BAB I PENDAHULUAN. Semua pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah disebut sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran biologi di Madrasah Aliyah (MA) adalah agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. (Syarifudin, 2007: 21). Dalam arti luas, pendidikan berlangsung bagi siapapun,

ganda, dan sesekali menambahkan soal esai jika siswa dituntut untuk menjelaskan Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa miskonsepsi pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangMasalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Identifikasi miskonsepsi adalah suatu upaya penyelidikan yang dilakukan

2015 IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA KONSEP REPRODUKSI VIRUS MELALUI ANALISIS GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Ketika konsepsi siswa ada yang berbeda dari yang biasa diterima, dalam Tan (2005) hal itu disebut alternative frameworks, misconceptions, student

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gilarsi Dian Eka Pertiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. belajar mengajar yaitu guru, kurikulum, lingkungan belajar, dan siswa. Siswa

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Identifikasi miskonsepsi, diartikan sebagai suatu upaya penyelidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nurhely Hidayat Dian Pertiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fuji Hernawati Kusumah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada proses pembelajaran matematika, siswa mempelajari konsep-konsep

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan

BAB I PENDAHULUAN. Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman

Muhammad Agus Al Arief, Suyono Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar

BAB I PENDAHULUAN. Endi Rohendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mata pelajaran biologi adalah adanya miskonsepsi. Miskonsepsi muncul karena

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang pendidikan. Dalam era globalisasi ini, sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya agar bermanfaat bagi kepentingan hidup. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. Miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa akan mengganggu efektivitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu persatu, serta

BAB I PENDAHULUAN. Indah Rizki Anugrah, Mengungkap Miskonsepsi Topik Stoikiometri Pada Siswa Kelas X Melalui Tes Diagnostik Two-Tier

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini mata pelajaran sains (IPA) merupakan mata pelajaran yang

I. PENDAHULUAN. Fisika merupakan ilmu fundamental yang menjadi dasar perkembangan ilmu

BABI PENDAHULUAN. teknologi terus berkembang seiring dengan melesatnya kebutuhan manusia dan

2014 PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK TWO-TIER MULTIPLE CHOICE UNTUK MENDETEKSI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI HIDROLISIS GARAM

, 2015 IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA KONSEP ARTHROPODA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nur Komala Eka Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nur Annisa, 2013

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONCEPTUAL CHANGE UNTUK MEREDUKSI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK ASAM DAN BASA DI KELAS XI IA SMAN 2 BOJONEGORO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Buku ajar di sekolah dibuat untuk pegangan belajar siswa. Namun

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi kepentingan hidup. Secara umum tujuan pendidikan dapat

PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan salah satu bahan ajar yang masih dianggap sulit

DAFTAR PUSTAKA. Alwi, et al. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Pusat Bahasa, DEPDIKNAS Balai Pustaka.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berkembang sangat cepat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI PEWARISAN SIFAT DI KELAS IX SMP NEGERI 36 BATAM

PROFIL MISKONSEPSI SISWA SMA KELAS XI MENGGUNAKAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK TWO TIER MULTIPLE CHOICE PADA MATERI ASAM-BASA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran matematika siswa mempelajari konsep-konsep yang

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA TERHADAP KONSEP-KONSEP IPA BIOLOGI SEKOLAH DASAR

2014 ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS DAN MISKONSEPSI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PADA MATERI GERAK BERDASARKAN HASIL THREE-TIER TEST

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMP DALAM MATERI PERBANDINGAN DENGAN MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI PADA MATERI GERAK MELINGKAR.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan serangkaian aktivitas yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melvie Talakua, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meldalina Agustina Mare-Mare, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains sangat berkaitan erat dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor penentu masa depan suatu bangsa. Berbagai

IMPLEMENTASI STRATEGI PETA KONSEP DALAM COOPERATIF LEARNING SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISASI MISKONSEPSI BIOTEKNOLOGI DI SMA NEGERI 8 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Analisis Konsepsi Siswa Pada Konsep Kinematika Gerak Lurus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dede Akhmad Junaedi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang mempelajari gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN. education for all (EFA) di Indonesia menurun tiap tahunnya. Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROFIL MISKONSEPSI MATERI IPBA DI SMA DENGAN MENGGUNAKAN CRI (CERTAINLY OF RESPONS INDEX)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pengetahuan Alam, Pembimbing I: Dr. Astin lukum, M.Si; Pembimbing II: La Ode Aman, M.Si

