BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi yang diberikan perawat bertujuan memberi terapi maka

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seni dari penyembuhan (Anas, 2014). Maka di sini diartikan. penyembuhan/ pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

INOVASI KEPERAWATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KANKER DIRUANG SIRSAK RSUD CENGKARENG

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis, Komunikasi berasal dari kata kerja bahasa Latin, Communicare,

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Mata Kuliah Nursing Theorist

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengirim pesan kepada penerima. Komunikasi merupakan aspek. pencapaian kesembuhan pasien (Siti Fatmawati, 2009:1)

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peranan komunikasi menjadi lebih penting dalam pemberian asuhan

BAB II TINJAUAN TEORISTIS

1. Bab II Landasan Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Keterampilan Komunikasi

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mutu pelayanan kesehatan dalam memenuhi harapan harapan pasien yang

Interaksi yang dilakukan perawat menimbulkan dampak terapeutik yang memungkinkan klien untuk tumbuh dan berkembang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2017

BAB I PENDAHULUAN. Caring merupakan unsur sentral dalam keperawatan. Menurut Potter & Perry (2005),

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi terapeutik, seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK

KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI SARANA EFEKTIF BAGI TERLAKSANANYA TINDAKAN KEPERAWATAN YANG OPTIMAL. Aniharyati

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES DAN TEKNIK-TEKNIK KONSELING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB 2. Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti. kata communico yang artinya membagi (Nasir dkk., 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami komunikasi non verbal (Santrock, 2007 cit. Dalimunthe, 2008). interaksi (Eggen, 2004 cit. Dalimunthe, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. juga memasuki dunia pendidikan di negara-negara berkembang termasuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Bentuk komunikasi yang dilakukan oleh individu, khususnya profesi (konselor, guru, relawan, rohaniawan) dalam membantu & mendampingi klien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau perilaku kepada atau untuk individu atau kelompok melalui antisipasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon. Terdapat lima kompenen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

NURSE-CLIENT RELATIONSHIP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

KOMUNIKASI DAN WAWANCARA KLINIS

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak setiap orang merupakan salah satu slogan yang

TUJUAN WAWANCARA MEDIS

BAB I PENDAHULUAN. karena sehat sangatlah mahal. Orang yang mengalami sakit akan merasa

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

INTERPERSONAL COMMUNICATION SKILL. Presented by : Dr. Mohammad Yamien,M.Si

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANXIETAS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah (RSUD Kardinah) adalah istri Bupati Tegal pada masa itu, merupakan sosok yang

BAB II TINJAUAN TEORITIS

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

METODE BIMBINGAN KLINIK

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses

TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era global berdampak pada tingginya kompetisi dalam sektor kesehatan,

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA ANALISA PROSES INTERAKSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Komunikasi Terapeutik 1.1. Defenisi Komunikasi Terapeutik Komunikasi dalam keperawatan merupakan alat mengimplementasikan proses keperawatan. Komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku klien dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Stuart dalam Suryani, 2006). Komunikasi yang diberikan perawat bertujuan memberi terapi maka komunikasi keperawatan disebut komunikasi terapeutik. Seorang perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi. Perawat menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien dan dipimpin oleh seorang profesional (Keltner Schwecke dan Bostrom, 1991). Komunikasi terapeutik mengembangkan hubungan interpersonal antara klien dan perawat. Proses ini meliputi kemampuan khusus, karena perawat harus memperhatikan pada berbagai interaksi dan tingkah laku non verbal. Perawat dengan sengaja memberi informasi untuk kepentingan pasien dan memaksimalkan rencana perawatan. 1.2.Tujuan Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik sengaja dirancang agar hubungan perawat dan klien menjadi efektif dalam rangka mencapai kesembuhan. a. Kesadaran diri, penerimaan diri, dan meningkatkan kehormatan diri Perawat dan klien akan terlibat dalam hubungan yang intensif untuk mencapai tujuan akhir dari proses pelayanan kesehatan. Perawat harus

