3 Metodologi Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
3 Percobaan dan Hasil

Bab III Metodologi Penelitian

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Desember 2014, bertempat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan pada bulan Maret Juli 2014, bertempat di

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

III. BAHAN DAN METODA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember 2013, bertempat di

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya: set alat destilasi,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

3 Percobaan. Garis Besar Pengerjaan

BABm METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB IV METODE PENELITIAN. glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan dengan metode uji toleransi glukosa.

BAB II METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISASI SENYAWA FENOLIK PADA KULIT BATANG JABON (Anthocephalus cadamba (ROXB.) MIQ

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

BAB III METODE PENELITIAN

KARAKTERISASI SENYAWA FENOLIK DARI FRAKSI ETIL ASETAT PADA KULIT BATANG TUMBUHAN CERIA (Baccaurea hookeri)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

ISOLASI DAN KARAKTERISASI GOLONGAN SENYAWA FENOLIK DARI KULIT BATANG TAMPOI (Baccaurea macrocarpa) DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

ABSTRAK. Isolasi dan Karakterisasi Flavonoid dari Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain ex King) Oleh: ASMAUL HUSNA

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB III METODE PENELITIAN. Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath,

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

DAFTAR ISI. Halaman. viii. PDF created with pdffactory Pro trial version

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

san dengan tersebut (a) (b) (b) dalam metanol + NaOH

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DALAM FRAKSI NON-POLAR DARI TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43

BAB III METODE PENELITIAN. menjadi 5-Hydroxymethylfurfural dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia

JKK, Tahun 2017, Vol 6(2), halaman ISSN

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA DALAM EKSTRAK n-heksan DARI BUAH TANAMAN KAYU ULES (Helicteres isora L.)

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Pelaksanaan Penelitian

Isolasi, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Flavonoid dari Ekstrak Air Kulit Batang Ketapang Kencana (Terminalia muelleri Benth.

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

ISOLASI DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN Nerium oleander

BAB III METODA PENELITIAN. Secara umum, proses penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian

Transkripsi:

3 Metodologi Penelitian 3.1 Persiapan sampel Sampel kulit kayu Intsia bijuga Kuntze diperoleh dari desa Maribu, Irian Jaya. Sampel kulit kayu tersedia dalam bentuk potongan-potongan kasar. Selanjutnya, potongan-potongan kasar tersebut dikeringkan dengan cara menjemur kemudian digiling hingga menjadi serbuk kulit kayu yang siap untuk diekstraksi. 3.2 Bahan Kimia Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk isolasi senyawa meliputi pelarut-pelarut organik, silika gel, dan reagen penampak noda untuk kromatografi lapis tipis. Pelarut organik yang digunakan adalah pelarut organik teknis diantaranya n-heksana, etil asetat, aseton, dan metanol sedangkan pelarut organik pro analisis (p.a) yang digunakan adalah kloroform. Sebelum digunakan, semua pelarut organik teknis dimurnikan terlebih dahulu dengan cara destilasi biasa. Silica gel yang digunakan dalam penelitian ini ada lima jenis yaitu pelat aluminium berlapis silica gel Merck kiesel gel 60 GF 254 dengan ketebalan 0,25 mm untuk kromatografi lapis tipis (KLT), silica gel GF 254 dengan ukuran 70-200 mesh untuk impregnasi (penjenuhan sampel ke dalam silica gel), silica gel Merck 60 (200 mesh) untuk kolom kromatografi vakum cair, silica gel Merck 60 PF 254 untuk kromatografi radial, dan sephadex LH-20 untuk kolom kromatografi sephadex. Reagen penampak noda yang digunakan adalah larutan serium sulfat (Ce(SO 4 ) 2.2 H 2 O) 1,5% dalam H 2 SO 4 2N. Bahan-bahan yang digunakan untuk karakerisasi senyawa adalah metanol p.a, NaOH, AlCl 3, HCl untuk spektroskopi UV-Vis. Untuk pengukuran spektrum IR bahan yang digunakan adalah KBr, sedangkan untuk pengukuran spektrum 1 H-NMR digunakan pelarut aseton-d 6 dan metanol-d 4.

