Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap kehidupan bangsanya. Hal ini dapat dilihat pada sejarah, tabiat dan watak bangsa tersebut. Demikian pula halnya bagi bangsa Jepang. Jepang adalah sebuah negara di Asia Timur yang terletak di suatu kepulauan benua Asia di ujung barat Samudra Pasifik. Jepang terdiri dari 47 prefektur. Berdasarkan keadaan geografis dan sejarahnya, 47 perfektur ini dapat dikelompokkan menjadi sembilan kawasan, yaitu Hokkaido, Tohoku, Kanto, Chubu, Kinki, Chugoku, Shikoku, Kyushu, dan Okinawa. Setiap kawasan ini mempunyai dialek dan adat istiadat tersendiri, serta budaya yang unik. Jepang terdiri dari rangkaian pulau-pulau yang membentang dari utara ke selatan. Empat pulau utamanya adalah Hokkaido, Honshu, Shikoku, dan Kyushu. Negara Jepang mempunyai empat musim yang jelas batasannya. Dua hari pemandangan yang paling indah di Jepang adalah ketika bunga sakura bermekaran di musim semi dan dedaunan berubah menjadi warna-warni merah, jingga dan kuning yang mempesonakan pada musim gugur. Rakyat Jepang menikmati petanda-petanda perubahan musim dan mengamati perkembangannya dengan memperhatikan laporan cuaca, yang menampilkan peta dimana bunga sakura sedang bermekaran pada musim semi dan dedaunan musim gugur sedang indah-indahnya. Ujung utara dan selatan Jepang mempunyai iklim yang sangat berbeda. 1
Meskipun Jepang dikatakan sebagai negara maju, namun masyarakatnya tetap menjalankan dan menjaga tradisi secara turun-temurun. Mereka beranggapan bahwa dengan tradisi yang tetap ada itu keselamatan akan selalu ada bersama mereka. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan yang mereka lakukan menyambut dan mengakhiri tahun baru, ketika mengadakan pesta pernikahan dan bahkan ketika mereka mengalami kepedihan manakala upacara meninggalnya seseorang dilaksanakan. Banyak kebiasaan masyarakat Jepang yang sampai saat ini masih dilaksanakan oleh hampir seluruh masyarakatnya. Meskipun kebiasaan ini adalah peninggalan nenek moyangnya pada masa puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu, semua itu bukan merupakan hal yang berat atau beban bagi mereka, justru yang terjadi adalah kebanggaan mereka dalam melakukannya. Terbukti sampai sekarang meskipun teknologi sudah masuk menjadi unsur kehidupan mereka, tapi penghargaan yang dalam pada peninggalan leluhur mereka tidak pernah hilang dimakan waktu. Dalam bidang seni, sikap masyarakat Jepang tentunya tetap memelihara hasil seninya sendiri yang telah berkembang dalam sejarahnya. Dengan menonjolkan hasil seninya sendiri, Jepang lebih dikenal oleh bangsa lain sebagai bangsa yang berbudidaya tinggi. Salah satu dari hasil seni bangsa Jepang adalah matsuri. Menurut buku The Kodansha Billingual Encyclopedia of Japan (1998) Jepang merupakan negara yang memiliki beragam matsuri. Matsuri bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya adalah festival. Dalam kebudayaan Jepang matsuri merupakan suatu hal yang penting. Matsuri adalah sebagai Nihonjin Rashisa atau Kekhasan Orang Jepang. Menurut Yanagita dalam skripsi Andy (2006 : 1) Kekhasan orang Jepang ini selalu mendampingi kehidupan orang Jepang. Oleh karena itu, untuk memahami kebudayaan Jepang, faktor matsuri tidak bisa diabaikan begitu saja. 2
