HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Data Identifikasi Rajungan

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

IV. METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari

5.3 Keragaan Ekonomi Usaha Penangkapan Udang Net Present Value (NPV)

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

ECONOMI VALUE ADDED OF BLUE SWIMMING CRAB (Portunus pelagicus) PROCESSING AT CV. LAUT DELI BELAWAN NORTH SUMATERA

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

ASPEK FINANSIAL Skenario I

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

IV. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

III. METODOLOGI PENELITIAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV. ANALISA FAKTOR KELAYAKAN FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. METODE PENELITIAN. mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan

III KERANGKA PEMIKIRAN

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

ANALISIS DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN MINIMUM LEGAL SIZE INPUT PRODUCTION

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan terhadap kelayakan investasi PT. ABC

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

ABSTRAK. Umur investasi 6 tahun ( ): Payback Period. > 5 tahun. < 1 tahun. Net Present Value. Rp ,- - Rp 978.

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL

KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

IV. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

IV. METODE PENELITIAN

C E =... 8 FPI =... 9 P

STUDI KELAYAKAN BISNIS PADA USAHA RUMAH MAKAN AYAM BAKAR TERASSAMBEL

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut:

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang semakin berkembang saat ini, di mana ditunjukkan

IV METODOLOGI PENELITIAN

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

IV. METODE PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

9 Universitas Indonesia

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi. Dalam bersosialisasi, terdapat berbagai macam jenis hubungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus)

BAB V HASIL ANALISA. dan keekonomian. Analisis ini dilakukan untuk 10 (sepuluh) tahun. batubara merupakan faktor lain yang juga menunjang.

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Usaha

VII. RENCANA KEUANGAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

Proceeding Lokakarya Nasional Pemberdayaan Potensi Keluarga Tani Untuk Pengentasan Kemiskinan, 6-7 Juli 2011

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal

III KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE PERBANDINGAN EKONOMI. Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian

III. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Data Identifikasi Rajungan Rajungan yang diolah di mini plant pengolahan rajungan tentunya sangat banyak setiap harinya bahkan mencapai puluhan ton untuk mini plant di Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Rajungan yang diolah pun beragam jenis, ukuran, dan kondisi fisiknya sehingga dilakukan pengukuran untuk mengetahui kondisi rajungan yang diolah di mini plant dan mini plant skala rumah tangga. Pengukuran/identifikasi sampel rajungan ini dilakukan dengan melihat jenis kelamin, ukuran karapas, kondisi fisik, dan berat rajungan. Pada penelitian ini pengukuran rajungan dilakukan dengan alat bantu penggaris/mistar dan timbangan emas digital dengan akurasi (200 x 0,1 gr). Mini plant pengolahan rajungan mendapatkan input rajungan langsung dari nelayan maupun dari pedagang (bakul). Mini plant yang mendapatkan input rajungan langsung dari nelayan merupakan mini plant yang terbilang besar sehingga mini plant tersebut telah memiliki mitra kerja dengan nelayan. Sedangkan mini plant yang mendapatkan input rajungan dengan membeli dari pedagang (bakul) yaitu mini plant skala rumah tangga (kecil) yang tidak memiliki mitra kerja dengan nelayan. Pengukuran rajungan pun dilakukan di dua lokasi yang berbeda untuk mengetahui kondisi rajungan yang diolah di mini plant maupun mini plant skala rumah tangga. Pengukuran rajungan di tingkat nelayan dilakukan untuk mengetahui kondisi rajungan yang diolah di mini plant yang mendapatkan input rajungan langsung dari nelayan. Pada pengukuran rajungan ini diambil sampel acak sebanyak dua ratus ekor rajungan yang merupakan hasil tangkapan satu perahu nelayan. Berdasarkan pengambilan sampel acak, sampel rajungan yang terambil adalah 103 ekor rajungan jantan dan 97 ekor rajungan betina. Lebar karapas rajungan rata-rata dari sampel yaitu 9,13 cm dengan berat rata-rata 59,6 gram. Hasil observasi pengukuran rajungan di tingkat nelayan dapat dilihat pada Lampiran 3. 45