KONSEPSI SISWA TENTANG SOAL-SOAL PEMECAHAN MASALAH DI SMA YPI TUNAS BANGSA PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. hukum, prinsip dan teori. Materi kimia yang sangat luas menyebabkan kimia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mohammad Rahdian Raksabrata, 2015

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah disebut sebagai sains (Herlanti, 2006). Pendidikan sains merupakan upaya para pendidik untuk menyampaikan hasil penelitian ilmiah dari para ilmuwan kepada peserta didiknya. Sains yang dipelajari di sekolah diistilahkan dengan sains sekolah (school science) (Siregar dalam Herlanti, 2006). Salah satu tujuan pembelajaran sains adalah agar siswa dapat memahami konsep, aplikasi konsep, mampu mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya, dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya. Hal ini berarti pembelajaran menekankan pada cara agar siswa memahami dan menguasai konsep, bukan hanya sekedar hapalan dari konsep-konsep tersebut. Konsep merupakan hal yang sangat penting, karena konsep merupakan landasan untuk berpikir. Konsep adalah dasar bagi proses yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi (Dahar, 1996). Lawson & Renner (Abraham, et al., 1992) mengidentifikasi dua kategori konsep yaitu konsep konkret dan konsep formal. Konsep dapat diperoleh atau dipelajari siswa dari pengalamannya secara langsung di lingkungan seperti membaca buku, pergaulan di lingkungan sosial, ataupun pemikiran sendiri. Pengalaman setiap individu belum tentu sama, sehingga konsep yang dibentuk pun akan berbedabeda. Konsep formal diperoleh atau dipelajari melalui pengalaman yang berdasarkan logika dan inferensi. Konsep formal ini biasanya dipelajari di sekolah 1

2 atau pendidikan formal melalui guru yang menyampaikan suatu konsep pada saat proses belajar mengajar di sekolah. Kemampuan siswa menerima suatu konsep tergantung pada kompleksitas dari konsep dan tingkat perkembangan kognitif siswa. Penguasaan konsep siswa dapat diketahui melalui kesesuaian antara tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan guru dan hasil belajar siswa (Usman dalam Munajam, 2000). Keberhasilan belajar siswa terlihat jika siswa mampu menghubungkan antar konsep yang telah dipelajari. Menurut aliran konstruktivisme (Berg, 1990), materi atau pelajaran baru harus: 1) bersambung dengan konsep siswa yang sudah ada, 2) membongkar konsepsi lama dan membangun kembali konsepsi yang baru. Hubungan antar konsep tidak hanya diperoleh pada saat mempelajari satu topik pelajaran, tetapi juga hubungan antara konsep yang telah diterima siswa sebelumnya dengan konsep yang akan dipelajari. Pinker, Duit & Treagust (Treagust, 2006) mengemukakan bahwa siswa yang hadir di kelas umumnya tidak dengan kepala kosong, melainkan mereka telah membawa sejumlah pengalamanpengalaman atau ide-ide yang dibentuk sebelumnya ketika mereka berinteraksi dengan lingkungannya. Artinya bahwa sebelum pembelajaran berlangsung sesungguhnya siswa telah membawa sejumlah ide-ide atau gagasan-gagasan. Mereka menginterpretasikan tentang gejala-gejala yang ada di sekitarnya. Gagasan-gagasan atau ide-ide yang telah dimiliki oleh siswa sebelumnya ini disebut dengan prakonsepsi atau konsepsi alternatif (Gardner dalam Smith, et al., 1993; Kwen, 2005). Prakonsepsi ini sering merupakan miskonsepsi (Gardner 2

