DEIKSIS PERSONA DALAM BAHASA MELAYU KUTAI TENGGARONG

dokumen-dokumen yang mirip
PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

ANALISIS DEIKSIS DALAM CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. anggota kelompok tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. mengandung banyak pengetahuan didalamnya. Tidak jarang ditemui kesulitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa.

DEIKSIS ARTIKEL HARIAN SUARA MERDEKA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MENULIS NARASI NONFIKSI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA

SEMINAR NASIONAL PRASASTI (Pragmatik: Sastra dan Linguistik)

DEIKSIS DALAM RUBRIK AH TENANE PADA SURAT KABAR HARIAN UMUM SOLOPOS

PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN KOMPAS EDISI JANUARI FEBRUARI 2010 SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam

BAB I PENDAHULUAN. maupun isyarat. Bahasa digunakan oleh siapa saja, mulai dari anak-anak sampai

PENGGUNAAN DEIKSIS SEMANTIK DALAM CERPEN SILUET JINGGA KARYA ANGGI P

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. apabila referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi si

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dan bahasa adalah dua komponen yang tidak terpisahkan satu sama

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Semantik merupakan ilmu tentang makna, dalam bahasa Inggris disebut meaning.

ANALISIS DEIKSIS DALAM TAJUK RENCANA HARIAN KOMPAS DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN MENULIS DI KELAS X

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

BAB I PENDAHULUAN. Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. sama lain. Bahasa merupakan media yang digunakan oleh manusia untuk

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya. Analisis jenis kalimat, bentuk penanda dan fungsi tindak tutur

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat berinteraksi antarindividu maupun kelompok.

Analisis Deiksis dalam Komik Angkara Tan Nendra Karya Resi Wiji S. dalam Majalah Panjebar Semangat

Diajukan oleh: A JUNI, 2015

Oleh: Budi Cahyono, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ABSTRAK

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PEMAKAIAN DEIKSIS PERSONA, LOKASIONAL, DAN TEMPORAL DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami poetra dan poetri

BAB I PENDAHULUAN. Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu deiktikos yang berarti hal

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

BAB I PERKEMBANGAN DAN PEMEROLEHAN BAHASA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya. Ketika manusia berbicara,

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. tutur/ pendengar/ pembaca). Saat kita berinteraksi/berkomunikasi dengan orang

diperoleh mempunyai dialek masing-masing yang dapat membedakannya

PRAGMATIK. Penjelasan. Sistem Bahasa. Dunia bunyi. Dunia makna. Untuk mengkaji pragmatik... Contoh-contoh sapaan tersebut...

BAB I PENDAHULUAN. Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani deiktikos yang memiliki arti

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, mereka harus bergaul dan berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa

DEIKSIS RUANG DAN WAKTU BAHASA MELAYU JAMBI DI TANJUNG JABUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pragmatik memiliki lima bidang kajian salah satunya deiksis. berarti penunjukan atau hal petunjuk dalam sebuah wacana atau tuturan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa penelitian mengenai hal tersebut, tetapi penelitian tentang Deiksis Dalam

TINDAK TUTUR DALAM BERCERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. Jenis interaksi antarmanusia sangat beragam. Salah satu contoh interaksi terjadi pada

1. Kita harus melaporkan kejadian itu besok, tetapi mereka sekarang tidak berada di sini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kesantunan antara lain adalah deiksis sosial.

BAB I PENDAHULUAN. arbitrer yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja sama,

I. PENDAHULUAN. universal. Anderson dalam Tarigan (1972:35) juga mengemukakan bahwa salah

Bahasa Indonesia. Ragam Bahasa. Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen

DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS)

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pertelevisian ditandai dengan banyaknya jenis acara yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sepengetahuan penulis, penelitian tentang kata pronomina bahasa Banggai

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan penting dalam

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekitar, sosial budaya, dan juga pemakaian bahasa. Levinson