Pengukuran kedua dilakukan di sebuah mini plant Bapak Abdul Hamid yaitu mini plant skala rumah tangga yang membeli input produksi dari pedagang (bakul) rajungan. Pengukuran di mini plantbapak Abdul hamid dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak lima ratus ekor rajungan untuk diidentifikasi. Berdasarkan pengambilan sampel secara acak, sampel rajungan yang terambil adalah rajungan jantan dengan jumlah 294 ekor dan rajungan betina dengan jumlah 206 ekor. Lebar karapas rajungan rata-rata sampel yaitu 9,85 cm dengan berat rata-rata 72,39 gram. Rajungan yang diolah di mini plant skala rumah tangga terlihat lebih besar dari sisi ukuran karapas dan beratnya dikarenakan rajungan tersebut telah disortir dahulu oleh pedagang (bakul). Penyortitan dilakukan karena mini plant skala rumah tangga ini tidak memesan rajungan kecil, namum secara aktual masih terdapat rajungan kecil karena penyortiran dilakukan tanpa alat ukur. Hasil observasi pengukuran rajungan di tingkat mini plant skala rumah tanggadapat dilihat pada Lampiran 4. Rajungan yang diolah di mini plant secara ukuran rata-rata melebihi delapan sentimeter, hal ini menyatakan bahwa ukuran tersebut telah mematuhi peraturan/kebijakan minimum legal size input production. Namun, secara aktual masih terdapat rajungan dengan ukuran kurang dari delapan sentimeter dan dengan kondisi bertelur yang seharusnya tidak boleh digunakan sebagai input produksi pengolahan rajungan karena bertentangan dengan kebijakan. 6.1.1 Persentase Jumlah Rajungan Mini plant pengolahan rajungan memproduksi daging rajungan dengan menggunakan input rajungan yang jenis kelamin dan ukurannya berbeda. Dalam penelitian ini rajungan dikelompokkan berdasarkan jantan, betina, dan betina bertelur dengan ukuran 5-7 cm, 8-10 cm, dan 11-13 cm. Jumlah rajungan yang diproduksi tentunya berbeda bila dikelompokan berdasarkan ketentuan di atas. Setelah melakukan observasi lapang di tingkat nelayan dan salah satu mini plant skala rumah tangga, diketahui persentase jumlah rajungan berdasarkan jenisukuran dankelamin, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 12 dan Tabel 13. 46

Tabel 12. Persentase Jumlah Rajungan di Tingkat Nelayan JANTAN BETINA BETINA BERTELUR KATAGORI JUMLAH PERSENTASE (%) JUMLAH PERSENTASE (%) JUMLAH PERSENTASE (%) 5-7 Cm 6 5.83 5 11.11 0 8-10 Cm 74 71.84 40 88.89 49 94.23 11-13 Cm 23 22.33 0 0.00 3 5.77 TOTAL 103 100 45 100 52 100 Tabel 13. Persentase Jumlah Rajungan di Mini PlantAbdul Hamid JANTAN BETINA BETINA BERTELUR KATAGORI JUMLAH PERSENTASE JUMLAH PERSENTASE JUMLAH PERSENTASE (%) (%) (%) 5-7 cm 2 0,68 2 3,03 - - 8-10 cm 204 69,39 49 74,24 129 92,14 11-13 cm 88 29,93 15 22,73 11 7,86 TOTAL 294 100 66 100 140 100 Berdasarkan kebijakan minimum legal size input production yang menyatakan ukuran minimal rajungan yang boleh diolah adalah delapan sentimter maka ukuran rajungan dapat dikatagorikan menjadi : kecil, sedang, dan besar. Rajungan yang memiliki ukuran 5-7 cm dikatagorikan sebagai rajungan kecil, rajungan yang berukuran 8-10 cm dikatagorikan sebagai rajungan sedang, dan rajungan yang berukuran 11-13 cm dikatagorikan sebagai rajungan besar. 6.1.2 Hubungan antara Lebar Karapas dengan Berat Rajungan Lebar karapas dan berat rajungan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti usia, kondisi fisik (bertelur/moulting), kondisi lingkungan, dan jenis kelamin rajungan. Berdasarkan observasi yang telah diakukan dapat diketahui keterkaitan antara lebar karapas rajungan dengan berat badannya. Namun, hal tersebut masih tergantung dari kondisi fisik dan jenis kelamin rajungan tersebut.hubungan antara lebar karapas dengan berat rajungan ditunjukan pada trendline grafik berdasarkan jenis kelamin rajungan dan rajungan yang sedang bertelur. Grafik yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 6-8. 47

HUBUNGAN ANTA RAJUNGAN JANTAN BERAT BADAN & LEBAR KARAPAS RAJUNGAN JANTAN Berat (gr) 140 120 100 80 60 40 20 0 y = 17.82x - 101.0 R² = 0.730 6 7 8 9 10 11 12 13 Lebar (cm) Gambar 6. Hubungan antara Lebar Karapas dengan Berat Rajungan Jantan Berdasarkan data hasil observasi lapang, rajungan jantan ini memiliki lebar karapas terbesar yaitu 11,8 cm dan terkecil 7 cm dengan rata-rata lebar karapas 10,18 cm. Sedangkan berat rajungan jantan terbesar yaitu 126,1 gram dan terkecil 24,2 gram dengan rata-rata 80,456 gram.berdasarkan grafik di atas, hubungan antara lebar karapas dengan berat rajungan jantan memiliki trendline yang meningkat. Trendline yang terus meningkat tersebut menyimpulkan jika semakin besar lebar karapas rajungan maka semakin besar juga berat rajungan. Berat (gr) 120 100 80 60 40 20 0 HUBUNGAN ANT RAJUNGAN BETINABERAT BADAN & LEBAR KARAPAS RAJUNGAN BETINA y = 14.52x - 75.68 R² = 0.787 6 7 8 9 10 11 12 Lebar (cm) Gambar 7. Hubungan antara Lebar Karapas dengan Berat Rajungan Betina 48

