BAB IV HASIL DAN ANALISIS. 4.1 Analisa Pengujian Rasio Kumparan / Belitan Trafo Dengan TTR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE EVALUASI PENGUJIAN BELITAN TRAFO DISTRIBUSI

BAB I PENDAHULUAN. Tegangan Rendah. Peran aset trafo distribusi sangatlah dominan. Dimana, pada

Pengujian Transformator

BAB III PENGAMBILAN DATA

PROSEDUR PENGUJIAN TAHANAN ISOLASI TRAFO

BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN. Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti

MENGENAL ALAT UKUR. Amper meter adalah alat untuk mengukur besarnya arus listrik yang mengalir dalam penghantar ( kawat )

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV GROUND FAULT DETECTOR (GFD)

TRANSFORMATOR DAYA & PENGUJIANNYA

BAB III PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA

LAPORAN PRAKTIKUM TRANSFORMATOR TRANSFORMATOR PENURUN TEGANGAN CUT CORE, TOROIDAL, SHELL DAN AUTO TRANSFORMATOR

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik

TRANSFORMATOR. Bagian-bagian Tranformator adalah : 1. Lilitan Primer 2. Inti besi berlaminasi 3. Lilitan Sekunder

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB III METODE PENENTUAN VECTOR GROUP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Tiga Bagian Utama Sistem Tenaga Listrik untuk Menuju Konsumen

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum

BAB IV OPTIMALISASI BEBAN PADA GARDU TRAFO DISTRIBUSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Adapun hasil studi yang dikaji oleh penulis dari pemasangan gardu portal type

OPTIMALISASI KUALITAS TEGANGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI UNTUK PELANGGAN PLN BERDASAR PADA WINDING RATIO

ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN. fasa dari segi sistim kelistrikannya maka dilakukan pengamatan langsung

PEMELIHARAAN TRAFO 1 PHASA 50 KVA

PENGUJIAN TAPPING TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 20

BAB III ALAT PENGUKUR DAN PEMBATAS (APP)

TRANSFORMATOR ARUS DAN PEMELIHARAAN TRANSFORMATOR ARUS PADA PT. PLN (PERSERO) P3B REGION JAWA TENGAH & DIY UPT SEMARANG GIS 150kV SIMPANG LIMA

BAB II LANDASAN TEORI

47 JURNAL MATRIX, VOL. 7, NO. 2, JULI 1971

ANALISA BERBAGAI HUBUNGAN BELITAN TRANSFORMATOR 3 PHASA DALAM KEADAAN BEBAN LEBIH (APLIKASI PADA LABORATORIUM KONVERSI ENERGI LISTRIK FT.

BAB IV PERHITUNGAN RUGI TEGANGAN DAN SUSUT (LOSSES) SETELAH PENGGANTIAN KONEKTOR PRES (CCO)

atau pengaman pada pelanggan.

BAB II TRANSFORMATOR

PEMELIHARAAN TRANSFORMATOR DAYA PADA GARDU INDUK 150 kv SRONDOL PT. PLN (PERSERO) P3B JAWA BALI REGION JAWA TENGAH DAN DIY UPT SEMARANG

SMA/MA IPA kelas 12 - FISIKA IPA BAB 7 GAYA GERAK LISTRIK INDUKSILatihan Soal 7.1

BAB III FORMULASI PENENTUAN SUSUT UMUR TRANSFORMATOR DISTRIBUSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lain, melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi

ANALISA BEBAN LEBIH PADA TRANSFORMATOR DAYA 70/20 KV DI GI BUNGARAN DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ETAP 11 LAPORAN AKHIR

Analisa Relai Arus Lebih Dan Relai Gangguan Tanah Pada Penyulang LM5 Di Gardu Induk Lamhotma

BAB IV PEMBAHASAN KONSTRUKSI CORE PADA TRANSFORMATOR. DISTRIBUSI 20/0,4 kv, 315 kva. (Aplikasi Di PT Trafoindo Prima Perkasa)

