BAB III METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 :

Uji Kualitatif Karbohidrat dan Hidrolisis Pati Non Enzimatis

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

3 METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar).

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimen dengan menggunakan metode

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

PEMBUATAN REAGEN KIMIA

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis.

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Gambar 3.1 Peta Lokasi Jalur Hijau Jalan Gerilya Kota Purwokerto. bio.unsoed.ac.id

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Analisa Karbohidrat. Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc

DAFTAR PEREAKSI DAN LARUTAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

A. Judul Percobaan : Penentuan Kadar Glukosa Darah. B. Mulai Percobaan : Senin, 11 November 2013 C. Selesai Percobaan : Senin, 11 November 2013

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu. - Alat-alat gelas pyrex. - Pipet volume pyrex. - Hot Plate Fisons

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan

MATERI DAN METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilakukan dengan

Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE. Lokasi pengambilan sampel diambil dibeberapa toko di kota Medan dan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

(STEK-SAMBUNG) SAMBUNG)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat eksperimen karena terdapat suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur Analisis

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958)

STUDI PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI CAMPURAN AMPAS TAHU, AMPAS IKAN, DARAH SAPI POTONG, DAN DAUN KELADI YANG DISESUAIKAN DENGAN STANDAR MUTU PAKAN IKAN

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

Air dan air limbah Bagian 31 : Cara uji kadar fosfat dengan spektrofotometer secara asam askorbat

Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada bulan Juli 2009 Oktober 2010.

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Pacet-

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan prosedur analisa besi, baik secara kualitatif maupun. kuantitatif, maka yang menjadi kerangka konsep adalah:

MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN

LAMPIRAN 1. SPESIFIKASI BAHAN PENELITIAN

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN 3. 1. Bahan-bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah - Kalium Na tatrat (C 4 H 4 KN a O 6. 4H 2 O) p.a. (E.merck) - Natrium Karbonat anhidrat (Na 2 CO 3 ) p.a. (E.merck) - Natrium Sulfat anhidrat (Na 2 SO 4 ) p.a. (E.merck) - Tembaga Sulfat Pentahidrat (CuSO 4.7H 2 O) p.a. (E.merck) - Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) p.a. (E.merck) - Dinatrium hidroarsenat heptahidrat (Na 2 HA S O 4. 7 H 2 O) p.a. (E.merck) - Glukosa anhidrat (C 6 H 12 O 6 ) p.a. (E.merck) - Natrium sitrat ( C 6 H 5 O 7 Na 3 ) p.a. (E.merck) - Bibit Rimbang - Tunas tanaman terung belanda - Tanah humus - Pupuk NPK

- Atonik (ZPT) 3. 2. Alat-alat - Beker Gelas Pyrex - Tabung reaksi Pyrex - Rak tabung - Labu ukur Pyrex - Gelas Ukur - Hot Plate Pyrex MiltonRoy - Penangas air Fisher - Neraca analitik Metler Toledo - Gelas Erlenmeyer Pyrex

- Spektrofotometer uv-vis Genesys 20 - Inkubator - Mortar - Kain kasa - Tali rafia - Polybag 3. 3. Prosedur Penelitian 3. 3. 1. Persiapan Batang Bawah dan Batang Atas Dilaksanakan sesuai dengan metode sambung pucuk terung belanda dengan rimbang oleh Tarigan dan Pintubatu (2006). a. Persiapan Batang Bawah 1) Tiga buah rimbang kering diambil bijinya dan disemaikan pada media persemaian yang mengandung tanah humus. 2) Setelah berumur + 2 bulan bibit dipindahkan ke polybag. (12 bibit yang akan disambung dan 4 cadangan). 3) Setelah bibit mempunyai diameter batang + 0,5 cm bibit disambung dengan pucuk/tunas terung belanda (R1, R2, R3, R4, R5, R6, R7, R8, R9, R10 R11, R12). b. Persiapan Batang Atas.

1) Dipersiapkan 3 tanaman terung belanda diatas 1 tahun yang bertunas banyak sebagai pohon induk untuk disambung dan untuk blanko. 2) Setiap pohon (pohon 1,2,3) dipotong tunasnya sebanyak 4 tunas setiap pohon (T1.1, T1.2, T1.3, T1.4, T2.1, T2.2, T2.3, T2.4, T3.1, T3.2, T3.3, T3.4). 3) Sisa tunas pada pohon induk dijadikan sumber buah untuk blanko yang tidak disambung (Pohon blanko/ TB1,TB2,TB3). 3. 3. 2. Penyambungan Batang Bawah Dengan Batang Atas. a) Pertumbuhan batang bawah ditunggu sampai diameter batang berukuran + 0,5 cm. b) Dipotong + 15 cm diatas pangkal batang bawah dan dibuat sayatan berbentuk huruf V dengan panjang + 1 1,5 cm (sebanyak 12 batang dan 4 cadangan). c) Dipilih calon batang atas yang panjangnya tidak melebihi 5 cm dan diameter tunas/pucuk yang sedikit lebih kecil dari batang bawah. d) Pangkal tunas / pucuk batang atas disayat mengikuti bentuk sayatan yang telah disediakan pada batang bawah (12 batang) e) Batang atas diselipkan kebatang bawah, dan diikat rapat dengan tali rafia. (S1R1T1.1, S2R2T1.2, S3R3T1.3, S4R4T1.4, S5R5T2.1, S6R6T2.2, S7R7T2.3, S8R8T2.4, S9R9T3.1, S10R10T3.2, S11R11T3.3, S12R12T3.4).

f) Jumlah daun dikurangi separuh dari jumlah daun yang ada, disisakan daun yang terdekat dengan ujung pucuk, disungkup dengan botol plastik untuk mengurangi penguapan yang berlebihan. 3. 3. 3. Pemelihraan Tanaman Baru Terung Belanda. a) Tanaman yang baru disambung ditempatkan pada Green House b) Dilakukan penyiraman dengan air jika kering dan tidak sampai membasahi bekas sambungan. c) Setelah sambungan berhasil, tanaman disemprot dengan atonik dosis 1 2 cc / liter air. d) Memangkas tunas tunas yang muncul pada batang bawah serta melakukan pemupukan setelah penyambungan dan setelah terbentuk bakal buah yang pertama. e) Setelah pertumbuhan sambungan normal, tali pengikat dan plastik di lepaskan agar perkembangan dan pertumbuhan batang tidak terganggu. f) Persentase keberhasilan penyambungan sudah dapat dihitung dengan membandingkan jumlah tanaman terung belanda yang berhasil disambung, dan tumbuh dengan jumlah keseluruhan tanaman yang disambung dikalikan 100 %.

