BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB I PENDAHULUAN. dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. memenuhi tuntutan tersebut diperlukan adanya lembaga-lembaga yang

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya.

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Yang dimulai dari tahun 1998 karena pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KONSINYASI. dan perikatan itu merujuk pada dua hal yang berbeda, perikatan ialah suatu hal

TESIS. (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan)

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. A. Pengertian Perjanjian dan Unsur-Unsur Perjanjian

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016. KEKUATAN MENGIKAT STANDAR KONTRAK DITINJAU DARI HUKUM PERJANJIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Diovanny Wagey 2

PERBEDAAN ANTARA MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DENGAN KONTRAK NO MEMORANDUM OF UNDERSTANDING KONTRAK

BAB I PENDAHULUAN. cukup penting. Bank sebagai sarana dalam bertransaksi terutama transaksi yang

KEDUDUKAN NASABAH DALAM PERJANJIAN BAKU YANG DILAKUKAN OLEH BANK 1 Oleh: Pricylia A. Korah 2

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB III PENUTUP. perjanjian konsinyasi dalam penjualan anjing ras di Pet Gallery Sagan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Untuk mencapai. pembangunan, termasuk dibidang ekonomi dan keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 28 huruf H ayat (1)

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

MAKALAH KONTRAK. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Bisnis DosenPengampu :Andy Kridasusila, SE, MM.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN NOMINEE. Perjanjian sebagaimana didefinisikan oleh ketentuan pasal 1313

PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2

Azas Kebebasan Berkontrak & Perjanjian Baku

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT. D. Pengertian Perjanjian dan Asas-Asas Perjanjian

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bisnis tentunya didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak merupakan serangkaian kesepakatan yang dibuat oleh para pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali dipergunakan istilah perjanjian, meskipun hanya dibuat secara lisan saja tetapi dalam dunia usaha perjanjian adalah suatu hal yang sangat penting karena menyangkut bidang usaha yang digeluti. Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya satu orang atau lebih perjanjian. Kontrak sebagai salah satu bentuk perikatan adalah bersumber dari Dalam Kitab Hukum Perdata tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk kontrak. Namun dari telaahan berbagai ketentuan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kontrak lisan dan tertulis. 1 Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang merupakan pasal pertama dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdatatentang Perikatan, 1 Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia (Jakarta, Sinar Grafika, 2005) hal.19.

2 menyebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang. 2 Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini di pandang sebagai ketentuan yang mengatur tentang sumber hukum perikatan yaitu perjanjian dan undang-undang. Dengan pernyatan ini, pembuat undang-undang hendak menyatakan bahwa hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan dapat terjadi setiap saat, baik terjadi karena dikehendaki oleh pihak yang terikat dalam perikatan tersebut, maupun secara yang tidak dikehendaki oleh orang perorangan yang terikat (yang wajib berprestasi) tersebut. 3 Dikehendaki oleh pihak, menunjukkan bahwa antara pihak-pihak tersebut ada persetujuan-persetujuan atau kesepakatan-kesepakatan yang merupakan perjanjian, baik secara tertulis maupun secara lisan.perjanjian sedemikian menerbitkan suatu perikatan antara pihak yang membuatnya. Subekti mengatakan, bahwa suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak, lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis. 4 2 Lihat Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 3 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, PerikatanYang Lahir Dari Undang-Undang (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2003) hal.2 4 Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta, PT.Intermasa, 1985) hal.1.

3 Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, dalam kesempatan ini yang di maksud dengan kontrak sebagai salah satu bentuk perikatan, adalah yang bersumber dari perjanjian tertulis. Pada prinsipnya, sistim pengaturan hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu sistim tertutup (closed system) dan sistim terbuka (open system). Pengaturan hukum dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tentang perjanjian adalah menganut sistim terbuka (open system), yang mengandung arti bahwa para pihak yang membuat perjanjian memiliki kesempatan untuk menerapkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (khususnya mengenai perjanjian), atau menyimpangi ketentuan-ketentuan yang ada dalam Buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tersebut dengan cara membuat kesepakatan di antara pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian. Sistim terbuka dari hukum perjanjian disimpulkan dari ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya Salim H.S. menyebutkan, bahwa sistim terbuka hukum perjanjian mengandung arti bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang diatur dalam undang-undang. Dan selanjutnya menyebutkan, bahwa ketentuan Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :

4 1. Membuat atau tidak membuat perjanjian ; 2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun ; 3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya ; 4. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. 5 Titik Triwulan Tutik, menyebutkan open systemhukum perjanjian sebagai salah satu asas perjanjian, yang diartikan sebagai, setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja, walaupun belum atau tidak diatur dalam undang-undang. 6 Bernadette M.Waluyo, berpendapat bahwa sistim terbuka dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan bagi para pihak dalam mengatur sendiri isi perjanjian yang akan dibuatnya, sekaligus memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menciptakan variasi kontrak yang sesuai dengan kebutuhannya. 7 Sistim terbuka dari hukum perjanjian, dapat memberikan kesempatan yang cukup luas bagi para pihak untuk membuat perjanjian sesuai dengan kebutuhannya. Perkembangan ekonomi dan kemajuan teknologi informasi akan menuntut terciptanya variasi kontrak yang praktis dan mengikuti kemauan dari perkembangan ekonomi dan kemajuan teknologi informasi itu sendiri. 5 Salim H.S., op.cit. hal.7. 6 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia (Jakarta, Prestasi Pustaka, 2006) hal.251. 7 Ida Susanti dan Bayu Seto (ed), Aspek Hukum Dari Perdagangan Bebas, Menelaah Kesiapan Hukum Indonesia Dalam Melaksanakan Perdagangan Bebas (Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 2003) hal.56.

5 Karakter seperti ini masih sangat relevan, bahkan menjadi sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi perubahan dan perkembangan ekonomi serta kemajuan teknologi informasi, sehingga sistem ini masih dapat dipertahankan untuk pengembangan dan perubahan hukum perjanjian Indonesia di masa yang akan datang. 8 Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, merupakan salah satu wujud dari sistim terbuka dari hukum perjanjian. Pasal 1319 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata menyebutkan adanya dua kelompok perjanjian, yaitu perjanjian yang mempunyai suatu nama khusus dan perjanjian yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu. 9 Perjanjian yang mempunyai suatu nama khusus, disebut perjanjian bernama (benoemde atau nominaat contracten), sedangkan perjanjian yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, disebut perjanjian tak bernama (onbenoemde atau innominaat contracten). Nama tertentu dimaksud, adalah nama yang diberikan atau lebih disebut dengan tegas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam kehidupan praktek sehari-hari ada beberapa perjanjian yang mempunyai nama atau sebutan tertentu, tetapi tidak diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 8 Ibid., hal.57 9 Lihat Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

6 Perbedaan di antara perjanjian bernama dan perjanjian tak bernama bukan dimaksudkan untuk membedakan antara perjanjian-perjanjian yang timbul dalam praktek-praktek sehari-hari yang memakai / diberi nama tertentu dengan yang tidak. 10 Perjanjian bernama (contractnominaat), merupakan kontrak atau perjanjian yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, seperti jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perjanjian untung-untungan, dan lain-lain. Kontrak innominaat, tumbuh dan berkembang di dalam praktek kehidupan masyarakat dengan segala variasi dan dinamikanya.kontrak sedemikian tumbuh berkembang karena adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana terkandung dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kontrak-kontrak di luar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berkembang sebagai kontrak-kontrak baru, antara lain, kontrak konstruksi, kontrak karya, leasing, beli-sewa, franchise, production sharing, joint venture, dan lain-lain. 10 J.Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku 1 (Bandung, Citra Aditya Bakti. 1995), hal.149. J.Satrio, juga menguraikan bahwa perjanjian bernama adalah perjanjian-perjanjian yang dikenal dengan nama tertentu dan mempunyai pengaturannya secara khusus dalam undang-undang, sedangkan perjanjian tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang belum mendapat pengaturannya secara khusus dalam undang-undang.