JOB SHEET MESIN LISTRIK 2. Percobaan Paralel Trafo

III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS KINERJA SISTEM KELISTRIKAN UNIVERSITAS LANCANG KUNING

Makalah Seminar Kerja Praktek PEMELIHARAAN TRAFO DISTRIBUSI. Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang

Latihan Soal dan Quiz II

STUDI PENGGUNAAN SISTEM PENDINGIN UDARA TEKAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI TRANSFORMATOR PADA BEBAN LEBIH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

TRANSFORMATOR. Program Pendidikan Fisika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surya, Tangerang 2014

Politeknik Negeri Sriwijaya

REKONDISI TRANSFORMATOR UNTUK MENGATASI MENURUNNYA KEMAMPUAN ISOLASI PADA TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 20 kv

BAB III METODOLOGI DAN PENGUMPULAN DATA

PEMELIHARAAN MINYAK TRANSFORMATOR PADA MINYAK TRANSFORMATOR NOMOR 4 DI GARDU INDIK KEBASEN ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Ohm meter. Pada dasarnya ohm meter adalah suatu alat yang di digunakan untuk

STUDI SUSUT UMUR TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 20 kv AKIBAT PEMBEBANAN LEBIH DI PT.PLN (PERSERO) KOTA PONTIANAK

BAB III KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN

FISIKA LAPORAN PENGAMATAN INDUKSI ELEKTROMAGNETIK (LILITAN & TRANSFORMATOR) Oleh: Wisnu Pramadhitya Ramadhan/36/XII-MIPA 6

LAPORAN AKHIR PEMELIHARAN GARDU DISTRIBUSI

SOP PEMELIHARAN GARDU DISTRIBUSI PELANGGAN 197KVA

BAB II TRANSFORMATOR. sistem ketenagalistrikan. Transformator adalah suatu peralatan listrik. dan berbanding terbalik dengan perbandingan arusnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu

Standar Pengujian Peralatan Transformator

BAB IV PENGUJIAN SISTEM INSTALASI LISTRIK MENGGUNAKAN TRAFO ISOLASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Elektronika daya. Dasar elektronika daya

1. Dalam suatu ruang terdapat dua buah benda bermuatan listrik yang sama besar seperti ditunjukkan pada gambar...

TUGAS XIII LISTRIK DAN MAGNET

BAB II TRANSFORMATOR. elektromagnet. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti yang terbuat

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB IV ANALISA DAN PERENCANAAN SISTEM INSTALASI LISTRIK

Zuhal, Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya, Jakarta, 1995,

ANALISIS PENGUKURAN DAN PEMELIHARAAN TRANSFORMATOR DAYA PADA GARDU INDUK 150 kv SRONDOL

PERBAIKAN JATUH TEGANGAN PADA FEEDER B KB 31P SETIABUDI JAKARTA DENGAN METODE PECAH BEBAN

Kerja Praktek PT.Petrokimia Gresik 1

Bab V JARINGAN DISTRIBUSI

BAB II TRANSFORMATOR

STUDI PERKIRAAN UMUR TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 160 kva MENGGUNAKAN METODE TINGKAT TAHUNAN PADA PT.PLN (PERSERO) APJ CIREBON

BAB III. Tinjauan Pustaka

PERENCANAAN PEMASANGAN GARDU SISIP P117

Jurnal Teknik Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN :

Transformator Daya dan Cara Pengujiannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERENCANAAN DAN PEMBUATAN. 3.1 Langkah-Langkah Dalam Merancang Motor Induksi 3 Phase. memerlukan langkah-langkah sebagai berikut :

Perencanaan Kebutuhan Distribusi Sekunder Perumahan RSS Manulai II

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 1/April 2014

BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING

BAB II LANDASAN TEORI. Tenaga listrik dihasilkan di pusat-pusat pembangkit listrik seperti PLTA,