3. 3. 4. Panen Buah Tanaman Baru Terung Belanda dan Buah Terung Belanda Blanko. Pada saat tanaman terung belanda sudah berbuah (sekitar 2 bulan setelah penyambungan ) maka panen dilakukan dari tanaman baru hasil sambung pucuk dan tanaman blanko yang sudah matang dalam jangka waktu yang bersamaan terhitung semenjak terbentuknya bakal buah. Panen dilakukan dengan mengambil satu buah terung belanda dari setiap pohon hasil penyambungan S1R1T1.1, S2R2T1.2, S3R3T1.3, S4R4T1.4, S5R5T2.1, S6R6T2.2, S7R7T2.3, S8R8T2.4, S9R9T3.1, S10R10T3.2, S11R11T3.3, S12R12T3.4) dan satu buah dari setiap pohon tanpa penyambungan (TB1,TB2,TB3) kemudian dikelompokan menurut asal pohon induk (TS1, TS2, TS3) dan blanko (TB1,TB2,TB3). 3. 3. 5. Persiapan Analisis Karbohidrat Analisis karbohidrat pada buah dari tanaman baru terung belanda dan buah terung belanda blanko dilaksanakan dengan mengacu pada analisis bahan makanan menurut Sudarmadji (1984). a. Pembuatan Pereaksi Nelson Somogyi. - Larutan Nelson A Dilarutkan 12,5 g natrium karbonat anhidrat 12,5 kalium natrium tatrat, 10 g natrium bikarbonat, dan 100 g natrium sulfat anhidrat dalam 350 ml akuadest. Kemudian diencerkan sampai 500 ml

- Larutan Nelson B Dilarutkan 7,5 g CuSO 4 5 H 2 O dalam 50 ml akuades dan ditambahkan 1 tetes H 2 SO 4 (pekat). Pereaksi Nelson dibuat dengan cara mencampurkan 25 ml bagian larutan Nelson A dan 1 ml bagian larutan Nelson B. Pencampuran dilakukan pada setiap hari akan digunakan. b. Pembuatan Larutan Arsenomolybdat. 1) Dilarutkan 25 g Ammonium molybdat dalam 450 ml akuadest dan ditambahkan 25 ml asam sulfat pekat. 2) Dilarutkan pada tempat yang lain 3 g Na 2 HASO 4 7 H 2 O dalam 25 ml akuades. 3) Larutan kedua dituangkan kedalam larutan yang pertama, dan disimpan dalam botol berwarna cokelat. 4) Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 24 jam (hingga larutan berwarna kuning). c. Pembuatan Pereaksi Benedict. 1). Dicampurkan 17,3 g natrium sitrat dengan 10 g natrium karbonat anhidrat ke dlm 80 ml air, diaduk, dan disaring. 2). Ditambahkan 1,73 g tembaga sulfat yg telah dilarutkan dlm 10 ml air. 3). Volume total dibuat menjadi 100 ml dengan penambahan air. d. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (650 850 nm) Larutan Standar. 1) Ditimbang 40 mg Glukosa anhidrat dan dilarutkan dengan akuades sampai volume 200 ml (larutkan glukosa 0,2 mg/ml).

2) Dipipet 25 ml larutan diatas dan diencerkan dengan akuades sampai 100 ml (larutan glukosa 0,05 mg / ml). 3) Dipipet 1 ml larutan glukosa 0,05 mg / ml ke dalam tabung reaksi, ditambahkam 1 ml pereaksi nelson dan ditutup tabung reaksi dengan kapas, segera dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 30 menit. 4) Diangkat dan didinginkan sampai suhunya mencapai 25 o 5) Setelah dingin ditambahkan 1 ml larutan arsenomolybdat, dikocok sampai semua endapan Cu 2 O larut sempurna, dan ditambahkan 7 ml akuadest, kemudian dikocok sampai homogen. 6) Diukur serapan panjang gelombang pada 650 850 nm dengan menggunakan blanko akuades. e. Persiapan Kurva Kalibrasi Larutan Glukosa Standar. 1) Dibuat larutan glukosa standar 0,02 ; 0,04 ; 0,06 ; 0,08 ; 0,10 ; 0,12 ; 0,14 ; 0,16 ; 0,18 dan 0,2 mg/ml dengan mengencerkan larutan glukosa 0,2 mg/ml sebanyak 2,5 ; 5 ; 7,5 ; 10 ; 12,5 ; 15 ; 17,5 ; 20 ; 22,5 dan 25 ml kedalam labu takar 25 ml. 2) Masing masing larutan standar dipipet 1 ml dan dimasukan kedalam tabung reaksi. 3) Kedalam masing-masing tabung ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson somogyi dan ditutup dengan kapas, segera dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 30 menit. 4) Diangkat dan didinginkan sampai suhunya mencapai 25 o C.