7 Sebagaimana telah disebutkan di atas, kontrak yang dimaksud dalam tulisan ini adalah perjanjian dalam bentuk tertulis. Perjanjian dalam bentuk tertulis, dimungkinkan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan yang merupakan akta yang cukup dibuat dan ditandatangani oleh para pihak, dan akta autentik yang merupakan akta yang dibuat oleh/ atau di hadapan notaris. Untuk akta di bawah tangan, para pihak mengadakan persetujuanpersetujuan, di mana kemudian persetujuan-persetujuan tersebut dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.dalam akta autentik, persetujuan-persetujuan tersebut dimintakan kepada Notaris untuk dituangkan dalam suatu akta yang dibuat oleh Notaris yang merupakan akta pejabat. Dewasa ini telah berkembang suatu kontrak tertulis dalam bentuknya yang lain, yang dikenal dengan kontrak standard (standard contract), yang biasa juga disebut kontrak baku. Kontrak baku merupakan variasi lain dari perjanjian tertulis sebagai konsekwensi logis dari sistim terbuka ataupun asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian. Secara umum kontrak baku diartikan sebagai kontrak yang telah dibakukan oleh salah satu pihak, sementara pihak lainnya hanya tinggal menerima substansi kontrak tersebut dengan cara menandatangani kontrak. Kontrak baku tersebut telah dibuat oleh salah satu pihak dalam bentuk formulirformulir tertentu, bahkan sudah dalam keadaan tercetak (boilerplate). Klausulaklausula perjanjian sudah tercetak dalam formulir (kontrak baku), tanpa

8 dinegosiasikan dengan pihak lainnya. Pihak yang disodorkan kontrak baku tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk bernegosiasi dan berada pada posisi menerima begitu saja isi perjanjian. Pihak debitur hanya berada pada posisi, menutup atau tidak menutup kontrak. Kontrak baku dapat terjadi untuk semua jenis perjanjian, baik untuk kontrak-kontrak yang telah diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maupun kontrak-kontrak yang berkembang di luar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Tetapi karena kontrak baku merupakan variasi dari kontrak tertulis yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari, dimana kontrak yang telah dibakukan sedemikian tidak dikenal dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, maka kontrak baku termasuk sebagai perjanjian innominaat. 11 Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang termuat dalam Bab Kedua Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatanperikatan yang dilahirkan dari kontrak atau persetujuan, berbunyi: Semua persetujuan, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu 11 Lihat: Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUH Perdata (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2006), hal.1. Salim H.S., menyebutkan bahwa kontrak yang termasuk dalam kontrak innominaat adalah kontak surogasi, kontrak terapeutik, perjanjian kredit, standar kontrak, perjanjian kemitraan, perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara, kontrak pengadaan barang, dan lain-lain.

9 Ketentuan Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini dengan tegas menyebutkan bahwa kontrak innominaat tunduk pada ketentuan-ketentuan umum perikatan sebagaimana diatur dalam bab kesatu dan bab kedua Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan kata lain, kontrak baku sebagai kontrak innominaat, harus tunduk pada asas-asas dan prinsip-prinsip tentang hukum perikatan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sejalan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi informasi, kontrak baku semakin berkembang luas terutamadi kalangan bisnis. Transaksi-transaksi bisnis membutuhkan ketepatan dan kecepatan penutupan kontrak bisnis. Penggunaan formulir-formulir yang telah dipersiapkan (boilerplate) oleh pihak yang menawarkan dengan standard yang jelas dan praktis, akan sangat membantu dalam penutupan kontrak bisnis. Dengan penggunaan kontrak baku, maka pengusaha akan memperoleh efisiensi dalam pengeluaran biaya, tenaga dan waktu. Soedjono Dirdjosisworo, menggambarkan bahwa tanpa standard kontrak, tentu bisnis transnasional yang telah memanfaatkan sarana informasi dan komunikasi yang canggih akan mandeg, sama seperti hotel dan bank tanpa computer. 12 12 Soedjono Dirdjosisworo, Kontrak Bisnis (Menurut system Civil Law, Common Law, Dan Praktek Dagang Internasional) (Bandung, Mandar Maju, 2003),hal.1.

10 Secara kuantitatif, kontrak baku yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sangat banyak, baik yang dibuat oleh pemerintah, maupun yang tumbuh di kalangan bisnis. Yang dibuat oleh pemerintah misalnya Akta Jual Beli, sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 104/Dja/1977 tanggal 6 Agustus 1977. Yang tumbuh dan berkembang di kalangan bisnis, lebih banyak lagi. Hal ini karena masing-masing perusahaan atau lembaga, baik yang bergerak di bidang perbankan dan nonbank maupun usaha lainnya, selalu menyiapkan kontrak baku dalam pengelolaan usahanya. Kontrak baku di kalangan bisnis, di antaranya adalah persetujuan buka kredit, polis asuransi, dan lain-lain. Pada persetujuan buka kredit, debitur menyadari sepenuhnya telah mengikat perjanjian dengan Bank selaku kreditur. Debitur pada posisi kedudukan lemah, yang sangat membutuhkan uang, menerima begitu saja syarat-syarat perjanjian dalam persetujuan buka kredit dalam bentuk kontrak baku, tanpa kesempatan yang cukup menegosiasikan syarat-syarat perjanjian yang telah termuat dalam kontrak baku tersebut. Demikian juga halnya dalam polis asuransi. Perusahaan asuransi sebagai usaha jasa keuangan yang menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi, melakukan intervensi penawaran produk asuransinya kepada masyarakat melalui agen-agen asuransi yang bersangkutan.

