BAB II Teori Dasar. 2.1 Sumber-sumber Tegangan Lebih

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang

Politeknik Negeri Sriwijaya

TUGAS AKHIR. Evaluasi Sistem Proteksi Petir di Gedung Rumah Sakit Permata Hijau dengan Metode Konvensional dan Elektrostatis

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang Diaplikasikan pada Gedung [Emmy Hosea, et al.

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.

Penentuan Daerah Perlindungan Batang Petir

BAB II SISTEM PENANGKAL PETIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perancangan Sistem Penangkal Petir Batang Tegak Tunggal, Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

BAB III METODE PENELITIAN

Aplikasi Konsep Fisika Pada Proses Terjadinya Petir dan Pentingnya Penggunaan Penangkal Petir Pada Bangunan *) Nia Nopeliza **)

GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT. Electrical engineering Dept. Oktober 2008

SISTEM PENANGKAL PETIR

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR

DESAIN SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA KUALA BEHE KABUPATEN LANDAK

PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH

BAB I PENDAHULUAN Proses terjadinya petir

PT. Ciriajasa Cipta Mandiri

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kata Kunci Proteksi, Arrester, Bonding Ekipotensial, LPZ.

TUGAS AKHIR. Evaluasi Sistem Proteksi Instalasi Penangkal Petir Eksternal Pada Bangunan Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV STUDI PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) - SENAYAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP

DASAR SISTEM PROTEKSI PETIR

STUDI AWAL ALAT PROTEKSI PETIR DENGAN METODE PEMBALIK MUATAN

Presented by dhani prastowo PRESENTASI FIELD PROJECT

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

II. TINJAUAN PUSTAKA. (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin

BAB III IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH

BAB II PETIR DAN PENANGKAL PETIR

BAB II FENOMENA ALAMIAH TERBENTUKNYA PETIR

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum. Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang

ANALISA SISTEM PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG BERTINGKAT DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW, KEBAYORAN LAMA, JAKARTA

PENENTUAN LOKASI PEMASANGAN LIGHTNING MASTS PADA MENARA TRANSMISI UNTUK MENGURANGI KEGAGALAN PERLINDUNGAN AKIBAT SAMBARAN PETIR

ANALISIS PERANCANGAN SISTEM PROTEKSI BANGUNAN THE BELLAGIO RESIDENCE TERHADAP SAMBARAN PETIR

MODUL PRAKTIKUM PENGUKURAN BESARAN LISTRIK

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada

EVALUASI INSTALASI SISTEM PENANGKAL PETIR EKSTERNAL PADA GEDUNG XYZ

Evaluasi Sistem Proteksi Listrik Kantor Bupati Landak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UNIVERSITAS INDONESIA OPTIMALISASI SISTEM PENANGKAL PETIR EKSTERNAL MENGGUNAKAN JENIS EARLY STREAMER (STUDI KASUS UPT LAGG BPPT) SKRIPSI

SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL DAN EKTERNAL

POTENSI PETIR SEBAGAI SUMBER ENERGI BARU?

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TEGANGAN TINGGI. sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover

ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR. Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR

LATIHAN UJIAN NASIONAL

BAB IV PERHITUNGAN SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR DI GEDUNG PT BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

MODUL III PENGUKURAN TAHANAN PENTANAHAN

BAB III SISTEM PERLINDUNGAN PENANGKAL PETIR DAN DATA JUMLAH HARI GURUH PERTAHUN

BAB II PENGERTIAN TERJADINYA PETIR

SISTEM PROTEKSI EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP SAMBARAN PETIR PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ANDALAS

1 BAB I PENDAHULUAN. Petir adalah suatu gejala alam, yakni peluahan muatan listrik statis yang

ARESTER SEBAGAI SISTEM PENGAMAN TEGANGAN LEBIH PADA JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20KV. Tri Cahyaningsih, Hamzah Berahim, Subiyanto ABSTRAK

by: Moh. Samsul Hadi

PERENCANAAN SISTEM INSTALASI PENANGKAL PETIR JENIS ELEKTROSTATIK BERDASARKAN PUIPP

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

IMPLEMENTASI PENANGKAL PETIR TIPE EMISI ALIRAN MULA ( EARLY STREAMER EMISSION ) GUNA MENGURANGI DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT

KATA PENGANTAR. Buletin ini berisi data rekaman Lightning Detector, menggunakan sistem LD-250 dan software Lightning/2000 v untuk analisa.

Vol.3 No1. Januari

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad

Kajian Perancangan Sistem Penangkal Petir Eksternal Pada Gedung Pusat Komputer Universitas Riau

ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv

Analisis Sistem Pengaman Menara Seluler Smartfren Pada Perumahan Masyarakat Di Kelurahan Umban Sari

STUDI EVALUASI SISTEM TERMINASI UDARA PADA GEDUNG BERTINGKAT DENGAN METODE BOLA BERGULIR, SUDUT PERLINDUNGAN DAN METODE JALA SKRIPSI

ANALISIS PROTEKSI SAMBARAN PETIR EKSTERNAL MENGGUNAKAN METODE COLLECTION VOLUME STUDI KASUS GEDUNG FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) SENAYAN JAKARTA

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA EFEK TEGANGAN INDUKSI KARENA SAMBARAN PETIR PADA AREA OPERASIONAL PT. X SEMINAR JEFANYA GINTING

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

Proteksi Terhadap Petir. Distribusi Daya Dian Retno Sawitri

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR

Desain Dan Analisa Sistem Proteksi Petir Pada Rumah Sakit Universitas Riau

PRAKTIKUM 1: SISTEM PENTANAHAN /GROUNDING -PENGUKURAN TAHANAN PENTANAHAN

STUDI TENTANG SISTEM PENANGKAL PETIR PADA BTS ( BASE TRANSCEIVER STATION ) ( Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh )

Dielektrika, [P-ISSN ] [E-ISSN X] 85 Vol. 4, No. 2 : 85-92, Agustus 2017

EVALUASI ARRESTER UNTUK PROTEKSI GI 150 KV JAJAR DARI SURJA PETIR MENGGUNAKAN SOFTWARE PSCAD

OPTIMASI PELETAKKAN ARESTER PADA SALURAN DISTRIBUSI KABEL CABANG TUNGGAL AKIBAT SURJA PETIR GELOMBANG PENUH

ANALISIS PENGARUH DIAMETER DAN PANJANG ELEKTRODA PENTANAHAN ARESTER TERHADAP PERLINDUNGAN TEGANGAN LEBIH

1. Gejala Listrik Statis

BAB III SISTEM PROTEKSI PETIR

ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG

BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI

BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut

BAB II BUSUR API LISTRIK

Analisa Susunan Terminal Udara Sistem Proteksi Petir Menggunakan Metode EGM Eriksson Pada Bangunan PT. TELKOM Pekanbaru

Transkripsi:

BAB II Teori Dasar 2.1 Sumber-sumber Tegangan Lebih Tegangan lebih yang sering menimbulkan gangguan dalam sistem tenaga listrik berasal dari dua sumber utama yaitu tegangan lebih internal dan tegangan lebih eksternal. Sumber tegangan lebih internal meliputi operasi on/ offswitching dan gangguan tidak simetris terutama sistem yang netralnya tidak di tambahkan. Tegangan lebih eksternal berasal dari gangguan yang terjadi di atmosfer. Penyebab utama tegangan lebih eksternal adalah sambaran petir.sambaran petir ini dapat menimbulkan gangguan pada sistem tenaga listrik seperti yang akan dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya. 2.2 Pengertian Petir Petir terjadi apabila muatan di beberapa bagian atmosfer kuat medan listriknya mencapai nilai yang cukup tinggi menyebabkan kegagalan listrik di udara sehingga timbul peralihan muatan listrik yang besar. Peralihan muatan ini dapat terjadi di dalam awan. Antara awan dan dari awan ke permukaan bumi. Sumber terjadinya petir adalah awan cumulonimbus atau awan guruh yang berbentuk gumpalan dengan ukuran vertical lebih besar dari ukuran horizontal. Ukuran vertical dapat mencapai 14 km dan ukuran horizontal berkisar 1,5 sampai 7.5 km. Karena ukuran vertikalnya yang cukup besar terjadi perbedaan temperatur antara bagian bawah dengan bagian atas. Bagian bawah bisa mencapai 5 darajat C sedangkan bagian atas -6 C. Loncatan di awan dengan berkumpulnya uap air di bawah awan. Karena perbedaan temperatur yang besar antar bagian bawah dengan bagian yang lebih di atas. Butiran air bagian bawah yang temperaturnya lebih hangat berusaha berpindah ke bagian atas sehingga mengalami pendinginan dan membentuk Kristal es. Kristal es yg lebih berat daripada butiran air berpindah ke bagian bawah. Kristal es yg turun dan butir air yang naik saling mendesak sehingga timbul

gesekan yang menimbulkan pemisah muatan. Butir air yang bergerak naik membawa muatan positif sedangkan Kristal es membawa muatan negative sehingga terbentuk awan yang mirip dengan dipole listrik. Pada saat tegangan antara ujung awan sudah cukup besar terjadilah pelepasan muatan listrik. 2.3 Impuls Petir 2.3.1 Proses Terjadinya Sambaran Petir Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan atau pengumpulan muatan di awan begitu banyak dan tak pasti. Tekanan atmosfer akan menurun dengan makin bertambahnya ketinggian suatu tempat dari permukaan horizontal. Pergerakan udara (sering disebut angin) ini akan membawa udara lembab ke atas, kemudian udara lembab ini akan mengalami kondensasi menjadi uap air, lalu berkumpul menjadi titik-titik air yang pada akhirnya membentuk awan. Angin kencang yang meniup awan akan membuat awan mengalami pergeseran secara horizontal maupun vertikal, ditambah dengan benturan antara titik titik air yang dalam awan tersebut dengan partikel-partikel udara yang dapat memungkinkan terjadinya pemisahan muatan listrik di dalam awan tersebut. Butiran air yang bermuatan positif, biasanya berada dibagian atas dan yang bermuatan negatif dibagian bawah. Dengan adanya awan yang bermuatan induksi pada permukaan bumi sehingga menimbulkan medan listrik antar bumi dengan awan. Mengingat dimensi bumi dianggap rata terhadap awan sehingga bumi dan awan dianggap sebagai dua plat sejajar membentuk kapasitor. Jika medan listrik yang terjadi melebihi medan tembus udara, maka akan terjadi pelepasan muatan. Terjadinya pelepasan udara inilah yang disebut sebagai petir. Setelah adanya peluahan di udara sekitar awan bemuatan yang medan listriknya cukup tinggi, terbentuk peluahan awal yang biasa disebut pilot leader. Pilot leader ini menentukan arah perambatan muatan dari awan ke udara, diikuti dengan titik-titik cahaya. Setiap sambaran petir bermula dari suatu lidah petir (leader) yang bergerak turun dari awan bermuatan dan disebut downleader (lihat pada Gambar 2.1.1.a). Downward leader ini bergerak menuju bumi dalam bentuk langkah-langkah yang disebut step leader. Pergerakan step leader ini arahnya selalu berubah-ubah sehingga secara keseluruhan arah jalannya tidak

beraturan dan patah-patah. Panjang setiap 50 m (dalam rentang 3-200m), dengan interval waktu antara setiap step ± 50 µs (30-125 µs). dari waktu ke waktu, dalam perambatannya ini step leader mengalami percabangan sehingga terbentuk lidah petir yang bercabang-cabang. (a) (b)