5) Setelah dingin ditambahkan 1 ml larutan arsenomolybdat, dikocok sampai semua endapan larut sempurna, ditambahkan 7 ml akuadest, kemudian dikocok sampai homogen. 6) Diukur serapan panjang gelombang pada 750 nm dengan menggunakan blanko akuades. 7) Hasil pengukuran absorbansi dibuat dalam bentuk kurva kalibrasi. 3. 3. 6. Pembuatan Larutan Sampel Buah Tanaman Baru Terung Belanda dan Blanko Untuk Analisis Karbohidrat. a) Disediakan 1 buah terung belanda dari setiap pohon hasil penyambungan (S1R1T1.1, S2R2T1.2, S3R3T1.3, S4R4T1.4, S5R5T2.1, S6R6T2.2, S7R7T2.3, S8R8T2.4, S9R9T3.1, S10R10T3.2, S11R11T3.3, S12R12T3.4) dan masing masing 4 buah terung belanda blanko dari 3 pohon induk (TB1,TB2,TB3). b) Masing masing buah hasil sambung pucuk dikelompokan menurut asal pohon induk TS1 (S1R1T1.1, S2R2T1.2, S3R3T1.3, S4R4T1.4), TS2 (S5R5T2.1, S6R6T2.2, S7R7T2.3, S8R8T2.4), dan TS3 (S9R9T3.1, S10R10T3.2, S11R11T3.3, S12R12T3.4 ) serta buah terung belanda blanko TB1,TB2 dan TB3. c) Masing masing buah (TS1,TS2,TS3,TB1,TB2,TB3) dicuci bersih dan ditimbang untuk mengetahui berat sampel dalam 1 ml filtrat. d) Buah dipotong kecil, dihaluskan dan disaring dengan kain kasa sehingga diperoleh filtrat TS1, TS2, TS3, TB1,TB2 dan TB3.

e) Masing masing filtrat diukur volumenya, untuk mengetahui berat sampel dalam 1 ml filtrat. f) Masing masing filtrat diambil 1 ml dan diencerkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml sehingga diperoleh larutan sampel (1 ml filtrat / 100 ml larutan ). 3. 3. 7. Analisis Kualitatif Larutan Sampel Buah Tanaman Baru Terung Belanda dan Blanko. a) Dimasukan masing masing 5 ml larutan sampel (1 ml filtrat / 100 ml larutan ) dan 15 ml pereaksi Benedict ke dalam tabung reaksi, Dicampurkan sampai homogen. b) Dimasukkan ke dalam penangas air mendidih selama 5 menit. c) Didinginkan perlahan-lahan, diperhatikan warna dan endapan yang terbentuk. 3. 3. 8. Analisis kuantitatif Larutan Sampel Buah Tanaman Baru Terung Belanda dan Blanko. a) Masing masing dipipet 1 ml larutan sampel ( 1 ml filtrat / 100 ml larutan ) dan diencerkan dalam labu takar 25 ml sehingga diperoleh larutan sampel ( 1 ml filtrat / 2500 ml larutan ). b) Masing masing dipipet 1 ml larutan sampel ( 1 ml filtrat / 2500 ml larutan ). Diambil 1 ml larutan filtrat, kemudian ditambahkan 1 ml

pereaksi Nelson Somogyi. Segera dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 30 menit. c) Larutan didinginkan pada suhu 25 0 C dan ditambahkan 1 ml larutan arsenomolybdat, kemudian ditambahkan 7 ml akuades. d) Setelah itu diukur absorbansi larutan pada panjang gelombang 750 nm dengan menggunakan alat spektrofotometer uv vis. e) Dihitung kadar karbohidrat pada sampel sebagai kadar gula reduksi dengan mensubstitusikan absorbansi larutan sampel ke persamaan regresi linier dari kurva kalibrasi larutan glukosa standar dengan rumus sebagai berikut Y = a + bx KGR = X. Fp x 100% S Dimana : Y = nilai absorbansi larutan sampel. X = konsentrasi glukosa a b = slope = intersep KGR = Kadar Gula Reduksi Fp = Faktor pengenceran S = Berat sampel ( Darwin, 2007)

3.4.Bagan Penelitian. 3.4.1. Persiapan Batang Bawah (Rimbang) dan Batang Atas (Terung Belanda). 3 buah rimbang yang tua untuk persiapan batang bawah 3 pohon terung belanda yang subur diatas 1 tahun untuk persiapan batang atas bibit tanaman Disemai, ditunggu ± 2 bulan sampai diameter batan ± 0,5 cm Diambil 12 bibit untuk disambung dan 4 bibit untuk cadangan. dan dipindahkan ke polybag diambil 4 tunas yang muda dan sedikit berkayu setiap pohon (12 tunas untuk disam bung) dan sisanya untuk blanko Bibit rimbang untuk disambung R1 R5 R9 R2 R6 R10 R3 R7 R11 R4 R8 R12 Tunas terung belanda untuk disambung Pohon1 pohon2 pohon3 T1.1 T2.1 T3.1 T1.2 T2.2 T3.2 T1.3 T2.3 T3.3 T1.4 T2.4 T3.4 Tunas Terung belanda tidak disambung Pohon blanko1 pohon blanko 2 pohon blanko 3

3.4.2. Penyambungan Batang Bawah (Rimbang) dengan Batang Atas (Terung Belanda). bibibit it rimbang untuk untuk sambu disambung R1 R5 R10 R2 R6 R9 R2 R6 R9 R3 R7 R11 R4 R3 R8 R7 R12 R11 tunas terung belanda untuk disambung T1.1 T2.1 T3.1 T1.2 T2.2 T3.2 T1.3 T2.3 T3.3 T1.4 T2.4 T3.4 Terung belanda tidak disambung TB1 TB2 TB3 Batang berdiameter ± 0,5 cm Dipotong ± 15 cm dari pangkal bentuk V dengan panjang torehan ± 1-1,5 cm Batang berdiameter ± 0,5 cm Dipotong ± 5 cm dari ujung pucuk bentuk V terbalik dengan panjang torehan ± 1-1,5 cm Tanaman Baru Terung Belanda S1R1 T1.1 S5R5 T2.1 S9R9T3.1 S2R2 T1. 2 S6R6T2. 2 S10R10T3.2 S3R3 T1. 3 S7R7 T2.3 S11R11T3.3 S4R4 T1. 4 S8R8 T2.4 S12R12 T3.4 Tanaman Terung Belanda Blanko TB1 TB2 TB3

