KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014

dokumen-dokumen yang mirip
KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2017

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2015

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER 2015

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

BERITA RESMI STATISTIK

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2015 SEBESAR 17,88 PERSEN.

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2016

BADAN PUSAT STATISTIK

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2017

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Maluku Utara Maret 2009 September 2015

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

BADAN PUSAT STATISTIK

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2016

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT SEPTEMBER 2011 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2016

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI LAMPUNG

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEMISKINAN PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DAN TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI ACEH MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2017

BPS PROVINSI LAMPUNG

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Transkripsi:

No. 04/ 01/ 94/ Th.IX, 2 Januari 2015 KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 864,11 RIBU ORANG. Jumlah penduduk miskin di Papua pada bulan September 2014 mencapai 864,11 ribu orang berkurang 60,3 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2014 yang berjumlah 924,41 ribu orang. Secara persentase, penduduk Miskin di Papua selama enam bulan terakhir juga mengalami penurunan sebesar 2,25 persen poin yaitu dari 30,05 persen pada Maret 2014 menjadi 27,80 persen pada September 2014. Dilihat menurut tipe daerahnya, penduduk miskin terkonsentrasi di daerah perdesaan. Pada September 2014 sebanyak 828,50 ribu orang (35,87 persen) penduduk miskin hidup di perdesaan sedangkan di perkotaan hanya sebesar 35,61 ribu orang (4,46 persen). Selama periode Maret 2014 - September 2014, terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di perdesaan sebesar 60,3 ribu orang (-3,05 persen), jumlah penduduk miskin di perkotaan secara absolut mengalami kenaikan sebesar 239 orang namun secara persentase turun (-0,01 persen). Garis Kemiskinan (GK) di perkotaan pada September 2014 sebesar Rp408.419,- lebih tinggi dari GK perdesaan yang mencapai Rp340.846. Hal ini berarti, biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal yang layak (basic needs) untuk makanan dan bukan makanan lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan. Peranan komoditi makanan terhadap GK jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan), yaitu 74,48 persen berbanding 25,52 persen. Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap GK di perkotaan adalah beras, rokok kretek, tongkol/tuna/cakalang, daging ayam ras, telur ayam ras dan gula pasir. Sedangkan komoditi yang berpengaruh besar terhadap GK di perdesaan adalah ketela rambat, beras, rokok kretek, ketela pohon dan daging babi. Pada periode Maret 2014 September 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin mengecil. Berita Resmi Statistik Provinsi Papua No. 04/ 01/ 94/ Th.IX, 2 Januari 2015 1

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2009 September 2014 Selama lima belas tahun terakhir (1999-2014) kondisi kesejahteraan masyarakat Papua kian membaik. Tercatat persentase penduduk miskin pada periode tersebut menurun secara signifikan sebesar 26,95 persen, yaitu dari 54,75 persen pada Maret 1999 menjadi 27,80 pada September 2014. Pada lima tahun pertama Otonomi Khusus (Otsus) Papua berjalan (2001-2005) persentase penduduk miskin menurun sebesar 0,97 persen, yaitu dari 41,80 persen menjadi 40,83 persen. Sedangkan pada lima tahun kedua pelaksanaan Otsus (2006-2010) persentase penduduk miskin menurun sebesar 4,72 persen. Penurunan persentase penduduk miskin terbesar terjadi pada periode Maret 2010 - Maret 2011 di mana terdapat 4,82 persen penduduk yang pada tahun 2010 penghasilannya di bawah garis kemiskinan kini bergeser di atas garis kemiskinan sehingga menjadi tidak miskin. Saat ini jumlah penduduk miskin di Papua kondisi September 2014 sebesar 864,11 ribu orang atau sebesar 27,80 persen. Jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada enam bulan sebelumnya (Maret 2014) yang berjumlah 924,41 ribu jiwa, maka terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 60,3 ribu orang. Dengan demikian, secara persentase, tingkat kemiskinan di Papua pada periode Maret 2014 - September 2014 mengalami penurunan sebesar 2,25 persen yaitu dari 30,05 persen pada Maret 2014 menjadi 27,80 persen pada September 2014. Gambar 1. Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Papua Tahun 1999-2014 114.87 97.09 90.08 98.47 91.70 96.68 102.82 94.06 97.44 93.44 99.73103.12 92.76 91.53 92.05 91.64 93.96 96.06 92.44 86.41 54.75 46.35 41.8 41.8 39.03 38.69 40.83 41.52 40.78 37.08 37.53 36.80 31.98 31.24 31.11 30.66 31.13 31.52 30.05 27.8 Jumlah Penduduk Miskin (0000) % Miskin Ket : - Data sebelum tahun 2006 masih gabung dengan Papua Barat - Jumlah penduduk miskin 2006-2010 hasil backcasting berdasarkan SP2010 - Jumlah penduduk miskin 2011-2014 hasil backcasting berdasarkan hasil proyeksi penduduk 2 Berita Resmi Statistik Provinsi Papua No. 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 2 Januari 2015