IMPLIKATUR PASAMBAHAN DALAM BATAGAK GALA DI KANAGARIAN PAUH V SKRIPSI

ARTIKEL E-JOURNAL SYARIFAH FADILAH NIM

DEIKSIS DALAM BAHASA DAYAK DEAH. Isna Kasmilawati STKIP PGRI Banjarmasin. Abstrak

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penelitian

KESANTUNAN BERBAHASA PADA TUTURAN SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana,

ANALISIS DEIKSIS PERSONA DAN TEMPORAL PADA RUBRIK JATI DIRI HARIAN JAWA POS EDISI FEBRUARI-MARET 2010 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun

DEIKSIS DALAM SERI CERITA RAKYAT KALANTIKA PENULIS CHAIRIL EFFENDY

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK.

ANALISIS DIEKSIS PADA BAHASA MELAYU DIALEK SELIMBAU KABUPATEN KAPUAS HULU (KAJIAN PRAGMATIK)

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini peranan bahasa sebagai alat komunikasi masih sangat penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa selalu digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa dapat menjalin hubungan yang baik, dan dapat pula

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan. Dalam hal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa lisan dan bahasa tulis salah satu

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. merupakan cara untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuan semula suatu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari

BAB 1 PENDAHULUAN. haruslah digunakan ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi. Tetapi

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana dalam Chaer, 2003:

Transkripsi:

DEIKSIS PERSONA DALAM BAHASA MELAYU KUTAI TENGGARONG Nurul Masfufah Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur Jalan Batu Cermin Nomor 25 Sempaja, Samarinda Pos-el: mashfufahnurul@yahoo.com Abstrak Kajian mengenai pragmatik bahasa Melayu Kutai Tenggarong di Kalimantan Timur belum banyak dilakukan. Padahal, kajian pragmatik, termasuk kajian deiksis bahasa Melayu Kutai Tenggarong ini sangat penting dikaji untuk mendukung tercapainya tujuan berkomunikasi antarpenutur. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan pemakaian deiksis persona dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif berdasarkan data kebahasaan yang ada dalam komunikasi sehari-hari. Bentuk deiksis persona yang ditemukan dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong, antara lain deiksis persona pertama (aku, saya, nyawa, patik, kami, dan etam), persona kedua (awak, kita, dan endika), dan persona ketiga (nya, nyawanya, dan sida). Keunikan deiksis dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong adalah ada deiksis yang bentuknya sama, tetapi acuannya berbeda, seperti deiksis persona kita dan sida yang acuannya bisa tunggal dan jamak. Hal ini perlu dipahami oleh penutur agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam proses berkomunikasi. Kata kunci: deiksis persona, pragmatik, bahasa Melayu Kutai Tenggarong, A. PENDAHULUAN Sistem deiksis bahasa yang satu dengan bahasa yang lain memiliki perbedaan. Hal ini dimungkinkan karena tiap-tiap bahasa memiliki kaidah bahasa dan latar belakang budaya yang berbeda. Perbedaan ini membawa konsekuensi tersendiri bagi orang yang akan mempelajari atau mendalami dan menggunakannya dalam tindak komunikasi. Dengan demikian, kajian mengenai deiksis ini penting dilakukan agar dapat membantu dan mendukung tercapainya tujuan komunikasi, termasuk dalam penggunaan bahasa Melayu Kutai Tenggarong di wilayah Kalimantan Timur. Bahasa Melayu Kutai Tenggarong memiliki jumlah penutur cukup banyak, yaitu sekitar 500.000 penutur (SIL, 2001). Wilayah persebarannya juga cukup luas, di antaranya di Melayu Kutai Tenggarong Kartanegara sebagai pusatnya, Melayu Kutai Tenggarong Barat, Melayu Kutai Tenggarong Timur, Bontang, Samarinda, Balikpapan, Paser, dan wilayah sekitarnya. Walaupun secara administratif wilayah-wilayah berbeda kabupaten dan kota, dari sisi historiskultural masih terdapat ikatan berupa bahasa yang begitu intim dalam kehidupan masyarakat di wilayah tersebut (Bahrah, 2003). Bahasa Melayu Kutai Tenggarong adalah bahasa Austronesia yang merupakan rumpun Malayu-Polinesia. Bahasa Melayu Kutai Tenggarong hidup dan berkembang sejalan dengan perkembangan suku Kutai. Bahrah (2003) menyatakan bahwa suku Kutai adalah suku yang mendiami alur sepanjang sungai Mahakam, dan populasinya terbesar di wilayah bekas Kabupaten Kutai Lama (kabupaten induk dari Kabupaten Kutai Barat, Kutai Kartanegara, dan Kutai Timur sekarang ini). Sebagaimana halnya bahasa-bahasa daerah yang lain, bahasa Melayu Kutai Tenggarong juga mengemban fungsi-fungsi ideal, yaitu sebagai lambang identitas dan kebanggaan etnik, sebagai sarana komunikasi intraetnik, dan sebagai pemerkaya bahasa Indonesia. Namun, fungsi- 151