3.4.3. Pemeliharaan Tanaman Terung Belanda Sambung Rimbang Tanaman Baru Terung Belanda S1R1 T1.1 S5R5 T2.1 S9R9T3.1 S2R2 T1. 2 S6R6T2. 2 S10R10T3.2 S3R3 T1. 3 S7R7 T2.3 S11R11T3.3 S4R4 T1. 4 S8R8 T2.4 S12R12 T3.4 Tanaman Terung Belanda Blanko TB1 TB2 TB3 Disemprot dengan Zpt (Atonik dosis 1-2cc/liter air) Dipupuk dan dibuang tunas yang muncul pada batang bawah Setelah normal tali pengikat dan sungkup plastik dilepas Ditunggu berbuah ± 2 bulan Dihitung persentase keberhasilan sambungan. Buah Tanaman Baru Terung Belanda Untuk Dianalisis S1R1 T1.1 S5R5 T2.1 S9R9T3.1 S2R2 T1. 2 S6R6T2. 2 S10R10T3.2 S3R3 T1. 3 S7R7 T2.3 S11R11 T3.3 S4R4 T1. 4 S8R8 T2.4 S12R12 T3.4 Buah Terung Belanda Blanko Untuk Dianalisis TB1 TB2 TB3

3.4.4. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Glukosa Standar GLUKOSA ANHIDRAT Ditimbang 40 mg. Dilarutkan dengan akuadest sampai 200 ml Larutan Glukosa 0,2 mg/ml Dipipet 25 ml Diencerkan sampai 100 ml Larutan Glukosa 0,05 mg/ml Panjang Gelombang Maksimum Ditambah 1 ml pereaksi Nelson Ditutup dengan kapas Dipanaskan dalam penangas air mendidih 30 menit Diangkat dan didingikan sampai 25 0 C Ditambah larutan Arsenomolibdat dikocok sampai endapan larut Ditambah 7 ml akuades dikocok sampai homogen Diukur serapan panjang gelombang pada 650-850 nm Dilakukan hal yang sama untuk blanko akuades

3.4.5. Pengukuran Absorbansi Larutan Glukosa Standar LARUTAN GLUKOSA 0,2 mg/ml Diencerkan dengan memipet masing masing 2,5 ; 5 ; 7,5 ; 10 ; 12,5 ; 15 ; 17,5 ; 20 ; 22,5 dan 25 ml larutan kedalam labu takar 25 ml. Ditambahkan air sampai tanda batas. Larutan glukosa standar 0,02 ; 0,04 ; 0,06 ; 0,08 ; 0,10 ; 0,12 ; 0,14 ; 0,16 ; 0,18 dan 0,2 mg/ml Masing masing dipipet 1 ml ke dalam tabung reaksi. Ditambah 1 ml pereaksi Nelson, dan ditutup dengan kapas. Dipanaskan dalam penangas air mendidih 30 menit. Diangkat dan didinginkan pada suhu 25 0 C Ditambah 1 ml larutan Arseno molibdat, dikocok, ditambah 7 ml akuades dan diaduk sampai homogen Diukur serapan pada panjang gelombang 750 nm Data absorbansi dibuat dalam bentuk kurva Kurva kalibrasi larutan glukosa standar

3.4.6. Pembuatan Larutan Sampel Buah Tanaman Baru Terung Belanda dan Blanko Untuk Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Buah terung belanda hasil sambung pucuk untuk dianalisis S1R1 T1.1 S5R5 T2.1 S9R9T3.1 S2R2 T1. 2 S6R6T2. 2 S10R10T3.2 S3R3 T1. 3 S7R7 T2.3 S11R11 T3.3 S4R4 T1. 4 S8R8 T2.4 S12R12 T3.4 Buah terung belanda blanko untuk dianalisis TB1 TB2 TB3 Dikelompokan menurut asal pohon induk, dicuci, ditimbang, dipotong kecil, dihaluskan dan disaring dengan kain kasa Filtrat Filtrat Filtrat Filtrat Filtrat Filtrat TS1 TS2 TS3 TB1 TB2 TB3 Masing masing filtrat diukur volumenya dan diambil 1 ml fitrat untuk diencerkan dalam labu takar 100 ml LARUTAN SAMPEL TS1, TS2, TS3, TB1, TB2, TB3 1 ml filtrat / 100 ml larutan

3.4.7. Analisis Kualitatif Larutan Sampel Buah Tanaman Baru Terung Belanda Dan Blanko Dengan Metode Benedict LARUTAN SAMPEL TS1, TS2, TS3, TB1, TB2, TB3 1 ml filtrat / 100 ml larutan Masing masing dipipet 5 ml dan dimasukan kedalam tabung reaksi 5 ml larutan sampel Ditambah 15 ml pereaksi Benedict Dipanaskan selama 2 menit dalam penangas air mendidih. Didinginkan hingga 25 o C. Diperhatikan perubahan pada larutan. Hasil

3.4.8. Analisis Kuantitatif Larutan Sampel Buah Tanaman Baru Terung Belanda dan Blanko Dengan Metode Nelson Somogyi. LARUTAN SAMPEL TS1, TS2, TS3, TB1, TB2, TB3 (1 ml filtrat/100 ml larutan) Masing masing dipipet 1 ml dan diencerkan dalam labu takar 25 ml LARUTAN SAMPEL TS1, TS2, TS3, TB1, TB2, TB3 (1 ml filtrat / 2500 ml larutan) Masing masing dipipet 1 ml dan dimasukan kedalam tabung reaksi 1 ml larutan sample (1 ml filtrat / 2500 ml larutan) Ditambah 1 ml pereaksi Nelson Dipanaskan selama 30 menit diatas penagas air mendidih. Didinginkan hingga 25 0 C Ditambah 1 ml larutan Arsenomolybdat dan dikocok Ditambah 7 ml akuades Larutan Homogen Diukur absorbansi larutan pada panjang gelombang 750 nm Dilakukan perhitungan kadar gula reduksi Kadar Gula Reduksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian. 4.1.1. Hasil Analisis Karbohidrat Analisis karbohidrat pada buah dari tanaman baru terung belanda dan blanko dilaksanakan dengan memperoleh hasil sebagai berikut: a. Hasil penentuan berat sampel buah tanaman baru terung belanda dan blanko Tabel 4.1. Berat Sampel Buah Terung Belanda Untuk Analisis I, II, III Analisis ke/no Sampel Berat sample (gram) Volume filtrate (ml) Berat Sampel (mg/ml) I 1 2 3 4 5 6 II 1 2 3 4 5 6 III 1 2 3 4 5 6 TS1 135,2854 74 1828,181 TS2 170,7605 92 1856,092 TS3 128,7376 69 1865,762 TB1 145,8460 81 1800,568 TB2 132,2459 72 1836,749 TB3 151,7648 80 1897,060 TS1 128,5433 70 1836,333 TS2 135,7821 74 1834,893 TS3 134,8453 73 1847,196 TB1 131,4542 72 1825,753 TB2 142,3273 78 1824,709 TB3 133,4226 74 1803,008 TS1 55,5000 30 1850,000 TS2 174,4000 96 1816,667 TS3 109,2000 59 1850,847 TB1 91,9660 49 1876,857 TB2 78,5280 43 1826,233 TB3 81,3390 45 1807,533 46