11 Dalam prakteknya terutama dalam asuransi jiwa, anggota masyarakat sebagai calon tertanggung hanya diberi penjelasan secara umum oleh agen tentang produk asuransi yang ditawarkan dengan segala kebaikan, keunggulan dan keuntungan yang akan diperoleh apabila mengikuti produk asuransi yang ditawarkan. Apabila calon tertanggung tertarik, kemudian disodori formulir aplikasi (notifikasi) yang harus diisi, sekaligus menempatkan calon tertanggung sebagai pemohon penutupan asuransi.setelah mengajukan permohonan penutupan asuransi dengan mengisi formulir aplikasi yang disediakan pihak asuransi dan diikuti dengan pembayaran premi angsuran pertama, barulah perusahaan asuransi menerbitkan Polis Asuransi yang merupakan kontrak antar pihak tertanggung dengan pihak penanggung. Polis dimaksud adalah kontrak baku, yang dibuat secara sepihak oleh perusahaan asuransi. Pihak tertanggung sama sekali tidak memiliki akses apapun dalam pembuatan kontrak tersebut, dan hanya menerima apa adanya tanpa mempunyai kesempatan menegosiasikan isi dari polis tersebut sebagai kontrak yang bersifat mengikat bagi kedua belah pihak. Pada kedua kontrak baku diatas, debitur maupun tertanggung, menyadari sepenuhnya bahwa mereka telah mengikatkan diri dalam suatu perjanjian dengan pihak Bank maupun pihak perusahaan asuransi. Ada kalanya dalam suatu hubungan hukum, seseorang tidak menyadari telah mengikatkan diri dalam suatu kontrak baku. Ketika seseorang mengirimkan barang melalui perusahaan titipan kilat, membeli tiket pesawat udara atau menerima karcis parkir pada saat memasuki areal parkir, yang bersangkutan

12 dengan tidak menyadari telah mengikatkan diri dalam suatu perjanjian. Orang yang bersangkutan tidak menyadari bahwa formulir tanda terima barang titipan, atau lembaran-lembaran berikut yang terlampir pada tiket, ataupun karcis parkir tersebut adalah perjanjian baku yang berisi syarat-syarat perjanjian yang pada umumnya juga memuat klausula eksonerasi. Sebagaimana telah disebutkan diatas, berdasarkan ketentuan Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kontrak baku harus tunduk pada asas hukum perjanjian sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di dalam hukum perjanjian dikenal tiga asas, yaitu asas konsesualisme, asas pacta sunt servanda, dan asas kebebasan berkontrak. 13 Ketiga asas ini merupakan asas esensial dalam hukum perjanjian. Pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyatakan bahwa salah satu syarat sahnya suatu perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak. Sepakat mereka yang mengikatkan diri adalah asas esensial dari hukum perjanjian.asas ini dinamakan juga asas otonomi konsesualisme yang menentukan adanya perjanjian. 14 Asas konsesualisme mengandung arti adanya kemauan di antara pihak untuk saling mengikatkan diri.perikatan sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapai kata sepakat antara pihak mengenai pokok perikatan. 13 Titik Triwulan Tutik, op.cit.,hal.249. 14 Mariam Darus Badrulzaman, (et al), Kompilasi Hukum Perikatan Bandung, Citra Aditya Bakti,2001), hal.83.