(c) (d) Gambar 2.1 Tahapan Proses Sambaran Petir Ketika leader bergerak mendekati bumi, maka ada beda potensial yang makin tinggi antara ujung step leader dengan bumi sehingga terbentuk peluahan mula yang disebut upward streamer pada permukaan bumi atau objek akan bergerak ke atas menuju ujung step leader. Apabila upward leader telah masuk ke dalam zona jarak sambaran atau striking distance, terbentuk petir penghubung(connecting leader) yang menghubungkan ujung step leader dengan objek yang disambar (gambar 2.1.1.b). Setelah itu akan timbul sambaran balik (return stroke) yang bercahaya sangat terang bergerak dari bumi atau objek menuju awan dan melepas muatan di awan (2.1.1.c) Jalan yang ditempuh oleh return stroke sama dengan jalan turunnya step leader, hanya arahnya yang berbeda. Kemudian terjadi sambaran susulan(subsequent stroke) dari awan menuju bumi atau objek tersebut. Sambaran susulan ini tidak memiliki percabangan dan biasa disebut lidah panah atau dart leader (2.1.1.d). Pergerakan dari leader ini sekitar 10 kali lebih cepat dari leader yang pertama (sambaran pertama atau first stroke). Pada umumya, hampir separuh (±55%) dari peristiwa kilat petir (lightning flash) merupakan sambaran ganda seperti tersebut di atas, dengan jumlah sambaran sekitar 3 atau 4 sambaran tiap kilat (bisa juga lebih), diantaranya 90% tidak lebih dari 8 sambaran, interval waktu setiap sambaran kurang lebih 50 ms (Hutagaol, 2009).

2.4 Resiko Kerusakan Akibat Sambaran Petir Petir yang menyambar bangunan di bumi merupakan bunga api listrik yang mengosongkan muatan awan yang singkat dalam orde mikro detik dengan arus puncak yang tinggi (Anonim 2, 2004). Selain itu sambaran petir dapat mengakibatkan beberapa hal (Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan) yakni : a. Beban termal (terjadi panas pada bagian-bagian yang dialiri oleh arus petir). b. Beban mekanis karena timbulnya gaya elektrodinamis sebagai akibat tingginya puncak arus. c. Beban korosi, karena proses elektrokimia dalam rangka proses pengosongan muatan awan. d. Beban getaran mekanis karena guntur. e. Beban tegangan lebih karena adanya induksi dan pergeseran-pergeseran potensial di dalam bangunan. Sehubungan dengan akibat-akibat diatas perlu diketahui harga-harga karakteristik petir dan akibat yang ditimbulkan. Tabel 2.1 Harga karakteristik petir dan akibat yang ditimbulkan Harga Karakteristik Akibat Puncak arus petir I Muatan Listrik Q = fi. dt Kuadrat arus impuls fi2. dt Kecuraman maksimum arus impuls petir di/dt maks Tegangan Lebih terjadi pada tempat sambaran. Vs = I. Ra Ra : Tahanan pentanahan Pindah energi pada tempat sambaran yang dapat berakhir pada peleburan pada ujung objek sambaran. Pemanasan W = R. fi2. dt dan gaya elektrodinamis pada penghantar. Tegangan induksi elektromagnetis pada benda logam di dekat instalasi penangkal petir. Sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, (PUIPP)

2.4.1. Gangguan pada Jaringan dan Instalasi Listrik Gangguan jenis ini dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu sambaran petir mengenai kaawat tanah dan kawat petir mengenai kawat fasa. Sambaran petir langsung mengenai kawat tanah dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut: a. Terputusnya kawat tanah. Arus yang besar menyebabkan panas yang tinggi pada kawat tanah yang dapat melampaui kekuatan kawat untuk menahannya. b. Naiknya potensial kawat tanah yang diikuti oleh backflashover ke kawat fasa. Pada saat terjadi sambaran pada kawat tanah, dengan cepat potensialnya naik mencapai nilai yang cukup tinggi sehingga dapat mengakibatkan lompatan muatan listrik ke kawatfasa di dekatnya. c. Naiknya potensial pentanahan menara transmisi yang menyebabkan bahaya teganganlangkah. Pada saat petir menyambar permukaan tanah. Sejumlah arus petir dilepaskan ke bumi. Jika seseorang berdiri di dekat titik dimana terjadi sambaran, timbul beda pottensial antara kakinya. Beda potensial ini akan mengakibatkan arus mengalir melewati kaki dan mengalir ke badan. Meskipun kecil, tetapi arus ini jika mengenai organ vital seperti otak, jantung dan paru-paru akan mengakibatkan kematian. Jika dikenal ada tegangan langkah, ada juga tegangan yang disebut dengan tegangan sentuh yang terjadi ketika seseorang menyentuh benda yang dialiri arus. Pada peralatan yang tidak ditanahkan arus tersebut akn mengalir lewat tubuh orang itu. Sambaran langsung mengenai kawat fasa mengakibatkan kenaikan tegangan tinggi pada kawat fasa. Kenaikan tegangan yang cukup tinggi ini dapat menyebabkan pecahnya isolator, kerusakan trafo tenaga dan pecahnya arrester.

2.4.2. Gangguan Petir pada Peralatan Elektronik dan Listrik Sambaran petir pada suatu struktur bangunan maupun saluran transmisi dapat mengakibatkan kerusakan pada peralatan elektronik, peralatan control, computer telekomunikasi dan peralatan lainnya dalam suatu bangunan. Gangguan pada peralatan elektronik, control, dan telekomunikasi berdaskan jenis sambarannya dibedakan menjadi kerusakan akibat sambaran langsung dan kerusakan akibat sambaran tidak langsung. 2.4.2.1. Kerusakan akibat sambaran langsung Kerusakan ini terjadi karena sambaran petir mengenai suatu struktur bangunan dan merusak bangunan tersebut sekaligus peralatan elektronik yang ada di dalamnya. Kerusakan yang diakibatkan dapat berupa kebakaran gedung, keretakan pad dinding bangunan, kabakaran pada alat elektronik,control, komunikasi jaringan data dan sebagainya. Jumlah rata-rata frekuensi sambaran petir langsung per tahun (Nd) dapat dihitung dengan perkalian kerapatan kilat ke bumi per tahun (Ng) dan luas daerah perlindungan efektif pada gedung (Ae) : Nd = Ng. Ae (2.1) Kerapatan sambaran petir ke tanah dipengaruhi oleh hari guruh rata-rata pertahun di daerah tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh hubungan seperti berikut : Ng = 4.10-2. T1.26 (2.2) Sedangkan besar Ae dapat dihitung sebagai berikut (Hosea dkk, 2006) : Ae = ((2(p+l). 3h) + (3,14. 9h2)) (2.3) Sehingga dari substitusi persamaan (2.2) dan (2.3) ke persamaan (2.1) maka nilai Nd dapat dicari dengan persamaan berikut : Nd = 4.10-2. T1.26 ((2(p+l). 3h)+( 3,14. 9h2)) (2.4) dengan : p = panjang gedung (m) l = lebar gedung (m) h = tinggi atap gedung (m)