mengeksplorasi kemampuan komunikasinya dengan memiliki pengetahuan yang cukup, keterampilan yang memadai serta teknik dan etika komunikasi yang baik. Perawat akan memberikan memberi kesan bermakna dan membawa dampak positif bagi klien. Integritas yang tinggi dari perawat akan mampu meyakinkan klien akan kemampuan perawat. Klien akan percaya apa yang dilakukan perawat merupakan tindakan yang akan membantu proses penyembuhan penyakit sehingga kooperatif dalam berkomunikasi, apa yang diinginkan untuk terbebas dari keluhan yang dihadapi akan tercapai. Hal itu akan meningkatkan citra diri yang optimal dengan tetap menjaga kehormatan dirinya. b. Identitas pribadi yang jelas dan meningkatkan integritas pribadi Komunikasi terapeutik antara perawat dan klien mendorong keduanya saling mamahami, menghargai dan mengetahui keperluan masing-masing. Perawat berusaha membantu meningkatkan harga diri dan martabat klien, sebaliknya klien mengakui dan menghargai perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan tanpa memandang sebelah mata atau meremehkan kemampuannya. c. Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan, hubungan interpersonal dengan kapasitas memberi dan menerima. Hubungan perawat dan klien merupakan hubungan yang saling menguntungkan. Perawat dengan ikhlas memberikan pelayanan keperawatan kepada klien dan klien dengan bebas mengutarakan

keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan tanpa ada sesuatu yang mengganjal. Perawat dan klien tidak membawa ego masing-masing dan mengenyampingkan adanya perbedaan sehingga terbentuk hubungan saling percaya. Memberikan pelayanan kepada pasien merupakan upaya mengaplikasikan ilmunya sehingga menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi sarana untuk mengembangkan ilmu keperawatan. Untuk mendapatkan pelayanan yang memuaskan dalam menyelesaikan masalahnya, klien seharusnya mengutarakan keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan sehingga dapat dipakai sebagai acuan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan. Konsep Carl Roger yang dikembangkan Mundakir (2006) mengidentifikasi tiga faktor dasar dalam mengembangkan hubungan yang saling membantu (helping relationship), yaitu keikhlasan (genuineness), empati (empathy) dan kehangatan (warmth). d. Mendorong fungsi dan meningkatkan kemampuan terhadap kebutuhan yang memuaskan dan mencapai tujuan yang realistis. Prinsip dalam pelayanan keperawatan dengan memperhatikan segala aspek yang dimiliki mempunyai sifat pelayanan yang cepat, tepat, tegas, serta dengan suasana tenang dan humanistik. Harapan yang diinginkan seharusnya disesuaikan dengan kondisi sakitnya sehingga memerlukan penerimaan yang tinggi dan komitmen yang tinggi untuk mau bekerja sama dalam melaksanakan tindakan. Harapan yang tidak realistis menyebabkan

menurunnya harga diri dan menjadikan hubungan menjadi sangat renggang sehingga timbul isolasi sosial: menarik diri. Individu akan merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal diri akan merasa rendah diri. Hal ini sangat menyulitkan dalam hubungan terapeutik (Suryani, 2006). 1.3. Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik Menurut Mundakir (2006) untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan bersifat terapeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip berikut: 1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut. 2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai. 3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien. 4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental. 5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. 6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.

7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistennya. 8. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati yang bukan tindakan terapeutik. 9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik. 10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, sosial, spiritual dan gaya hidup. 11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap mengganggu. 12. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut. 13. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi. 14. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia. 15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap orang lain tentang apa yang dikomunikasikan. 1.4. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Perawat hadir secara utuh (fisik dan psikologis) pada waktu berkomunikasi dengan klien. Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik

