daripada metode maserasi, hal ini dikarenakan pada ekstraksi sonikasi terjadi aktivitas kavitasi yang menyebabkan proses perpindahan massa pelarut menjadi lebih cepat. senyawa bioaktif dari dalam sel tanaman ke pelarut menjadi lebih cepat. Nilai kadar flavonoid dan IC 50 pada hasil keseluruhan ekstrak yang dicobakan berbeda dengan hasil optimisasi. Hal ini dikarenakan piranti lunak DX8.0.6 menganalisis secara statistik dari nilai-nilai yang mungkin dihasilkan pada kondisi optimum. Uji Fitokimia Senyawa Golongan Flavonoid Uji golongan flavonoid dapat memberikan informasi tentang keberadaan jenis golongan flavonoid yang terdapat pada ekstrak kasar secara kualitatif. Berdasarkan hasil pengujian fitokimia golongan flavonoid, ekstrak teraktif mengandung senyawa antosianidin, flavonol, flavon, dan kalkon. Hasil uji selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Senyawa antosianidin, flavonol, dan flavon disebut sebagai senyawa flavonoid utama dikarenakan senyawa ini banyak ditemukan di alam. Hasil uji golongan flavonoid juga sesuai dengan penelitaian Pratt (1992), yang menyatakan bahwa senyawa golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavonol dan kalkon. Penentuan Campuran Fase Gerak dari Fase Gerak Tunggal Sebanyak 6 macam fase gerak tunggal yang mewakili sifat polar, semipolar, dan non polar digunakan sebagai eluen untuk mengelusi tahap awal ekstrak terbaik daun salam pada KLT. Pita yang terbentuk dideteksi dengan menggunakan UV 254 nm dan 366 nm. Deteksi ini dipilih karena cara deteksi tersebut spesifik untuk senyawa tertentu terutama flavonoid. UV 254 nm dapat mendeteksi alkaloid, flavonoid, dan triterpenoid sedangkan UV 366 nm dapat mendeteksi alkaloid, flavonoid, dan lignan dengan warna yang berbeda-beda (Fernand 2003). Namun, pita terlihat jelas pada UV 366 nm, hal ini dikarenakan pelat KLT yang digunakan merupakan pelat silica gel GF 254, artinya silica gel dengan fluoresens yang berpendar pada UV 254 nm, sehingga pita yang dihasilkan tidak begitu terlihat. Untuk itu, metode pendeteksian yang akan digunakan selanjutnya adalah UV 366 nm. Keenam fase gerak tersebut, tampak setiap fase gerak mampu memisahkan komponen dengan kemampuan berbeda-beda. Hal ini terlihat dari jumlah pita yang berbeda-beda pada setiap fase gerak (Gambar 10). Tiga fase gerak yang akan dijadikan sebagai penyusun komposisi fase gerak sesuai rancangan Simplex Centroid adalah fase gerak yang menghasilkan jumlah pita terbanyak dengan pemisahan yang baik. 8 8 7 6 Jumlah spot 6 4 2 0 Gambar 10 2 Fase gerak Jumlah spot pada elusi KLT ekstrak terbaik daun salam untuk fase gerak tunggal dengan deteksi UV 366 nm. Ketiga pelarut terpilih, yaitu kloroform, n- butanol, dan etil asetat sebagai komposisi campuran fase gerak karena ketiga fase gerak tersebut menghasilkan jumlah pita lebih banyak. Hasil selengkapnya untuk ke-6 3 1

17 macam fase gerak tunggal ditunjukkan pada Lampiran 9. Penentuan Fase Gerak Optimum dengan Simplex Centroid Design Penggunaan Simplex Centroid Design (SCD) untuk pengoptimuman fase gerak KLT dilakukan untuk mendapatkan sidik jari yang informatif. SCD digunakan untuk mengetahui pengaruh proporsi fase gerak yang berbedabeda. Ketiga pelarut terpilih, yaitu kloroform sebagai titik A, n-butanol sebagai titik B, dan etil asetat sebagai titik C dicampurkan sehingga didapatkan berbagai komposisi pelarut sesuai dengan Tabel 4. Setelah itu, dilakukan pemisahan pada kesepuluh komposisi tersebut dan dideteksi dengan sinar UV 366 nm. Hasil selengkapnya untuk 10 komposisi fase gerak ditunjukkan pada Lampiran 10. jumlah pita 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0A:1B:0C 8 7 6 7 0A:0B:1C 0A:1B:0C 1/2A:0B:1/2C komposisi fase gerak Gambar 11 Jumlah pita hasil KLT ekstrak daun salam dengan deteksi UV 366 nm. Gambar 11 menunjukkan bahwa jumlah pita yang banyak dihasilkan pada fase gerak tunggal adalah kloroform. Fase gerak optimum ditentukan berdasarkan analisis statistik dengan jumlah pita sebagai responnya. Persamaan regresi yang didapatkan dari pengolahan data adalah y = 8,14A + 5,96B + 6,87C + 0,20 AB 1,98 AC 6,34BC 31,76ABC. (A= kloroform, B= n-buatnol, C= etil asetat) Persamaan regresi tersebut memiliki nilai p lebih kecil dari taraf α (0,05), dapat dilihat pada Lampiran 11. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga fase gerak berpengaruh terhadap penentuan komposisi fase gerak optimum. Ketiga koefisien pertama (8, 5, dan 6) memberikan peningkatan pengaruh secara linear terhadap respon. Model tersebut juga 5 0A:1/2B:1/2C 7 1/2A:1/2B:0C 5 5 5 1/3A:1/3B:1/3C 1/6A:2/3B:1/6C 1/6A:1/6B:2/3C 7 2/3A:1/6B:1/6C menunjukkan terdapat interaksi yang sinergis antara kloroform dan n-butanol. Interaksi yang berlawanan terdapat pada campuran fase gerak kloroform dan n-butanol, n-butanol dan etil asetat, serta campuran di antara ketiga fase gerak kloroform, n-butanol, dan etil asetat. Hal ini dapat dilihat dari plot kontur Simplex Centroid Design pada Gambar 12. Daerah optimum pada plot kontur desain dinyatakan dengan warna jingga. Koefisien determinasi atau R-Sq dari pengolahan data dengan deteksi UV 366 nm diperoleh sebesar 96,17%. Selanjutnya, fase gerak yang digunakan untuk analisis sidik jari ektrak terbaik daun salam adalah fase gerak tunggal kloroform. Gambar 12 Plot kontur desain campuran simplex centroid untuk jumlah pita optimasi fase gerak mn <5, 5-6, 6-7, 7-8 dengan deteksi UV 366 nm. Analisis Sidik Jari pada Kondisi Optimum Analisis sidik jari dilakukan dengan tujuan melihat pola sidik jari ekstrak flavonoid pada kondisi optimum. Pola sidik jari tersebut memberikan informasi secara kualitatif kandungan metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak daun salam. Analisis sidik jari dilakukan menggunakan KLT sehingga pola yang dihasilkan berupa pita yang selanjutnya dapat diketahui nilai Rf dari masing-masing pita yang dihasilkan. Nilai Rf spesifik untuk komponen kimia dalam tanaman. Sidik jari ekstrak flavonoid terbaik daun salam dilakukan menggunakan fase gerak optimum yaitu kloroform dengan deteksi UV 366 nm. Pola kromatogram yang diperoleh menghasilkan 8 pita dengan Rf masingmasing pita berturut-turut 0,07; 0,13 0,25; 0,43; 0,62; 0,67; 0,91; dan 0,96. Pita yang dihasilkan menampilkan bercak berwarna merah dan biru muda. Menurut Markham (1988), fluoresensi biru muda dapat

18 menunjukkan adanya senyawa flavon, flavonon, atau flavonol, sedangkan bercak berwarna merah menunjukkan adanya senyawa antosianidin. Hal ini memperkuat hasil uji kualitatif golongan flavonoid yang dilakukan terhadap ekstrak daun salam tersebut (Lampiran 8). Pola sidik jari dapat dilihat pada Gambar 13. karena kondisi optimum teramati pada ujungujung taraf. DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1984. Official Methods of Analysis. Virginia: AOAC. Akbar HR. 2010. Isolasi dan identifikasi golongan flavonoid daun dandang gendis (Clinacanthus nutans) berpotensi sebagai antioksidan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Ashley K, Andrews RN, Cavazos L, Demange M. 2001. Ultrasonic extraction as a sample preparation technique for elemental analysis by atomic spectrometry. J. Anal. At. Spectrom. 16: 1147-1153. Blois MS. 1958. Antioxidant determinations by the use of a stable free radical. Nature 181: 1199-1200. Gambar 13 Kromatogram KLT dengan fase gerak pada titik optimum (kloroform) dengan deteksi pada UV 366 nm. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Waktu ekstraksi sangat berpengaruh dalam penentuan kondisi ekstraksi optimum berdasarkan analisis rancangan D-Optimal. Ekstrak flavonoid daun salam dengan bioaktivitas paling baik sesuai rancangan kombinasi dihasilkan pada ekstraksi sonikasi dengan pelarut dalam waktu ekstraksi selama 15 menit. Kadar flavonoid dan nilai IC 50 pada kondisi tersebut diperoleh berturut-turut sebesar 0,0116 mg QE/mg ekstrak dan 13,1593 µg/ml. Fase gerak optimum yang didapat untuk analisis sidik jari ekstrak terbaik daun salam adalah kloroform dengan deteksi UV 366 nm menghasilkan 8 pita. Saran Perlu dilakukan validasi terhadap model yang telah diperoleh pada penelitian ini. Selain itu perlu dicobakan kisaran taraf yang lebih luas pada parameter yang digunakan Bolourtchian N, Hadidi N, Foroutan SM, Shafaghi B. 2008. Formulation and optimization of captopril sublingual tablet using d-optimal design. Iranian Journal of Pharmaceutical Research 7 (4): 259-267. Borges CN, Bruns RE, Almeida AA, dan Scarminio IS. 2007. Mixture design for the fingerprint optimalization of chromatographic mobile phases and extraction solutions for Camellia sinensis. Analytical Chimica Acta 595: 28-37. [BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Maanan. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Vol 1. Jakarta : BPOM. Chen C, Pearson AM, Gray JI. 1992. Effects of synthetic antioxidant (BHA, BHT, and PG) on the mutagenicity of IQ-like compounds. Food Chemistry 43: 177-183. Chen HM, Muramoto K, Yamauchi F, Nokihara K. 1996. Antioxidant activity of designed peptides based on the antioxidative peptide isolated from digests of a soybean protein. J. Agric. Food Chem. 44 (9): 2619-1613. [Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 2008.