Grafik pada Gambar 7 menggambarkan hubungan antara lebar karapas dengan berat rajungan betina dengan trendline yang meningkat. Trendline yang terus meningkat ini menyimpulkan bahwa jika semakin besar lebar karapas rajungan maka semakin besar juga berat rajungan. Hasil observasi lapang menyatakan rajungan betina memiliki lebar karapas terkecil yaitu 7 cm dan lebar karapas terbesar mencapai11,7 cm dengan rata-rata lebar karapas 9,2 cm. Sedangkan berat rajungan betina terkecil yaitu 29,6 gram dan berat terbesarmencapai 104,1 gram dengan rata-rata 80,456 gram. HUBUNGAR RAJUNGAN BETINA BERTELUR BERAT BADAN Berat (gr) 140 120 100 80 60 40 20 0 y = 16.85x - 97.06 R² = 0.681 7 8 9 10 11 12 Lebar (cm) Gambar 8. Hubungan antara Lebar Karapas dengan BeratRajungan Betina Bertelur Berdasarkan data hasil observasi lapang, rajungan betina bertelurmemiliki lebar karapas terkecil yaitu 7,8 cm dan lebar karapas terbesar mencapai 11,4 cm dengan rata-rata lebar karapas 9,45 cm. Sedangkan berat rajungan betina terkecil yaitu 34,1 gram dan berat terbesar mencapai 114,6 gram dengan rata-rata 62,23 gram.pada grafik di atas terlihat hubungan antara lebar karapas dengan berat rajungan betina bertelur memiliki trendline yang meningkat. Trendline yang terus meningkat ini menyimpulkan bahwa jika semakin besar lebar karapas rajungan maka semakin besar juga berat rajungan. 6.2 Pengolahan Rajungan Rajungan yang diolah di mini plant memiliki beberapa tahap pengolahan. Tahapan pengolahan rajungan skala mini plant yaitu penerimaan rajungan mentah 49

dari nelayan atau pedagang (bakul), pencucian, perebusan, hingga pengupasan. Semua tahapan tersebut memerlukan pekerja, apalagi untuk tahapan pengupasan. Pengupasan rajungan memerlukan teknik khusus yang hanya bisa dilakukan pekerja-pekerja terampil dan terlatih. Tahapan pengolahan rajungan di mini plant dapat dilihat pada gambar berikut. Pembelian Input Rajungan Pencucian Perebusan Penirisan Penjualan Pembungkusan Pengupasan Gambar 9. Tahapan Pengolahan Rajungan 6.3 Klasifikasi Jenis Daging Rajungan Daging rajungan dibedakan berdasarkan bentuk dan posisi daging rajungan tersebut dalam cangkangnya. Masing-masing jenis daging rajungan memiliki harga yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini daging rajungan dapatdigolongkan menjadi empat jenis daging yaitu: 1. Jumboatau kolosal (daging putih) yang merupakan jaringan terbesar yang berhubungan dengan kaki renang. Grade daging rajungan berwarna putih ini harganya paling mahal diantara jenis daging rajungan lainnya. Sumber : Dokumentasi Pribadi Gambar 10. Daging Rajungan Grade Jumbo 50

Sumber : http://www.phillipsfoods.com/recipes-cooking-tips/understanding-crabmeat.aspx Gambar 11. Posisi Daging Jumbo di Dalam Tubuh Rajungan Grade Daging Jumbo dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : Tabel 14. GradeDaging Jumbo No. Grade Ukuran (gram) 1. Collossal 10 2. Jumbo 4,5 10 3. Undersize 3.4 4.5 Sumber : http://www.phillipsfoods.com/recipes-cooking-tips/understanding-crabmeat.aspx 2. Special (daging putih) yang merupakan daging yang berada disekitar badan yang berupa serpihan-serpihan.daging special bisa juga dari pecahan grade Flower dan Backfin. Sumber : Dokumentasi Pribadi Gambar 12. Daging Rajungan Grade Special 51

Sumber : http://www.phillipsfoods.com/recipes-cooking-tips/understanding-crabmeat.aspx Gambar 13. Posisi Daging Special di Dalam Tubuh Rajungan 3. Super Lump(daging putih) merupakan gabungan dari daging jumbo yang pecah dan daging putih lainnya yang pecah juga. Daging super lump ini masih tergolong cukup mahal dibandingkan daging merah pada rajungan. Sumber : Dokumentasi Pribadi Gambar 14. Daging Rajungan Super Lump Sumber : http://www.phillipsfoods.com/recipes-cooking-tips/understanding-crabmeat.aspx Gambar 15. Posisi Daging Super Lump di Dalam Tubuh Rajungan 4. Clawmeat (daging merah) yang merupakan daging dari bagian kaki sampai capit dari rajungan.claw meat merupakan daging berwarna merah pada 52