komunikasi dan isi komunikasi tetapi yang sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi. 1. Kehadiran diri secara fisik Cara untuk menghadirkan diri secara fisik yaitu berhadapan, mempertahankan kontak mata, membungkuk ke arah klien, mempertahankan sikap terbuka dengan tidak melipat kaki atau tangan dan tetap releks. Sikap fisik dapat pula disebut sebagai perilaku non verbal yang perlu dipelajari pada setiap tindakan keperawatan. Beberapa perilaku non verbal yang dikemukakan Clum (1991 dalam Mundakir, 2006) yang perlu diketahui dalam merawat anak adalah: a. Gerakan mata Gerakan mata dapat dipakai untuk memberikan perhatian. Kontak mata dan ekspresi muka adalah alat pertama yang dipakai untuk pendidikan dan sosialisasi. anak sangat peka terhadap sikap perawat dalam memberikan pelayanannya, misalnya perawat melotot menunjukkan perawat tidak suka dengan perilaku pasien dan sikap ini menjadi ancaman bagi pasien. b. Ekspresi muka Ekspresi muka umumnya dipakai sebagai bahasa non verbal namun banyak dipengaruhi budaya. Orang yang tidak percaya pasti akan tampak dari ekspresi muka tanpa ia sadari. Perawat perlu menyadari dan menjaga tentang perubahan yang terjadi pada dirinya. Keberadaan

perawat adalah sebagai penolong bagi klien sehingga selalu dituntut berekspresi yang sejuk dan hangat kepada klien. c. Sentuhan Sentuhan merupakan cara interaksi yang mendasar. Konsep diri didasari oleh asuhan ibu yang memperlihatkan perasaan menerima dan mengakui. Ikatan kasih sayang dibentuk oleh pandangan, suara dan sentuhan yang menjadi elemen penting dalam pembentukan ego, perpisahan dan kemandirian. Sentuhan sangat penting bagi anak sebagai alat komunikasi dan memperlihatkan kehangatan, kasih sayang yang pada kemudian hari diharapkan mampu mengembangkan hal yang sama baginya. 2. Kehadiran Diri Secara Psikologis Kehadiran diri secara psikologis dapat dibagi menjadi dua dimensi yaitu dimensi respon dan dimensi tindakan. Dimensi respon merupakan sikap perawat secara psikologis dalam berkomunikasi dengan klien. Dimensi respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, empati dan konkrit. Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon. Tindakan yang dilaksanakan harus dalam konteks kehangatan dan pengertian. Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan, emotional chatarsis dan bermain peran (Stuart dan Sundeen dalam Mundakir, 2006).

1.5.Tahap Komunikasi Terapeutik Hubungan terapeutik perawat-klien sebagaimana disebutkan Potter dan Perry (2005) terdiri dari empat fase yang masing-masing fase memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda. Adapun fase-fase hubungan terapeutik tersebut terdiri dari: 1. Fase Pra-Interaksi Fase ini dimulai sebelum perawat bertemu dengan klien untuk pertama kalinya dan merupakan fase dimana perawat merencanakan pendekatan terhadap klien. Pada fase ini perawat dapat melihat kembali catatan medik klien, mengantisipasi masalah kesehatan yang mungkin timbul pada interaksi pertama, mempersiapkan lingkungan yang nyaman dan merencanakan waktu yang cukup untuk interaksi. Pada fase ini juga perlu mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan yang ada di dalam dirinya serta menganalisis kekuatan dan keterbatasan yang dimiliki sebelum melakukan interaksi dengan klien. Perawat yang berhasil melalui fase ini dengan baik akan menampilkan sikap yang lebih percaya diri dan lebih siap menghadapi segala macam kemungkinan. 2. Fase Orientasi atau Perkenalan Fase ini dimulai saat pertama kali perawat bertemu dengan klien dan saling mengenal satu sama lainnya. Perawat perlu menampilkan sikap yang hangat, empati, menerima dan bersikap penuh perhatian terhadap klien. Hubungan pada fase ini masih bersifat superfisial, tidak pasti dan masih tentatif. Klien biasanya akan menguji kemampuan dan komitmen perawat dalam memberikan asuhan sesuai dengan harapan yang dimilkinya.