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB I PENDAHULUAN

MENGUBAH KUMPARAN MOTOR TIGA PHASA SATU KECEPATAN MENJADI EMPAT KECEPATAN

BAB IV ANALISA DATA. 4.1 ETAP (Electrical Transient Analyzer Program) Vista, 7, dan 8. ETAP merupakan alat analisa yang komprehensif untuk

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Hukum Pemakaian Arus Listrik Ilegal. Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik adalah singkatan dari (P2TL), yang

LAPORAN PRAKTIKUM MESIN LISTRIK MENGUKUR RESISTANSI BELITAN MEDAN DAN ROTOR

BAB III PERANCANGAN DIAGRAM SATU GARIS RENCANA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

ANALISA UJI TRANSFORMATOR 350 V/20 A UNTUK CATU DAYA NITRIDASI PLASMA DOUBLE CHAMBER

STUDI PENGARUH KETIDAKSEIMBANGAN PEMBEBANAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 20 KV PT PLN (PERSERO) CABANG PONTIANAK

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Analisa Pengujian Rasio Kumparan / Belitan Trafo Dengan TTR Rasio perbandingan belitan trafo distribusi yang masih baik ditunjukkan dengan hasil pengukuran yang masih berada didalam batas toleransi yang diijinkan, yaitu ± 0,5 % dari rasio tegangan (standard IEC). berikut ini merupakan contoh perhitungan perbandingan rasio normal belitan trafo pada tap 1 pada trafo dengan acuan manufaktur SPLN 50 : 1997. Tap _ 1 22.000 400 / 3 95,262 Kemudian dihitung besarnya toleransi perbandingan batas maksimal dan miminal trafo, batas maksimal dikalikan dengan 1,005 sedangkan batas minimal juga dikalikan dengan 0,995. Sehingga didapatkan: 95,262 x 1,005 = 95,739 95,262 x 0,995 = 94,785 Berdasarkan hasil perhitungan diatas, sebuah Trafo Distribusi dapat dikatakan baik perbandingan belitannya apabila nilai rasionya berada diantara batas maksimal dan batas minimal pada masing-masing tap pada saat pengukuran. Tabel berikut ini merupakan hasil perhitungan rasio normal dan toleransi rasio belitan Trafo Distribusi yang masih dikatakan baik (Tabel 4.1). 43

Tabel 4.1 Standar Perbandingan Belitan 44

45 4.2 Analisa dan Hasil Pengujian Rasio Tahanan Belitan Menggunakan Ohm Meter Seperti dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa pengukuran tahanan belitan adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui berapa nilai tahanan listrik pada kumparan yang akan menimbulkan panas bila kumparan tersebut dialiri arus. Peralatan yang digunakan untuk pengukuran tahanan belitan yang besar (Primer) / 1 ohm adalah Wheatstone Bridge seperti yang digunakan pada alat pengukuran Ohm Meter, sedangkan untuk tahanan yang kecil (Sekunder) / 1 Ohm (Mili Ohm) seharusnya digunakan Precision Double Bridge akan tetapi karena keterbatasan peralatan yang dimiliki unit-unit operasional PLN pengujian ini sulit untuk dilakukan. Dengan konsep dasar bahwa nilai rasio perbandingan belitan trafo normal jika berada diambang batas toleransi ± 0,5% permasing-masing phase, maka nilai perbandingan tegangan masing-masing phasepun berada pada toleransi ± 0,5% pula. hal inilah yang dijadikan dasar pemikiran bahwa apabila diketahui nilai tahanan belitan disisi primer dan sekunder adalah sama pada masingmasing phase maka rasio perbandingan tegangan pun akan sama pula. Berikut ini merupakan hubungan antara tegangan, jumlah lilitan dan tahanan belitan trafo, seperti yang terdapat pada persamaan (1), (2), (3) dan (4) berikut ini..(1).(2) pada kebanyakan peralatan daya (Power Apparatus), sebenarnya penurunan oleh tahanan dalam keadaan tanpa beban (Non Load Resistance Drop) sangat