fungsi tersebut secara perlahan-lahan mengalami penurunan, terutama pada generasi sekarang (Darma, 2011: 12). Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah pendokumentasian dan kodifikasi, serta penelitian bahasa Melayu Kutai Tenggarong yang masih terbatas. Selama ini penelitian terhadap bahasa Melayu Kutai Tenggarong yang pernah dilakukan masih sebatas mengenai struktur linguistiknya, di antaranya Suryadikara, dkk. tahun 1977, dalam kajiannya yang berjudul Struktur Bahasa Kutai. Selanjutnya, dilakukan penelitian terhadap Morfologi dan Sintaksis Bahasa Kutai pada tahun 1981 oleh Suryadikara, dkk juga. Kemudian, Bahrah pada tahun 2003 menulis Introduksi Bahasa Kutai Umum Disimak dari Segi Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis. Kajian-kajian mengenai pragmatik, sosiolinguistik, dan etnolinguistik masih minim atau kurang sehingga belum cukup untuk menggali informasi keunikan bahasa Melayu Kutai Tenggarong. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk terus melakukan dokumentasi dan kodifikasi, serta penelitian terhadap bahasa Melayu Kutai Tenggarong sebagai salah satu upaya pelestarian bahasa daerah agar tidak punah. Salah satunya kajian atau penelitian mengenai deiksis bahasa Melayu Kutai Tenggarong yang belum pernah dilakukan. Kajian deiksis telah banyak dilakukan oleh para pakar, tetapi untuk bahasa Melayu Kutai Tenggarong belum dilakukan. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk melakukan penelitian deiksis, terutama deiksis bahasa Melayu Kutai Tenggarong. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk dan pemakaian deiksis persona dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong. Tulisan ini diharapkan dapat melengkapi penelitianpenelitian lain tentang bahasa Melayu Kutai Tenggarong yang telah dilakukan sebelumnya. B. KAJIAN TEORI DAN METODE Kajian Teori Berdasarkan teori pragmatik, Lyons (dalam Djajasudarma, 1999: 43), deiksis atau penunjukkan adalah lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa, proses atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam hubungannya dengan dimensi ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara. Deiksis dapat juga diartikan sebagai kata-kata yang memiliki referen berubah-ubah atau berpindah-pindah (Wijana, 1998: 6). Senada dengan hal tersebut, Purwo (1984:1) menyatakan bahwa sebuah kata dikatakan bersifat deiksis, apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, bergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan bergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Dengan demikian, fenomena deiksis merupakan cara yang jelas untuk menggambarkan hubungan antara bahasa dan konteks dalam struktur bahasa itu sendiri. Kata seperti saya, sini, dan sekarang adalah kata-kata deiktis. Kata-kata ini tidak memiliki referen yang tetap. Referen kata saya, sini, dan sekarang baru dapat diketahui maknanya jika diketahui pula siapa, di tempat mana, dan waktu kapan kata-kata itu diucapkan. Dengan demikian, yang menjadi pusat orientasi deiksis adalah penutur. Pembagian deiksis ada beberapa macam. Secara umum deiksis dibagi menjadi tiga, yaitu deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu (Purwo, 1984). Menurut Nababan (1987: 40--41), dalam kajian pragmatik dikenal lima deiksis, yaitu deiksis orang, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Sementara itu, Djajasudarma (1999) membagi deiksis menjadi empat macam, yaitu deiksis pronomina orangan (persona), deiksis yang menyangkut nama diri, deiksis yang menyangkut pronomina demonstratif (penunjuk), dan deiksis yang menyangkut waktu. Namun, tulisan ini hanya akan membahas deiksis persona. Deiksis persona adalah pemberian bentuk kepada peran peserta dalam kegiatan berbahasa. Dalam kategori deiksis persona yang menjadi kriteria adalah adalah peran atau peserta dalam peristiwa berbahasa itu. Peran dalam kegiatan berbahasa itu dibedakan menjadi tiga macam, yaitu persona pertama, persona kedua, dan persona ketiga (Haliday dan Hasan, 1984: 44). Dalam sistem ini, persona pertama kategorisasi rujukan pembicara kepada dirinya sendiri, persona kedua kategorisasi rujukan pembicara kepada pendengar, dan persona ketiga kategorisasi rujukan kepada orang atau benda yang bukan pembicara dan lawan bicara. 152