b. Hasil analisis kualitatif larutan sampel dengan menggunakan pereaksi Benedict, menunjukan semua larutan sampel dari buah tanaman baru terung belanda dan buah terung belanda blanko (1 ml filtrat / 100 ml larutan) menghasilkan perubahan warna larutan dari biru ke hijau dan dari hijau ke hijau kekuningan serta terbentuk endapan merah bata. c. Hasil penentuan panjang gelombang maksimum larutan glukosa standar 0,05 mg/ml dengan menggunakan spektrofotometer uv-vis pada 650 nm 850 nm diperoleh pada 750 nm yang dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Glukosa Standar No Panjang gelombang (nm) Absorbansi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 650 0,415 660 0,441 670 0,477 680 0,515 690 0,553 700 0,584 710 0,621 720 0,652 730 0,677 740 0,692 750 0,696* 760 0,692 770 0,684 780 0,671 790 0,651 800 0,627 810 0,606 820 0,585 830 0,563 840 0,543 850 0,524

Dari table diatas diperoleh kurva panjang gelombang maksimum sebagai berikut: 0,7 0,6 Absorbansi 0,5 0,4 650 670 690 710 730 750 770 790 810 830 850 Panjang Gelombang (nm) Gambar 4.1. Kurva Panjang Gelombang Maksimum Larutan Glukosa Standar d) Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Glukosa Standar pada 750 nm menunjukan bahwa terjadi peningkatan absorbansi larutan glukosa sesuai dengan peningkatan konsentrasi larutan glukosa standar sehingga diperoleh persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi berikut :

Tabel 4.3. Absorbansi Larutan Glukosa Standar pada 750 nm No Konsentrasi larutan glukosa standar (mg/ml) Absorbansi larutan glukosa standar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,02 0,481 0,04 0,623 0,06 0,768 0,08 0,911 0,10 1,054 0,12 1,199 0,14 1,344 0,16 1,487 0,18 1,632 0,20 1,775 Dari tabel diperoleh persamaan regresi dan kurva kalibrasi dengan perhitungan nilai a (slope) dan b (intersep) serta nilai r (korelasi) absorbansi dengan konsentrasi larutan glukosa standar sebagai berikut: a = ( X ²) ( Y) - ( X ) ( XY) n ( X²) - ( X) ² 0,154 (11,274) - (1,1)(1,47762) = ccc 10 (0,154) - (1,1)² 1,736196-1,62538 = = 0,34 0,33

b n ( XY) - ( X ) ( Y) = n ( X²) - ( X) ² 10(1,47762) - (1,1)(11,274) = 10 (0,154) - (1,1)² 14,7762-12,401 = = 7,19 0,33 r = n XY - X. Y (n. X² - ( X) ² ) x ( n Y² - ( Y) ² ) r = 14,7762-12,4014 (1,54-1,21) x (144,1931-127,103 ). = 2,3748 0,33 x 17,08998 = 0,999998 Dengan nilai koefisien korelasi ( r ) sebesar 0,999998 menunjukan bahwa konsentrasi glukosa berkorelasi positif dengan absorbansi dan korelasinya erat ( r 2 = 0,999996 ) sehingga kurva mempunyai keakuratan dalam menentukan konsentrasi glukosa sebesar 99,99 %.

Absorbansi 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,02 0,06 0,1 0,14 0,18 Y = 0,34 + 7,19X r = 0,999998 KONSENTRASI GLUKOSA (mg/ml) Gambar 4.2. Kurva Kalibrasi Larutan Glukosa Standar Dari hubungan absorban terhadap konsentrasi larutan glukosa standar pada kurva diatas maka diperoleh persamaan garis regresi linier. Y = a + bx Y = 0,34 + 7,19X Dimana: Y = nilai absorban X = konsentrasi glukosa a b = slope = intersep

f) Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Sampel buah terung belanda yang disambung dan blanko pada analisis I, II, III dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.4. Absorbansi larutan sampel buah terung belanda Analisis Ke / no Sampel Absorbansi (y) I 1 2 3 4 5 6 II 1 2 3 4 5 6 III 1 2 3 4 5 6 TS1 1,093 TS2 1,169 TS3 1,089 TB1 0,848 TB2 0,927 TB3 0,838 TS1 1,054 TS2 1,164 TS3 0,985 TB1 0,898 TB2 0,938 TB3 0,854 TS1 1,089 TS2 1,172 TS3 1,063 TB1 0,875 TB2 0,912 TB3 0,811 Hasil pengukuran absorbansi larutan sampel digunakan untuk perhitungan kadar gula reduksi (KGR) sebagai berikut: Misalnya pada analisis I. absorbansi larutan sampel P1 = 1,093 maka ( Y ) = 1,093 Berat sampel dalam 1 ml filtrat (S) = 1828,181 mg Faktor pengenceran ( Fp) = 2500