3.3 Alat Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam, program studi Kimia, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Bandung. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas seperti gelas ukur, pipet tetes, botol-botol vial, corong buchner dan chamber KLT, alat evaporator, alat destilasi, kolom untuk Kromatografi Vakum Cair (KVC), alat Kromatografi Radial (KR), dan kolom kromatogradi sephadex. Instrumen yang digunakan untuk karakterisasi adalah spektrofotometer FTIR Shimadzu Prestigrade 21 yang terdapat di Laboratorium Kimia Analitik, spektrofotometer Variant Cary 100 Conc UV-Vis yang terdapat di laboratorium KOBA, dan spektrometer NMR JEOL ECP 400 yang beroperasi pada frekuensi 500 MHz yang terdapat di LIPI Serpong. 3.4 Ekstraksi dan Isolasi Tahapan dalam penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu tahap ekstraksi dan tahap isolasi senyawa bahan alam. 3.4.1 Ekstraksi Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan aseton teknis. Serbuk kulit kayu Intsia bijuga Kuntze sebanyak 2,2 kg direndam dengan 10 L aseton teknis selama 24 jam. Kemudian disaring secara vakum. Filtrat yang dihasilkan kemudian diuapkan menggunakan evaporator hingga dihasilkan ekstrak aseton kering. Proses maserasi ini dilakukan sebanyak 2 kali dan dihasilkan 128 gram ekstrak aseton kering. 3.4.2 Isolasi Tahap isolasi dibagi menjadi dua yaitu fraksinasi dan pemurnian. Fraksinasi merupakan bentuk pembagian senyawa berdasarkan kepolaran dari ekstrak kasar menjadi fraksi-fraksi yang lebih sederhana sehingga memudahkan dalam mengisolasi senyawa target, sedangkan pemurnian adalah tahap untuk menghilangkan pengotor dari senyawa target hingga diperoleh senyawa murni. Fraksinasi pertama dilakukan dengan cara ekstraksi cair-cair antara fraksi n-heksana dengan fraksi metanol. Ekstrak aseton kering (128 gr) dilarutkan dalam 700 ml metanol kemudian diekstraksi dengan n-heksana sebanyak 3 kali @ 700 ml. Proses ini dilakukan untuk mengekstrak senyawa nonpolar. Dari tahap ini diperoleh ekstrak metanol kering sebanyak 49,5 gram dan ekstrak n-heksan kering sebanyak 11,5 gr. 19

Fraksinasi kedua dilakukan menggunakan kromatografi vakum cair (KVC) sebanyak 2 kali. KVC I menggunakan ekstrak metanol kering sebanyak 20 gram, sedangkan KVC II sebanyak 29,5 gram. Berdasarkan kromatogram KLT, eluen yang digunakan untuk KVC adalah n-heksana : etil asetat dengan kenaikan kepolaran sebanyak 10%. Hasil fraksinasi ini diuapkan kemudian dimonitor dengan KLT untuk mengetahui hasil pemisahannya. (a) Gambar 3.1 Kromatogram hasil fraksinasi menggunakan Kromatografi Vakum Cair (a) kromatogram KVC I dan KVC II (b) penggabungan kedua fraksi hasil KVC Fraksi-fraksi A-F adalah fraksi hasil KVC I, sedangkan fraksi A -F hasil KVC II. Dari kromatogram di atas maka fraksi yang memiliki noda dengan Rf yang sama dapat digabung. Penggabungan yang dilakukan adalah sebagai berikut: (b) A + A Fraksi A (FA) 0,09 g B + C +C Fraksi B (FB) 2,06 g D Fraksi C (FC) 0,35 g E + C Fraksi D (FD) 0,81 g F + D Fraksi E (FE) 1,70 g E Fraksi F (FF) 2,87 g Hasil penggabungan ini kemudian dimonitor dengan KLT. (Gambar 3.1 (b)) Selanjutnya, dipilih fraksi yang polar untuk dikerjakan lebih dulu. Dari hasil kromatogram Gambar 3.1 (b), dapat dilihat bahwa senyawa-senyawa dalam fraksi E dan F belum terelusi semua dengan eluen n-heksana : etil asetat =7:3. Hal ini di tunjukkan dengan masih ada noda yang terletak dibawah, yaitu tanin. Untuk mengurangi tanin tersebut, maka dilakukan pemisahan melalui kolom sephadex. 20