Metode Data penelitian ini adalah tuturan yang digunakan oleh penutur bahasa Melayu Kutai Tenggarong di Tenggarong, Kabupaten Melayu Kutai Tenggarong Kartanegara. Peneliti menggunakan data penutur di wilayah Tenggarong karena bahasa Melayu Kutai Tenggarong di wilayah tersebut dianggap sebagai bahasa standar masyarakat Melayu Kutai Tenggarong. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik catat dan rekam. Pencatatan dan perekaman dilakukan terhadap tuturan yang mengandung bentuk-bentuk deiksis bahasa Melayu Kutai Tenggarong. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif. Teknik analisis ini berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya sehingga yang akan dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa (Sudaryanto, 1988). Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data, antara lain; mengatur atau mengurutkan data yang sudah dikumpulkan, mengklasifikasikan data berdasarkan kategori atau kriterianya, dan melakukan analisis data serta mendeskripsikannya secara jelas. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Deiksis Persona Deiksis persona di dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong yang datanya bersumber dari data lisan dan data tertulis selanjutnya dibahas berdasarkan klasifikasinya, yaitu deiksis persona pertama, persona kedua, dan persona ketiga. Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang masing-masing deiksis persona yang terdapat dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong. Dalam kategori deiksis persona yang menjadi kriteria adalah peran peserta dalam komunikasi atau peristiwa berbahasa. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi tiga macam peran, yakni kategori orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga. Orang pertama adalah kategori rujukan pembicara kepada dirinya sendiri atau kelompok yang melibatkan dirinya. Orang kedua adalah kategori rujukan pembicara kepada seorang pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama. Orang ketiga adalah kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu, baik hadir maupun tidak hadir. Berikut ini tabel bentuk persona dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong. Bentuk Persona Pertama (I) Kedua (II) Ketiga (III) Tunggal aku aku saya saya patik saya nyawa aku awak kamu kita Anda endika Anda nya dia nyawanya dianya sida beliau Jamak kami kami etam kita kita kalian endika kalian sida mereka Namun, bentuk-bentuk persona di atas belum memiliki referen yang tetap. Referen bentuk persona tersebut baru dapat diketahui maknanya jika diketahui siapa, di mana, dan waktu kapan kata-kata itu diucapkan. Acuan yang ditunjuk oleh pronomina persona dapat berganti-ganti bergantung pada peranan yang dibawakan peserta atau pelaku tindak ujaran. Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama. Apabila orang tersebut tidak berbicara lagi 153