3 dalam Smith, et al., 1993). Beberapa peneliti menunjukkan bahwa siswa yang telah mempunyai ide-ide sebelumnya sering kali mengalami konflik ketika berhadapan dengan informasi baru. Informasi baru ini bisa sejalan atau bertentangan dengan ide-ide siswa yang sudah ada. Kenyataan menunjukkan bahwa konsepsi alternatif siswa sangat resisten terhadap perubahan. Miskonsepsi dapat terjadi karena siswa hanya menghapal konsep tanpa memperhatikan hubungan antar konsep (Berg 1990). Dalam pembelajaran biologi banyak konsep yang harus dikuasai oleh siswa serta keterkaitan antara konsepkonsep tersebut. Hal ini menyebabkan kesulitan bagi siswa untuk memahami konsep, dan tidak sedikit siswa dalam memahami konsep tersebut menjadi salah sehingga terjadi miskonsepsi. Mutu pendidikan sains yang masih rendah dapat disebabkan adanya miskonsepsi dan kondisi pembelajaran yang kurang memperhatikan prakonsepsi yang dimiliki siswa. Penyebab miskonsepsi ini mungkin karena para guru mengajar berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa, tanpa memperhatikan prakonsepsi. Dengan asumsi tersebut mereka memfokuskan diri pada upaya penuangan pengetahuan ke dalam kepala para siswanya (Sadia dalam Wilantara, 2005). Dalam pembelajaran biologi, seorang guru harus mengamati dan menginterpretasi pemahaman siswa terhadap konsep yang diberikan dalam bentuk soal maupun pertanyaan, guru bukan hanya mampu membuat soal untuk menghasilkan jawaban yang benar tetapi guru juga harus memperhatikan jawaban yang salah dan menjelaskan mengapa salah. Jawaban yang salah terhadap suatu 3

4 konsep, artinya tidak sesuai dengan tafsiran yang berlaku dan telah disepakati oleh para ilmuan, maka siswa tersebut telah mengalami miskonsepsi (Berg, 1990). Miskonsepsi merupakan suatu penyimpangan konsep yang sulit untuk diubah dan akan dibawa dalam jangka waktu yang lama (Berg, 1990; Cardak: 2009). Apabila miskonsepsi telah masuk ke dalam struktur kognitif siswa, maka miskonsepsi tersebut akan terus berlanjut sehingga akan berpengaruh terhadap siswa dalam menerima konsep baru. Beberapa penelitian khususnya pada mata pelajaran Biologi telah dilakukan untuk mengetahui miskonsepsi pada siswa, dan hasilnya menunjukkan bahwa banyak dijumpai miskonsepsi pada siswa. Sebagian besar siswa mengembangkan secara konsisten konsep yang salah, dan secara tidak sengaja terus-menerus mengganggu pelajaran. Miskonsepsi itu muncul dari pengalaman sehari-hari dan sulit untuk diperbaiki (Berg, 1990; Kose, 2008). Faktor lain yang menyebabkan miskonsepsi terjadi pada siswa, diantaranya ketidaklengkapan informasi yang diterima oleh siswa. Permasalahan tentang miskonsepsi yang seringkali ditemui dalam pembelajaran biologi di sekolah adalah kesulitan dalam memahami konsep-konsep biologi yang bersifat abstrak dan sulit untuk dipahami baik yang diperoleh dari pihak siswa, guru maupun dalam buku ajar (Repi, 2004). Selain itu, penggunaan istilah-istilah yang kurang dikenal bahkan tidak dikenal sama sekali dalam menjelaskan atau mendefinisikan konsep baru bisa memicu terjadinya miskonsepsi (Markel dalam Dahar, 1996). Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa miskonsepsi merupakan masalah besar dalam pembelajaran biologi karena miskonsepsi yang muncul pada 4

5 siswa secara terus menerus dapat mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah. Miskonsepsi pun bersifat persisten (Tamir, 2011), sehingga harus diidentifikasi agar dapat diperbaiki sejak dini. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi masalah miskonsepsi ini. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengidentifikasi masalah miskonsepsi, diantaranya: 1). Teknik identifikasi dengan menggunakan tes yang berbentuk soal pilihan ganda beralasan (Haslam & Treagust, 1987); 2) Pembuatan peta konsep (Dahar, 1996); 3) Menggunakan soal essai (Shaw, et al., 2007); 4). Melalui wawancara individual; 5) menggunakan teknik CRI (Certainty of Respons Indeks) (Hasan dalam Tayubi, 2002); dan 6) menggunakan gambar (Kose, 2008). Semua materi biologi memungkinkan untuk dimiskonsepsi oleh siswa. Materi yang sering dimiskonsepsi oleh siswa antara lain fotosintesis dan respirasi pada tumbuhan (Haslam & Treagust, 1987), difusi dan osmosis (Odom & Barrow dalam Treagust, 2006), sistem transportasi pada tumbuhan & sistem sirkulasi pada manusia (Wang dalam Treagust, 2006), pertumbuhan tanaman berbunga dan perkembangannya (Lin, 2004), dan genetika (Shaw, et al., 2007). Pada penelitian ini materi yang akan diteliti adalah sistem reproduksi tumbuhan biji. Bagi siswa sekolah dasar dan menengah, materi tentang tumbuhan tidak terlalu menarik dibandingkan dengan hewan (Kinchin dalam Schussler, 2008). Selain itu materi reproduksi tumbuhan pada KTSP hanya dibahas pada Dunia Tumbuhan. Berdasarkan pengalaman guru-guru di lapangan, membelajarkan reproduksi tumbuhan lebih sulit dibandingkan dengan reproduksi hewan (Schussler, 2008). Dari penelitian yang dilakukan Schussler (2008) masih banyak 5