46 kecil, dan GGL induksi e 1 hampir sama persis dengan tegangan yang di gunakan v 1. sehingga :.. (3). (4) Dimana : = Fluks (dianggap semua terkurung di dalam inti) V 1 = Tegangan Primer (Volt) V 2 = Tegangan Sekunder (Volt) = Jumlah Lilitan dalam Kumparan Primer = Jumlah Lilitan dalam Kumparan Sekunder e 1 = Tegangan GGL Induksi Primer e 2 = Tegangan GGL Induksi Sekunder selain itu lilitan primer dan sekunder terdiri dari kawat tembaga yang mempunyai panjang dan penampang yang berpengaruh terhadap tahanan seperti yang terdapat pada dengan persamaan berikut. (5) Dimana : (6) R P & R S = Tahanan Primer & Sekunder () L P & L S = Panjang Kawat Primer & Sekunder (Meter) = Tahanan Jenis Tembaga (0,0175) A P & A S = Penampang Kawat Primer & Sekunder (mm 2 )

47 Berikut ini merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam proses substitusi Pengukuran Rasio Belitan Trafo menggunakan TTR dengan Ohm Meter. 1. Nilai tahanan belitan disisi primer maupun sekunder harus rata, tidak ada perbedaan nilai di pengukuran antar phasa-nya. seperti yang terdapat pada tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Contoh hasil pembacaan belitan trafo dengan menggunakan Ohm Meter Dengan tidak adanya perbedaan tahanan belitan berarti tidak ada perbedaan tegangan (rasio belitan masih berada dalam batas normal). 2. Pada saat pengukuran tahanan belitan trafo, nilai tahanan yang diperoleh harus berada pada batas toleransi yang diperkenankan. Masing-masing trafo mempunyai nilai toleransi yang berbeda sesuai dayanya untuk menentukan apakah kondisi belitan trafo masih berada dalam keadaan baik atau tidak. Berdasarkan pengujian / pengukuran yang telah dilakukan. perbedaan nilai tahanan belitan sisi primer adalah berbeda-beda (tergantung dari kapasitas trafo, merk, dan jenis trafo). sedangkan disisi sekunder nilai tahanan belitannya adalah sama yaitu 0.1-0.5 tergantung dari besarnya tahanan kabel yang digunakan saat pengujian. Untuk nilai tahanan belitan disisi sekunder sebenarnya bukanlah nilai Real, nilai tahanan disisi sekunder sebenarnya sangatlah kecil dalam satuan (m) sehingga tidak terbaca dengan menggunakan Ohm Meter yang skala pembacaannya ialah dalam satuan Ohm.

48 Akan tetapi dengan diketahui hasil pengukuran awal sebesar 0.1-0.5 berdasarkan Ohm Meter yang berbeda-beda, acuan pembacaan dapat ditetapkan karena apabila kondisi belitan trafo disisi sekunder tidak baik (rasionya tidak normal) maka nilai tahanan yang awalnya kecil (m) kurang dari 0.1 tadi akan terbaca di peralatan, karena nilainya akan meningkat menjadi satuan Ohm dengan demikian Ohm Meter dapat melakukan pembacaan. Sebagai contoh apabila dilakukan pengukuran di Trafo 400 KVA. Trafo tersebut masih dikategorikan kondisi belitannya baik bilamana berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan pengukuran phasa U-V, V-W, W-U (Sisi Primer) nilai tahanan belitannya adalah sama, misal 8.8 dan disisi sekunder akan didapat nilai yang sama pula, misal 0.1 (Tabel 4.3) Tabel 4.3 Contoh Hasil Pengukuran Belitan Trafo yang Baik Namun apabila saat pengukuran Trafo 400 KVA terdapat perbedaan nilai tahanan sedangkan dalam kondisi normal nilai tahanan belitannya sebesar 8.8, misal disisi sekunder pengukuran antar phasa U-V hasilnya 18, phasa V-W hasilnya 8.8, phasa W-U hasilnya 3 dan sisi sekunder didapat nilai tahanan pengukuran antar phasa 2n-2u hasilnya 5, phasa 2n-2v hasilnya 0.1, phasa 2n-2w hasilnya 29. Maka trafo tersebut dikategorikan kondisi belitannya tidak baik (Tabel 4.4)