1,093-0,34 X = 7,19 0,7572 = 7,19 = 0,105313 KGR = X. Fp x 100% S = 0,105313. 2500 x 100% 1828,18 26328,23 = 1828,181 = 14,40133 % = 14,40 % Dengan perhitungan yang sama kadar gula reduksi pada analisis 1,2 dan 3 secara keseluruhan untuk buah tanaman baru terung belanda dan blanko dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5. Kadar Gula Reduksi Buah Dari Tanaman Baru Terung Belanda dan Blanko No 1 2 3 Tanaman Baru Terung Belanda TS1 TS2 TS3 (%) (%) (%) 14,07736 15,92426 13,58247 13,51942 15,61448 12,14110 14,32145 15,52981 13,95843 TB1 (%) Tanaman Blanko TB2 (%) TB3 (%) 9,809917 11,11219 9,127659 10,62682 11,39511 9,912348 9,91137 10,89058 9,060365 Rata- Rata KGR 13,97274 15,68951 13,22733 10,11604 11,13263 9,366791 14,29653 (%) 10,20515 (%) Dari tabel dapat diketahui bahwa penyambungan tanaman terung belanda sebagai batang atas dengan tanaman rimbang sebagai batang bawah dapat meningkatkan kadar gula reduksi pada buah terung belanda hasil penyambungan yakni; 14,29653-10,20515 x 100 % = 40,09 % 10,20515

Sehingga dapat dibuat kurva peningkatan kadar gula reduksi sebagai berikut % KGR 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 TB1 TB2 TB3 TS1 TS2 TS3 ANALISIS 1 ANALISIS 2 ANALISIS 3 Gambar 4.3. Grafik peningkatan kadar gula reduksi pada buah terung belanda ( TB = buah blanko, TS = buah dari tanaman baru hasil sambung pucuk) 4.1.2. Pengamatan Terhadap Tanaman Baru Terung Belanda. Pengamatan selama 6 bulan terhadap tanaman baru terung belanda setelah penyambungan terung belanda dengan rimbang adalah sebagai berikut : a) Pada minggu ketiga setelah penyambungan terdapat 9 tanaman yang tumbuh subur dari 12 tanaman yang disambung pucuk. b) Pada minggu ke 8 setelah penyambungan terjadi pembengkakan pada bekas sambungan, pertumbuhan batang atas lebih cepat daripada batang bawah

sehingga batang atas lebih besar dari batang bawah, batang yang disambung lebih pendek dan cabang lebih banyak dibandingkan batang terung belanda blanko. c) Pada minggu ke 13 setelah penyambungan tanaman mulai berbunga dan membentuk bakal buah. d) Pada minggu ke 21, 23 dan 25 setelah penyambungan (setelah 6 bulan), buah terung belanda yang disambung dan blanko dipanen bersamaan. Tekstur buah terung belanda hasil penyambungan lebih keras dari pada blanko. Secara umum tidak terdapat perbedaan bentuk, ukuran dan warna pada daun ataupun buah antara tanaman yang disambung dengan tanaman blanko. Tanaman terung belanda yang disambung lebih banyak menghasilkan buah dari pada tanaman terung belanda blanko yang dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 4.6. Hasil Pengamatan Keberhasilan Sambung Pucuk Antara Terung Belanda Dengan Rimbang No / Tanaman Keadaan Tanaman Panen I panen II Produksi Buah panen III Rata-rata 1 S1R1T1.1 2 S2R2T1.2 3 S3R3T1.3 Subur 15 17 20 Tidak tumbuh setelah penyambungan (gagal) Tidak tumbuh setelah penyambungan (gagal) (TS1) 56 4 S4R4T1.4 5 S5R5T2.1 subur 22 22 16 subur 35 39 25 TS 70 6 S6R6T2.2 subur 27 23 28 (TS2) 7 S7R7T2.3 subur 23 35 24 86 8 S8R8T2.4 subur 25 28 32 9 S9R9T3.1 subur 18 25 20 (TS3) 10 S10R10T3.2 subur 18 19 27 67 11 S11R11T3.3 subur 25 23 16 12 S12R12T3.4 Tidak tumbuh setelah penyambungan (gagal) 13 TB1 Subur 13 18 10 (TB1) 41 TB 14 TB2 Subur 19 17 24 (TB2) 70 51 15 TB3 Subur 18 10 15 (TB3) 43 Jumlah 258 276 257 Rata-rata 22 23 21 66 buah / pohon / 15 hari

Dari tabel di atas dapat di tentukan persentase keberhasilan sambung pucuk antara terung belanda dengan rimbang, yaitu : Jumlah tanaman yang disambung % keberhasilan = x 100 % Jumlah tanaman yang tumbuh = 9 x 100 % 12 = 75 % Selanjutnya dari perbandingan rata rata produksi buah terung belanda blanko dengan produksi buah tanaman baru terung belanda yang diamati selama 3 kali panen atau 45 hari yaitu 51 : 70 menunjukan bahwa terjadi peningkatan produksi sebesar 70-51 x 100 % = 37,25 % 51 (BUAH ) 100 80 60 40 20 0 86 70 67 56 41 43 TB1 TB2 TB3 TS1 TS2 TS3 T. Blanko T. Sambung Gambar 4.4. Grafik Produksi Buah Tanaman Baru Terung Belanda Dan Blanko