2. Tingkat Kemiskinan menurut Tipe Daerah Dilihat menurut tipe daerahnya, penduduk miskin di Papua terkonsentrasi di daerah perdesaan, di mana pada September 2014 terdapat sebanyak 828,5 ribu orang atau sebesar 35,87 persen penduduk miskin tinggal di perdesaan, sedangkan di perkotaan hanya 35,61 ribu orang (4,46 persen). Jika dibandingkan dengan kondisi pada periode sebelumnya (Maret 2014), terdapat penurunan jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan sebesar 3,05 persen. Namun hal sebaliknya terjadi di daerah perkotaan, jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan sebanyak 239 orang namun secara persentase mengalami penurunan sebesar 0,01 persen. Tahun Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Papua menurut Daerah, 2001-2014 Jumlah Penduduk Miskin (ribu) Persentase Penduduk Miskin Kota Desa K+D Kota Desa Kota+Desa 1 2 3 4 5 6 7 2001 51,37 849,43 900,80 9,23 53,14 41,80 2002 49,30 935,40 984,70 9,76 51,21 41,80 2003 50,60 866,50 917,00 8,32 49,75 39,03 2004 49,10 917,70 966,80 7,71 49,28 38,69 2005 53,00 975,20 1028,20 9,23 50,16 40,83 2006 51,21 860,87 940,61 8,71 51,31 41,52 2007 49,42 892,96 974,40 7,97 50,47 40,78 2008 45,91 857,56 934,37 7,02 45,96 37,08 2009 42,07 921,11 997,34 6,10 46,81 37,53 2010 40,35 955,10 1031,21 5,55 46,02 36,80 Mar-11 34,62 893,02 927,64 4,60 41,58 31,98 Sep-11 36,12 879,19 915,31 4,75 40,53 31,24 Mar-12 32,67 887,86 920,52 4,24 40,55 31,11 Sep-12 45,12 871,24 916,36 5,81 39,39 30,66 Mar-13 47,92 891,64 939,56 6,11 39,92 31,13 Sep-13 41,22 919,34 960,56 5,22 40,71 31,52 Mar-14 35,37 889,04 924,41 4,47 38,92 30,05 Sep-14 35,61 828,50 864,11 4,46 35,87 27,80 Ket : - Data sebelum tahun 2006 masih gabung dengan Papua Barat - Jumlah penduduk miskin 2006-2010 hasil backcasting berdasarkan SP2010 - Jumlah penduduk miskin 2011-2014 hasil backcasting berdasarkan hasil proyeksi penduduk Berita Resmi Statistik Provinsi Papua No. 04/ 01/ 94/ Th.IX, 2 Januari 2015 3

3. Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi Gambar 2 menunjukkan persentase penduduk miskin menurut provinsi se-indonesia berdasarkan data Susenas September 2014. Dari gambar tersebut tampak bahwa tiga provinsi di Kawasan Timur Indonesia yaitu Provinsi Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah dengan persentase penduduk miskin terbesar yaitu berturut-turut 27,80 persen; 26,26 persen; dan 19,60 persen. Dari 33 provinsi, 25 provinsi diantaranya mengalami penurunan persentase penduduk miskin, dengan penurunan terbesar terjadi di Provinsi Papua, yang mencapai 2,25 persen. Gambar 2. Persentase Penduduk Miskin Maret 2014 dan Perubahan Persentase Penduduk Miskin Periode Maret 2014 September 2014 menurut Provinsi Papua Papua Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Gorontalo Bengkulu Nusa Tenggara Barat Aceh DI Yogyakarta Lampung Sumatera Selatan Sulawesi Tengah Jawa Tengah Sulawesi Tenggara Jawa Timur Sulawesi Barat Indonesia Sumatera Utara Sulawesi Selatan Jawa Barat Jambi Sulawesi Utara Kalimantan Barat Riau Maluku Utara Sumatera Barat Kepulauan Riau Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Banten Bangka Belitung Kalimantan Selatan Bali DKI Jakarta -2.25-0.87-0.22-0.69-0.03-0.39-0.20-1.07-0.45-0.07-0.29-0.32-0.88-1.28-0.14-0.22-0.29-0.74-0.26-0.49-0.47-0.13-0.52-0.30-0.11-0.39 0.47 0.47 0.11 0.04 0.16 0.13 0.23 0.17 19.60 18.44 17.41 17.09 17.05 16.98 14.55 14.21 13.62 13.61 13.58 12.77 12.28 12.05 10.96 9.85 9.54 9.18 8.39 8.26 8.07 7.99 7.41 6.89 6.40 6.31 6.07 5.51 4.97 4.81 4.76 4.09 27.80 26.26-5 0 5 10 15 20 25 30 Perubahan Mar -14 s.d. Sep -14 % Miskin 4 Berita Resmi Statistik Provinsi Papua No. 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 2 Januari 2015