rajungan yang berbeda dengan grade daging rajungan lainnya, dimana terletak pada alat gerak rajungan itu sendiri. Sumber : Dokumentasi pribadi Gambar 16. Daging Rajungan Grade Claw Meat Sumber : http://www.phillipsfoods.com/recipes-cooking-tips/understanding-crabmeat.aspx Gambar 17. Posisi Daging Claw Meat di Dalam Tubuh Rajungan Daging cocktail termasuk ke dalam gradeclaw meat. Daging cocktail terletak di kedua capit rajungan, daging cocktail capit bagian bawahnya harus utuh jangan sampai ada yang terlepas, karena kalau terlepas di masukkan ke kategori carpus (tanpa capit) untuk bagian atas bagian lengan bawah capit rajungan dinamakan merus.daging rajugan jenis grade claw meat dibagi menjadi dua bagian utama,yaitu : Tabel 15. Grade Daging Rajungan Claw Meat No. Kategori Keterangan 1. Claw meat Daging kaki gerak dan kaki renang 2. Cocktail Daging kedua capit rajungancarpus (lengan atas tanpa capit), Cocktail (dengan capit), Merus (lengan bawah capit). Sumber : http://www.phillipsfoods.com/recipes-cooking-tips/understanding-crabmeat.aspx 53

Bahan baku yang diterima berupa daging rajungan yang telah di kukus dan dikemas dalam toples atau pun plastik serta telah di pisahkan menurut jenis dagingnya (jumbo, special, super lump, danclaw meat). Mutu awal bahan baku sangat menentukan mutu produk akhir yang dihasilkan, dikarenakan pengolahan bersifat mempertahankan mutu bahan baku. Oleh karena itu mini plant berusaha mengolah rajungan dengan baik agar hasil olahan yang berupa daging rajungan dapat diterima oleh pabrik (plant) untuk diekspor kembali. Apabila daging rajungan olahan mini plant tidak memenuhi standar mutu pabrik maka daging rajungan mini plant akan dikembalikan (reject) dan akan mengurangi nilai jual dari daging rajungan tersebut. 6.4 Hasil Percobaan Tingkat Efisiensi Rajungan Pada penelitian ini juga dilakukan tiga percobaan yang berguna untuk mengetahui jumlah komposisi daging rajungan berdasarkan empat jenis penggolongan daging rajungan yang telah dibahas sebelumnya. Percobaan tingkat efisiensi rajungan ini dimaksudkan untuk mengetahui rajungan mana yang menghasilkan daging optimal berdasarkan waktu pengupasannya. Percobaan pertama dan kedua dilakukan di sebuah mini plant yaitu dengan membagi/mengelompokan rajungan mentah berdasarkan pengelompokan ukuran dan jenis kelamin. Dari pengelompokan tersebut masing-masing beratnya adalah lima kilogram. Setelah direbus dan didinginkan maka diketahui bahwa berat rajungan menyusut/menurun dari berat semula. Kemudian masing-masing rajungan yang telah dikelompokan dikupas dan dihitung waktu/durasi pengupasan. Berdasarkan hasil percobaan, urutan rajungan yang memiliki waktu pengupasan tercepat adalah rajungan dengan kelompok ukuran 11-13 cm, 8-10 cm, dan 5-7 cm. Setelah pengupasan dilakukan kemudian dilakukan penimbangan berat daging rajungan yang dihasilkan dari masing-masing kelompok rajungan. Rajungan dengan kelompok ukuran 5-7 cm dapat menghasilkan 1,15 gram daging rajungan, kelompok rajungan dengan ukuran 8-10 cm dapat menghasilkan daging rajungan sebanyak 1,4 gram, dan kelompok rajungan dengan ukuran 11-13 cm dapat menghasilkan 1,6 gram daging rajungan. 54

Berdasarkan kedua percobaanyang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran rajungan yang diolah maka semakin efisien pengolahan rajungan tersebut. Hasil percobaan tingkat efisien rajungan dapat dilihat lebih jelas dalamtabel 16 dan Tabel 17. Tabel 16. Hasil Pengolahan Rajungan Berdasarkan Klasifikasi Ukuran Sebelum Setelah Waktu Klasifkasi Total Ukuran Perebusan Perebusan Pengupasan Berat Daging Daging (cm) ( kg ) ( kg ) ( menit ) ( kg ) ( kg ) 5 7 5 4,3 100 8 10 5 4,2 61 11 13 5 4,2 45 JUMBO = 0,4 SPECIAL = 0,1 SUPER LUMP = 0,3 CLAWMEAT = 0,35 JUMBO = 0,5 SPECIAL = 0,11 SUPER LUMP = 0,34 CLAWMEAT = 0,45 JUMBO = 0,7 SPECIAL = 0,1 SUPER LUMP = 0,3 CLAWMEAT = 0,5 1,15 1,4 1,6 Tabel 17. Hasil Pengolahan Rajungan Berdasarkan Jenis Kelamin Sebelum Setelah Waktu Klasifkasi Ukuran Perebusan Perebusan Pengupasan Berat Daging (cm) ( kg ) ( kg ) ( menit ) ( kg ) Jantan 5 4,1 47 Betina 5 4,15 48 JUMBO = 0,5 SPECIAL = 0,1 SUPER LUMP = 0,3 CLAWMEAT = 0,5 JUMBO = 0,4 SPECIAL = 0,1 SUPER LUMP = 0,3 CLAWMEAT = 0,4 Total Daging ( kg ) 1,4 1,2 6.5 Profil Mini PlantPengolahan Rajungan Penelitian ini dilakukan di dua buah mini plant di Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Kedua mini plant tersebut mempunyai profil yang berbeda baik dalam kepemilikan, lama beroperasi, pemasaran, penjualan, input rajungan, dan juga operasionalnya.kedua mini plant memiliki jumlah produksi yang berbeda, jumlah produksi didapatkan dari hasil wawancara kemudian dikalkulasikan dengan data hasil identifikasi rajungan untuk mengetahui jenis rajungan yang diolah. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara didapatkan juga data cash flow mini plant yang dapat dilihat pada Lampiran 5. 55