49 Tabel 4.4 Contoh Hasil Pengukuran belitan Trafo yang Tidak Baik 4.3 Analisa Perbandingan Pengukuran dengan TTR dan Ohm Meter Pada Trafo Kondisi Rusak Kapasitas Trafo : 400 KVA Tegangan : 20.000 Volt/ 400 Volt Posisi Tap : Tap 3 Merk :UNINDO Gambar 4.1 Hasil Print Out Pengujian dengan TTR Berikut adalah hasil pengujian pada trafo 400 KVA dengan posisi Tap Trafo ada di Tap 3. Nilai M_Ratio menunjukan pembacaan pada ratio belitan yang terukur pada trafo tersebut, C_Ratio Merupakan batas dari rasio belitan pada kapasitas trafo yang diukur, sedangkan % Diff menunjukan presentase perbedaan pada setiap phasanya, Pengujian dengan Transformer Turn Ratio Phasa 1 (R-T)

50 Phasa 2 (R-S) Phasa 3 (S-T) Pengujian dengan menggunakan Ohm Meter Phasa 1 (R-T) Phasa 2 (R-S) Phasa 3 (S-T) Hasil perhitungan dan pengukuran dengan TTR bahwa: Phasa 1 = (OUR RING) >99 % Phasa 2 = (86.558) 00.05 % Phasa 3 = (86.558) 15.24 % Perbedaan rasio perbandingan jumlah belitan lebih dari 0.05 pada setiap phasanya. Perbedaan yanglebih dari 0.05 % masuk dalam kategori bermsalaha/rusak.

51 Hasil perhitungan dan pengukuran dengan Ohm Meter bahwa: Phasa 1 = (16.5 Ω) 120 % Phasa 2 = (16.5 Ω) 00.00 % Phasa 3 = (16.5 Ω) 24 % Perbedaan rasio perbandingan jumlah belitan lebih dari 0.05 pada setiap phasanya. Perbedaan yanglebih dari 0.05 % masuk dalam kategori bermsalah/rusak. (S-T) 9.3 (R-S) 7.5 (R-T) 16.5 Gambar 4.2 Pengukuran dengan Ohm Meter Sisi Primer (N-U) 0.1 Ω (N-V) 0.1 Ω (N-W) 0.1 Ω Gambar 4.3 Pengukuran dengan Ohm Meter Sisi Sekunder

52 Dari pengukuran yang dilakukan dengan kedua peralatan tersebut, yaitu pengukuran ratio belitan dengan menggunakan TTR dan pengukuran tahanan belitan, telah didapatkan hasil yang hampir mendekati. apabila hasilnya dibandingkan ternyata dapat mewakili dan masih dalam kategori normal. Adanya perbedaan pengukuran bisa dipengaruhi oleh kondisi tingkat ketelitian dari peralatan Ohm Meter yang digunakan. Jika tingkat ketelitian Ohm Meter yang digunakan tinggi, hasil yang didapat seperti pada phase 3 hasilnya akan lebih mendekati. Contoh hasil nilai 24 % akan berkurang apabila Ohm Meter tingkat ketelitian peralatannya tinggi sehingga lebih mendekati ke 14.25%. Begitu juga dengan phasa yang lainnya. Sehingga nilai yang muncul dari hasil pengukuran rasio perbandingan belitan dengan menggunakan TTR dapat terwakili dengan hasil pembacaan nilai tahanan belitan dengan Ohm Meter karena kedua peralatan tersebut menunjukan perbedaan rasio pada masing-masing phasa lebih dari 0.05 %. Maka dapat disimpulkan dari kedua peralatan tersebut bahwa mengalami masalah pada phasa 1 dan 3. Berikut gambar yang menunjukkan hasil pengukuran dan perhitungan dengan kedu aperalatan tersebut. Gambar 4.4 Perbandingan Hasil Pengukuran Trafo Kondisi Rusak