T = hari guruh per tahun Nd = jumlah rata-rata frekuensi sambaran petir langsung per tahun (sambaran/tahun) Ng = kerapatan sambaran petir ke tanah (sambaran/km2/tahun) Ae = Luas daerah yang masih memiliki angka sambaran petir Nd (Km2) 2.4.2.2. Kerusakan akibat sambaran petir tidak langsung Kerusakan jenis ini terjadi karena petir menyambar suatu titik lokasi misalnya pada suatu menara transmisi atau menara telekomunikasi kemudianterjadi hantaran secara induksi melalui kabel aliran listrik, kabel telekomunikasi atau peralatan lain yang bersifat konduktif sampai jaraktertentu yang tanpa disadari telah merusakperalatan elektronik yang jaraknya jauh dari lokasi sambaran semula. Mekanisme induksi karena secara tidak langsung sambaran petir menyebabkan kenaikan potensial pada peralatan elektronika dijelaskan sebagai berikut: a. Kopling Resistif Ketika permukaan banguna terkena sambaran petir, arus yang mengalir ke dalam tanah membangkitkan tegangan yang bisa mencapai ribuan volt di antara tegangan suplai 220 V, jaringan data dan pentanahan. Hal ini menyababkan sebagian arus mengalir pada bagian pengahantar luar misalnya kabel yang terhubung dengan bangunan dan terus menuju ke pembumian. b. Kopling Induktif Arus petir yang mengalir dalam suatu penghantar akan menghasilkan medan magnet. Medan magnet akan berhubungan dengan pengantrar lainnya sehingga menyebabkan terjadinya loop tegangan dengan nilai tegangan yang cukup tinggi. c. Kopling Kapasitif Saluran petir dekat sambaran petir dapat menyebabkan medan kapasitif yang tinggi pada peralatan penghantar seperti suatu kapasitor yang sangat besar dengan udara sebagai dielektriknya. Melalui cara ini terjadi kenaikan tegangan tinggi pad akabel meskipun bangunan tidak terkena sambaran langsung.

Rata-rata frekuensi tahunan/(na) dari kilat yang mengenai tanah dekat gedung dapat dihitung dengan perkalian kerapatan-kerapatan kilat ke tanah pertahun Ng dengan cakupan daerah disekitar gedung yang disambat Ag. Na = Ng. Ag (2.5) Daerah sekitar sambaran petir (Ag) adalah daerah di sekitar gedung di mana suatu sambaran ke tanah menyebabkan suatu tambahan lokasi potensial tanah yang mempengaruhi gedung. 2.5 Hari Guruh Hari guruh adalah banyaknya hari dimana terdengar guntur paling sedikit satu kali dalam jarak kira-kira 15 Km dari stasiun pengamatan. Hari guruh biasa juga disebut Hari Badai Guntur (Thunderstormdays). Isokeraunic level adalah jumlah hari guruh dalam satu tahun di suatu tempat yang digunakan untuk menggambarkan peta isokeraunic di suatu wilayah yaitu garis pada peta yang menghubungkan daerah-daerah dengan rata-rata jumlah hari guruh yang sama. Wilayah Indonesia yang berada di daerah khatulistiwa mempunyai keadaan iklim yang lembab dan wilayah perairan yang luas sehingga banyak terjadi pembentukan awan bermuatan yang tinggi. Hal ini memungkinkan terjadinya banyak sambaran petir setiap tahunnya. 2.6 Parameter dan Karakteristik Surja Petir Parameter dan karakteristik surja petir terdiri atas besar arus dan tegangan petir, kecepatan pembangkitan serta bentuk gelombang petir tersebut. 2.6.1 ArusPetir Bentuk-bentuk oscilogram gelombang arus surja petir dapat dilihat pada gambar 2.3. Oscilogram dari arus petir tersebut menunjukkan bahwa bagian muka gelombang dari arus petir dicapai dalam waktu ± I 0 \xs. Arus puncak mungkin dicapai dalam waktu ± JO JJS kemudian bagian gelombang arus berikutnya mengalami penurunan dalam durasi beberapa mikrodetik. Arus petir diukur dengan menggunakan magnetic link yaitu batang berbentuk

silinder terbuat dari baja berlapis plastic yang mempunyai tingkat kekerasan (coercive) yang cukup besar. Hal ini dimaksudkan supaya ketika magnetic link berada dalam medan magnet meskipun beberapa saat kemudian medan magnetnya hilang, magnet link tetap dapat menyimpan sisa magnet yang proporsional dengan intensitas medan magnet di tempa.t tersebut. Magnetik link umumnya dipasang pada menara telekomunikasi, bangunan tinggi atau menara transmisi. (b) Arus surja petir dengan polaritas negatif Gambar 2.2. Bentuk Oscilogram Gelombang Arus Surja Petir Sumber: Naidu, M.S. & Kamaraju,Y. High Voltage Engineering. Hal 234. Sambaran petir pada suatu objek di bumi yang diikuti oleh aliran arus petir yang tinggi dalam waktu yang sangat singkat disebut arus impuls petir. Kerusakan yang dapat ditimbulkannya ditentukan oleh parameter tertentu yaitu: a. Arus puncak impuls petir ( i ) : yaitu harga maksimum dari arus impuls petir yang dapat menyebabkan tegangan lebih pada tempat sambaran.