Mini plant pertama adalah mini plant yang terbilang besar karena dalam satu hari mini plant ini mampu memproduksi rajungan sebanyak ±500 Kg. Dalam satu tahun produksi, mini plant ini meliburkan pekerjanya saat tahun baru, Idul Adha, dan satu minggu menjelang Idul Fitri.Mini plant ini berdiri sejak tahun 2001 dengan nama pemilik Bapak Maulana yang beralamat di Jalan Kampung Pal Lama, Pantai Modern Rt01/012, Desa Pantai Makmur, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, 17212.Berbeda dengan mini plant pertama, mini plant ini mendapat input rajungan langsung dari nelayan yang sudah menjadi mitra kerja dalam pengolahan rajungan. Hasil tangkapan nelayan dijual dengan harga lebih rendah karena nelayan tersebut sebelumnya telah meminjam perahu atau sejumlah uang pada mini plant untuk kegiatan melaut sehingga menjadi mitra kerja. Rajungan yang dijual oleh nelayan berupa rajungan mentah dan matang. Rajungan matang dijual ke mini plant ini karena untuk menghemat waktu produksi mini plant dan juga untuk mengurangi resiko rajungan busuk bila nelayan melaut dalam waktu yang lama. Rajungan matang ini seharusnya ditiriskan dahulu sebelum dijual, namun nelayan tidak meniriskan rajungan matang untuk menambah keuntungan mereka karena akan lebih berat. Daging rajungan yang dihasilkan mini plant ini dipisahkan berdasarkan jenis jumbo, super lump, special, dan claw meat. Pemisahan jenis daging rajungan ini dilakukan atas permintaan pabrik yang sudah menjadi standar penjualan. Selain itu harga daging rajungan pun beragam berdasarkan jenisnya. Dalam penjualan di mini plant ini biasanya dilakukan dengan penjemputan/pengambilan daging rajungan oleh pabrik langsung ke mini plant ini sehingga pihak mini plant tidak mengeluarkan biaya transportasi.produksi mini plant ini mencapai satu ton bila saat musim rajungan sedang banyak. Musim rajungan dipengaruh faktor alam seperti angin laut, cuaca, dan keaadan laut. Dalam satu tahun terdapat tiga musim rajungan dengan jumlah rajungan yang bebeda (sedikit, sedang, dan banyak). Jumlah produksi rajungan mini plant ini dapat dilihat pada Lampiran 8. Mini plant kedua merupakan mini plant pengolahan rajungan skala rumah tangga yang dimiliki oleh seorang pria yang bernama Bapak Abdul Hamid. Mini plant ini berdiri sejak tahun 2005 dan terletak di Jalan PLTGU Muara Tawar, Desa Pantai Makmur, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi,17212. Hasil 56

produksi mini plant ini dipasarkan kepada pengepul daging rajungan di wilayah Jakarta dan Bekasi. Daging rajungan yang dihasilkan dijual dalam satu kelompok (campuran) untuk menghindari resiko penolakan (reject) jika langsung dijual ke pabrik/plant karena ada beberapa standar mutu yang diterapkan oleh plant. Input rajungan yang digunakan mini plant ini diperoleh dari pedagang (bakul) rajungan yang sudah menjadi langganannya tiap hari.dalam satu hari mini plant ini ratarata memproduksi ±150 kilogram rajungan mentah dengan ukuran besar karena telah dilakukan penyortiran di tingkat pedagang (bakul). Produksi rajungan dengan ukuran besar di mini plant ini membuktikan bahwa mini plant ini telah menerapkan kebijakan. Mini plant membeli rajungan dan memasarkan daging rajungan dengan menggunakan sepeda motor setiap harinya. Dalam satu tahun produksi, mini plant ini meliburkan pekerja saat tahun baru dan satu minggu menjelang Idul Fitri. Jumlah produksi rajungan di mini plant Bapak Abdul Hamid dapat dilihat pada Lampiran 10. 6.6 Tingkat Produktifitas Tenaga Kerja Pengolahan rajungan menyerap tenaga kerja terlatih yang cukup banyak. Mini plant Bapak Maulana mempekerjakan 35 orang pekerjadan padamini plant pengolahan rajungan Bapak Abdul Hamid mempekerjakan sepuluh orang pekerja. Hasil yang diperoleh pada setiap mini plant pun berbeda-beda sehingga dapat dihitung tingkat produktifitas pekerjanya dengan membandingkan jumlah output/tahun dengan jumlah pekerja. Tingkat produktifitas tenaga kerja pada mini plantbapak Maulana dan BapakAbdul Hamid dapat dilihat pada Tabel 18 dan Tabel 19. Tabel 18. Tingkat Produktifitas Tenaga KerjaMini Plant Bapak Maulana Katagori Jumlah Input Rajungan Output Daging Tingkat Produktivitas Pekerja ( kg ) Rajungan ( kg ) (%) Aktual 35 254200 71798.79 0.807 Kebijakan 35 240219 68583.16 0.816 Tabel 19. Tingkat Produktifitas Tenaga KerjaMini Plant Bapak A.Hamid Jumlah Input Rajungan Output Daging Tingkat Produktivitas Katagori Pekerja ( kg ) Rajungan ( kg ) (%) Kebijakan 10 56048 16208.72 2.891935484 57