dan kemudian menjadi pendengar, dia disebut persona kedua. Adapun orang yang tidak hadir dalam tempat pembicaraan, tetapi menjadi objek atau bahan pembicaraan, disebut persona ketiga. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan dijelaskan secara singkat pemakaian deiksis persona dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong tersebut. Deiksis Persona Pertama Deiksis persona pertama tunggal dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong, terdiri atas pronomina aku, saya, patik, dan nyawa. Keempat bentuk tersebut sering digunakan dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan, dan mempunyai tempat pemakaian atau acuan yang agak berbeda. Dengan demikian, deiksis persona dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong tersebut juga sangat erat kaitannya dengan peran sosial antara pembicara dan pendengar. Berikut ini beberapa contoh pemakaian deiksis persona yang mengacu pada diri sendiri. (1a) Alam: Din, minjam aku lading kan mesek mangga ni! Pinjami aku pisau untuk mengupas mangga ini! (1b) Udin: Iya Kak, sebentar kualakkan. Iya Kak, sebentar kuambilkan! Konteks Tuturan: Tuturan dituturkan oleh Alam (umurnya lebih tua dibandingkan Udin) pada situasi informal di lingkungan tetangga, yaitu di dekat rumah Udin. Pemakaian pronomina aku pada konteks kalimat (1a) di atas menunjukkan bahwa rujukan pembicara tersebut kepada dirinya sendiri, yaitu Alam. Pemakaian deiksis aku biasanya digunakan oleh seorang senior (yang lebih tua) dalam berkomunikasi dengan seorang junior (yang lebih muda). Dalam konteks kalimat di atas, umur Alam lebih tua dibandingkan umur Udin sehingga Alam tidak menggunakan bentuk saya, patik, dan nyawa. Dalam pembicaraan sehari-hari aku sering dipendekkan menjadi ku-, seperti pada kalimat (1b). Ku- pada konteks kalimat tersebut tetap merujuk pada diri sendiri, tetapi penuturnya sudah berganti, yaitu merujuk kepada Udin. Selain ku-, bentuk aku juga dipendekkan ku, seperti pada contoh kalimat berikut ini. (2a) Maya: Masakan habang ni endik cocok ke liurku. Masakan merah ni tidak sesuai dengan seleraku. (2b) Rita: Iya, endik cocok ke liurku jua. Iya, tidak cocok dengan seleraku juga. Konteks Tuturan: Tuturan dituturkan oleh Maya (teman akrab Rita) pada situasi informal di sebuah acara pada saat makan. Persona pertama aku lebih banyak dipakai dalam situasi yang tidak formal serta yang lebih banyak menunjukkan keakraban antara pembicara dengan mitra bicara atau penulis dengan pembacanya. Berbeda dengan pemakaian pronomina saya berikut ini. (3a) Awang ncarang kepada gurunya, Saya endik ngerti masalah tu Pak. Awang berbicara kepada gurunya, Saya tidak mengerti masalah itu Pak. (3b) Gurunya nyahut, Saya endik percaya. Gurunya menyahut, Saya tidak percaya. Pada kalimat (3a) terdapat deiksis saya yang merujuk kepada Awang. Pada kalimat tersebut Awang berperan sebagai pembicara dengan menyebut dirinya dengan pronomina saya, 154