13 Asas konsesualisme sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian. Asas kebebasan berkontrak disarikan dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk menutup atau tidak menutup kontrak dan kebebasan untuk mengatur isi kontrak sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku yang bersifat memaksa. Asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan untuk menentukan apa dan dengan siapa perjanjian itu diadakan, dimana isi perjanjian itu sendiri merupakan konsensus antara para pihak. Mekanisme kontrak baku, yang tidak memberi kesempatan yang cukup bagi salah satu pihak untuk membaca, mempelajari dan mendalami isi kontrak, serta menegosiasikan bentuk dan isi kontrak, telah menempatkan pihak tersebut pada posisi take it or leave it. Dalam kondisi sedemikian, penerapan asas konsesualisme dan asas kebebaan berkontrak menjadi bahan perdebatan. Dalam hukum diragukan apakah ada benar-benar ada elemen kata sepakat yang merupakan syarat-syarat sahnya perjanjian dalam kontrak baku tersebut. 15 Asas pacta sunt servanda yang diartikan sebagai janji yang harus ditepati, berhubungan dengan akibat dari perjanjian. Asas ini terkandung dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa semua 15 Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek, Buku Keempat, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2003), hal.76.

14 persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan persetujuan-persetujuan tersebut tidak dapat ditarik kembali selain sepakat dengan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Asas pacta sunt servanda, menegaskan tentang kekuatan mengikat dari perjanjian.klausula-klausula yang tercantum dalam kontrak mengikat secara hukum bagi para pihak, yang memberikan hak kepada pihak yang satu menuntut pihak lainnya atas pemenuhan isi suatu kontrak. Ciri kontrak baku ialah adanya klausula eksonerasi. Klausula yang menempatkan pihak yang satu membatasi atau sama sekali mengecualikan pertanggung jawabannya. Klausula sedemikian biasanya selalu tercantum dalam suatu kontrak baku. Perdebatan tentang adanya suatu elemen kata sepakat dan penerapan bentuk seutuhnya asas kebebasan berkontrak, serta adanya klausula eksonerasi dalam suatu kontrak, telah menimbulkan keraguan tentang pemberlakuan prinsipprinsip keseimbangan dan keadilan bagi para pihak dalam penutupan suatu kontrak baku. Pada prinsipnya suatu perjanjian dibuat bukanlah untuk kepentingan satu pihak saja, melainkan juga untuk kepentingan pihak lainnya yang terlibat di dalam kontrak.dengan demikian perjanjian yang dibuat haruslah memperhatikan semua pihak. Dengan kata lain, kontrak baku sebagai perjanjian yang mengikat bagi para pihak, haruslah dapat menciptakan kondisi yang adil dan seimbang serta dapat menjamin kepastian hukum bagi para pihak yang terikat dalam kontrak tersebut.

15 B. Perumusan Masalah Permasalahan hukum di atas menjadi bahan kajian yang melatar belakangi penulisan tesis ini yang didasarkan pada berbagai konfirmasi hukum, dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan asas-asas perjanjian terhadap pelaksanaan perjanjian baku berdasarkan KUH Perdata 2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap perjanjian baku yang terdapat klausula eksonerasi C. Tujuan Penelitian Kajian dan analisis penelitian ini didasarkan pada acuan teori asas-asas hukum perjanjian dan prinsip-prinsip dasar hukum kontrak. Dengan kajian dan analisis sedemikian, penelitian hukum ini ditujukan antara lain untuk : 1. Mewujudkan penerapan asas-asas hukum perjanjian dalam kontrak baku yang dapat tetap menjaga rasa keadilan, kepastian hukum dan keseimbangan bagi para pihak. 2. Mencari alternative penggunaan klausula eksonerasi yang menjamin pemenuhan prestasi perjanjian baku secara adil dan seimbang. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini dimaksudkan untuk : 1. Memberi perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian baku. 2. Menjamin perlindungan hukum bagi pihak yang berkedudukan lemah, dari penggunaan klausula eksonerasi

16 E. Sistematika Penulisan Berdasarkan ruang lingkup dan identifikasi masalah sebagaimana diuraikan di muka, dan metode penelitian kepustakaan dengan kajian secara yuridis normative serta kajian hukum atas beberapa kontrak baku, maka tesis ini disusun dengan tata urutan sebagai berikut : I. Pendahuluan, yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, serta sistimatika penulisan. II. Tinjauan Pustaka, peraturan perundang-undangan, pandanganahli/sejarah/dinamika III. Metode Penelitian, tipe penelitian, sifat penelitian, sumber data, waktu penelitian IV. Pembahasan, berisikan kontrak baku, pengertian, landasan hukum dan mekanisme kontrak baku serta klausula eksonerasi. V. Penutup, yang berisikan kesimpulan.