Hasil perhitungan tingkat produktifitas tenaga kerja terlihat berbeda saat input rajungan dengan ukuran all size dan input rajungan dengan ukuran lebih dari delapan sentimeter. Tingkat produktifitas tenaga kerja mini plant dengan input rajungan lebih besar dari delapan sentimeter memiliki hasil yang lebih tinggi dibanding input rajungan dengan ukuran all size. Hal tersebut menyimpulkan bahwa penerapan kebijakan minimum legal size input production dapat meningkatkan produktifitas pekerja mini plant. 6.7 Produksi Mini Plant Sebelum Penerapan Kebijakan Biaya yang dikeluarkan oleh mini plant untuk membeli input rajungan per tahun mencapai milyaran rupiah. Biaya yang tinggi tersebut karena jumlah rajungan yang diproduksi sangat banyak tiap harinya. Ukuran rajungan yang diolah pun beragam mulai dari kecil hingga besar. Rajungan yang diolah oleh mini plant biasanya diambil dagingnya saja. Namun masih ada sisa produksi yaitu cangkang rajungan. Cangkang rajungan dapat dijual dengan cara mengeringkannya dahulu sebelum dijual. Namun dengan nilai ekonomi yang rendah pada cangkang rajungan, mini plant kurang begitu memanfaatkan sisa produksi ini. Jumlah produksi dan biaya input rajungan pada mini plant Bapak Maulana dalam satu tahun dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Produksi Mini Plant Pengolahan Rajungan Sebelum Kebijakan Input Output Nama Total Biaya Rendemen Rajungan Daging Penjualan Output Maulana 254.200 kg Rp 8.769.900.000 71.798,79 kg 182.401,21kg Klasifikasi Jenis 6.8 Produksi Mini Plant Setelah Penerapan Kebijakan Produksi mini plantmengalami perubahan karena penerapan kebijakan membuatrajungan kecil tidak akan diproduksi sehingga jumlah produksi akan mengalami penurunan. Perubahan produksi juga mempengaruhi biaya input rajungan dan jumlah output daging rajungan pada mini plant. Perubahan produksi pada mini plant setelah penerapan kebijakan dapat dilihat pada Tabel 21. 58

Tabel 21. Produksi Mini Plant Pengolahan Rajungan Setelah Kebijakan Input Output Nama Total Biaya Rendemen Rajungan Daging Penjualan Output Maulana 240.219 kg Rp 8.527.774.500 68.583,16 kg 171.635,84 kg Klasifikasi Jenis A.Hamid 56.048 kg Rp 1.87608.000 16.208,72 kg 39.839,28 kg Campuran 6.9 Hasil Analisis (CBA) Sebelum Penerapan Kebijakan Perhitungan Cost Benefit Analysis (CBA) dilakukan berdasarkan data cash flow yang didapatkan dengan mewawancarai pemilik mini plant pengolahan rajungan. Analsis ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan finansial dan tingkat profitability mini plant pengolahan rajungan yang belum menerapkan kebijakan minimum legal size input production. Berdasarkan hasil perhitungan CBAsebelum kebijakan dapat diketahui bagaimana tingkat profitability mini plant ditinjau dari Net Present Value (NPV), Internal Rate of Retrurn (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Perhitungan CBA disimulasikan selama mini plant tersebut beroperasi. Perhitungan ini menggunakan tingkat diskonto (discount rate) sebesar 15 persen berdasarkan nilai suku bunga pinjaman. Perhitungan CBAsebelum kebijakan diaplikasikan pada mini plant Bapak Maulana karena masih menggunakan input rajungan kecil (all size) dan didapatkan hasil NPV sebesar 1.194.566.292. Hasil perhitungan IRR mini plant ini sebesar 28 persen (lebih dari nilai discount rate). Sedangkan NET B/C yang didapatkan dari perhitungan CBAsebesar 4,67 dan payback perioddiestimasi hingga 10,09 tahun. Secara keseluruhan hasil perhitungancba pada mini plant Bapak Maulana dinyatakan layak untuk dijalakan, namun sebaiknya mini plant ini mencari alternatif lain untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Hasil perhitungan CBA pada mini plant Bapak Maulana dapat dilihat pada Lampiran 11. 6.10 Hasil Analisis (CBA) Setelah Penerapan Kebijakan Simulasi penerapan kebijakan ini dilakukan dengan cara menghitung CBA dari cash flow mini plant dimana input yang digunakan dalam produksi merupakan rajungan yang berukuran karapasnya lebih dari delapan sentimeter. Perubahan data cash flow terjadi pada perubahan harga input rajungan, harga jual daging rajungan, serta jumlah daging rajungan yang dihasilkan. Berdasarkan 59