53 4.4 Analisa Perbandingan Pengukuran dengan TTR dan Ohm Meter Pada Trafo Kondisi Baik Kapasitas Trafo : 630 KVA Tegangan : 20.000 Volt/ 400 Volt Posisi Tap : Tap 3 Merk :SCNEIDER Gambar 4.5 Hasil Pengukuran TTR Trafo Kondisi Baik Berikut adalah hasil pengujian pada trafo 630 KVA dengan posisi Tap Trafo ada di Tap 3. Nilai M_Ratio menunjukan pembacaan pada ratio belitan yang terukur pada trafo tersebut, C_Ratio Merupakan batas dari rasio belitan pada kapasitas trafo yang diukur, Sedangkan % Diff menunjukan presentase perbedaan pada setiap phasanya, Pengujian dengan Transformer Turn Ratio Phasa 1 (R-T)

54 Nilai 0.005 pada TTR dibulatkan sehingga yang tampil pada Priont Out TTR menjadi 00.01 % Phasa 2 (R-S) Nilai -0.002 pada TTR dibulatkan sehingga yang tampil pada Priont Out TTR menjadi 00.00 % Phasa 3 (S-T) Nilai -0.015 pada TTR dibulatkan sehingga yang tampil pada Priont Out TTR menjadi 00.02 % Pengujian Ratio Tahanan Belitan dengan Ohm Meter Phasa 1 (R-T) Hasil yang didapat dari perhitungan diatas mendekati dengan hasil menggunakan TTR. Pembacaan pada TTR adalah 00.01 %, sedangkan dengan Ohm Meter hasilnya 0 %. Phasa 2 (R-S) Hasil yang didapat dari perhitungan diatas mendekati dengan hasil menggunakan TTR. Pembacaan pada TTR adalah 00.00 %, sedangkan dengan Ohm Meter hasilnya 0 %.

55 Phasa 3 (S-T) Hasil yang didapat dari perhitungan diatas mendekati dengan hasil menggunakan TTR. Pembacaan pada TTR adalah 00.02 %, sedangkan dengan Ohm Meter hasilnya 0 %. Hasil perhitungan dan pengukuran dengan TTR bahwa: Phasa 1 = (86.601) 00.01 % Phasa 2 = (86.607) 00.00 % Phasa 3 = (86.618) 00.02 % Perbedaan rasio perbandingan jumlah belitan tidak lebih dari 0.05 pada setiap phasanya. Perbedaan yang tidak lebih dari 0.05 % masuk dalam kategori baik/normal. Hasil perhitungan dan pengukuran dengan Ohm Meter bahwa: Phasa 1 = (8.9 Ω) 00.00 % Phasa 2 = (8.9 Ω) 00.00 % Phasa 3 = (8.9 Ω) 00.00 % Perbedaan rasio perbandingan jumlah belitan tidak lebih dari 0.05 pada setiap phasanya. Perbedaan yang tidak lebih dari 0.05 % masuk dalam kategori baik/normal

56 (S-T) 8.9 (R-S) 8.9 (R-T) 8.9 Gambar 4.6 Pengukuran dengan Ohm Meter Sisi Primer (N-U) 0.1 Ω (N-V) 0.1 Ω (N-W) 0.1 Ω Gambar 4.7 Pengukuran dengan Ohm Meter Sisi Sekunder Dari pengukuran yang dilakukan dengan kedua peralatan tersebut, yaitu pengukuran ratio belitan dengan menggunakan TTR dan pengukuran tahanan belitan, telah didapatkan hasil yang hampir mendekati. Apabila kedua hasilnya dibandingkan ternyata dapat mewakili dan masih dalam kategori normal. Adanya perbedaan pengukuran bisa dipengaruhi oleh kondisi tingkat ketelitian dari peralatan Ohm Meter yang digunakan. sehingga nilai yang muncul dari hasil pengukuran rasio perbandingan belitan dengan menggunakan TTR dapat terwakili