Fraksi E sebanyak 1,7 g dibagi menjadi 2 bagian masing-masing 700 mg dan 900 mg. Kemudian masing-masing bagian dilakukan pemisahan melalui kolom sephadex. Hasil pemisahan kedua sampel dimonitor menggunakan KLT untuk digabungkan. (a) Gambar 3.2 Kromatogram hasill pemisahan fraksi E (a) Hasil pemisahan menggunakan kolom sephadex LH-20, (b) Hasil penggabungan fraksi E setelah dipisahkan melalui kolom sephadex Berdasarkan noda dengan nilai Rf yang sama, maka fraksi-fraksi tersebut dapat digabungkan menjadi: (b) 1 + 1 Fraksi E1 183 mg 2 + 2 Fraksi E2 640 mg 3 + 3 Fraksi E3 98 mg 4 + 4 + 5 + 6 Fraksi E4 59 mg 5 Fraksi E5 18 mg 7 + 8 Fraksi E6 29 mg 6 + 7 + 9 + 10 + 11 Fraksi E7 26 mg Kromatogram di atas dielusi dengan kloroform : metanol = 9:1 (Gambar 3.2), menunjukkan bahwa pada fraksi E7 terdapat dua noda senyawa yang memiliki perbedaan Rf yang cukup signifikan sehingga diasumsikan kedua noda tersebut dapat dipisahkan dengan eluen tersebut. Sebanyak 26 mg fraksi E7 dipisahkan menggunakan kromatografi radial dengan eluen kloroform : metanol 5%. Pemisahan E7 menghasilkan 14 fraksi yang kemudian diuji dengan KLT untuk melihat hasil pemisahannya. Kromatogram hasil pemisahannya dapat diamati pada Gambar 3.3 21

gabung gabung Gambar 3.3 Kromatogram hasil pemisahan fraksi E7 dengan kromatografi radial Dari kromatogram di atas terlihat bahwa senyawa target telah berhasil dipisahkan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya noda tunggal pada fraksi 5-6 dan pada fraksi 11-13. Karena noda yang terdapat fraksi 5-6 dapat memiliki nilai Rf yang sama maka fraksi tersebut bisa digabung (5 mg), begitu pula dengan fraksi 11-13 (5 mg). Kemudin dilakukan uji kemurnian menggunakan 3 sistem eluen untuk memastikan bahwa kedua fraksi tersebut merupakan senyawa murni. (a) (b) (c) Gambar 3.4 Uji kemurnian senyawa-1 dan senyawa-2 dengan sistem 3 eluen (a) n-heksana : etil asetat = 1:1, (b) kloroform : metanol = 9:1, (c) kloroform : aseton = 1:1 Hasil uji sistem tiga eluen menunjukkan bahwa kedua fraksi memiliki noda tunggal pada tiap eluen. Hal ini dapat diartikan bahwa noda tersebut merupakan senyawa murni. Fraksi E7(5-6) kemudian diberi nama senyawa-1 dan fraksi E7(11-13) diberi nama senyawa-2. Isolasi selanjutnya dilakukan terhadap fraksi E4. Pada fraksi E4 terlihat adanya noda utama berwarna orange. Dari kromatogram (Gambar 3.2 (b)) dapat diasumsikan bahwa noda tersebut dapat dipisahkan dari pengotor yang terdapat di bagian atas maupun di bagian bawahnya. Selanjutnya, sebanyak 59 mg fraksi E4 dipisahkan menggunakan kromatografi radial dengan eluen kloroform : metanol dengan kenaikan kepolaran 1%. Hasil pemisahan fraksi E4 ditunjukkan oleh Gambar 3.5. 22