4.2. Pembahasan 4.2.1. Pembahasan hasil analisis karbohidrat. Dari hasil analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap larutan sampel buah dari tanaman baru terung belanda dan blanko menunjukan bahwa : a. Dengan menggunakan pereaksi benedict yang menunjukan bahwa buah dari tanaman baru terung belanda hasil penyambungan dan buah terung belanda blanko positif mengandung karbohidrat monosakarida yakni glukosa sebagai gula reduksi. Hal ini di buktikan dengan terjadinya perubahan warna larutan dari biru ke hijau dan dari hijau ke hijau kekuningan dan terbentuknya endapan merah bata. Pada pereaksi benedict natrium sitrat dan natrium karbonat membentuk senyawa kompleks berwarna biru dengan tembaga sulfat. Selanjutnya gula mencegah terbentuknya endapan CuCO 3 dan mereduksi Cu 2+ yang terikat pada senyawa kompleks menjadi Cu + sehingga warna biru berubah menjadi hijau. Cu + diendapkan dengan memanaskan dalam penangas air mendidih, sehingga banyaknya endapan dapat menunjukan kadar gula yang dapat mereduksi. Berikut reaksi yang berlangsung: Na 3 C 6 H 5 O 7 2Na 2 SO 4 + + Na 2 CO 3 + 2CuSO 4 + 2NaOH CuCO 3 + Na 3 C 6 H 3 O 7 Cu + 2H 2 O Komplek berwarna biru mengandung Cu 2+ RCHO + 2Cu 2+ + 5OH - RCOO - + Cu 2 O + 3H 2 O Gula Pereduksi Endapan Merah Bata b). Selanjutnya dari tanaman baru terung belanda dan blanko serta analisis kuantitatif hingga diperoleh peningkatan kadar karbohidrat pada buah tanaman

baru terung belanda dapat dijelaskan dengan pendekatan fotosintesis atau biosintesis karbohidrat. Dengan keberhasilan penyambungan berarti proses fotosintesis tetap berlangsung setelah penyambungan dengan reaksi : cahaya/ khlorofil 6H 2 O + 6CO 2 C 6 H 12 O 6 + 6O 2 Pada dasarnya terjadi pada dua reaksi, yaitu reaksi terang dan reaksi gelap, yang dipengaruhi oleh intensitas cahaya, konsentrasi karbondioksida, suhu, kadar air, kadar fotosintat (hasil fotosintesis) dan tahap pertumbuhan. Faktor intensitas cahaya, konsentrasi karbon dioksida dan suhu tidak terbatas dan tidak berbeda antara terung belanda yang disambung dengan blanko. Setelah penyambungan faktor yang berpengaruh adalah kadar air, kadar fotosintat dan tahap pertumbuhan. Ketiga faktor ini dapat mempengaruhi fungsi fisiologis dan morfologis tanaman. Dimana tanaman memberikan respon terhadap pengaruh yang diberikan. Bentuk dan kedalaman serta penyebaran akar (rimbang) mempengaruhi jumlah air yang dapat diserap oleh akar tanaman, akar yang kurus dan panjang (akar rimbang ) mempunyai luas permukaan yang lebih besar dari akar yang tebal dan pendek ( akar terung belanda) sehingga penyerapan air dapat ditingkatkan untuk melakukan reaksi fotosintesis. Pada tanaman yang tumbuh terjadi translokasi air melalui xylem dari sel ke sel atau dari organ ke organ untuk membentuk karbohidrat. Produk biosintesis yang berupa karbohidrat ini dialirkan melalui phloem untuk proses pembentukan senyawa kimia lainya didalam tanaman, dan sisanya disimpan di akar, batang dan buah. Penyambungan mengakibatkan gangguan secara sementara terhadap proses

translokasi ini sehingga terjadi pembengkakan pada bekas luka sambungan. Selanjutnya akar yang sudah kuat pada batang bawah sambungan untuk sementara tidak menerima produk biosintesis karena sudah melewati masa perkecambahan, sehingga produk biosintesis lebih besar digunakan untuk pembentukan cabang atau buah. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan pada jumlah produksi buah serta kadar gula reduksi pada buah. Meningkatnya kadar gula reduksi sebagai karbohidrat pada buah terung belanda yang disambung menyebabkan buah semakin padat atau semakin keras jika dibandingkan dengan buah terung belanda blanko. 4. 2. 2. Pembahasan Terhadap Tanaman Baru Terung Belanda. Dari hasil pengamatan selama 6 bulan setelah penyambungan antara terung belanda dan rimbang dengan tingkat keberhasilan 75 % dapat diketahui bahwa : a) Terjadi pertautan antara batang atas dengan batang bawah. Masing-masing sel parenkim batang atas dan batang bawah mengadakan kontak, saling menyatu dan membaur. Sel parenkim mengadakan diferensiasi membentuk kambium sebagai kelanjutan dari kambium batang atas dan batang bawah yang lama. Setelah dilakukan penyambungan sel-sel batang bawah dan sel-sel batang atas yang dilapisi oleh membran plasma yang terdiri dari senyawa fospat dan protein integral masing-masing tetap melakukan pembelahan sel dan saling berinteraksi dengan bantuan enzim difospatase. Setelah terjadi perpaduan pada akhirnya terbentuk jaringan/pembuluh dari kambium yang baru sehingga proses transportasi zat hara dan air serta produk biosintesis dalam tanaman kembali

berlangsung sebagaimana mestinya Proses pertautan terus berlanjut dimana sel atau jaringan meristem antara daerah potongan terjadi kontak dan saling menjalin secara sempurna. Semakin besar tanaman maka semakin tebal lapisan sel yang berinteraksi sehingga terjadi perpaduan yang kokoh antara batang atas dan batang bawah. b) Terjadinya pertautan antara batang bawah dan batang atas tersebut pada dasarnya adalah disebabkan oleh kedua tanaman yang disambung masih dalam satu famili, yaitu famili solanaceae. Irisan / sayatan waktu menyambung rata. Pengikatan sambungan tidak terlalu lemah dan tidak terlalu kuat, sehingga tidak terjadi kerusakan jaringan. c) Dari tanaman yang berhasil disambung (S1R1T1.1, S4R4T1.4, S5R5T2.1, S6R6 T2.2, S7R7T2.3, S8R8T2.4, S9R9T3.1, S10R10T3.2, S11R11T3.3 ), dapat diketahui bahwa tanaman dengan batang atas yang berasal dari pohon induk T1 hanya dua tanaman yang berhasil ( 50 % ), dari pohon induk T2 semua tanaman yang disambung berhasil ( 100 % ), dan dari pohon induk T3 ada tiga tanaman yang berhasil (75%). Hal ini menunjukan bahwa tanaman dengan batang atas dari pohon induk T2 lebih unggul dari T3 dan T1, dan T3 lebih unggul dari T1. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor batang atas yang dipotong kasar sehingga mengalami kerusakan Tidak bersih sehingga terkontaminasi oleh penyakit dan batang atas terkena tidak terkena sinar matahari penuh sehingga memungkinkan cabang tidak memiliki mata tunas yang tumbuh sehat dan subur. d) Terjadinya pembengkakan di bagian sambungan dan pertumbuhan batang terung belanda lebih cepat daripada batang rimbang sehingga batang atas sedikit lebih