3. Fase Kerja Fase kerja merupakan dimana perawat dan klien bekerja sama untuk memecahkan suatu masalah dan mencapai tujuan bersama. Perawat perlu memotivasi klien untuk berekspresi, mengeksplorasi dan menetapkan tujuan yang hendak dicapai. Pada fase ini perawat dapat menunjukkan sikap caring dengan memberikan informasi yang dibutuhkan klien, melakukan tindakan yang sesuai dan menggunakan teknik komunikasi terapeutik. Perawat juga dapat membantu klien dalam menggali pikiran dan perasaannya, mengeksplorasi stressor, mendorong perkembangan kesadaran diri klien, mendukung pemakaian mekanisme koping yang adaptif dan merencanakan program selanjutnya yang sesuai dengan kemampuan klien. Perawat juga perlu mengatasi penolakan klien terhadap perilaku adaptif yang hendak diajarkan oleh perawat dengan teknik dan pendekatan yang sesuai. 4. Fase Terminasi Fase terminasi merupakan fase untuk mengakhiri hubungan. Perawat bersama klien dapat saling mengeksplorasi perasaan yang muncul akibat dari perpisahan yang akan dijalani. Pada fase ini baik perawat maupun klien dapat merasakan perasaan puas, senang, marah, sedih, jengkel dan perasaan lainnya yang mungkin menimbulkan ketidaknyamanan. Perawat perlu menghadirkan reaalitas perpisahan kepada klien dan melakukan evaluasi dari pencapaian tujuan setelah interaksi dilakukan. Pada fase ini perawat juga perlu menetapkan rencana tindak lanjut yang perlu dilakukan klien terkait intervensi yang baru saja dilakukan pada fase kerja dan menetapkan kontrak untuk interaksi yang berikutnya.

Tabel 2.1. Tahap komunikasi terapeutik (Intan dalam Damaiyanti, 2008) 1 Tahap prainteraksi Mengumpulkan data tentang klien. Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri. Membuat rencana pertemuan dengan klien (kegiatan, waktu, tempat). 2 Tahap orientasi Memberikan salam dan tersenyum pada klien. Melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif). Memperkenalkan nama perawat. Menanyakan nama panggilan kesukaan klien. Menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien. Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan. Menjelaskan tujuan. Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melalukan kegiatan Menjelaskan kerahasiaan. 3 Tahap kerja Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya. Menanyakan keluhan utama/keluhan yang mungkin berkaitan dengan kelancaran pelaksanaan kegiatan. Memulai kegiatan dengan cara yang baik. Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana. 4 Tahap terminasi Menyimpulkan hasil kegiatan : evaluasi proses dan hasil. Memberikan reinforcement positif. Merencanakan tindak lanjut dengan klien. Melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya (waktu, tempat, topik). Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik. Dimensi respon/perilaku non verbal minimal yang perlu ditunjukkan Berhadapan Mempertahankan kontak mata. Tersenyum pada saat yang tepat Membungkuk ke arah klien pada saat yang diperlukan. Mempertahankan sikap terbuka(tidak bersedekap, memasukkan tangan ke kantung atau melipat kaki) 1.6.Teknik Komunikasi Terapeutik Menurut Natsir (2011) teknik-teknik komunikasi dengan cara: 1. Mendengarkan dengan Penuh Perhatian Kesan pertama ketika perawat mau mendengarkan keluhan klien dengan seksama adalah perawat akan memperhatikan klien. Keluhan yang disampaikan menjadi lebih lengkap dan lebih terperinci, serta sistematis

sehingga memudahkan perawat mengelompokkan data sebagai sarana untuk menentukan diagnosis keperawatan. Klien yang didengarkan dalam pembicaraan merasa sangat dihargai apabila perawat mengaggap apa yang dikatakan oleh klien merupakan hal yang sangat penting. Bahasa nonverbal melalui kontak mata, menganggukkan kepala, senyum saat yang tepat membantu untuk mencapai maksimal dalam proses mendengarkan. 2. Menunjukkan penerimaan Perilaku yang ditampilkan oleh klien dan keluhan yang disampaikan merupakan masukan yang berharga bagi perawat, walaupun kadang apa yang diucapkan tidak sesuai dengan penyakit yang diderita atau tanda dan gejala masalah yang dihadapi klien. Perawat tidak perlu melakukan penolakan maupun keraguan terhadap apa yang disampaikan klien yang membuat klien tidak bebas mengutarakan perasaannya. Unsur yang harus dihindari adalah mengubah pikiran klien. Sebaiknya tidak ada unsur menilai, berdebat dan mengkritik. Perawat sebaiknya mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan, memberikan umpan balik verbal yang menampilkan pengertian, menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju begitu juga dengan kata-kata yang yang menimbulkan keraguan atau ketidakpercayaan. 3. Menanyakan Pertanyaan yang Berkaitan Pertanyaan terbuka Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai kondisi riil dengan menggali penyebab klien datang ke tempat pelayanan kesehatan.