Digabung, dipisahkan lebih lanjut Gambar 3.5 Kromatogram hasil pemisahan fraksi E4 dengan kromatografi radial Pemisahan fraksi E4 menghasilkan 34 fraksi. Hasil monitoring dengan KLT menunjukkan ternyata senyawa target (fraksi 13-20) masih mengandung sedikit pengotor pada bagian atasnya. Fraksi 13-20 kemudian digabung (28 mg) dan dimurnikan lagi menggunakan kromatografi radial. Pemurnian fraksi E4(13-20) dengan kromtografi radial menghasilan 6 fraksi. Hasil pemurnian senyawa kemudian dimonitor menggunakan KLT dengan eluen kloroform : metanol = 9,5:0,5. gabung Gambar 3.6 Kromatogram hasil pemurnian E4(13-20) Kromatogram pada Gambar 3.6 menggambarkan bahwa pengotor yang berada di bagian atas noda senyawa target sudah terpisahkan, dan senyawa target telah berhasil diperoleh pada fraksi 3-5. Untuk memastikan kemurnian senyawa target maka dilakukan uji 3 sistem eluen. Dari hasil uji 3 sistem eluen (Gambar 3.7), ternyata senyawa target tersebut bisa dikatakan murni. Senyawa murni ini dinamakan senyawa-3 yang kemudian dari data spektoskopi diketahui sebagai aromadendrin. 23

Gambar 3.7 Uji kemurnian senyawa-3 dengan sistem 3 eluen (a) n-heksana : etil asetat = 1:1, (b) kloroform : metanol = 9:1, (c) kloroform : aseton = 1:1 Pemisahan selanjutnya dilakukan terhadap fraksi E5 dan E6. Dari kromatogram Gambar 3.2 menunjukkan adanya noda dengan Rf yang sama seperti pada E4 maupun E7. Fraksi E5 dan E6 digabung karena memiliki pola noda yang sama, kemudian dipisahkan menggunakan kromatografi radial dengan eluen kloroform : etil asetatt = 9:1. Hasil pemisahan E5+6 digambarkan pada KLT dibawah ini. (a) (b) (c) Gambar 3.8 Kromatogram hasil pemisahan fraksi E5+6 (a) Hasil pemisahan E5+6, (b) perbandingan fraksi 3, 4,6 dan 7 (c) Uji kemurnian fraksi 4. Sistem eluen yang digunakan adalah kloroform : etil asetat = 8:2, kloroform : metanol =9: :1, dan n- heksan : aseton = 1:1 (dari kiri ke kanan) Dari fraksi E5+6 (94 mg) diperoleh 7 fraksi hasil pemisahan. Kromatogramm di atas menunjukkan pemisahan yang cukup bagus dengan adanyaa noda tunggal pada fraksi 3, 4, 6 dan 7. Tetapi ketika keempat fraksi tersebut dibandingkan, terlihat bahwa fraksi 3, 7, dan 8 masih mengandung pengotor sedangkan fraksi 4 menunjukkan noda tunggal. Uji kemurnian terhadap fraksi 4 menunjukkan bahwa fraksi 4 merupakan senyawa murni yang kemudian diberi namaa senyawa-4 (5 mg). Untuk mengetahui tiap senyawa murni adalah senyawa yang berbeda maka dilakukan uji menggunakan KLT dengan eluen kloroform : metanol = 9:1. 24

Gambar 3.9 Perbandingan senyawa-1, senyawa-2, senyawa-3 dan senyawa-4. Kromatogram (Gambar 3.9) memperlihatkan bahwa senyawa-1 dan senyawa-4 memiliki Rf yang sama sehingga diperkirakan senyawa-1 dan senyawa-4 merupakan senyawa yang sama. Sayangnya, dari kromatogram diatas terlihat bahwa senyawa-1 masih mengandung sedikit pengotor sehingga senyawa-1 masih harus dimurnikan lebih lanjut. Analisa terhadap kromatogram fraksi F menunjukkan bahwa fraksi F memiliki noda dengan Rf yang sama seperti yang terdapat pada fraksi E. Berdasarkan hal tersebut maka fraksi F dipisahkan lebih lanjut. Dari hasil kromatogram KVC (Gambar 3.1) menunjukkan bahwa fraksi F masih mengandung banyak tanin. Oleh karena itu, dilakukan pemisahan dengan sephadex untuk mengurangi tanin yang terdapat dalam fraksi F. Sebanyak 2,8 g fraksi F dibagi menjadi 3 bagian, masing-masing 680 mg, 740 mg dan 1400 mg. Hasil pemisahan tannin dari fraksi F digambarkan dalam kromatogram KLT. (a) (b) (c) Gambar 3.10 Pemisahan fraksi F menggunakan sephadex LH-20 (a) bagian 1, (b) bagian 2, (c) bagian 3 Dari masing-masing kromatogram (Gambar 3.10), fraksi yang memiliki noda dengan nilai Rf yang sama dapat digabung. Hasil penggabungan fraksi-fraksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.11 25