perubahan-perubahan tersebut perhitungan CBA akan berbeda secara aktual sehingga dapat dibandingkan perbedaan hasil perhitungan CBAtersebut guna mengetahui perbandingan tingkat profitability mini plant. Perhitungan CBA dengan penerapan kebijakan ini digunakan untuk mengestimasi tingkat perubahan profitability mini plant bila diterapkan kebijakan minimum legal size input production. Penerapan kebijakan minimum legal size input production padamini plant Bapak Maulana akan membuat mini plant ini tidak menerima rajungan kecil dari nelayan. Sehingga ukuran input rajungan yang diproduksi adalah hanya rajungan yang ukurannya lebih dari delapan sentimeter. Sehingga hasil perhitungan CBA ini akan berbeda dengan perhitungan CBA secara aktual. Perhitungan CBA saat diterapkan kebijakan minimum legal size input production menghasilkan NPV sebesar 1.508.365.375. Hasil perhitungan IRR mini plant ini meningkat menjadi 37 persen. Sedangkan NET B/C yang didapatkan dari perhitungan CBA sebesar 6,45 dan payback period diestimasi hingga 10,089tahun. Secara keseluruhan hasil perhitungan CBA setelah penerapan kebijakanmenjadilebih tinggi dibandingkan secara aktual. Hal tersebut menyimpulkanbahwa usaha mini plant pengolahan rajungan milik Bapak Maulana layak dan menguntungkan untuk dijalankan.hasil perhitungan CBA pada mini plant Bapak Maulana setelah diterapkan kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil perhitungan CBA setelah penerapan kebijakan dilakukan juga di mini plant skala rumah tangga milik Bapak Abdul Hamid karena mini plant ini tidak menggunakan input rajungan kecil pada produksinya. Input rajungan di mini plant ini besar karena pedagang (bakul) telah melakukan penyortiran ukuran rajungan sesuai dengan ukuran rajungan yang dipesan oleh mini plant Abdul Hamid. Hasil perhitungan CBA setelah kebijakan dapat dilihat berdasarkan nilai NPV sebesar 62.504.193,49. Nilai IRR yang didapatkan sebesar 27 persen dengan nilai NET B/C sebesar 2,94 dan payback period diestimasi hingga 6,14 tahun. Sehingga diketahui bahwa mini plant ini layak untuk dijalankan karena masih menguntungkan. Tabel perhitungan data CBA setelah kebijakan yang diterapkan di mini plant Bapak Abdul Hamid dapat dilihat pada Lampiran 13. 60

6.11 Estimasi Dampak Penerapan Kebijakan Kebijakan minimum legal size input production yang diterapkan pada mini plant pengolahan rajungan akan berdampaklangsung pada finansial mini plant. Dampak finansial tersebut terlihat pada perubahan produksi yang mempengaruhi cash inflow dan cash outflow mini plant. Berdasarkan perhitungan cost benefit analysis diketahui bahwa terjadi peningkatan secara kelayakan fianansial jika dilihat dari hasil NPV, IRR, NET B/C, dan payback period setelah diberlakukannya kebijakan minimum legal size input production. Perubahan hasil Bapak Maulana dapat dilihat pada Tabel 22 sedangkan hasilperhitungan CBA pada mini plantbapak Abdul Hamid dapat dilihatpada Tabel 23. Tabel 22. Hasil Perhitungan CBA pada Mini Plant Bapak Maulana Nilai Sebelum Penerapan Setelah Penerapan Incremental Kebijakan Kebijakan Benefit Penerimaan 105.241.366.050 102.481.376.840-2.759.989.210 Biaya Investasi & Operasioanal 105.025.679.326,9 102.139.245.952,9-2.886.433.374 NPV 1.194.566.292 1.508.365.375 313.799.083 IRR 28 % 37 % 9 % NET B/C 4,67 6,45 1,78 Payback Period 10,09 tahun 10,089 tahun 0,001 tahun Tabel 23. Hasil Perhitungan CBA pada Mini Plant Bapak Abdul Hamid Nilai PenerapanKebijakan Penerimaan 14.761.325.200 Biaya Investasi & Operasioanal 14.746.574.732 NPV 62.504.193,49 IRR 27 % NET B/C 2,94 Payback Period 6,14 tahun Produksi rajungan yang berukuran besar dapat menghasilkan daging yang lebih besar dan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Sehingga dapat disimpukan bahwa jika kebijakan tersebut diterapkan akan meningkatkan profitability mini plant dalam jangka panjang. Selain itu, kebijakan tersebut juga 61