b. Kecuraman arus petir ( di/dt ) : yaitu 1(\ju kenaikan terhadap waktu yang dapat menyebabkan tegangan induksi elektromagnetik pada benda logam di dekat instalasi penangkal petir. c. Muatan listrik arus petir (Q - J/0. dt) : yaitu jumlah muatan arus petir yang dapat menyebabkan peleburan pada ujung objek sambaran. d. Integral kuadrat arus impuls ( J/ W 2 dt ): efek thermis yang timbul sebesar = R jr dt dapat menyebabkan panas yang berlebihan pada penghantar. Tabel 2.2. Parameter Petir di indonesia No. Lokasi I( ka ) dildt max (ka/sec) Q total (C) Qimpuls (C ) W/R ( kj/ft ) I. Medan 89,7 29,3 12,4 4,10 4.900 2. Pekanbaru 74,7 25,7 11 3 3,76 3.500 3. Palembang 87,0 28,7 12,2 3,93 4.700 4. Jakarta 81,7 27,4 11,8 3,86 4.100 5. Cilacap 89,0 29,4 12,4 4,10 4.900 6. Stuabava 81,9 27,3 11,6 3,80 4.100 Sumber: Makalah Sistem Proteksi Petir. LAPI-ITB. 19 Janmui 1995. 2.6.2. Kecepatan Pembangkitan Karakteristik petir lainnya adalah waktu untuk mencapai harga puncak dan kecepatan pembangkitannya. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hubungan amplitude arus petir, waktu pencapaian harga puncak dan kemungkinan terjadinya.

Tabel 2.3. Amplitude Arus Petir dan Kemungkinan Terjadinya Arus petir ( ka ) % terjadinya 20 45,52 40 30,48 60 15,51 80 5,35 >100 2,14 Sumber : Transmission Line Reference Book 345 kvandabove. Hal 377. Tabel 2.4. Waktu pencapaian harga puncak dan kemungkinan terjadinya. Muka Gelombang (jas) % Terjadinya 0.5 34.27 1.0 26.22 1.5 18.18 2.0 12.59 > 2.5 8.74 Sumber : Transmission Line Refrence Book 345 kvandabove. Hal 378 2.6.3. Tegangan Petir Transient Overvoltage yang disebabkan oleh petir dapat digolongkan sebagai suatu gelombang berjalan yang secara matematis mempunyai persamaan : E(l) = E(e -at e bl ) (2.6) dimana : E, a, b adalah konstanta

Dengan mengganti nilai a dan b dapat diperoleh berbagai bentuk gelombang yang dapat dipakai sebagai pendekatan dari gelombang ber\jalan antara lain : a. Gelombang persegi yang sangat panjang a = 0 b = tak terhingga c = E Huaturuk, T.S. Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja.Penerbit Erlangga. Hal 5. Ibid. Hal 6. b. Gelombang Eksponensial b = tak terhingga c = E.e- at c. Gelombang Sinusiodal Terpotong a = a-jw

b a jw (2.7) 2.6.4. Bentuk Gelombang Adapun bentuk gelombang berjalan yang memenuhi dan merupakan bentuk gelombang dari surja petir yang disebut gelombang kilat tipikal seperti terlihat pada gambar 2.3. Gambar 2.3. Gelombang tipikal kilat Sumber : Huaturuk, T.S. Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja. Hal 4. Spesifikasi dari gelombang tersebut adalah : a. Puncak gelombang (crest), E (kv), yaitu amplitude maksimum dari gelombang. b. Muka gelombang, ti (^s) yaitu waktu dari permulaan sampai puncak, biasanya diambil 10% E sampai 90%E. c. Ekor gelombang, yaitu bagian belakang puncak. Panjang gelombangnya adalah t2 (jws), yaitu waktu dari permulaan sampai titik 50% E pada ekor gelombang. d. Polaritas, yaitu polaritas dari gelombang apakah positif atau negative.

Gelombang dengan suatu polaritas positif, puncak 1000 kv muka gelombang 3JJS, panjang gelombang 21 ps sering dituliskan sebagai berikut : ± 1000, 3 x 21. Gelombang kilat tipikal merupakan bentuk gelombang yang paling mirip dengan bentuk gelombang surja petir (lightning surge). Bentuk gelombang ini tergantung dari harga harga a dan b. Bila spesifikasi gelombang diberikan maka harga harga a, b, dan E dapat dicari, sedangkan jika a, b, dan E sudah diketahui dapat dicari spesifikasi gelombang tersebut yaitu puncak gelombang, muka gelombang, dan panjangnya. 2.6.4.1. Puncak dan Muka Gelombang. Puncak gelombang terjadi pada saat t = t1, yaitu waktu untuk mencapai tegangan puncak. Sehingga untuk t = t1 : (2.8) maka, (2.9) Dan diperoleh tegangan puncak, yaitu (2.10) (2.11) 1.6.4.2 Panjang Gelombang Waktu untuk mencapai ½ puncak = t2, sehingga :

(2.12) Hutauruk, T.S. Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja. Penerbit Erlangga. Hal 7. Persamaan ini menyatakan hubungan antara t2/ti untuk berbagi harga tertentu dari a/b. namun karena persamaan ini cukup rumit maka untuk memperoleh I2 harus dengan jalan mengisi dengan harga-harga tertentu. Untuk memudahkan dengan menggunakan grafik seperti gambar 2.4. Grafik ini menunjukkan hubungan-hubungan antara : a1j sebagai fungsi b/a dari persamaan 2.5. E1/E2 sebagai fungsi b/a dari persamaan 2.6. t2/ti sebagai fungsi b/a dari persamaan 2.7. Gambar 2.4. Grafik spesifikasi gelombang tipe kilat