Gambar 3.111 Perbandingan fraksi-fraksi gabungan dari bagian 1, 2 dan 3. Eluen kloroform : metanol = 9:1 Dari kromatogram di atas, fraksi-fraksi yan mengandung noda dengann Rf yang sama dari masing-masing bagian dapat digabungkan menjadi satu fraksi utama F. Penggabungan fraksi-fraksi tersebut dirangkum dalam tabel dibawah ini : 1 + 1 F1 170 mg 2 + 2 + 1 + 2 F2 1096 mg 3 + 3 + 3 4 + 4 + 4 5 + 6 + 5 + 5 6 + 6 F3 F4 F5 F6 852 mg 320 mg 104 mg 105 mg Dari kromatogram (Gambar 3.11), dapat dilihat bahwa fraksi F5 memiliki noda utama sama seperti pada fraksi E7. Noda tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan pada fraksi F5 juga terkandung senyawa yang sama. Oleh karena itu, fraksi F5 kemudian dipisahkan lebih lanjut. Fraksi F5 (104 mg) dipisahkan menggunakan kromatografi radial dengan eluen kloroform : metanol dengan kenaikan kepolaran 2,5%. Hasil pemisahan fraksi ini dapat dilihat melalui kromatogram KLT yang dielusi dengan kloroform : metanol = 9:1 (Gambar 3.12) Gambar 3.12 Kromatogram hasil pemisahan fraksi F5 dengan kromatografi radial. 26

Gambar 3.14. Hasil pemurnian senyawa-2 dan F5(5) dengan kromatografi radial. Dari fraksi total terlihat adanya 2 komponenn utama dan kromatogram hasil pemisahan menunjukkan pemisahan yang cukup bagus. Pada fraksi 3 terlihat noda dengan Rf yang sama seperti pada senyawa target pada bagian atas. Tetapi pada fraksi 3 masih terlihat adanya pengotor sedangkan pada fraksi 5 terlihat adanya noda tunggal yang memiliki Rf sama dengan senyawa targett pada bagian bawah. Untuk melihat kemurnian senyawa pada fraksi tersebut maka dilakukan uji kemurnian sistem 3 eluen dan membandingkannyaa dengan senyawa murni yang telah diperoleh. (a) (b) Gambar 3.13 Perbandingan senyawa hasil isolasi dari fraksi F(5) dengan senyawaa murni (a) fraksi F5(3) dengan senyawa-1, (b) fraksi F5(5) dengann senyawa-2 Dari kromatogram di atas (Gambar 3.13) terlihat bahwa pada fraksi 3 masih terdapat adanya pengotor di bagian atas, sedangkann pada fraksi 5 masih terdapat sedikit pengotor di bagian bawah. Oleh karena itu, masing-masing fraksi harus dimurnikan lagi. Fraksi F5(5) dan astri- Hasil 2 digabung (23 mg), kemudian dipisahkan menggunakan kromatografi radial. pemisahan menghasilkan tujuh fraksi dengan noda murni pada fraksi 3 dan 4 dengan total massa 6 mg. (Gambar 3.14) 27

3.5 Diagram Kerja Isolasi 3.6 Uji Bioaktivitas Senyawa yang telah berhasil diisolasi kemudian di uji bioaktivitasnya terhadap sel leukemia murin P-388. Nilai IC 50 dari luteolin (senyawa-2) adalah 0,27 μm/ml, apigenin (senyawa- 4) sebesar 3,6 μm/ml, dan aromadendrin (senyawa-3) sebesar 57 μm/ml. Nilai IC 50 menunjukkan kemampuan senyawa untuk menghambat pertumbuhan sel kanker sebanyak setengahnya (50%). Berdasarkan nilai tersebut, dapat dikatakan bahwa luteolin memiliki bioaktivitas yang sangat tinggi dalam menghambat pertumbuhan sel leukemia atau dengan kata lain potensial sebagai antikanker, demikian juga dengan apigenin. Berbeda dengan luteolin dan apigenin, aromadendrin tidak aktif dalam menghambat pertumbuhan sel leukemia. Nilai IC 50 dikatakan aktif jika nilainya kurang dari 2 μm/ml. 28