4. Perubahan Garis Kemiskinan September 2013 Maret 2014 Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan (GK), karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Seiring dengan kenaikan harga (inflasi) yang terjadi dari tahun ke tahun, besarnya GK juga mengalami peningkatan. Selama Maret 2014 September 2014 terjadi kenaikan GK yang mencapai Rp 2.824,- atau sebesar 0,79 persen. Tercatat kenaikan GK paling tinggi terjadi pada periode Maret 2013 - September 2013 mencapai Rp24.071,- disebabkan karena lonjakan inflasi yang cukup tajam akibat kenaikan harga BBM. Ditinjau menurut tipe daerahnya, GK daerah perkotaan pada September 2014 sebesar Rp408.419,- lebih tinggi dibanding GK perdesaan yang mencapai Rp340.846,-. Hal ini berarti, biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal yang layak (basic needs) untuk makanan dan bukan makanan lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan. Tabel 2. Garis Kemiskinan Provinsi Papua menurut Daerah 2010 September 2014 Garis Kemiskinan Tahun (Per Kapita Per Bulan) Kota Desa K+D 1 2 3 4 2010 298.285 247.563 259.128 Mar-11 314.606 262.626 276.116 Sep-11 320.321 266.271 280.302 Mar-12 321.228 271.431 284.388 Sep-12 344.415 281.022 297.502 Mar-13 362.401 298.395 315.025 Sep-13 387.789 322.079 339.096 Gambar 3. Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan, 2010 September 2014 68,88670,079 68,151 64,674 194,454 211,416 207,965 214,309 86,624 89,772 77,372 91,417 74,162 223,340 237,652 252,472 265,608 266786 Mar-14 404.944 338.206 355.380 Sep-14 408.419 340.846 358.204 Makanan Non Makanan Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa Berita Resmi Statistik Provinsi Papua No. 04/ 01/ 94/ Th.IX, 2 Januari 2015 5

peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan September 2014, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 74,48 persen (Rp266.786/kapita/bulan), dan GKBM hanya menyumbang 25,52 persen (Rp91.417/kapita/bulan) dari total GK Provinsi Papua. Komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK berbeda jenisnya antara daerah perkotaan dan perdesaan. Lima komoditi terbesar yang memberi pengaruh terhadap kenaikan GK di perkotaan adalah beras (19,54 persen), rokok kretek filter (11,23 persen), tongkol/tuna/cakalang (7,15 persen), daging ayam ras (4,21 persen), dan telur ayam ras (4,16 persen). Sedangkan lima jenis komoditi yang memberikan andil terbesar terhadap kenaikan GK di perdesaan adalah ketela rambat (41,77 persen), beras (15,42 persen), rokok kretek filter (5,88 persen), ketela pohon (4,09 persen) dan daging babi (3,95 persen). Tabel 3. Daftar Komoditi Makanan yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, September 2014 No Komoditi Kota Nilai (Rp/kap/bln) Desa % Komoditi Nilai (Rp/kap/bln) 1 Beras 26.492 19,54 Ketela rambat 67.722 41,77 2 Rokok kretek filter 15.221 11,23 Beras 24.990 15,42 3 Tongkol/tuna/cakalang 9.693 7,15 Rokok kretek filter 9.531 5,88 4 Daging ayam ras 5.714 4,21 Ketela pohon 6.635 4,09 5 Telur ayam ras 5.635 4,16 Daging babi 6.402 3,95 6 Gula pasir 5.547 4,09 Gula pasir 4.851 2,99 7 Tahu 5.183 3,82 Mie instan 3.721 2,30 8 45 komoditi lainnya 62.087 45,80 45 komoditi lainnya 38.260 29,65 Jumlah 135.572 Jumlah 162.111 % 5. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Sisi lain dari kemiskinan, selain jumlah dan persentase penduduk miskin yang juga perlu mendapat perhatian adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan terkait kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selama periode 2007 2014 indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan Indeks keparahan kemiskinan (P2) di Papua umumnya memiliki kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 10,84 pada Maret 2007 menjadi 6,40 pada September 2014. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 3,38 menjadi 2,19 pada periode yang sama (Tabel 4). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran 6 Berita Resmi Statistik Provinsi Papua No. 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 2 Januari 2015

penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin juga semakin mengecil. Jika dibandingkan dengan kondisi pada Maret 2014, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan Provinsi Papua mengalami penurunan walaupun tidak begitu besar. Tercatat P1 turun 0,44 poin, sementara itu P2 turun sebesar 0,11 poin. Kondisi ini menunjukkan arah pembangunan yang semakin baik, walaupun pada periode enam bulan terakhir terjadi sedikit kenaikan penduduk miskin untuk wilayah perkotaan namun rata-rata pengeluran penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan. Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurut Daerah, Maret 2007 - September 2014 Tahun Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Kota Desa K+D Kota Desa K+D 1 2 3 4 5 6 7 2007 1,25 13,67 10,84 0,29 4,94 3,88 2008 1,73 13,60 10,89 0,54 5,04 4,01 2009 0,80 11,51 9,07 0,17 3,81 2,98 2010 0,78 11,89 9,36 0,17 4,32 3,37 Mar-11 0,70 10,37 7,86 0,15 3,74 2,80 Sep-11 0,84 10,41 7,93 0,24 3,65 2,76 Mar-12 0,65 10,47 7,91 0,14 3,72 2,79 Sep-12 1,27 9,49 7,35 0,48 3,13 2,44 Mar-13 1,11 8,92 6,89 0,29 2,88 2,21 Sep-13 0,48 8,69 6,56 0,10 2,67 2,01 Mar-14 0,72 8,96 6,84 0,17 3,04 2,30 Sept-14 0,48 8,48 6,40 0,10 2,91 2,19 Sumber: Diolah dari data Susenas 2007-2014 Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi daripada perkotaan. Pada bulan September 2014, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 0,48 sementara di daerah perdesaan mencapai 8,48. Demikian juga untuk nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di mana nilai Indeks untuk perkotaan hanya 0,10 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,91. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan jauh lebih parah daripada daerah perkotaan karena dari semua segi (jumlah, persentase, Berita Resmi Statistik Provinsi Papua No. 04/ 01/ 94/ Th.IX, 2 Januari 2015 7

kedalaman maupun keparahan kemiskinan) daerah perdesaan jauh lebih memprihatinkan dibanding daerah perkotaan. 6. Penjelasan Teknis dan Sumber Data a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan yang digunakan ada dua macam yaitu pendekatan mikro dan pendekatan makro. b. Pendekatan mikro diperoleh dari pendataan secara lengkap (sensus), sehingga didapatkan data mengenai penduduk miskin hingga ke individu. Misalnya PSE05 (Pendataan Sosial Ekonomi Tahun 2005) dan PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2008 dan 2011 yang menghasilkan database penduduk miskin yang dijadikan dasar pemberian BLT atau BLSM. Karena besarnya biaya yang diperlukan, pendekatan ini tidak dapat dilakukan setiap tahun. c. Pendekatan makro diperoleh melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yaitu dengan mengambil sebagian sampel dari populasi yang ada kemudian digunakan sebagai dasar estimasi untuk menggambarkan keadaan wilayah tersebut, dengan demikian data yang dihasilkan adalah data agregat. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index (persentase penduduk miskin terhadap total penduduk), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Kelebihan dari pendekatan ini adalah biayanya relatif lebih murah dan waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data lebih singkat, sehingga dapat dilakukan tiap tahun dan dapat digunakan untuk memantau perkembangan kemiskinan sampai tingkat kabupaten/kota. d. Terhitung mulai tahun 2011, Susenas dilakukan secara triwulanan yang berarti dalam satu tahun terdapat empat kali pendataan lapangan yaitu pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Data kemiskinan yang dirilis pada tahun 2014 sebanyak dua kali yaitu kondisi kemiskinan pada triwulan pertama (Maret) dan kemiskinan pada triwulan ketiga (September). e. Penduduk miskin adalah penduduk yang pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). GK terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. f. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). g. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non- 8 Berita Resmi Statistik Provinsi Papua No. 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 2 Januari 2015

makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. h. Garis Kemiskinan (GK) adalah representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan. Berita Resmi Statistik Provinsi Papua No. 04/ 01/ 94/ Th.IX, 2 Januari 2015 9