Sumber : Hutauruk, T.S. Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja. Hal.7. Cara menggunakan grafik tersebut adalah sebagai berikut : Untuk harga-harga ti dan t2 yang diketahui, dicari harga b/a, at u dan E1/E2 dari lengkung t2/ti. Kemudian dicari harga dari ati dan b dari b/a. Contoh : Untuk gelombang dimana harga-harga a, b dan E diketahui + 1000,3 x 21 diperoleh t2/t1=7 Dari lengkung t2/t1 diperoleh b/a = 28,5 Dari b/a ini diperoleh at1 = 0,122 dan E1/E2 = 0,085 Sehingga a = 0,1223 = 0,041 b = 28,5 a 28,5 x 0,041 = 1,15 E = E1/0,0852 = 1000/0,0852 = 1175. Persamaan gelombang tersebut adalah : (2.13) 2.7. Akibat yang Ditimbulkan oleh Sambaran Petir Petir bisa menimbulkan bermacam-macam gangguan yang tidak hanya membahayakan peralatan namun juga bisa mengancam keselamatan jiwa manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. 2.7.1 Gangguan pada Jaringan dan Instalasi Listrik Gangguan jenis ini dikelompokkan menjadi 2 jenis bagianyaitu sambaran petir mengenai kawat tanah dan sambaran mengenai kawat fasa. Sambaran petir langsung mengenai kawat tanah dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :

a. Terputusnya kawat tanah Arus yang besar menyebabkan panas yang tinggi pada kawat tanah yang dapat melampaui kekuatan kawat untuk menahannya. b. Naiknya potensial kawat tanah yang diikuti oleh backflashover ke kawat fasa. Pada saat terjadi sambaran pada kawat tanah, dengan cepat potensialnya naik mencapai nilai yang cukup tinggi sehingga dapat mengakibatkan lompatan muatan listrik ke kawat fasa didekatnya. c. Naiknya potensial pentanahan menara transmisi yang menyebabkan bahaya tegangan langkah. 2.8. Penangkal Petir Eksternal Pengaman suatu bangunan atau objek terhadap suatu sambaran petir pada hakekatnya adalah penyedia suatu sistem yang direncanakan dan dilaksanakan dengan baik sehingga jika terjadi sambaran petir maka sarana inilah yang akan menyalurkan arus petir ke dalam tanah dengan aman tanpa menimbulkan bahaya bagi manusia atau benda berbahaya yang berada di dalam diluar atau di sekitar bangunan (Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, 1983) Proteksi eksternal adalah instalasi dan alat-alat di luar sebuah struktur untuk menagkap dan menghantar arus petir ke sistem pentanahan atau berfungsi sebagai ujung tombak penangkap muatan arus petir ditempat tertinggi (Hosea dkk, 2004) Pada hakekatnya instalasi penangkal petir adalah instalasi yang dipasang dengan maksud untuk mencegah dan menhindari bahaya yang ditimbulkan oleh kejadian sambaran petir baik bahaya bagi manusia maupun bangunan serta peralatan (Purbomiluhung, 2008). Sistem penangkal petir yang dikenal ada macam-macam namun pada dasarnya prinsip kerja dari sistemsistem tersebut adalah sama yaitu : a. Menangkap Petir Sistem tersebut menyediakan sistem penerimaan (air terminal) yang dapat dengan cepat menyambut luncuran arus petir mampu untuk lebih cepat dari sekelilingnya dan memproteksi secara tepat dengan memperhitungkan besaran petir.

b. Menyalurkan Peti Luncuran petir yang telah ditangkap dialirkan ke tanah secara aman tanpa mengakibatkan terjadinya loncatan listrik (imbasan) ke bangunan atau manusia. c. Menampung Petir Sistem tersebut menyediakan sebaik mungkin agar arus petir yang turun sepenuhnya dapat diserap oleh tanah tanpa menimbulkan bahaya pada bagian- bagian bangunan atau manusia yang berada dalam posisi kontak dengan tanah disekitar sistem pentanahan tersebut. Instalasi penangkal petir eksternal meliputi : a. Pengadaan susunan finial penangkal petir (air termination) b. Pengadaan sistem penyaluran arus petir (down conductor) c. Pembuatan sistem pentanahan (grounding) 2.8.1. Finial (Air Termination) Finial adalah bagian sistem proteksi petir eksternal yang dikhususkan untuk menangkap sambaran petir (Hosea dkk, 2004). Finial biasanya berupa elektroda logam yang dipasang di atas atap secara tegak maupun mendatar. Finial akan menerima pembebanan panas yang tinggi sehingga dalam pemilihan jenis logam, ketebalan dan bentuknya ditentukan oleh pertimbangan besarnya muatan arus petir (Purbomiluhung, 2008). Adapun jenis bahan dan ukuran terkecil dari finial dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Bahan dan Ukuran terkecil finial (Air Terminal) Tegak No. Komponen Jenis Bahan Bentuk Ukuran Tembaga Pejal runcing 1 dari dudukan 1 Kepala Baja Galvanis Pejal runcing 1 dari pita Aluminium Pejal runcing 1 dari baja galvanis Bulat 10 mm Tembaga pejal Pita 25x3 mm 2 Batang tegak Baja galvanis Aluminium Pipa 1 Pejal bulat 10 mm Pejal bulat 25x3 mm Pejal bulat ½ Pejal pita 24x4 mm Tembaga Pejal bulat Pejal pita 10 mm 25x3 mm 3 Finial batang pendek Baja galvanis Pejal bulat Pejal pita 10 mm 25x3 mm Aluminium Pejal bulat ½ Pejal pita 25x3 mm 4 Finial datar Tembaga Galvanis Pejal bulat Pejal pita Pilin Pejal bulat Pejal pita 8 mm 25x3 mm 50 mm 8 mm 25x3 mm Aluminium Pejal bulat ½ Pejal pita 25x4 mm Sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah bangunan PUIPP (1983 2.9. Sistem Perlindungan Bangunan Instalasi bangunan menurut letak, bentuk, penggunaannya dianggap mudah terkena sambaran petir dan perlu dipasang penangkal petir adalah (Anonim1, 1983) : a. Bangunan tinggi seperti gedung bertingkat, menara, dan cerobong pabrik. b. Bangunan-bangunan tempat penyimpanan bahan yang mudah terbakar atau meledak seperti pabrik amunisi atau gedung penyimpanan bahan peledak.