sedangkan pada kalimat (3b) Awang sudah bukan pembicara lagi, melainkan guru yang berperan sebagai pembicara. Guru juga menyebut dirinya dengan pronomina saya, seperti pada contoh kalimat (3b). Dengan demikian, acuan saya berpindah-pindah. Pemakaian bentuk saya seperti pada contoh kalimat (3a) dan (3b) tersebut merupakan bentuk hormat dari aku. Dengan kata lain, pronomina saya digunakan oleh seseorang yang merendahkan diri untuk menghormati lawan bicaranya dalam berkomunikasi. Biasanya penutur bahasa Melayu Kutai Tenggarong menggunakan deiksis saya ketika dalam situasi formal atau resmi dan sekaligus untuk menandakan rasa hormat dan bentuk santun terhadap mitra tuturnya. Dalam hal pemakainnya, bentuk persona pertama aku dan saya ada perbedaan. Bentuk saya adalah bentuk yang formal dan umumnya dipakai dalam tulisan atau ujaran yang resmi. Namun, tidak menutup kemungkinan bentuk saya dipakai dalam situasi nonformal. Sebaliknya dengan bentuk aku lebih banyak dipakai dalam situasi yang tidak formal serta. Lebih menunjuk keakraban antara pembicara dan lawan bicara. (4) Tuan raja nyuruh patik tulak ke hulu. Tuan raja menyuruh saya berangkat ke hulu. (5) Dikiranya nyawa gawal melihat gaya nya tegak tu. Dikiranya aku suka melihat tingkah lakunya seperti itu. Pemakaian bentuk patik seperti pada contoh kalimat (4) digunakan dalam kalangan ningrat Melayu Kutai Tenggarong oleh seorang junior terhadap seorang senior atau oleh rakyat biasa dalam berkomunikasi dengan golongan ningrat Melayu Kutai Tenggarong. Pronomina patik jarang digunakan dalam komunikasi sehari-hari karena hanya digunakan dalam kalangan ningrat Melayu Kutai Tenggarong. Pemakaian bentuk nyawa seperti pada contoh kalimat (5) merupakan bentuk deiksis persona yang digunakan untuk tidak menonjolkan diri dengan istilah aku atau saya. Pronomina patik dan nyawa pada kalimat (4) dan (5) di atas juga menunjukkan bahwa rujukan pembicara itu ditujukan kepada dirinya sendiri. Bentuk dan fungsi persona pertama tunggal berbeda dengan bentuk dan fungsi persona pertama jamak. Bentuk persona jamak dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong meliputi bentuk kami dan etam. (6) Kami lain urang ya bepitis. Kami bukan orang yang beruang. (7) Ayok, etam mulang wayah ni! Ayo, kita pulang sekarang! Bentuk kami pada kalimat (6) digunakan pada semua tingkat dan golongan yang tidak melibatkan pihak kedua. Pemakaian bentuk etam pada kalimat (7) juga digunakan pada semua tingkat dan golongan, tetapi acuan pembicaraannya melibatkan pihak kedua. Bentuk deiksis kami dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong umumnya merujuk pada diri penutur dan orang yang berada di pihak penutur, tetapi untuk mencapai kadar kesantunan, bentuk ini juga sering digunakan oleh penutur untuk merujuk dirinya, seperti pada kalimat (6) dengan menggunakan bentuk kami. Penunjukan oleh pronomina persona pertama acuannya tidak tetap atau dapat berpindah-pindah, bergantung kepada hadir tidaknya peserta dalam tuturan. Hal tersebut juga berlaku pada pronomina persona kedua dan ketiga, baik tunggal maupun jamak. Deiksis Persona Kedua Deiksis persona kedua tunggal dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong, terdiri atas pronomina awak, kita, dan endika, sedangkan bentuk jamaknya, yaitu kita dan endika. Bentukbentuk tersebut sering digunakan dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan, dan 155