Matsuri mengandung dua makna, makna yang pertama yaitu untuk mendoakan arwah para leluhur yang telah meninggal dunia dengan melakukan berbagai persembahan atau upacara, dan makna kedua mengacu pada suatu perayaan oleh kelompok masyarakat yang bertujuan untuk memperingati atau merayakan rasa syukur pada dewa atas dilimpahkannya kemakmuran dan keselamatan. Matsuri juga mempunyai kaitan erat dengan kepercayaan yang mereka anut sejak dahulu kala, yakni Shinto. Menurut Pye (1996), dikatakan bahwa Shinto berasal dari dua huruf Cina, yaitu shen-dao. Shinto merupakan kepercayaan rakyat Jepang yang memiliki ajaran kepercayaan menurut mitos atau kepercayaan masyarakat sehingga Shinto tidak memiliki pendiri dan tidak memiliki kitab suci seperti agama-agama lain di dunia (Ono, 1998 : 3). Menurut Hooker (1996), dalam kepercayaan Shinto, manusia akan menjadi kami setelah meninggal dan disembah oleh keluarga mereka sebagai dewa leluhur. Dewa yang tertinggi yaitu Dewa Matahari Amaterasu. Tujuan dari ajaran Shinto ialah untuk menjaga dan melestarikan etos-etos Jepang, pengalaman-pengalaman yang unik pada zaman dahulu atau sekarang dalam kehidupan sebagai orang Jepang. Dasar dari kepercayaan Shinto merupakan suatu konsep yang dinamakan kami, istilah yang belum dapat diterjemahkan bahkan oleh orang Jepang sendiri. Tetapi banyak orang Jepang yang sering menyebutnya sebagai Tuhan ataupun dewa. Konsep kami meliputi matahari, gunung, danau, air terjun, beberapa hewan, tumbuhan, batu, bahkan kehidupan manusia. Menurut Robinson (2001), kepercayaan Shinto mengenal beberapa tempat yang diakui sebagai tempat yang suci atau keramat, yaitu : gunung, sumber mata air, dan kuil. Para penganut Shinto biasanya pergi ke kuil untuk bersembahyang memohon kepada 3
dewa agar melimpahkan rahmat. Segala bentuk upacara yang dilakukan di kuil termasuk penyucian, persembahan, doa-doa dan tarian-tarian dipersembahkan untuk kami atau dewa. Pada umumnya masyarakat Jepang mengadakan kegiatan-kegiatan matsuri, upacara kelahiran dan upacara pernikahan di kuil Shinto. Para dewa Shinto dipuja melalui jinja yang tersebar di seluruh Jepang. Salah satunya adalah kuil Ise yang merupakan tempat untuk memuja dewa Amaterasu (dewa matahari) yang dipercaya sebagai leluhur keluarga kerajaan (Robinson, 2006). Pada jalan masuk ke kuil Shinto biasanya terdapat gerbang yang dinamakan torii. Pintu gerbang ini dipercaya merupakan bagian dari rintangan yang berfungsi untuk memisahkan kehidupan kita dengan dunia dimana para dewa tinggal. Bahkan pada kedua sisi pintu gerbang ini sering terdapat patung dua hewan penjaga yang bertugas untuk menjaga pintu masuk (Littleton, 2002). Gambar 1.1 : Torii Sumber : http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/e7/torii.svg/574px- Torii.svg.png 4
Dalam festival tahunan yang rutin diadakan di Jepang, ada beberapa festival yang menarik untuk diteliti lebih dalam lagi, salah satunya yaitu Aoba Matsuri. Aoba Matsuri merupakan salah satu dari tiga festival besar di Sendai. Menurut Saniroy (2006), kota Sendai terletak di Pulau Honshu (pulau utama di negeri Jepang). Kota Sendai adalah kota setingkat kotamadya sebagai ibukota propinsi Miyagi. Secara historis, Sendai atau kota yang berjulukan mori no miyako (kota pepohonan atau tempat nan hijau) adalah kota dimana sekitar 400 tahun lalu atau lebih, tepatnya pada 1600 M., Date Masamune mendirikan istana kekuasaannya. Seorang daimyo (pemimpin daerah) pertama untuk wilayah Tohoku timur di awal Periode Edo, yang patungnya menghiasi reruntuhan bekas benteng istana Sendai (Aoba-jo). Menurut Banyumili (2007), di zaman Meiji, Aoba Matsuri diadakan di Aoba jinja, untuk memperingati kematian Date Masamune. Date Masamune adalah tuan tanah terkuat di daerah Tohoku pada zamannya sekaligus pendiri kota Sendai. Tiap minggu ketiga (hari Sabtu dan Minggu) bulan Mei, di Sendai diadakan Aoba Matsuri. Di zaman Showa 60 (tahun 1985), Aoba Matsuri diadakan sebagai peringatan kematian Date Masamune yang ke-350 tahun. Saat ini, Aoba Matsuri menjadi salah satu dari tiga matsuri besar di Sendai. Matsuri ini terdiri dari Yoi Matsuri dan Hon Matsuri. Perayaan Aoba Matsuri berlangsung selama dua hari. Yoi Matsuri diadakan pada hari Sabtu yang berisi Geinou Sai (pertunjukan festival kebudayaan) dan kontes Suzume odori, sedangkan Hon Matsuri diadakan pada hari Minggu yang merupakan acara utama dari Aoba Matsuri. Pada acara ini dapat dilihat Aoba jinja Mikoshi Togyo, parade sebelas kereta tradisional (yamaboko) dan juga masyarakat yang menarikan Suzume odori. Konon, pemahat batu menarikan Suzume odori (suatu tarian seperti gerakan burung 5