c. Bangunan-bangunan seperti gedung bertingkat, gedung instansi pemerintah, pusat perbelanjaan, sekolah, dan lain sebagainya. d. Bangunan-bangunan berdasarkan fungsi khusus perlu dilindungi secara baik seperti museum dan gudang arsip negara. 2.9.1 Sistem Proteksi Petir pada Bangunan Suatu instalasi proteksi petir harus dapat melindungi semua bagian dari suatu bangunan termasuk manusia dan peralatan yang berada didalamnya terhadap bahaya dan kerusakan akibat ambaran petir. Hal yang penting mengenai penetuan besarnya kebutuhan proteksi petir akan dibahas menggunakan standar Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP), National Fire Protection Association(NFPA) 780 dan International Elechtrotecgnical Commision (IEC) 1024-1-1(Hosea dkk, 2004) : a. Berdasarkan PUIPP besarnya kebutuhan tersebut ditentukan berdasarkan penjumlahan indeks-indeks tertentu yang mewakili keadaan bangunan di suatu lokasi dan ditulis sebagai berikut : R=A+B+C+D+E (2.14) Besarnya nilai indeks A, B, C, D, E dan prakiraan besarnya bahaya sambaran petir di atas diperoleh dari tabel-tabel yang terdapat pada lampiran nantinya. b. Berdasarkan NFPA 780 hampir sama dengan cara yang digunakan pada PUIPP yaitu dengan menjumlahkan sejumlah indeks yang mewakili keadaan lokasi bangunan kemudian hasil penjumlahan dibagi dengan indeks yang mewakili iso keraunic level di daerah tersebut. Iso Keraunic Level (IKL) adalah sejumlah hari guruh dalam satu tahun di suatu tempat. Secara matematik dituliskan sebagai : R = (A + B + C + D + E) / F (2.15) Besarnya nilai indeks A, B, C, D, E, F dan tingkat Proteksi sambaran petir yang dibutuhkan (R) di atas diperoleh dari tabel-tabel yang terdapat pada lampiran nantinya. c. Berdasarkan standar International Electrotechnical Commision (IEC) 1024-1-1 pemilihan tingkat proteksi yang memadai untuk sistem proteksi petir didasarkan tingkat proteksi yang memadai untuk sistem proteksi petir didasarkan frekuensi sambaran petir langsung setempat (Nd) pada persamaan 2.4 yang diperkirakan ke struktur yang di proteksi dan

frekuensi sambaran petir setempat (Nc) yang diperoleh. Pengambilan keputusan perlu atau tidaknya memasang sistem proteksi petir pada bangunan berdasarkan perhitungan Nd dan Nc dilakukan sebagai berikut - Jika Nd Nc, tidak perlu sistem proteksi petir. - Jika Nd > Nc, diperlukan sistem proteksi petir dengan efisiensi : E 1 Nc/Nd (2.16) Tingkat proteksi sesuai table 2.6. Tingkat Proteksi Effisiensi SPP I 0.98 II 0.95 III 0.90 IV 0.80 Tabel 2.6 Efisiensi sistem proteksi petir Sumber : Hosea, dkk (2004) Grafik nilai kritis effisiensi sistem proteksi proteksi petir yaitu perbandingan Nc dengan Nd ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Nilai kritis efisiensi sistem proteksi petir Penentuan penempatan terminasi udara (finial) sesuai dengan tingkat proteksi yang dimiliki suatu bangunan dapat ditinjau tabel 2.6 dan tabel 2.7. Tabel 2.7. Penempatan finial sesuai dengan tingkat proteksi Tingkat Poteksi h (m) 20 30 45 60 r (m) Αo αo αo αo Lebar Jaring I 20 25 - - - 5 II 30 35 25 - - 10 III 45 45 35 25-15 IV 60 55 45 35 35 20 Sumber : Standar Nasional Indonesia.Proteksi Bangunan Terhadap Petir (2004) 2.10. Metode Ruang Proteksi Penangkal Petir Metode ruang proteksi penangkal petir meliputi metode konvensional dan non konvensional akan dijabarkan sebagai berikut : 2.10.1 Metode Ruang Proteksi Konvensional Pada awal mula ditemukannya penangkal petir dan beberapa tahun setelah itu ruang proteksi dari suatu penangkal petir berbentuk ruang kerucut dengan sudut puncak kerucut berkisar antara 25 0 hingga 55 0 dapat dilihat pada gambar 2.6.a. Pemilihan besarnya sudut proteksi ini menyatakan tingkat proteksi yang diinginkan. Semakin kecil sudut proteksi maka semakin tinggi tingkat proteksi yang diperoleh semakin baik namun semakin mahal biaya pembangunannya. (Syakur dan Yusningtyastuti, 2006)

a. Realita dalam bentuk tiga dimensi ruang b. Dalam bentuk dua dimensi untuk penyederhanaan Gambar 2.6 Ruang proteksi konvensional Untuk mempermudah analitik, ruang proteksi tiga dimensi dapat dilukiskan secara dua dimensi dan karena bentuknya simetri, maka analisis dapat dilakukan hanya pada bagian (Gambar 2.6.b). Semua benda-benda yang berada dalam ruang kerucut proteksi (atau bidang segi tiga proteksi) akan terhindar dari sambaran petir. Sedangkan benda-benda yang berada di luar