berdampak pada peningkatan produktifitas tenaga kerja mini plant. Peningkatan produktifitas pekerja dikarenakan jumlah output (daging rajungan) mini plant setelah penerapan kebijakan menjadi lebih besar dan hal tersebut berbanding lurus dengan tingkat produktifitas pekerja. Dampak kebijakan minimum legal size input production juga mempengaruhi hal di luar mini plant, yaitu stok rajungan di laut. Bila kebijakan tersebut diterapkan pada mini plant secara langsung mkan akan mempengaruhi permintaan rajungan pada nelayan. Sehingga pihak mini plant akan membatasi permintaan rajungan yaitu hanya rajungan yang berukuran minimal delapan sentimeter sebagai input produksinya. Sehingga rajungan kecil (ukuran kurang dari delapan sentimeter) tidak memiliki pasar dan nelayan pun enggan menangkap rajungan kecil karena tidak bernilai ekonomi. Pembatasan ukuran tersebut membuat rajungan kecil memiliki kesempatan untuk berkembang biak dan melestarikan populasinya di laut. Dalam jangka panjang stok rajungan di laut akan menjadi stabil dan lestari. 6.12 Sistem Pemasaran Rajungan Pengolahan rajungan tidak serta merta menangkap kemudian memproduksi. Namun, pengolahan rajungan ini memiliki alur sitem pemasaran dalam pengolahannya. Sitem pemasaran yang terbentuk dalam pengolahan rajungan mulai dari nelayan, pedagang (bakul), mini plant, plant, dan kemudian diekspor. Sitem pemasaran rajungan tersebut dapat dilihat Gambar 18. Gambar 18. Sistem Pemasaran dalam Pengolahan Rajungan Sistem pemasaran yang digambarkan dalam bagan di atas terlihat alur pemasaran rajungan mulai dari nelayan lokal hingga pasar interasional melalui ekspor. Dalam 62

Alur pemasaran rajungan terdapat beberapa proses pengolahan rajungan seperti perebusan, pengupasan, pengklasifikasian jenis daging rajungan, pengolahan daging rajungan, dan pengemasan daging rajungan olahan. Proses tersebut dijelaskan dalam bagan dengan menggunakan angka satu sampai lima yang menjelaskan masing-masing output dari sitem pemasaran. Maksud dari angkaangka tersebut adalah sebagai berikut : (1) Nelayan menangkap rajungan kemudian menjual rajungan yang masih hidup (mentah) tersebut kepada pedagang (bakul). (2) Rajungan yang dikumpulkan oleh pedagang (bakul) dari sejumlah nelayan kemudian dijual kembali kepada mini plantskala rumah tangga yang sudah menjadi pelanggannya. (3) Hasil tangkapan nelayan selain dijual pada pedagang (bakul), dijual secara langsung juga pada mini plant yang sudah menjadi mitra usaha. Rajungan yang dijual ke mini plant merupakan rajungan mentah dan rajungan yang sudah direbus oleh nelayan. (4) Mini plant memproses rajungan mentah dengan melakukan perebusan dan pengupasan untuk mendapatkan dagingnya. Setelah hasil daging rajungan diperoleh dari hasil produksi mini plant, daging rajungan tersebut dikelompokan berdasarkan jenis daging yang diinginkan oleh plant. Kemudian daging rajungan yang telah dipisahkan berdasarkan jenisnya di jual kepada pabrik (plant). (5) Daging-daging rajungan yang diterima oleh plant dari berbagai mini plant diperiksa berdasarkan standar mutu plant, bila daging tersebut telah lolos uji mutu maka dilakukan proses selanjutnya seperti pembekuan, pengolahan bahan makanan, pengalengan, dan pengemasan untuk diekspor ke negara lain seperti Amerika, Singapura, Malaysia, dan Korea. 63

6.13 Rekomendasi Implikasi Kebijakan Kebijakan minimum legal size input production merupakan kebijakan yang dapat melestarikan populasi rajungan serta meningkatkan profit mini plant pengolahan rajungan dalam jangka panjang. Melihat manfaat dan keuntungan dari kebijakan tersebut maka rekomendasi implikasi kebijakan tersebut yang dapat dilaksanakan seperti : 1. Menerapkan kebijakan minimum legal size rajungan > 8 cmdi tingkat nelayan dengan pengawasan yang baik. 2. Menerapkan standarisasi mata jaring untuk menangkap rajungan sehingga nelayan tidak menggunakan mata jaring dengan ukuran kecil untuk menangkap rajungan. 3. Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan serta kecamatan dan desa setempat melakukan sosialisasi mengenai manfaat dan keuntungan bila kebijakan ini diterapkan pada seluruh mini plant pengolahan rajungan. 4. Memberikan denda dan sanksi yang tegas pada pemilik mini plant jika terbukti masih menggunakan rajungan dengan ukuran kurang dari delapan sentimeter sebagai input produksinya. 5. Pemerintah setempat melakukan inspeksi berkala pada setiap mini plant pengolahan rajungan untuk mengontrol pelaksanaan kebijakan ini. 6. Pemerintah setempat memberikan reward atau penghargaan kepada mini plant yang telah melaksanakan kebijakan ini dengan baik. 64