gereja) pada suatu perayaan untuk pembangunan Aoba-jo pada masa Date Masamune, dan itu adalah permulaan dari Suzume odori. 1.2. Rumusan Permasalahan Pada skripsi ini saya akan meneliti tentang pengaruh Shinto dalam alat-alat yang digunakan pada parade Aoba Matsuri di Sendai. 1.3. Ruang Lingkup Permasalahan Dalam penulisan skripsi ini, saya akan membahas tentang pengaruh Shinto dalam hubungannya dengan perayaan Aoba Matsuri yang dikhususkan pada alat-alat matsurinya saja. 1.4. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah menjelaskan bahwa Aoba Matsuri yang terkenal dan rutin diselenggarakan di Jepang berhubungan dengan sistem religi masyarakatnya, dimana sebagian besar masyarakat Jepang menganut kepercayaan Shinto. Manfaat dari penelitian ini adalah agar seluruh masyarakat yang memiliki ketertarikan dengan kebudayaan Jepang khususnya mahasiswa Sastra Jepang Bina Nusantara dapat mengetahui lebih dalam tentang Aoba Matsuri dan hubungannya dengan kepercayaan Shinto. 1.5. Metode Penelitian Dalam pembuatan skripsi ini, saya menggunakan metode kepustakaan untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan. Sedangkan pada saat mengkaji data, 6
saya menggunakan metode deskriptif analitis yaitu membahas suatu masalah dengan cara menata dan mengklasifikasikan data serta memberikan penjelasan tentang keterangan yang terdapat pada data, kemudian menganalisis data-data yang ada. Buku-buku yang dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini didapat dari Perpustakaan Japan Foundation, Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan UNSADA, koleksi buku pribadi, dan teman-teman. Jenis buku yang dijadikan korpus data adalah buku-buku tentang masyarakat Jepang, matsuri, agama dan kepercayaan masyarakat Jepang, dan festival tahunan di Jepang. Selain itu saya menggunakan internet untuk menambah informasi dan data yang diperlukan dan mendukung dalam penulisan skripsi ini. Setelah membaca buku dan data-data dari internet tersebut, saya menghubungkan teori yang ada dengan permasalahan yang akan saya teliti kemudian menganalisis data yang ada dalam teori tersebut. Teori-teori yang mendukung penelitian ini menjadi landasan teori untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini. 1.6. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang ada dalam penulisan skripsi ini secara garis besar terdiri dari lima bab, berikut akan saya jelaskan. Bab 1 Pendahuluan, yang menjelaskan tentang latar belakang penulis memilih topik tersebut, rumusan permasalahan, ruang lingkup, metode penelitian dan sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini. Bab 2 Landasan teori, yang menjelaskan tentang konsep kepercayaan masyarakat Jepang terhadap agama, konsep Shinto dan konsep matsuri. 7
Bab 3 Analisis data, yang membahas tentang pengaruh Shinto dalam alat-alat yang digunakan pada parade Aoba Matsuri. Bab 4 Simpulan dan Saran, yang berisi tentang jawaban hasil analisis dari datadata yang ada pada bab sebelumnya. Juga beberapa saran tentang topik skripsi ini, yang diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. Bab 5 Ringkasan Skripsi, yang menjelaskan secara singkat isi dari penulisan skripsi ini mulai dari latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, serta tujuan penelitian dari hasil penelitian sebagai jawaban dari permasalahan skripsi ini. 8