ruang kerucut proteksi (atau di luar bidang segi tiga proteksi) tidak akan terlindungi. Jenis instalasi penangkal petir konvensional yakni rangkaian jalur instalasi penyalur petir yang bersifat pasif menerima sambaran petir. sistem faraday cage/sangkar faraday merupakan sistem pemasangan penangkal petir yang baik untuk instalasi penangkal petir konvensional. Pada kasus gedung yang bagian puncaknya merupakan permukaan yang luas, maka untuk mengatasi sambaran petir pada bagian yang paling mudah tersambar ini, dipasang penghantar mendatar yang berfungsi sebagai terminal tambahan. Penghantar mendatar yang dipasang pada bagian atap akan berbentuk seperti sangkar. Perlindungan penghantar seperti inijuga akan berfungsi melindungi gerdung dari bahaya induksi atau masuknya muatan yang besar. Untuk meningkatkan fungsi perlindungan dapat dilakukan dengan menambahkan jumlah konduktor penghantar dan masing-masing konduktor penghantar dihubungkan secara listrik dengan sistem pentanahan. Penggunaan penangkal petir sistem sangkar Faraday pada gedung dapat dilihat pada gambar 2.7 : Gambar 2.7. Sambaran petir disuatu titik tertentu Pada Gambar 2.7.a terlihat objek C terletak diluar daerah jangkauan perlindungan penangkal petir A, maka objek tersebut akan mungkin terkena sambaran petir. Untuk mengamankan objek C perlu dipasang penangkal petir tambahan B (gambar 2.7 b). Sistem sangkar Faraday akan lebih sempurna bila pada system penangkal petir ditambahkan batang penangkal petir pendek (finial) yang diletakkan pada daerah yang mudah tersambar (biasanya dipasang pada tiap-tiap sudut, sepanjang sisi dan bagian yang menonjol dari gedung), yang kemudian dihubungkan satu sama lain dengan konduktor pebnghantar yang terdekat secara listrik seperti yang terlihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Prinsip penangkal petir sistem sangkar faraday Tujuan dari pemasangan batang penangkal petir pendek (finial) yaitu apabila lidah petir mendekat menuju batang penghantar mendatar, maka arus muatan akan mudah ditangkap dan dialiri melalui batang penangkal petir pendek tersebut, (Sriyadi, 2003) 2.10.2 Metode Ruang Proteksi Non Konvensional Teori elektrostatis adalah teori yang mengadopsi sebagian dari teori proteksi proteksi radio aktif, yaitu menambah muatan pada ujung finial/splitzer agar petir selalu memilih ujung ini untuk disambar. Perbedaan dengan sistem radio aktif adalah jumlah energi yang dipakai. Untuk penangkal petir radio aktif muatan listrik dihasilkan dari proses hamburan zat beradiasi sedangkan pada proteksi petir elektrostatis energi listrik yang dihasilkan dari listrik awan yang menginduksi permukaan bumi. Teori elektrostatis yang sekarang ini lebih dikenal dengan Early Streamer Emission

(ESE) didasarkan pada suatu standard Perancis (French National Standard NF C 17-102, July 1995). Metode ini mempunya mekanisme kerja sebagai berikut. Ketika awan bermuatan listrik melintas diatas sebuah proteksi petir elektrostatis, maka semua benda-benda yang ada di bumi akan megeluarkan ion-ion nya menuju awan bermuatan listrik tersebut. Biasa awan hitam yang mengandung listrik terbesar bermuatan negatif dan benda-benda yang ada dibumi mengeluarkan muatan yang berlawanan/muatan positif. Saat itu juga sistem grounding yang sudah terintegrasi dengan proteksi petir elektrostatis juga mengeluarkan muatan positifnya menuju finial tip proteksi petir. Dan saat awan hitam mengeluarkan lidah petirnya, muatan negative yang ada pada lidah petir terkopling kapasitif dengan badan dari proteksi petir elektrostatis dan membuat badan proteksi petir tersebut juga mengandung muatan negatif. Ini membuat adanya proses tarik menarik muatan antara badan proteksi petir yang sekarang bermuatan negatif dengan finial tip proteksi petir yang bermuatan positif. Pada saat lidah petir akan menyambar ke bumi, muatan positif ini akan mencari muatan negative yang lebih kuat dan akan terlontar kea rah muatan yang lebih kuat, yaitu pada lidah petir. Hal ini akan membuat suatu jalur petir dan mengakibatkan petir akan menyambar proteksi petir elektrostatis tersebut. Dan arus petirnya akan dibawa melalui penghantar ke bumi. Metode ini membentuk suatu radian dalam memproteksi area yang akan diproteksi. Radius proteksi pada proteksi petir elektrostatis ini ditentukan oleh besarnya arus dan tinggi tiang proteksi petirnya. Semakin tinggi tiang proteksi petir maka semakin luas radius proteksinya. P.Elektrostat

Gambar 2.9 Konsep ruang proteksi menurut metode elektrostatis Hubungan antara besarnya arus petir dengan jarak sambar dapat dijelaskan sebagai berikut (Syakur dan yuningtyastuti, 2006). Bila arus petir yang terjadi bernilai kecil artinya mengandung jumlah muatan kecil maka energi yang diperlukan untuk memicu lidah petir melakukan loncatan terakhir juga kecil sehingga jangkauan sambaran berjarak pendek. Jika arus petir yang terjadi bernilai lebih besar artinya mengandung jumlah muatan lebih banyak maka energy yang diperlukan untuk memicu lidah petir melakukan loncatan terakhir juga lebih besar sehingga jangkauan sambaran berjarak lebih jauh. Hubungan besar arus dengan jarak sambaran (rs) ditunjukkan persamaan berikut (Lamber, dkk, 1999): rs = 10.I 0.65 (2.17) dengan : rs = jarak sambaran (m) Î = arus puncak petir (ka) Besarnya sudut perlindungan dari sebuah penangkal petir dapat ditentukan dengan menggunakan rumus dari ketetapan standard Perancis (French National Standard NF C 17-102, July 1995) : Rp = h(2d-h) + T(2D+ T) untuk h 5m, dimana: Parameter dalam perhitungan Rp (Radius Proteksi) : T diperoleh dari hasil pengetesan : Elektrostatis 15 = T (µs) 15 Elektrostatis 30 = T (µs) 30 Elektrostatis 50 = T (µs) 50 Elektrostatis 60 = T (µs) 60 h = Tinggi tiang proteksi petir yang terpasang pada bangunan yang akan di proteksi (m) D (dalam m) tergantung dalam pemilihan level proteksi, level proteksi terlampir pada annex B dalam standard Perancis (French National Standard NF C 17-102).

D = 20 m untuk level proteksi level 1 (High Protection) D = 45 m untuk level proteksi level 2 (Medium Protection) D = 60 m untuk level proteksi level 3 (Standard Protection) Dengan menggunakan konsep ruang proteksi menutur elektrogeometri model dan bidang sambar serta garis sambar maka diperoleh perlindungan bangunan seperti terlihat pada gambar 2.10. Gambar 2.10. Perlindungan bangunan dengan metode elektrogeometri dengan : h = Tinggi tiang proteksi petir diatas bangunan Rp = Radius Proteksi