Pertanyaan terbuka memberikan peluang maupun kesempatan klien untuk menyusun dan mengorganisir pikirannya dalam menggungkapkan keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan. Kesan yang didapatkan adalah tidak menginterogasi atau menyelidiki sehingga data yang diperoleh dapat dipakai menjadi acuan dasar untuk melaksanakan asuhan keperawatan. Hindari pertanyaan yang diawali dengan kata tanya kenapa atau mengapa. Jika dilihat lebih dalam pertanyaan itu adalah pertanyaan memvonis yang bisa menambah kecemasan klien. 4. Mengulang Ucapan Klien dengan Menggunakan Kata-kata Sendiri Stuart dan Sundeen (1995) mendefinisikan pengulangan adalah pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien. Pengulangan pikiran utama yang dimaksud bisa dimaknai sebagai pengulangan apa yang diucapkan dan pengulangan apa yang dimaksud. Tujuannya adalah memberikan penguatan dan memperjelas pada pokok bahasan atau isi pesan yang telah disampaikan oleh klien sebagai umpan balik. Perawat harus mengklarifikasi, validasi ataupun pengulangan kata yang disampaikan sesuai dengan maksud dan tujuan. 5. Klarifikasi Klarifikasi adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya. Klarifikasi dapat diartikan sebagai upaya untuk mendapatkan persamaan persepsi antara klien dan perawat tentang perasaan yang dihadapi dalam rangka memperjelas masalah untuk memfokuskan perhatian.

6. Memfokuskan Tujuannya untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Hal yang penting adalah konsisten dan berkesinambungan serta tidak menyimpang dari topik pembicaraan guna mencapai keseriusan dan pemaknaan yang kuat. 7. Menyampaikan Hasil Observasi Perawat harus memberikan umpan balik kepada klien untuk menyatakan pemahamannya. Tindakan ini dianjurkan apabila terdapat konflik antara verbal dan nonverbal klien, serta saat tingkah laku verbal dan nonverbal nyata dan tidak biasa ada pada klien. Penyampaian hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan. 8. Menawarkan Informasi Tindakan ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap keadaannya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi klien. Klien akan lebih percaya kepada perawat yang menguasai ilmu pengetahuan yang memadai tentang masalah yang dihadapi klien. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberi nasihat kepada klien ketika memberi informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan. 9. Diam Tujuan tindakan yang dilakukan perawat untuk menunggu respon klien mengungkapkan perasaannya. Ini merupakan teknik komunikasi yang

memberikan kesempatan pada klien untuk mengorganisir dan menyusun pikiran atau ide sebelum diungkapkan kepada perawat. Penggunaan metode diam memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu. 10. Meringkas Meringkas berarti mengidentifikasi poin-poin penting selama diskusi ataupun pembicaraan yang telah dilakukan sehingga terdapat kesatuan ide. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan. 11. Memberikan Penguatan Tindakan ini berupa pemberian penghargaan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi kepada klien untuk berbuat yang lebih baik lagi. Penghargaan dalam pelayanan keperawatan juga dapat berupa memberi salam sambil menyebut namanya. Hal ini menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi pada diri klien, menghargai klien sebagai manusia yang utuh sebagai individu merupakan bentuk dari pemberian penguatan positif yang mampu menggugah semangat klien. 12. Menawarkan Diri Klien yang belum siap berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Menawarkan diri merupakan kegiatan untuk memberikan respon agar seseorang menyadari perilakunya yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.