besar dari batang bawah terjadi karena Inkompatibilitas (tidak cocok) antara batang atas dan batang bawah yang bersifat lokal, yaitu terjadi pada bagian yang disambung. Inkompatibilitas lain yaitu bersifat translokasi, yaitu dapat berupa ketidakmampuan zat-zat untuk melintasi bagian penyambungan atau adanya aliran zat yang bersifat toksin dari salah satu bagian tanaman terhadap bagian lainnya. sehingga dihasilkan tanaman baru dengan beberapa perubahan. e) Dari waktu pembungaan yang lebih cepat, cabang lebih banyak, dan batang yang lebih pendek pada tanaman hasil sambung dibandingkan blanko dengan pembungaan lebih lama, cabang lebih sedikit dan tumbuh makin tinggi menunjukan bahwa batang bawah lebih berperan dalam membentuk kalus. Batang bawah dapat mengontrol pertumbuhan dan bentuk tajuk batang atas sehingga batang atas memiliki bentuk batang dan tunas percabangan yang sama dengan batang bawah. Selanjutnya batang bawah (rimbang) juga dapat mengontrol waktu pembungaan terung belanda dimana dengan penyambungan tanaman dapat berbunga ± 6 bulan setelah penyemaian benih rimbang sedangkan perbanyakan dengan biji harus menunggu tanaman berbuah antara 1 sampai 2 tahun. f) Setelah diperhatikan banyaknya buah yang diproduksi pada panen pertama sampai ketiga (pada minggu ke 21, 23 dan 25 setelah penyambungan) ternyata produksi buah dari tanaman yang disambung lebih banyak dari pada blanko yakni 70 : 51. Dari tanaman yang disambung ternyata buah yang berasal dari pohon induk T2 lebih banyak dari T1 dan T3, dan T3 lebih banyak dari T1 dengan perbandingan produksi buah T1 : T2 : T3 yaitu 56 : 86 :67. Hal ini

menunjukan bahwa batang bawah ataupun batang atas berpengaruh terhadap produksi buah. Batang bawah menjadikan tanaman yang disambung bercabang banyak sehingga buah yang dihasilkan lebih banyak. Batang atas juga berpengaruh pada penyambungan dimana produksi buah lebih banyak pada tanaman yang berasal dari pohon induk T2, yang sebelumnya dari tingkat keberhasilan penyambungan juga lebih besar dari pada T1 dan T3. Jika dibandingkan rata- rata produksi buah antara panen I, II dan III yaitu 22 :23 : 21 dalam selisih waktu 15 hari, terjadi sedikit perbedaan, yang berkemungkinan besar disebabkan oleh faktor lingkungan dari tanaman seperti curah hujan yang mempengaruhi kadar air yang diserap oleh akar dalam proses pembentukan buah hanya dalam waktu 15 hari. g) Bentuk buah ataupun daun yang sama antara tanaman terung belanda yang disambung dengan tanaman terung belanda induk /blanko merupakan suatu kelebihan dari perbanyakan vegetatif buatan secara sambung pucuk atau grafting di bandingkan perbanyakan secara generatif. Selain faktor lingkungan, faktor genetik juga mempengaruhi pertumbuhan dari organ penyimpan produk biosintesis seperti buah, dimana organ tersebut mempunyai batasan genetik dalam hal ukuran maksimumnya walaupun ketersediaan air berlebihan dalam melakukan fotosintesis. h) Adanya perbedaan pada batang, cabang serta buah yang diproduksi pada setiap pohon dapat juga disebabkan oleh pemberian pupuk dan zat pengatur tumbuh yang tidak merata. Pupuk NPK yang diberikan terutama merupakan sumber pospat dalam pembentukan ATP pada reaksi terang fotosintesis, sehingga hal ini

berpengaruh terhadap karbohidrat yang disintesis pada daun yang selanjutnya tersimpan pada akar,batang dan buah. Sedangkan zat pengatur tumbuh yang mengandung auxin merangsang pertumbuhan dinding sel setiap jaringan tanaman sehingga mempengaruhi pembentukan akar, daun, batang dan buah.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan. 1) Kadar karbohidrat pada buah terung belanda dari tanaman baru hasil sambung pucuk dengan rimbang lebih tinggi dari pada blanko yaitu 14,29653 : 10,20515 dengan peningkatan kadar karbohidrat pada tanaman baru terung belanda 40,09 %. 2) Dengan tingkat keberhasilan 75 %, Sambung pucuk terung belanda dengan rimbang menghasilkan tanaman baru terung belanda yang berpengaruh terhadap perubahan sifat terung belanda yaitu: produksi buah meningkat 37,25 % Terjadi pembengkakan pada bekas luka sambungan Batang atas lebih besar dari batang bawah Cabang lebih banyak dari pada pohon blanko. Pohon lebih pendek dari pada pohon blanko Buah lebih keras dari pada buah blanko Tidak terdapat perubahan pada bentuk daun ataupun buah dibandingkan dengan blanko. Tidak terdapat perubahan pada warna daun ataupun buah dibandingkan dengan blanko.

5.2. Saran. Agar pembudidayaan tanaman terung belanda sesuai dengan harapan masyarakat maka setelah melihat hasil penelitian ini disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk: 1. Melakukan analisis karbohidrat atau kandungan senyawa lainnya dengan metode yang berbeda untuk memperoleh data lebih lengkap tentang buah terung belanda hasil penyambungan. 2. Melakukan penyambungan dengan metode yang berbeda untuk memaksimalkan produksi buah terung belanda. 3. Melakukan penelitian secara tuntas terhadap tanaman terung belanda sehingga diketahui keunggulan produksinya, baik dari segi kualitas ataupun kuantitas.