57 dengan hasil pembacaan nilai tahanana belitan dengan Ohm Meter karena kedua peralatan tersebut menunjukan perbedaan rasio pada masing-masing phasa tidak lebih dari 0.05 %. Sehingga sama-sama dapat disimpulkan bahwa trafo dalam kategori baik. Berikut gambar yang menunjukkan hasil pengukuran dan perhitungan dengan kedua peralatan tersebut bahwa trafo dalam kategori normal/ tidak rusak. Gambar 4.8 Perbandingan Hasil Pengukuran Trafo Kondisi Baik 4.5 Perbandingan Ohm Meter Dan TTR dari Sisi Kecepatan Instalasi dan Kemudahan Operasional Gambar 4.9 Permasalahan Apabila menggunakan TTR untuk Identifikasi Trafo di lapangan

58 Bahwa dari hasil dilapangan bahwa proses identifikasi trafo mengalami ganguan atau tidak harus memerlukan waktu yang sesegera mungkin dalam pengambilan keputusan, ternyata apabila menggunakan peralatan TTR masih ditemui kendala yang cukup berarti. Sehingga proses pengambilan keputusan untuk mempercepat recovery time terpengaruh. Hambatan- hambatan yang muncul apabila menggunakan TTR untuk operasional dilapangan yaitu: a.) TTR memerlukan Power supply untuk operasional pealatannya, sedangkan pada saat terjadi gangguan trafo tidak mengeluarkan tegangan dan jarang ada power supply untuk menghidupkan TTR. Sehingga memerlukan power dari sumber lain karena tidak ada sumber apabila gardu padam. b.) Untuk memastikan trafo mengalami ganguan diperlukan pengujian belitan dan tahanan isolasi, apabila akan melakukan enegize apakah trafo rusak atau tidak perlu peralatan TTR yang mahal / harus dibawa ke workshop untuk memeriksannya. Unit-unit yang ada dilapangan karena keterbatasan biaya untuk peralatan pengujian rasio belitan trafo kebanyakan hanya memiliki alat untuk menguji tahanan isolasi. Maka dari 2 faktor diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ohm Meter dapat mengatasi hambatan yang muncul seperti faktor diatas. Keuntungan menggunakan Ohm Meter daripada menggunakan TTR adalah : a.) Ohm Meter tidak butuh power supply seperti TTR dapalam pengoperasiannya, sehingga tidak menjadi msalah apabila dilokasi pada saat trafo mengalami gangguan tidak ada power supply

59 b.) Pengoperasian yang lebih mudah menggunakan Ohm Meter karena proses instalasi yang lebih sederhana serta kemudahan bagi unit-unit operasional karena selalu tersedia di Unit. c.) Proses pengusutan / pengidentifikasian gangguan trafo dapat terlaksana dalam waktu yang relatif cepat dalam pengambilan keputusan kondisi trafo (rusak atau baik) sebagai dasar percepatan recovery time. mengingat, selama ini petugas lapangan hanya dapat melakukan pengujian visual dan pengukuran tahanan isolasi trafo saja karena keterbatasan alat. Dimana kondisi ini belum dapat memenuhi proses pengidentifikasian internal trafo untuk mengetahui apakah trafo bisa dioperasikan kembali, trafo rusak dinyatakan bila peralatan proteksi (Fuse link / HRC Fuse) selalu putus setelah trafo dioperasikan kembali. 4.6 Manfaat Finansial Dengan penggunaan Ohm Meter (Tang Amper Meter) Merk Kyoritsu type : Kew Snap 2002PA untuk pengujian tahanan belitan, biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 1.250.000,00- sedangkan bila menggunakan Transformer Turn Ratio (TTR) Merk Megger Type TTR 310 ± memerlukan biaya sebesar Rp. 85.000.000,00 dengan demikian Efisiensi biaya pembelian Peralatan sebesar Rp. 83.750.000,00