13. Memberi Kesempatan kepada Klien untuk Memulai Pembicaraan Berikan kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam dalam memilih topik pembicaraan. Perawat bisa memberi stimulasi untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan. 14. Menganjurkan untuk Meneruskan Pembicaraan Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menafsirkan daripada mengarahkan diskusi. 15. Menempatkan Kejadian secara Teratur akan Menolong Perawat dan Klien untuk Melihatnya dalam Suatu Perspektif Tindakan ini membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Perawat akan dapat menetukan pola kesukaran interpersonal dan memberi data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya. 16. Menganjurkan Klien untuk Menguraikan Persepsinya. Perawat harus melihat segala sesuatunya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Perawat harus waspada akan gejala kecemasan ketika klien menceritakan pengalamannya. 17. Refleksi Teknik refleksi digunakan untuk mengembalikan ide, perasaan, dan pertanyaan kepada klien. Hal yang dilakukan perawat bukan untuk menilai pikiran dan perasaan klien, akan tetapi perawat mengembalikan lagi pikiran dan perasaan

yang merupakan bagian dari dirinya sendiri sehingga klien mencoba untuk menilai lagi pikiran dan perasaan yang telah ada sebagai upaya untuk mengevaluasi dan menimbang-nimbang keputusan yang akan diambil. 1.7. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik Dalam melakukan sebuah komunikasi salah satunya komunikasi terapeutik dipengaruhi beberapa hal antara lain : a. Persepsi Persepsi akan sangat mempengaruhi jalannya komunikasi karena proses komunikasi harus ada persepsi dan pengertian yang sama tentang pesaan yang disampaikan dan diterima oleh kedua pihak. b. Nilai Perawat perlu memegang nilai-nilai professional dalam berkomunikasi, perawat tidak harus marah-marah ketika ada klien yang tidak kooperatif terhadap rencana tindakan yang dilakukan, namun harus menggali semangat klien untuk harus cepat sembuh melalui pendekatan nilai yag dianut klien. c. Emosi Seorang perawat harus menghadirkan perasaannya untuk menolong pasien dengan cara merasakan apa yang dirasakan kliennya. Perawat harus bisa membedakan suasana emosi personal dengan suasana emosi profesional. Komunikasi akan berjalan dengan lancar dan efektif apabila perawat dapat mengelola emosinya.

d. Pengetahuan Pengetahuan merupakan produk atau hasil dari perkembangan pendidikan. Perawat diharapkan dapat berkomunikasi dengan berbagai tingkat pengetahuan yang dimiliki klien. Dengan demikian perawat dituntut punya pengetahuan yang cukup tentang pertumbuhan dan perkembangan klien karena hal tersebut sangat terkait dengan pengetahuan yang dimiliki oleh klien. e. Peran dan Hubungan Kemajuan hubungan perawat-klien adalah bila hubungan tersebut saling menguntungkan dalam menjalin ide dan perasaannya. Komunikasi efektif bila partisipan (perawat-klien) mempunyai efek/ dampak positif dalam menjalin hubungan sesuai dengan perannya masing-masing. f. Kondisi Lingkungan Komunikasi berkaitan dengan lingkungan sosial tempat komunikasi berlangsung, dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial yang merupakan identitas sosial dari mereka yang terlibat dalam komunikasi antara lain: usia, jenis kelamin, etnik, status sosial, bahasa, peraturan sosial, peran sosial. 2. Anak Usia Sekolah Anak usia (6-12 thn) dalam memperoleh informasi anak usia sekolah lebih mampu memperhatikan detil-detil yang relevan dalam menyelesaikan tugas atau masalah. Perubahan ini menunjukkan munculnya kontrol kognitif atas perhatian sehingga anak bertindak dengan nalar atau lebih terkontrol.

Perubahan yang penting dalam perkembangan emosi pada masa ini yaitu adanya peningkatan kemampuan untuk memahami emosi kompleks, misalnya kebanggaan dan rasa malu (Kuebli, 1994). Emosi-emosi ini menjadi lebih terinternalisasi (Self-generated) dan terintegrasi dengan tanggung jawab personal. Anak usia sekolah mengalami peningkatan pemahaman sehingga terdapat lebih dari satu emosi dalam situasi tertentu. Terjadinya peningkatan kecenderungan untuk lebih mempertimbangkan kejadian-kejadian yang menyebabkan reaksi emosi tertentu. Dengan adanya peningkatan kemampuan guna dalam menekan atau menutupi reaksi emosional yang negatif. Anak usia sekolah menggunakan strategi personal untuk mengalihkan perasaan tertentu, seperti mengalihkan atensi atau pikiran ketika mengalami emosi tertentu (Santrock, 2007). 3. Tindakan Invasif Tindakan invasif adalah tindakan medis yang melibatkan tindakan memasukkan alat dan sifatnya merusak jaringan tubuh (Berman dkk, 2009). Tindakan dapat berupa pembedahan, penyuntikan, pemeriksaan dengan radioaktif, pemeriksaan dengan cairan kontras, memasukkan selang (NGT, kateter, infus) dan pengambilan cairan dan jaringan tubuh (Nadesul, 2006). Tindakan ini memerlukan pertimbangan emosi karena dapat menimbulkan gangguan sistem kerja tubuh seperti metabolisme, meningkatkan stimulasi kelenjar adrenal, denyut jantung dan kecemasan (Weinstein, 2001).

4. Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Sekolah yang Mendapatkan Tindakan Invasif Anak yang ditinggalkan di rumah sakit, merasa dirinya tidak aman, karena itu anak perlu dibantu mengatasi perasaan tersebut. Perawat harus membantu pasien anak mengatasi perasaan tidak aman dengan sedapat mungkin memperoleh kepercayaan pasien anak itu terlebih dahulu. Anak pada usia ini senang berbicara dan dapat diajak bicara untuk mengalihkan perhatian anak. Dalam hubungan perawat dan pasien anak perlu dijaga agar anak tidak terlalu bergantung dengan perawat tertentu, sehingga ia tidak mau dirawat oleh perawat lain. Anak usia sekolah memiliki perkembangan komunikasi dan pola pikir tentang pemahaman sebab-akibat. Anak mengandalkan pada apa yang mereka lihat tetapi lebih pada yang mereka ketahui bila dihadapkan pada masalah baru. Situasi hati dapat berubah dengan tiba-tiba. Anak usia sekolah memiliki sifat egois yang tinggi. Anak gampang frustasi untuk itu hindari kritikan (Allen, 2010). Anak memahami penjelasan sederhana dan mendemostrasikannya. Anak harus diizinkan utuk mengekspresikan rasa takut dan keheranannya (Potter&Perry, 2005). Perawatan rumah sakit dan tindakan invasif akan menimbulkan kecemasan pada anak dan mungkin sedikit takut menghadapi tindakan invasif tersebut. Perawat harus mengobservasi secara ketat untuk mengetahui apakah adanya gejala distres sebelum dilakukannya tindakan invasif. Perawat mengkaji tingkat kecemasan dengan mengkomunikasikan secara interpersonal guna memberi dukungan kepada anak. Anak usia sekolah berhenti mengkhayalkan ketakutan

secara perlahan dan menggantinya dengan takut bahaya badaniah. Perawat harus memberikan penjelasan prosedur tindakan dan dapat mendemonstrasikannya pada mainan anak. Anak usia sekolah mengendalikan rasa nyeri dengan cara mengajak perawat untuk berkomunikasi selama prosedur tindakan invasif dilakukan, ada yang ikut berpartisipasi dalam prosedur dan sebagian lagi memilih untuk tidak melihat apa yang sedang terjadi. Perawat dapat memberikan kesempatan kepada anak bertindak dalam hubungan interpersonal. Nada suara yang tenang, bersahabat dan yakin serta menggunakan bahasa sederhana dalam memberi penjelasan atau petunjuk prosedur. Perawat tidak boleh berbohong tentang prosedur yang menyakitkan karena dapat menimbulkan kemarahan pada anak. Perawat harus jujur kepada anak hal apa yang akan terjadi untuk mengurangi tingkat kecemasan (Potter&Perry, 2005). Tindakan invasif sifatnya menimbulkan nyeri dan terkadang menimbulkan bekas. Perawat harus mengingat konsep mengetahui ekspresi nyeri yang diharapkan atau bahkan diterima dan mendengrkan pengalaman anak. Kunci untuk berkomunikasi dengan pasien yang merasakan nyeri adalah penilaian dan intervensi cepat dan kemudian penilaian ulang yang seiring terhadap gejala dan pereda nyeri untuk menentukan keefektifan intervensi dan perubahan kondisinya. Bila perawat melakukan prosedur yang menyakitkan maka perawat bisa meminta bantuan kepada perawat lain untuk menenangkan atau menurunkan kecemasan anak (Sheldon, 2010)