6 siswa yang mengalami miskonsepsi, yaitu tumbuhan tidak dapat melakukan reproduksi seksual, dan hanya melakukan reproduksi aseksual. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa identifikasi miskonsepsi pada konsep reproduksi tumbuhan biji perlu dilakukan untuk mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa dan penyebab miskonsepsi tersebut. Hal tersebut dapat membantu para pendidik untuk mencegah miskonsepsi terus terjadi pada siswa. Identifikasi miskonsepsi memerlukan adanya evaluasi (Helm dalam Sunarno, 1998), evaluasi dapat berupa tes dan wawancara untuk mengungkapkan terjadinya miskonsepsi pada siswa. Penelitian miskonsepsi sangat penting untuk mengetahui pemahaman konsep yang telah diterima siswa. Tes pilihan ganda beralasan merupakan suatu bentuk tes pilihan ganda dengan pemberian alasan terhadap jawaban pilihan ganda yang dipilih. Pemahaman siswa dapat terlihat dari kesesuaian jawaban pilihan ganda dengan alasannya. Tes pilihan ganda beralasan dapat menunjukkan nilai konsepsi siswa yaitu melalui hubungan atau kesesuaian jawaban pilihan ganda dengan alasan yang diberikan. Tes pilihan ganda tidak memerlukan observer dan tidak membutuhkan waktu yang lama seperti wawancara dengan pertanyaan terbuka (Haslam & Treagust, 1987). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah untuk penelitian ini adalah Bagaimanakah miskonsepsi siswa SMA di setiap cluster pada konsep sistem reproduksi tumbuhan biji?. 6

7 Pertanyaan penelitian yang dapat dijabarkan dari rumusan masalah di atas adalah: 1. Berapa persen (%) siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep sistem reproduksi tumbuhan biji di setiap cluster? 2. Cluster manakah yang paling banyak mengalami miskonsepsi? 3. Pola miskonsepsi manakah yang paling banyak ditemukan pada setiap cluster? 4. Pada subkonsep manakah dari konsep sistem reproduksi tumbuhan biji yang paling banyak dimiskonsepsi siswa pada setiap cluster? 5. Berasal dari manakah miskonsepsi yang terjadi pada siswa tersebut? C. Batasan Masalah 1. Siswa SMA yang menjadi subjek penelitian merupakan siswa SMA kelas X dari empat cluster sekolah di kota Bandung. 2. Penelitian ini dilakukan pada konsep sistem reproduksi tumbuhan biji (Gymnospermae dan Angiospermae), meliputi reproduksi seksual dan reproduksi aseksual yang disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP) SMA kelas X. D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap miskonsepsi yang terjadi pada siswa SMA di setiap cluster sekolah dalam konsep Sistem Reproduksi Tumbuhan Biji melalui tes pilihan ganda beralasan dan wawancara. 7

8 E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi kepada guru tentang miskonsepsi yang dialami siswa pada konsep sistem reproduksi tumbuhan biji, sehingga dapat dilakukan remediasi atau perbaikan proses pembelajaran. 2. Hasil identifikasi miskonsepsi ini dapat digunakan oleh guru dalam menggunakan metode mengajar yang tepat dan menentukan sumber belajar siswa jika miskonsepsi berasal dari sumber belajar, contohnya buku pelajaran siswa. 3. Bagi peneliti lain dapat dijadikan bahan pertimbangan dan rujukan untuk penelitian yang sejenis. 4. Bagi pembuat kebijakan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penyusunan KTSP sekolah. 8