mempunyai tempat pemakaian atau acuan yang agak berbeda. Di bawah ini beberapa contoh kalimat yang mengandung deiksis persona kedua. (8) Ayok, kalau kamu berani, etam ke rumahnya! Ayo, kalau kamu berani, kita ke rumahnya! (9) Jangan awak alak galanya tigu manok tu, tinggali setulang kan pengatinya! Jangan kamu ambil semua telur ayam itu, tinggalkan sebutir sebagai pemikatnya. (10) Kita endik maras meliat nasib sida? Anda tidak kasihan melihat nasib mereka? (11) Kami jangan dibawak-bawak dalam urusan kita tu yo! kami jangan dilibatkan dalam urusan kalian itu, ya! (12) Masok beneh mandau endika. Tajam sekali mandau Anda. Dalam sebuah tuturan cara menunjukkan suatu referen dapat berubah-ubah bergantung pada siapa yang berbicara. Dengan kata lain, penutur dapat memakai referen yang berbeda-beda dan disesuaikan dengan faktor kesantunan atau kesopanan berbahasa. Misalnya, persona awak digunakan oleh seorang senior dalam berkomunikasi dengan junior; persona kita merupakan bentuk hormat dari awak yang digunakan oleh seorang junior dalam berkomunikasi dengan seorang senior atau oleh seseorang yang merendahkan diri untuk menghormati lawannya berkomunikasi; persona endika digunakan dalam kalangan ningrat Melayu Kutai Tenggarong atau oleh rakyat biasa dalam berkomunikasi dengan golongan ningrat Melayu Kutai Tenggarong; dan sebagainya. Pemakaian bentuk deiksis persona juga dapat menunjukkan jumlah orang yang diajak berbicara atau yang dirujuk. Untuk mengetahui jumlah orang yang dirujuk, peserta dalam pembicaraan juga harus mengetahui konteks dan situasi pembicaraan karena ada beberapa deiksis persona yang bentuknya sama, tetapi jumlah orang yang dirujuk berbeda. Misalnya, deiksis persona kita, seperti pada kalimat (10) berbeda dengan pemakaian bentuk kita pada kalimat (11), yaitu terletak pada jumlah orang yang dirujuk atau yang diajak berbicara. Pada kalimat (10) jumlah orang yang dirujuk satu (tunggal), tetapi pada kalimat (11) orang yang dirujuk jumlahnya lebih dari satu atau jamak. Deiksis Persona Ketiga Deiksis persona ketiga dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong, terdiri atas bentuk tunggal, yaitu nya, nyawanya, dan sida, sedangkan bentuk jamaknya, yaitu sida. Bentuk-bentuk tersebut sering digunakan dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan, dan mempunyai tempat pemakaian atau acuan yang agak berbeda. Di bawah ini beberapa contoh kalimat yang mengandung deiksis persona ketiga. (13) Nya ngatup lawang tu rapat kali. Dia menutup pintu itu rapat sekali. (14) Wadakleh, mitu rupanya kesah sida yo. Wah, seperti itu rupanya cerita beliau ya. (15) Sida ngehambur kembang banyak sekali di makam pahlawan tu. Mereka menaburkan bunga banyak sekali di makam pahlawan itu. 156

Pemakaian bentuk deiksis persona juga dapat menunjukkan jumlah orang yang diajak berbicara atau yang dirujuk. Untuk mengetahui jumlah orang yang dirujuk, peserta dalam pembicaraan juga harus mengetahui konteks dan situasi pembicaraan karena ada beberapa deiksis persona yang bentuknya sama, tetapi jumlah orang yang dirujuk berbeda. Misalnya, pemakaian deiksis persona sida pada kalimat (14) dan (15), jumlah orang orang yang dirujuk berbeda. Pada kalimat (14) sida berjumlah satu, sedangkan pada kalimat (15) berjumlah banyak. Bentuk-bentuk deiksis tersebut perlu dipahami jumlah rujukannya sehingga tidak terjadi kesalahan pemakaian dan pemahaman tuturan dan proses berkomunikasi. Jika dibandingkan dengan penelitian lain, misalnya penelitian Deiksis Bahasa Paser Pematang di Kabupaten Paser (Aritonang, 2013), deiksis persona dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong lebih variatif bentuknya, setidaknya mengenal lima belas bentuk deiksis persona. Bahasa Paser Pematang yang sama-sama berada di wilayah Kalimantan Timur tersebut hanya mengenal delapan deiksis persona saja. Untuk menunjuk atau mengacu persona kedua, hanya dengan deiksis iko kamu dan sikam kalian. Begitu juga dengan persona ketiga, hanya dengan deiksis iyo dia dan dero mereka. Namun, di dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong lebih variatif bentuknya dan ada faktor peran sosial yang memengaruhinya sehingga muncul bentukbentuk deiksis yang memiliki kadar kesantunan pada saat pertuturan. Dalam pemakainnya bentuk-bentuk deiksis tersebut tidak dapat digunakan secara acak. Hal ini disebabkan deiksis persona merupakan sistem yang sangat terikat oleh kaidah dan latar belakang budaya bahasa yang bersangkutan. Oleh karena itu perlu adanya deskripsi yang jelas tentang kaidah yang berlaku pada sistem deiksis bahasa Melayu Kutai Tenggarong guna mendukung tercapianya tujuan komunikasi. D. SIMPULAN Bentuk deiksis persona dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong bervariasi dan memiliki acuan yang berbeda-beda bergantung pada peran peserta tutur dan peran sosial pembicara (penutur) dengan pendengar (petutur). Penggunaan sistem deiksis persona dalam tindak komunikasi merujuk pada penggunaan bentuk dan fungsinya. Bentuk deiksis persona pertama terdiri atas bentuk tunggal (aku, saya, patik dan nyawa) dan jamak (kami dan etam). Bentuk persona pertama tunggal merujuk pada diri penutur. Bentuk aku dan nyawa cenderung digunakan dalam situasi informal dan bermarkah keintiman. Selain itu, bentuk aku dan nyawa tersebut lebih menonjolkan sifat individu apabila dibandingkan dengan bentuk saya dan patik. Bentuk saya dan patik digunakan dalam situasi formal dan sekaligus untuk menandakan rasa hormat dan sopan. Sementara itu, bentuk kami umumnya merujuk pada diri penutur dan orang yang berada di pihak penutur, akan tetapi untuk mencapai kadar kesopanan bentuk ini juga sering digunakan oleh penutur untuk merujuk dirinya. Adapun bentuk etam digunakan untuk merujuk penutur dan lawan tutur dengan tujuan untuk mengakrabkan. Bentuk deiksis persona kedua terdiri atas bentuk tunggal (awak, kita, dan endika) dan bentuk jamak (kita). Bentuk awak digunakan oleh orang tua kepada yang lebih muda atau mereka yang memiliki hubungan akrab. Adapun bentuk endika digunakan untuk menandai hubungan yang kurang akrab dan ada jarak antara Sementara bentuk jamak untuk merujuk lawan tutur yang lebih dari satu dan dalam hal ini penutur lebih tua dari lawan tutur. Bentuk deiksis persona ketiga memiliki bentuk tunggal (nya, sida, dan nyawanya) dan jamak (sida). Bentuk nya, sida, dan nyawanya merujuk pada orang ketiga tunggal dan digunakan dalam hubungan netral bukan untuk menghormat. Apabila penutur akan menghormati pada orang ketiga maka akan digunakan bentuk sida. Namun, bentuk sida sebagai bentuk jamak persona ketiga digunakan untuk hubungan yang netral artinya tidak digunakan untuk lebih menghormati atau sebaliknya. Penelitian ini menemukan adanya keunikan deiksis persona dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong, yaitu deiksis yang bentuknya sama, tetapi acuannya berbeda. Dalam hal ini jumlah orang yang dirujuk tidak sama walaupun bentuk deiksis yang digunakan sama, seperti deiksis 157

kita dan sida yang acuannya bisa tunggal dan jamak. Keunikan deiksis tersebut perlu dipahami oleh penutur agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam proses berkomunikasi. DAFTAR PUSTAKA Aritonang, Merry Debby. 2013. Deiksis bahasa Paser Pematang di Kabupaten Paser. Dalam Jurnal Loa Edisi 2 Tahun 2013. Samarinda: Kantor Bahasa Kalimantan Timur. Bahrah.Ahmad. 2003. Introduksi bahasa Bahasa Melayu Kutai Tenggarong Umum Disimak dari segi Fonologi, Morfologi dan Sintaksis. (Balikpapan: (tanpa Penerbit). Darma, Muhammad Erwin, dkk. 2011. Kamus Bahasa Melayu Kutai Tenggarong Indonesia. Samarinda: Kantor Bahasa Provinsi Djajasudarma, Fatima. 1999. Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: PT Refika Aditama. Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Depdikbud. University Press. Purwo, Bambang Kaswanti. 1984. Deiksis Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Purwo, Bambang Kaswanti. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum 1984. Yogyakarta: Kanisius SIL International, Indonesia Branch. 2001. Languages of Indonesia. Jakarta: SIL International. Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik Kedua: Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gajah Mada Wijana, I. Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit Andi. 158